Dersik

By khanifahda

757K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Skala

13K 1.5K 77
By khanifahda

ska·la n 1 garis atau titik tanda yang berderet-deret dan sebagainya yang sama jarak antaranya, dipakai untuk mengukur, seperti pada termometer, gelas pengukur barang cair2 lajur yang dipakai untuk menentukan tingkatan atau banyaknya sesuatu (seperti pada peraturan gaji dan pada daftar bunga uang); 3 perbandingan ukuran besarnya gambar dan sebagainya dengan keadaan yang sebenarnya: peta -- 1:10.000 (maksudnya 1 cm pada peta itu dalam keadaan yang sebenarnya 10.000 x 1 cm);
.
.

"Apa yang bisa saya harapkan dari kamu?"
Nadin tersenyum tipis, lantas bergerak menuju ransel yang sengaja ia lepas sebentar. Ia mengeluarkan jenis senapan pendeknya atau bisa di sebut sebagai pistol. Ia hanya membawa beberapa senjata, itupun hanya atas perintah atasannya.

"Mungkin saya tidak sepandai anda dalam mengendalikan senjata, tapi saya punya keberanian untuk menaklukan semuanya."

"Kamu jangan meremehkan gadis ini anak muda." Bu Maria lantas mengeluarkan suaranya. Menatap Raksa yang masih terdiam di tempatnya.

"Maju atau mundur itu yang tepat untuk di tanyakan saat ini. Saya tahu anda berbeda ritme dengan kami. Jadi tolong buat kerjasamanya."

Nadin tersenyum tipis menatap Bu Maria. Lantas perempuan itu mengeluarkan pistol yang ia bawa juga di saku celananya. "Setidaknya saya tidak payah dalam menembak."

Raksa terbengong dengan dua orang di depannya. Sejak kapan ia tidak bisa berkata-kata? Lantas siapa sebenarnya mereka hingga dengan tenang dan tanpa beban benar-benar yakin seakan hendak menyerahkan nyawa karena keparat yang jumlahnya banyak itu.

Belum sempat berpikir panjang, terdengar suara deru peluru dari senjata yang saling bersahutan. Lantas mereka langsung terlonjak. Nadin memakai kembali ranselnya dan bersiap untuk menghadapinya.

"Jangan konyol kamu!" Gertak Raksa pelan pada Nadin yang begitu siap menghantarkan nyawanya.

Nadin menatap tajam Raksa. "Apa mau anda? Mati konyol dan jadi pengecut?" Nadin tersenyum miring, meremehkan Raksa yang memasang wajah datarnya itu.

"Setidaknya peluru dalam senjata ini berkurang walau nanti mungkin nyawa yang jadi sajennya." Sambung Nadin kemudian. Lantas gadis itu membenarkan bajunya kembali yang sempat tak beraturan itu.

"Keras kepala." Raksa menggeram marah. Lantas laki-laki itu menarik Nadin yang hendak mendekat ke arah keparat yang mulai kesetanan mencari mereka.

"Jangan bodoh! Kalau lo modal berani doang nggak cukup, anjir!"

Nadin menoleh cepat, menyipit menatap Raksa. "Gue sudah tahu apa yang harus gue lakuin. Jadi jangan ngatain gue kalau belum tahu sebenarnya. Minggir, gue nggak mau kerja sama dengan orang pengecut kayak lo." Nadin menyingkirkan tangan Raksa yang berusaha mencegah Nadin. Lalu dengan santainya Nadin keluar dari persembunyiannya.

Raksa memejamkan matanya. Ia tak habis pikir dengan gadis keras kepala itu. Padahal rencananya ia ingin membuat strategi lebih matang lagi. Tetapi justru Nadin dengan pedenya berani menghadapi mereka yang menang jumlah itu.

Mau tidak mau Raksa ikut keluar. Ia tak bisa mengabaikan tugasnya begitu saja.

Raksa hendak mendekat ke arah Nadin yang sudah mengacungkan senjatanya itu. Namun entah apa yang membuat Nadin bisa membagi fokusnya, tangan kirinya menginstruksikan agar Raksa tak mendekat. Lantas sebuah timah panas terlontar dari senjata Nadin. Perempuan itu bergerak cepat dengan membabi buta mereka yang berada di depannya. Lantas Raksa ikut memback up gadis itu.

"Bodoh!" Umpat Raksa kembali pada Nadin. Namun Nadin tak gentar. Lantas gadis itu bersemangat menembak ke segala penjuru. Bahkan beberapa kali bermanuver dan membuat Raksa seketika bungkam.

Tidak ada ampun. Apalagi menyerah untuk mereka yang membuat negara gaduh.

"Bodoh!" Umpat Nadin. Gadis itu tersenyum tipis, membuat sudut bibirnya terangkat sedikit.

Beberapa keparat itu sudah terkapar di tanah, beberapa mereka meregang nyawa hanya dengan sekali tembakan. Benar kata Bu Maria, Nadin tidak bisa di remehkan begitu saja. Mungkin tampilannya biasa, kerudung hitam dengan pakaian yang tak begitu berharga, namun gadis itu mampu melawan umpatan Raksa yang bertubi-tubi memenuhi gendang telinganya.

Adu timah panas masih berlanjut. Bahkan mereka berempat harus berhadapan dengan 7 orangan, lengkap dengan senjata laras panjang yang Nadin ketahui sebagai senjata rakitan hasil selundupan.

Akhirnya Nadin dan Raksa yang sibuk saling memback up . Namun mampaknya merekalah yang terserang dan tersudut di tengah, membuat mereka terkepung. Namun Nadin tetap mengacungkan senjatanya, tak menyerah seperti intruksi kepala keparat itu.

"Bajingan! Bangsat! Dasar otak udang kalian!" Umpat laki-laki yang diduga sebagai kepala mereka. Laki-laki itu tersenyum plas ketika berhasil membuat Nadin dan Raksa terpojok.

Sementara itu, Dani dan Bu Maria tak terlihat. Sebelum Raksa ikut bertempur, laki-laki itu berpesan untuk membawa Bu Maria itu ke tempat yang aman. Tak mungkin Raksa membiarkan perempun yang sudah berumur itu adu senjata. Dani pun tak protes karena ia di didik untuk loyal dengan atasannya itu. Lagipula kata Raksa memang benar. Lebih baik ia mengamankan Bu Maria dan ia sangat percaya jika atasannya itu mampu.

Lantas biarlah Raksa dan gadis keras kepala itu yang bergerak. Biarlah mereka yang basah, sekalian kuyup saja.

Kini Nadin dan Raksa terkepung. "Menyerahlah maka, kalian akan selamat." Ucap laki-laki itu lagi. Berusaha menawarkan opsi yang pada akhirnya hanya menguntungkan di pihaknya.

Nadin menatap tajam laki-laki itu. "Atau nona yang cantik itu bersenang-senang denganku?" Ucapan penuh tatapan menjijikkan itu membuat Nadin muak dan ingin mematahkan tulang lehernya.

Demi apapun Nadin akan membuat laki-laki itu menyesal seumur hidupnya. Ia tak Terima di lecehkan. Begitu pula dengan Raksa yang marah ketika mendengar nada melecehkan untuk Nadin. Bagaimana juga ia punya mama dan adik perempuan dimana ia akan tak Terima ketika mama atau adiknya di katai seperti itu.

"Sialan!" Umpat Nadin kemudian. Ia sudah kelewat marah dengan orang-orang pengecut di depannya itu. Lalu dengan sekali lepas, Nadin mengarahkan senjatanya itu untuk mengenai kepala mereka, namun nasib ketua komplotan itu nampaknya baik sehingga tembakan Nadin meleset. Ketua tersebut memilih lari karena senjatanya sudah terlempar jauh dan berada di dekat Nadin. Lantas Nadin mengambil jenis senjata rakitan itu dan digunakan untuk melawan mereka. Mereka yang tak kuat nyalinya memilih melarikan diri, sedangkan yang sudah memegang senjata dan beradu timah panas itu memilih melanjutkan kembali pertarungan panas ini.

Seperti tak kehabisan akal, perempuan itu melakukan manuver beberapa kali hingga fokus Raksa beberapa kali tergoyahkan dengan kemampuan Nadin.

'Kamu jangan meremehkan gadis ini.' kata-kata Bu Maria terngiang kembali di benak Raksa.

"Awas! Bukan saatnya melamun tuan!" Pekik Nadin yang merangkul Raksa untuk merunduk. Nadin dengan cepat menggandeng Raksa untuk segera pergi. Sementara para keparat itu banyak yang terluka bahkan mati terkena timah panas. Hal itu dimanfaatkan Nadin untuk melarikan diri sejenak. Ia tahu jika anggota yang lain pasti sudah mendekat dan bisa mati konyol jika Nadin tetap meladeni mereka yang tersisa.

Nadin dan Raksa melangkah cepat meninggalkan arena tersbeut. Mereka akhirnya dapat berhenti sejenak setelah menemukan satu pohon beringin besar dan memilih duduk di bawahnya.

Penampilan Nadin bisa di katakan kacau. Kerudung hitamnya sudah tidak berbentuk lagi, wajahnya sudah mengkilap terkena debu dan keringat. Benar-benar tak berbentuk. Nadin hanya bisa menarik nafasnya dalam untuk menetralkan detak jantungnya yang menggila.

"Bodoh! Kenapa anda melamun Pak! Nyawa kita hampir habis tadi kalau semisal kita tidak kabur. Sebenarnya anda ini yakin apa tidak untuk operasi militer?" Sengit Nadin. Entah mengapa Nadin menjadi lebih garang dan terlibat emosi sedari kemarin.

Raksa? Seperti biasa, Laki-laki itu hanya diam dan tak menanggapi lebih gadis yang tak jelas itu. Paling ia hanya mengumpat jika gadis itu aneh.

"Awas!" Nadin lngsung mendekap badan Raksa yang lengah. Ia dan laki-laki itu berguling ke tanah. Belum juga ia menghirup udara dengan tenang, Nadin sudah harus bertempur kembali. Ia harus menguras fisik, emosi dan psikologinya. Sangat melelahkan memang, tapi ya sudah, ini menjadi konsekuensinya. Menolak pun sama saja ia menghantarkannya pada gelar pengecut yang tak akan habis di makan waktu.

Mereka berdua berguling ke tanah beberapa kali. Tubuh mereka sangat dekat sehingga bisa merasakan deru nafas masing-masing. Menyadari jika jarak mereka yang begitu dekat, Nadin langsung melepaskan diri dan bangkit. Gadis itu berdecak, ketika ia masih saja di kejar keparat itu.

Lantas Nadin mengeluarkan jenis senjata Pistol G2 yang merupakan pistol dengan standar internasional. Pistol ini bukanlah sembarang pistol karena biasa di gunakan oleh TNI. Raksa kembali menatap Nadin, bagaimana bisa perempuan itu memegang senjata yang biasanya di pegang oleh TNI? Dan mungkin hanya beberapa anggota saja yang bisa menggunakan senjata itu.

Nadin bersiap kembali misalnya nanti beradu timah panas. Namun sebelum itu, gadis tersebut mengisi pistolnya dengan banyak peluru karena kapasitas pistol tersbut bisa mengeluarkan sebanyak 2000 tembakan. Dalam mengisi peluru, tak luput dari perhatian Raksa. Dengan sigap dan cepat, Nadin mengisi pistol itu dengan cepat, bahkan sesuai standar prajurit sniper terbaik mungkin.

Lalu tanpa di komando lagi, keadaan menjadi chaos. Dengan sigap, Nadin berdiri dan bersiap untuk melawan mereka. Nadin sebenarnya merutuki dirinya yang tak membawa senjata laras panjangnya. Padahal lebih enak memakai senjata serbu yang memiliki jarak tembak yang lumayan jauh. Namun tak apa, ia bisa memegang beberapa senjata saja sudah beruntung karena keadaan yang darurat ini.

Tembakan jarak dekat pun terjadi. Rata-rata berada di jarak 30 meteran. Hal itu cukup menyulitkan mereka berdua yang harus bersembunyi di pohon besar agar terhindar dari peluru yang bisa saja menghujam mereka berdua kapan saja.

"Fokus sama target!" Peringat Raksa pada Nadin yang mulai kehilangan fokus menembak. Keadaan fisik yang tidak cukup istirahat membuat Nadin agak limbung mungkin sehingga beberapa kali getar ketika menarik pelatuk pistolnya.

Nadin mengangguk samar, menyadari kesalahannya. Ia tak bisa sembarangan menembak atau akan kehabisan peluru sebelum waktunya. Lagipula bantuan tak kunjung datang sedangkan tinggal mereka berdua. Sungguh lucu memang.

Tembakan demi tembakan kian riuh. Memanas bak pertarungan Baratayudha. Bernyali besar sehingga nampak seperti pertarungan ego yang tak akan usai. Saling adu kehebatan di atas tanah basah yang begitu lebat, tak gentar satu sama lain, seakan nyawa mudah sekali di penjual belikan. Hanya satu, misi mereka tercapai tanpa peduli yang lain.

Nadin masih setia menembak, begitupun Raksa yang masih setia memegang senjata runduknya itu. Laki-laki itu dengan lihai menarik pelatuk senjatanya, tanpa beban karena fokusnya benar-benar di uji sekarang. Bisa meleng sedikit, habis sudah ia menghantarkan nyawanya pada malaikat Izrail secara cuma-cuma.

Keadaan semakin kacau. Beberapa kali Nadin dan Raksa kewalahan sehingga hendak tertembak oleh timah panas lawan. Namun sejauh ini mereka masih bisa menghindar satu sama lain.

"Sialan!" Umpat Raksa ketika kurang sedikit bisa melumpuhkan kepala dari mereka. Namun senjatanya justru mengenai anak buah yang lain.
Nadin kini terfokus pada laki-laki yang ia tahu sebagai tangan kanan otak dari semua kerusuhan ini. Gadis itu dengan tenang mengarahkan senjatanya ke arah laki-laki berkepala plontos. Namun tiba-tiba ia merasakan jika Raksa dalam bahaya, lantas gadis itu melirik kanan dan menemukan sesorang sudah mengincar Raksa dengan matang. Fokusnya terbagi. Apakah ia akan membunuh laki-laki berkepala plontos itu atau menyelamatkan Raksa dengan konsekuensi ia akan kehilangan targetnya.

Otak Nadin bekerja dengan cepat. Lantas gadis itu mengarahkan pistolnya ke orang yang hendak menembak Raksa sesaat orang itu melepaskan tembakannya. Alhasil Raksa terluka di bagian lengan kirinya. Nadin langsung mengajak Raksa merunduk. Gadis itu meletakkan senjatanya di tanah.

Sementara Raksa meringis melihat darah yang mulai merembes dari seragam lorengnya. Nadin meringis pelan, ia bingung harus memberikan pertolongan pertama seperti apa. Ia tak membawa alat P3K. Nadin berpikir cepat. Lantas gadis itu memiliki ide. Ia tak punya apa-apa selain kerudung hitam yang sedari kemarin terpasang dengan acak-acakan. Gadis itu melepaskan kerudung dan langsung di gunakan untuk membalut luka Raksa.

"Kenapa buka kerudung?" Tanya Raksa sesaat melihat Nadin yang dengan tenangnya melepas kerudung. Lalu Nadin menutup luka Raksa yang terkena serempetan peluru itu dengan cepat.

Nadin tak menjawab, gadis itu memilih diam dan dengan telaten membalut luka Raksa dengan kerudungnya itu. Ia tak mungkin membiarkan lukanya semakin parah apalagi hutan yang belantara dan tanpa kepastian seperti ini.

Belum sempat bangkit, Nadin dan Raksa langsung di hadapkan dengan pilihan hidup. Tiga moncong senjata laras panjang yang merupakan hasil rakitan kini menodong mereka berdua. Senyuman kemenangan tercetak jelas di wajah tanpa dosa yang membuat mereka tak bisa berkutik lagi. Nadin dan Raksa hanya bisa terdiam, menatap keparat itu dengan tatapan marah tetapi tak bisa berbuat lebih selain berdoa semoga ada bantuan dan harapan hidup lebih lama lagi. Mereka tahu jika hidup mereka tak akan baik-baik saja setelah ini.

.
.
.


Ngeditnya sambil nugas, harap maklum kalau ada typo😄

Beberapa hal janggal dan dirasa butuh penjelasan bakal di jelaskan di part-part depan.

Koreksi kalau ada salah, udah tanya-tanya dan udah di curigai si bapak karena tanya jenis-jenis senjata, malu aing🤣

Semangat yang nugas dan kerja take home. Yang tugasnya banyak tetep semangat yak, badai pasti berlalu. Jaga kesehatan dan kurangi keluar rumah kalau nggak perlu hehe..

See you next part📌

Continue Reading

You'll Also Like

22.3K 3.5K 21
"DIJUAL MANTAN! *Harga terjangkau: sepuluh ribuan. *Wajahnya tampan, mapan, tapi suka melakukan pengekangan. *Umur tua, tetapi stamina jangan ditan...
401K 65K 68
[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan le...
113K 6.7K 23
yang namanya prioritas ya pasti cuma satu , tapi dia lain , dia seorang yang kusebut suami mempunyai dua prioritas yang kerap kali membuat dia lantas...
615K 5.1K 17
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...