Wendy menutup mulutnya terkejut, Hanna melongo tak percaya, Kanaya bengong mendengar cerita yang didengarnya, sedangkan Salwa langsung sambat otomatis, "ANJIR SERIUSAN LUO Dia berlutut? Di depan lo?"
Senin mengangguk lemah, "gue buntu, udah nyoba buat nolak, tapi gak bisa. Sesayang itu gue sama cowok bajinan itu."
"Lo emang yakin, dia bakal berubah?" tanya Hanna.
"Seenggaknya, lo yakin gak hati dia udah sepenuhnya milik lo?"
"Keyakinan sih ada. Tapi keraguan juga masih. Ya ... gimana, liat dia kaya gitu mana tega gue Nay?" Balas Senin pada penuturan Kanaya.
Semua gadis di sana mengangguk mengerti. Kalau sudah cinta, mau diapakan lagi?
"Ya udah. lo-nya juga masih cinta. Lo sendiri yang bilang Jinan sampe segitunya," sahut Salwa.
"Iya. Cowok udah berlutut tuh, artinya dia udah nyerahin seluruh harga dirinya buat lo. Jangan disia – sia kan sih, takut timing-nya lepas," dukung Wendy merangkul bahu Senin.
Tengah serius mengobrol di sekre yang kosong, dari arah pintu sekre datang Jelita yang ditemani Mark. Masuknya mereka, membubarkan bahasan para perempuang angkatan dua dan tiga.
Mencob menghindari beradu tatap dengan Jelita, namun ternyata gadis itu malah berjalan mendekat ke arah Senin.
"Teh Senin, bisa ngomong sebentar gak?"
Senin menoleh dan memandang tanya, namun diikuti juga langkah kaki Jelita ke Parkir Atas.
....
Sesampainya di sana, Jelita mencoba merapal kembali segala ucapan yang sudah dirinya persiapkan. Namun belum juga dirinya bicara, seniornya di Fikom sekaligus Pers Kampus itu lebih dulu berusara, "kamu gak perlu minta maaf."
Jelita menoleh, melihat ke arah Senin yang diam dengan wajah tenangnya. "Bukan salah kamu. Ini juga bukan salah Jinan. Aku juga gak salah."
Senin tampak tenang mulai mengatakan apa yang dipikirkannya, "Perasaan itu gak bisa ditebak. Gak tahu datangnya ke mana dan dari siapa. Aku cukup paham, perasaan Jinan ke kamu gak beda sama perasaan aku ke Jinan awal dulu."
Binar di mata Senin masih ada sementara gadis itu mulai membahas Jinan. "Ketertarikan, rasa penasaran, dan kenyamanan. Perasaan itu sulit dikendalikan. Kadang otak dan hati emang gak sejalan. Aku merasa, itu juga yang terjadi sama Jinan. Dia kesulitan mengendalikan perasaannya sama kamu. Meskipun aku tahu itu, aku gak bisa menampik prasangka buruk dan sakit hati aku."
"Bukannya wajar ketika aku sakit hati liat pacar aku sendiri perhatian dan ngasih kenyamanan sama perempuan lain. Bahkan ketika dia cuman senyum sama kamu pun, aku sakit hati, marah dan kecewa. Karena aku tahu apa yang terjadi sama kalian," tutur penyuka thai tea tersebut miris pada dirinya sendiri.
Jelita menunduk, Ia benaar – benar merasa bersalah. "Maafin aku Teh."
"Aku terima permintaan maaf kamu. Tapi, ini bukan salah kamu. Bukan salah aku atau Jinan juga. Aku mutusin buat coba ngerti untuk kesekian kalinya. Cuman, kali ini aku gak akan nahan diri lagi. Ketika aku mulai merasa terancam, aku gak akan segan narik Jinan sekarang. Dibanding harus mendem rasa sakit hati dan cemburu sendiri. "
"Teh Senin,.." Senin menoleh, menemukan raut wajah bersalah pada Jelita yang kini memberanikan diri menatap langsung bola matanya.
"Aku emang sempet ngerasa goyah sama Kak Jinan. Jujur, aku pernah ada di titik hampir luluh. Dia ngasih kenyamanan yang di saat aku ngerasa kosong. Cuman, aku sadar, kalau apa yang dirasakan aku sama Kak Jinan itu karena adanya kekosongan. Karena kehampaan yang sama – sama kami rasakan."
Jelita menjeda ucapannya, "Setelah Teh Senin pulang, kekosongan Kak Jinan terisi kembali. Tapi aku udah terlanjur masuk, dan Kak Jinan kebingungan gimana ngehadepin itu. Aku bisa ngerasain itu. Tapi aku bisa pastiin, kalau yang ada di hati Kak Jinan itu tetep Teh Senin."
Senin tersenyum tipis, dia tahu, dia tahu semuanya. Hanya saja, dia benci melihat Jinan kebingungan. Jadi dirinya memilih nekat untuk mengalah agar lelaki itu bisa memutuskan sendiri. Dirinya tak ingin menghalangi pilihan Jinan dengan status mereka.
"Kamu sendiri?" Senin bertanya yang ditanggapi kebingungan oleh Jelita.
"Kamu suka Jinan?"
Kini Jelita yang tersenyum tipis, "aku suka Kak Jinan, tapi aku sadar perasaan itu lain dengan rasa suka yang Teteh punya ke Kak Jinan. Dia senior yang baik. Aku seneng sama Kak Jinan. Tapi aku tahu, perasaan aku juga bisa jadi manipulasi dari keadaan aku yang merasa hampa."
"Jadi aku mutusin, buat kembali nyari apa yang sebenarnya hati aku mau. Yang pasti, aku udah yakin, kalau Kak Jinan bukan jawabannya."
"Karena sampai kapanpun. Teteh itu selalu jadi jawaban Kak Jinan."
Merasa Senin mendengarkannya dengan baik, Jelita tiba - tiba tergerak ingin menceritakan sesuatu.
"Aku sempet merasa kehilangan yang teramat dalam Kak. Sampai rasanya dunia aku runtuh seketika. Sulit buat aku kembali menapaki bumi."
"Teteh pasti tahu kan, kalau aku sama Nana pernah pacaran?" tanya Jelita.
Sekretaris Redaksi itu mengangguk, Ia mendengarnya dari Kanaya, dan gadis itu dapat dari kekasihnya Wishaka.
Senyum sedih tergambar di wajah SDM Litbang itu, "aku yang mutusin dia Kak. Aku ninggalin dia, dan egois milih hidup aku sendiri. Aku ngerasa gak pantas untuk dapetin lelaki sebaik Nana. Jadi aku milih buat lepasin dia, dan meratapi hidup aku sendiri. Dunia yang awalnya terasa indah, hancur dalam sehari dengan kepergian orang yang aku cintai."
Menipiskan bibirnya, Jelita bertutur, "aku gak mau Nana ngerasain itu, aku gak mau Nana liat diri aku yang hancur."
Tetesan air mata, sudah barang tentu meluncur dari pipi gadis yang sering dipanggil Jelly itu. Senin tercenung, ia kemudian merangkul Jelita ke dalam pelukannya.
Senin tahu sekali rasanya, kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk kita adalah yang terburuk. Ia bahkan pernah melihat kehancuran Kanaya sampai memutuskan untuk berpisah dengan Wishaka. Apalagi seperti yang dihadapi Jelita, ia yakin rasanya lebih menyengsarakan.
Dirinya mengerti maksud Jelita. Senin pernah menemani Kanaya dulu, dan sangat tahu maksud gadis ini.
Tring
Sebuah pesan masuk ke ponsel Senin, dari Salwa yang mengatakan jika Jinan menyusul ke Parkir Atas. Benar saja, tak selang lama, Jinan datang.
Jelita yang menyadari dirinya harus pergi, segera bangkit dan menghampiri Jinan lebih dulu.
"Liat? Aku benerkan? Ngeyakinin hati masing – masing dulu buat tahu apa yang sebenernya hati Kak Jinan mau. Jangan sia – siain perempuan sebaik Teh Senin, Kak. Kalau kehilangan kesempatan sekarang, Kak Jinan bakal nyesel seumur hidup." Jelita mengucapkannya sembari tersenyum tulus. Merasa senang akhirnya Jinan menemukan jawabannya sendiri.
Tinggal dirinya yang harus kembali berjalan mencari jawaban lain.
"Makasih ya Jel, dan juga maaf."
"Gak usah minta maaf Kak. Gak ada yang salah."
"Salaman yuk, tanda damai." Jelita mengulurkan tangannya, Jinan ikut tersenyum dan menyambut uluran tangan itu.
"Beliin chatimenya jangan sering – sering Kak sekarang. Biar aku minta traktir Kak Sian aja, buat pajak jadian."
Fokus Jinan tiba – tiba teralihkan, "Sian jadian? Sama siapa?"
Pegangan tangan mereka terlepas. Jinan bingung, masa ia tak tahu sobat ambyarnya sudah punya pacar?
"Aku liat sih Kak Sian sama Thara makin deket sekarang. Jadi aku pikir, mereka kayaknya emang dikit lagi juga jadian."
Tapi yasudahlah, Jinan tak mau ambil pusing.
Selepas Jelita turun ke bawah, ia lantas menghampiri Senin yang tengah berdiri di depan kursi panjang sana,
Gadis itu diam berdiri, menatap Jinan teduh. Sejenak Jinan berpikir, sudah berapa banyak air mata yang menetes dari mata itu karenanya?
Bibir yang sangat cantik dihiasi senyuman itu, pasti sering kali mengeluarkan suara tangis dan kecewa karena dirinya.
Brengsek. Jinan brengsek.
Langkah kaki Jinan akhirnya sampai di hadapan mahasiswi Fikom 2017 itu. Tana basa - basi, tubuh jangkungnya langsung memeluknya erat sang pujaan hati yang sudah ia sakiti perasaannya.
Bersumpah, untuk tak lagi membuatnya menangis karena dirinya.
Tak ada yang bicara. Tapi keduanya sama – sama tahu, rasa penyesalan dan terima kasih atas kesempatan yang masih ada.
. . . . .
Jelita Indahnya Cahaya Bintang
SDM Litbang 2019
Senin Agustiandra Walapan
Sekretaris Redaksi 2019
Jinan Melviano Pradipa
Wakil Pemimpin Umum Pers Kampus 2019
. . . . .
Be aware guys!
Sekolah, kuliah, kerja nya libur tapi jangan liburan keluar ya!
Ayo self-isolated, kurangi penyebaran virus dan bloki perkembang biakannya dengan menjaga kebersihan, terutama cuci tangan dan makan makanan bergizi!
Kuliah memang libur, bahkan jadi online, tapi tugas malah menumpuk TT
By the way,
Aku usahakan sering update buat menemani waktu self-isolated kalian supaya gak kesepian, nanti banyak Q&A juga di twitter! yeay!
See you on next chapter!