Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Kontur

13.5K 1.7K 38
By khanifahda

Kontur atau Garis kontur atau disebut dengan garis tranches, garis tinggi, atau garis tinggi horizontal
.
Garis imajiner pada suatu wilayah atau area di atas peta yang menghubungkan dan memperlihatkan beberapa titik pada peta yang memiliki ketinggian yang sama. Garis ini selanjutnya menunjukkan pergerakan atau perkembangan naik turunnya suatu keadaan tanah.
.

Nadin menggosokkan tubuhnya karena suhu di sekitar sungai yang begitu dingin. Walaupun sudah menyalakan api unggun kecil, tetapi hal itu tetap tak membuat tubuh mereka hangat. Sempat Nadin sangsi akan kembali di temukan oleh kawanan perompak, tetapi Bu Maria menyakinkan jika mereka sudah aman, mungkin untuk sementara waktu ini. Setelah itu tidak ada yang tahu.

Nadin menatap api kecil di depannya. Ia hanya terlalu kaget dengan rencana yang ia tulis dari awal. Ia hanya bingung mempertanggungjawabkan tugasnya nanti kepada atasan karena kelalaiannya tadi. Jika saja Nadin tak begitu mencolok, mungkin ia masih bisa bermain aman di sana. Tetapi nyatanya rencana tinggallah rencana, Nadin akhirnya harus menelan pil kekecewaan yang begitu mendalam.

"Sudah jangan di pikir. Besok kita masih bisa menemukan jalan keluarnya. Jangan menyalahkan dirimu sendiri." Ucap Bu Maria kemudian.

Nadin menghembuskan nafasnya pelan. Ia menatap api unggun yang masih menyala kecil di hadapannya itu.

Lantas Nadin tersenyum kecil dan menelan salivanya cepat. "Saya hanya kecewa dengan diri saya. Saya sudah jauh-jauh di tugaskan tetapi malah gagal total. Seharusnya saya tidak gegabah waktu itu dengan bertanya lebih kepada anggota keparat itu."

Entah itu kesalahan Nadin apa tidak, Nadin tiba-tiba bertanya banyak pada komplotan tersebut ketika melewati jalan desa. Nadin dengan santainya bertanya tentang orang-orang yang terlihat mencurigakan. Alhasil ialah yang terkena getahnya sendiri. Sungguh payah dirinya. Tapi yang namanya terlanjur, mau diapakan lagi?

"Misi spionase tidak selamanya berhasil dengan baik. Ada kalanya kita kecolongan dengan orang yang kita selidiki. Memang terasa menyakitkan ketika kita harus legowo melihat mereka yang bisa menang atas diri kita, tetapi yang namanya penegakan kebenaran tetap harus di tegakkan. Jangan hanya karena gagal di satu misi membuat jiwa prajurit lenyap. Lebih baik kita mati daripada kita pulang hanya jadi pengecut." Ucap Bu Maria kembali. Nadin lalu mengangguk. Lalu kepalanya menengadah ke atas. Nampaknya purnama kini hadir di antara mereka. Cahaya bulan terlihat sangat cerah hingga air sungai yang jernih mampu memantulkan kembali cahaya bulan.

Lalu Nadin memilih menyandarkan tubuhnya di pohon yang tingginya berkisar 10 meteran. Perlahan kakinya di selonjorkan. Celana kain yang ia pakai banyak yang sobek karena terkena ranting pohon ketika berlari. Lalu tangannya menggulung lengan baju batik yang sama-sama kotor. Ada banyak goresan di tangannya.

Hendak kembali berdiri untuk menghampiri Bu Maria yang duduk di seberangnya. Nadin tiba-tiba mendengar suara ranting yang terpijak oleh kaki. Matanya kemudian awas dan langsung menggulingkan tubuhnya ke arah Bu Maria yang ikut terlonjak. Nadin lalu menarik Bu Maria ke bagian semak yang cukup rimbun untuk sementara bersembunyi.

Mata Nadin menatap Bu Maria yang sama-sama di rundung was-was. Mereka di selimuti was-was karena kemungkinan  kelompok bersenjata itu masih mengejar mereka berdua. Nadin dan Bu Maria masih di selimuti teror karena pasti mereka masih mencarinya.

Nadin menahan nafasnya ketika ia merasa bahwa kelompok itu mulai mendekat. Nadin lantas memegang pundak Bu Maria dan membawanya merunduk lebih dalam lagi. Mereka sama-sama menahan nafas. .

Namun sedetik kemudian, Nadin hanya bisa pasrah ketika sebuah senjata menodong ke arah mereka. Matanya memejam karena merasa tamat sudah riwayat mereka. Nadin hanya bisa pasrah ketika senjata itu semakin mendekat di kepalanya, bersiap mengeluarkan peluru untuk di tembakkan ke arah kepalanya tanpa ampun.

*****

Setibanya di Kalimantan, Raksa langsung di kirim ke dalam pedalaman. Menurut mata-mata, kelompok terorisme dan senjata itu semakin liar saja, membuat teror dan terus mengeruk kekayaan rakyat dan menyeludupkan berbagai barang illegal bahkan narkoba menjadi komoditas utama mereka untuk memperoleh kekayaan yang banyak dan cepat.

Setelah mempelajari peta sebaran jalan yang akan di lewati nanti, Raksa melaksanakan brifing sebentar dengan anggota yang lain. Rencananya mereka akan mengepung kelompok yang sudah mulai menguasai hutan itu. Pihak kepolisian dan TNI sudah berkoordinasi dan bersinergi sehingga mereka sepakat bekerja sama dan mengepung wilayah hutan yang tak bisa di bilang kecil itu. apalagi hutan belantara yang begitu rimbun hingga cahaya matahari kadang tak bisa menembus lebatnya daun di hutan hujan tropis.

Raksa dan satu kawannya mulai menyusur hutan. Mereka berangkat berpencar dan sudah saling terhubung. Kali ini operasi senyap itu akan berjalan tanpa sepengetahuan siapa pun.
Dengan berbekal peta yang sudah di petakan dengan titik koordinat, Raksa terus menyusuri lebatnya hutan. Tak terasa kini hutan mulai menggelap tetapi mereka belum menemui titik terang mengenai keparat itu.

"Izin, kita masih zonk ndan. Bagaimana ini?" Ucap Serka Deni tiba-tiba. Lantas Raksa menghentikan langkahnya. Ia menatap Serka Deni. "Kita teruskan saja perjalanan ini." Ucap Raksa kemudian dan laki-laki itu kembali berjalan dengan mengendap pelan. Perlahan ia menyibak daun yang menghalangi jalannya.

"Ndan!" Seru Serka Dani. Lantas Raksa menoleh ke arah belakang.

"Jejak manusia." Ucap Serka Dani kemudian. Lantas Raksa mendekat dan berjongkok, menyalakan senter kecil yang nyalanya temaram. Tangannya menyentuh tanah bekas pinjam tersebut dan kemudian menciumnya.

"Kemungkinan mereka menuju utara. Ayo kita cepat ke sana sebelum mereka mengelabui kita." Perintah Raksa lagi. Tanpa kata-kata, mereka berjalan kembali menuju arah utara. Perlahan mereka menemui titik jelas. Raksa dengan awas menatap sekitar. Walau hutan sudah petang, tetapi ia tak mau berhenti sebelum menemui titik terang di hari pertama. Minimal ia mendapat petunjuk yang mampu mengungkap kasus ini.

Serka Dani melirik Raksa yang berhenti dan menginstruksikan untuk berhenti sejenak. Tangan dengan pelan menyibak dedaunan. Aroma asap begitu tercium jelas, menandakan ada kehidupan yang baru saja dibuat.

Lewat anggukan kepala mereka berkoordinasi. Tanpa kata-kata, hanya sebuah isyarat yang tak tertebak. Isyarat tersebut hanya beberapa orang yang tahu. Tak sembarang isyarat karena mereka juga belajar lama untuk masalah sandi ini. Bukan instan yang langsung bisa paham begitu saja, ibaratnya seperti menghafal morse dan sandi di dalam kepanduan. Tapi ini lebih berat dan kompleks tentunya.

Lantas senjata laras panjang Raksa diangkat, kepala merunduk berdekatan dengan senjatanya, begitupun Serka Dani. Mereka perlahan berjalan dan mendekat ke arah asal itu.

Kembali, lewat anggukan mereka saling berkoordinasi, mereka saling memberi sinyal kapan akan melangkah dan kapan harus menahan diri sebentar. Lantas isyarat ini menandakan jika Raksa hendak menodongkan senjata ke arah balik pohon ini di depannya ini. Senjata Raksa tepat berada di pelipis salah satu orang di sana. Lantas tangan orang tersebut mengangkat, reflek.

Perlahan mereka menunduk, menyerah sebelum berperang, menyerah sebelum mengangkat senjata.

"Siapa kalian?!" Gertak Raksa kemudian.

*****

Malam semakin larut, membuat udara terasa mendingin. Di bawah pohon akasia yang besar mereka berlindung. Berharap pagi cepat menjemput agar misi mereka terselesaikan dengan baik. Mereka hendak melanjutkan perjalanan tetapi rute hutan yang tak bisa ditebak itu membuat mereka rehat sejenak, melepas penat dan tekanan yang senantiasa menghantui mereka setiap saat.

Beberapa helaan nafas pelan mereka tarik. Hendak memejam mata, tetapi beban moral yang begitu kuat membuat mereka senantiasa terjaga.

"Makan. Saya yakin ksmu belum makan." Nadin mendongak menatap Raksa. Mata hitamnya begitu pekat, sehingga terlihat tegas, bukan sayu.
Perlahan Nadin menerima sebungkus roti selai coklat. "Makasih." Kemudian Nadin menatap Bu Maria yang nampak tertidur dengan tenang. Perempuan paruh baya itu terlihat lelah. Beliau harus rela tercebur sangat dalam padahal seharusnya perempuan itu sebatas informan ahli, tak lebih. Tetapi nyatanya takdir membawa mereka bertemu di situasi yang sulit ini.

Raksa mengangguk, lantas laki-laki itu memilih duduk di pohon dekat dengan Nadin.

"Bagaimana kalian bisa sampai di hutan yang begitu lebat ini?" Tak mungkin perempuan biasa bisa menembus hutan yang medannya tak bisa di anggap remeh ini.

Nadin menyelesaikan kunyahannya. Kemudian perempuan itu bergerak meraba lehernya dan melepaskan sesuatu. Kemudian tangan Nadin terulur menunjukkan sesuatu ke Raksa. Sebenarnya Nadin tak bisa asal menunjukkan, bahkan mungkin saja ia tak boleh di kenal oleh orang lain. Tetapi melihat Raksa yang memang juga satu server dengannya, dan ketambahan Nadin sudah bisa ditebak dengan mudah oleh Raksa, membuat Nadin terpaksa berserah pada laki-laki tersebut. Mungkin dengan jujur pada laki-laki itu bisa mengungkap dengan jelas kasus yang sempat mengecoh intansi negara itu.
Raksa mengangguk pelan setelah membaca sekilas kalung itu, lantas Nadin kembali memakainya.

Lantas mereka kembali terdiam. Tak berbicara kembali. Nadin kembali ingat ketika dirinya ke gep oleh Raksa. Pada waktu itu Nadin hanya bisa pasrah. Ia bahkan pasrah bisa menjadi tawanan keparat itu. Ia juga pasrah ketika harus mati detik itu juga. Tetapi nampaknya jiwanya masih terselamatkan. Tuhan masih berbaik hati memperpanjang umurnya hingga kepasrahan itu diubah menjadi nilai optimis yang kembali membara. 

Setelah ke gep oleh Raksa, Nadin hanya bisa pasrah ketika dirinya di gieing oleh kedua laki-laki itu. Tanpa sepatah kata karena Nadin merasa nyaman ketika ada anggota operasi yang menemukan dirinya dan Bu Maria. Setidaknya ia tak berada di tangan yang salah.

Malam semakin larut dan tergantikan pagi yang hendak datang. Namun, Nadin belum sama selain memejamkan matanya. Dirinya masih terjaga hingga saat ini.

Tiba-tiba terdengar suara ranting terpijak, otomatis Raksa, Nadin dan Dani menjadi awas. Nadin menatap Raksa kemudian. Lalu Nadin bergerak membangunkan Bu Maria. Perempuan itu melenguh kecil dan mengerjapkan matanya sebentar, kemudian Nadin membisikkan sesuatu kepada Bu Maria.

Sedangkan Raksa dan Dani bersiap siaga. Raksa merapat ke arah Nadin, begitupun Dani. Mereka lantas menajamkan pendengaran dan penglihatannya.

Raksa memberikan instruksi supaya tenang. Tak berusaha menarik perhatian. Lantas Raksa memberikan sebuah sinyal ke Dani.

"Kemungkinan mereka dekat dengan kita, tempat ini tak aman." Bisik Raksa pada Nadin. Mereka begitu dekat karena tiba-tiba Raksa mendekap Nadin supaya tidak menimbulkan tanda di sekitarnya. Nadin hanya bisa mengangguk kecil. Ia menahan nafasnya ketika Raksa mendekapnya, bahkan Nadin bisa mencium aroma Raksa yang terurai dengan keringat, tapi masih meninggalkan bekas aroma kopi.

"Kita lari." Bersamaan itu, Raksa dan Dani membawa dua perempuan itu untuk berlari kembali ke arah utara. Hal itu membuat orang-orang yang berada dekat mereka menoleh curiga dan ikut menyebar untuk mengejar siapa gerangan yang menimbulkan bunyi ranting terpijak-pijak itu.

Dengan sekuat tenaga mereka menembus hutan yang mulai terang, nampaknya fajar telah menyapa, namun petualangan mereka belum usai. Justru petualangan mereka baru hendak dimulai.

Merasa cukup bisa melarikan diri, Raksa menghentikan langkahnya. Laki-laki lantas menanyakan keadaan Bu Maria. Tetapi perempuan itu mengatakan baik-baik saja.

"Jika kita lari terus, kita akan jadi pengecut." Ujar Nadin tiba-tiba. Lantas Raksa menoleh cepat.

"Mau kamu apa?"

"Lawan atau mundur. Percuma kita melarikan diri seperti pengecut."

Raksa mendengus kecil, "Apa yang bisa saya harapkan dari dua perempuan di depan saya ini?"
Nadin tersenyum kecil, "Setidaknya saya tidak bodoh ketika menggunakan senjata. Saatnya kita lawan. Biarpun sedikit, tapi saya yakin TNI dan Polri telah mengepung tempat ini. Berantas dari dalam, itu solusinya."

Raksa lantas terdiam. Ia membenarkan ucapan Nadin. Tak Mungkin mereka berlari-larian menghindari penjahat itu. Tugasnya adalah menyelesaikan misinya kali ini. Ia juga tak sudi dianggap pengecut ketika gentar menghadapi para keparat itu.

Bibir Nadin berkedut kecil. Hendak mendengus tetapi ia urungkan.

"Setidaknya saya bisa menggunakan senapan serbu jenis Colt M4 5.56 milimeter ini dengan baik." Nadin lantas mengangkat senjata yang dibawa Raksa sejak kemarin itu. Matanya tajam menatap Raksa yang terdiam di tempatnya. Lantas siapa Nadin ini sebenarnya?

.
.
.


Nggak kelamaan kan aku updatenya? Hehe..

Tetep semangat dan jaga kesehatan ya🤗

Continue Reading

You'll Also Like

33.7K 7.6K 30
Tiga tahun lamanya, Madhan tak pulang ke rumah, ia kabur karena tak tahan dengan perselisihan ia dan kedua orang tuanya. Asya, kakak perempuan Madhan...
283K 25K 52
Berawal dari Bunga yang di tinggalkan oleh calon suami yang selama ini selalu didambakannya, Bunga malah berakhir menikah dengan sahabat dari calon s...
143K 4.2K 21
"Kamu sudah berani kembali, itu artinya kamu enggak bisa berharap aku akan membiarkan kamu pergi lagi." Allucard. Empat tahun yang lalu, Sheina menin...
5.8M 280K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...