Aksara Dan Suara

By khanifahda

1.5M 164K 6.7K

Bukan waktu yang singkat bagi Grahita Sembrani Pramonoadmodjo untuk menghapus bayang-bayang penghianatan cint... More

Jaladri
Rawi
Griya
Ludira
Sakwari
Samira
Darani
Nirada
Wibana
Lenggana
Asta
Peningal
Brawala
Pakara
Pralapa
Kawur
Kaningaya
Samapta
Persudi
Kanin
Adanu
Lawya
Purwa
Mara
Hastu
Sangsaya
Weling
Kaharsayan
Samagata
Mahatma
Wiyoga
Asti
Balakosa
Smara
Mandrakanta
Darba
Soma
Adicandra
Sakanti
Balun
Adyuta
Abhipraya
Syandana
Gama
Jantaka
Nisita
Palar
Byuha
Locana
Nayottama
Agata
Gandring
Radinka
Ilir
Adhikari
Dayita
Adyatma
Wasana
'Naditya'
'Cundamani'
'Woro-Woro'

Udaka

27.9K 2.7K 55
By khanifahda


Akhirnya setelah beberapa hari menjalani penyembuhan di rumah sakit, Grahita diperbolehkan untuk pulang. Tetapi perempuan itu masih di larang untuk mengangkat barang-barang yang berat karena di khawatirkan bisa membuat tulang yang retak tambah parah jika belum sembuh betul tetapi sudah di beri beban.

"Jangan di bawa tasnya Ta, biar Oma." Sedari tadi Grahita sudah gatal ingin membantu sang Oma untuk mengangkat barang-barangnya, tetapi perempuan itu dilarang oleh sang Oma.

"Pake tangan kanan Oma, bukan tangan kiri." Kekehnya. Bagaimanapun juga Grahita tak tega melihat tubuh renta itu mengangkat beban yang berat.

"Biar saya saja Oma." Tiba-tiba Gandhi datang dengan pakaian sipilnya. Laki-laki datang setelah menelpon Oma perihal kepulangan Grahita. Gandhi benar-benar memenuhi janjinya hingga Grahita pulang pun laki-laki itu berinisiatif mengantarkannya.

Oma tersenyum lega melihat kedatangan laki-laki itu. Sedangkan Grahita hanya menatap lurus, tak terpengaruh dengan adanya Gandhi di sana.

Lantas Grahita membuntuti mereka. Oma Shinta mengatakan jika mereka akan di jemput oleh Gandhi. Dan Grahita tak mempermasalahkan hal itu. Baginya ada tidaknya Gandhi tetap saja.

Grahita menatap mobil Gandhi yang lebih mirip dengan mobil yang selalu di gunakan penjahat di sinetron, oke Grahita memang tak paham jenis mobil kecuali mobil BMW jadul yang merupakan lungsuran dari mendiang opanya, selain itu blass karena ia tak peduli dengan dunia otomotif dan sebagainya. Grahita hanya peduli dengan dapur dan rempah-rempah. Itu saja.

"Makasih ya nak Gandhi, sudah repot-repot antar kami." Ucap Oma agak sungkan. Oma merasa agak tak enak dengan Gandhi tenang selalu di buat repot apalagi melihat laki-laki yang benar-benar tanggungjawab dengan mengunjungi cucunya itu setiap hari, tanpa ada lewat sedikit pun walau kadang juga hanya sebentar tapi di usahakan laki-laki itu akan datang.

"Tidak apa-apa Oma. Saya senang bisa bantu kalian." Gandhi melirik Grahita lewat spion tengah. Perempuan itu memilih menatap luar daripada ikut nimbrung berbicara dengan Oma dan Gandhi.

"Makasih banyak ya nak. Kamu benar-benar tanggungjawab, Oma salut sama kamu. Jarang sekali anak muda zaman sekarang yang benar-benar tanggungjawab dan peduli. Tetapi kamu merubah mainset saya tentang hal itu." Oma tersenyum. Beliau nyaman dan selalu nyambung ketika berbicara dengan Gandhi. Gandhi adalah representasi pemuda dengan model dan sikap yang luar biasa.

Gandhi tak menanggapi namun bukan berarti tak sopan. Laki-laki itu memilih fokus ke jalanan yang padat dan berpikir bagaimana caranya bisa menyalip kendaraan yang padat itu supaya cepat sampai ke tujuan.

"Nanti ada kantor pajak itu ambil kiri ya nak, lalu lurus saja sampai mentok dan belok kanan sekitaran 50 meter." Arah Oma dan Gandhi langsung mengangguk paham. Laki-laki itu akan mengingatnya dengan baik.

"Itu cat putih pagar orange." Oma menunjuk rumah bergaya kuno namun tetap terawat dengan baik, kesan asrinya pun masih ada.

Lantas mereka langsung turun dan di bantu Gandhi dengan cepat. Grahita hendak membawa tas yang berisi baju tetapi di cegah oleh Gandhi sehingga perempuan itu memilih langsung masuk ke dalam rumah.

Pertama yang Gandhi rasakan ketika masuk ke rumah itu adalah nyaman. Rumah sederhana yang masih meninggalkan bekas kekeluargaan yang hangat. Gandhi menatap sekitar dengan seksama. Foto keluarga lebih di dominasi oleh foto Grahita ketika masih remaja. Tak banyak berubah, Grahita tetap seperti perempuan blasteran yang sangat kontras dengan dirinya yang memilki kulit eksotis itu.

"Duduk dulu nak. Oma buatin minum ya? Jangan nolak pokonya." Gandhi sempat akan menilai tetapi Oma sudah  bertitah seperti itu lantas apa yang bisa ia perbuat? Kali Gandhi memilih duduk di kursi ruang tamu yang juga klasik itu.

Oma Shinta datang dengan nampan yang berisi minuman dan toples yang berisi makanan. "Silahkan di nikmati ya nak. Maaf, Oma hanya punya itu."

Gandhi mengangguk dan tersenyum sopan, "Tidak apa-apa Oma. Saya sangat berterima kasih sudah di jamu seperti ini."

Oma terkekeh pelan, lalu menitahkan Grahita untuk duduk bersama. "Tidak apa-apa. Kamu sudah banyak membantu Tata."

"Eh kamu nggak kerja ya nak?" Tanya Oma lagi.

"Saya kerja Oma. Ini jam istirahat saya." Ucap laki-laki itu. Memang Gandhi lebih bisa meluangkan waktu untuk Grahita. Janjinya akan bertanggungjawab dan rasa penasaran pada perempuan itu membuatnya bisa memanfaatkan waktu istirahat yang tak seberapa untuk menemui dan mengantar Grahita dari rumah sakit.

Gandhi lalu melirik arloji hitamnya, "Permisi Oma, saya izin balik, terima kasih atas jamuannya." Gandhi berdiri dan mencium tangan Oma. Kemudian pamit juga pada Grahita. Walaupun perempuan itu diam, tetapi Grahita menyambut baik uluran tangan Gandhi.

"Terima kasih." Ucap Grahita pelan. Walaupun ia orang yang cuek tetapi tak lupa mengucapkan kata Terima kasih. Gandhi sudah berbaik hati dengannya dan sampai mau repot hanya karena dirinya. Gandhi juga telah meluangkan waktunya untuk menjenguk dan mengantar dirinya. And then, Grahita baru pertama kali melihat sosok laki-laki yang benar-benar memegang teguh ucapannya itu. Gigih menjalankan janjinya walau beberapa kali tertolak oleh dirinya bahkan beberapa kali juga Grahita menatap tak suka dan berbicara menohok ke laki-laki tersebut.

Sebelum Gandhi benar-benar pergi, Laki-laki itu tersenyum ramah ke arah Oma dan Grahita. Setelah Gandhi menghilang, Oma menghembuskan nafasnya pelan, "Oma sudah kehilangan sosok pemuda yang benar-benar langka setelah ini. Oma akan merindukan orang yang benar-benar tulus dan ramah seperti nak Gandhi." Setelah itu Oma menggelengkan kepalanya pelan dan memilih masuk ke dalam rumah dengan langkah kaki perlahan.

Sementara Grahita masih mematung di depan rumah. Pikirannya tiba-tiba melayang ke arah Gandhi. Namun kemudian Grahita menggeleng, menghalau pikiran-pikiran aneh yang tiba-tiba datang dan memenuhi benaknya.

*****

Grahita menatap tajam Sultan yang tak tahu malu menemui dirinya yang sedang memantau pembangunan restorannya. Grahita memang sudah merancang restorannya itu bahkan sebelum perempuan itu sampai di Indonesia.

"Bajing*n." Gumam perempuan itu pelan tapi sarat akan kebencian.

"Ta," Panggil Sultan kemudian. Laki-laki itu mendekat tetapi Grahita memilih mundur.

"Please tolong jangan hindari aku Ta." Ucap Sultan pelan pada Grahita yang masih memasang wajah marahnya. Perempuan itu tak habis pikir dengan laki-laki yang tak tau malu di depannya itu. Gara-gara dirinya, hanya sakit yang Grahita Terima.

"Stop atau gue teriak maling?" Ancam Grahita. Ia tak segan-segan mengambil langkah represif untuk menghalau segala sesuatu yang berhubungan dengan Sultan. Biarlah masa lalu itu terkubur rapat agar hidupnya bisa lebih tenang, walau sedikit.

Sultan terdiam dan tak berani melangkah. Ia mencari Grahita hanya untuk meminta maaf, tak lebih. "Maafin aku Ta, aku kemarin jadi pengecut dengan kabur setelah kamu tertabrak."

Grahita tersenyum sinis, seakan tak Terima dengan jawbaan Sultan. Otak cerdasnya mengatakan jika Sultan hanyalah membual saja tak lebih dari Sultan  brengsek 7 tahun yang lalu.

"Lo pikir gue percaya? Lo emang orang gila Tan. Buntutin gue dari kemarin hanya ingin minta maaf, that jokes for me. Lebih baik lo urusin hidup lo daripada gangguin gue yang udah pengen hidup damai."

"Tapi Ta-

" Lo sudha nggak ada artinya buat gue 7 tahun yang lalu. Gue nggak nganggap lo lagi sebagai laki-laki. Lo hanya bagian masa lalu gue yang begitu suram. Nggak lebih Tan." Ucap Grahita tajam. Ia memang sangat benci dengan Sultan hingga rasanya sudah mendarah daging.

Namun Sultan justru terkekeh, macan orang gila yang berjiwa psikopat, "Kamu nggak akan bisa lepas dari aku Ta. Aku masih cinta sama kamu sampai kapanpun. Nggak akan lepas kamu begitu saja. Ingat itu." Kemudian Sultan meninggalkan Grahita yang menatap tajam punggung laki-laki itu. Grahita tersenyum tipis, Sultan kira Grahita takut dengan laki-laki itu setelah ancaman tadi. Grahita akan menantang kembali laki-laki brengsek itu. Ia tak akan lemah kali ini. Ia akan menggunakan kekuasaannya untuk membalaskan dendam atas sakit hatinya itu agar Sultan tak semena lagi dan berpikir  bahwa dunia hanya ada di genggamannya. Grahita juga bisa menggenggam dunia itu sendiri.

"Ta," Grahita menoleh dan menemukan Dirga berdiri di sana. Laki-laki itu lantas mendekat ke arah perempuan berambut pirang tersebut.

"Are you okay?" Tanya Dirga. Manik matanya menatap intens Grahita yang justru terlihat baik-baik saja.

Grahita tersenyum tipis, "Iam okay. Sorry just drama." Grahita tersenyum kecil menyadari jika Dirga mengetahui semuanya.  Grahita lantas kembali tersenyum dan berjalan meninggalkan Dirga yang masih mematung di tempatnya.

*****

Grahita menghembuskan nafasnya pelan. Asap putih itu mengepul di atasnya, baunya amat menyengat hingga membuat Lili menutup hidungnya, "Sering Ta?"

Dengan gerakan perlahan, Grahita menyentil abu rokok di atas asbak kecil yang ia persiapkan ketika sedang nyebat, sekarang mereka berada di salah satu kafe malam yang suasananya lumayan remang-remang, tetapi mereka berdua memilih tempat yang agak privat untuk berbicara berdua.

Grahita tersenyum tipis, entah mengapa semenjak kehadiran Gandhi ia lebih bisa tersenyum walau hanya tipis. "Kadang kalau gue pengen."

Lili menggelengkan kepalanya, lantas merebut satu bungkus rokok Marlboro yang masih tersisa 8 itu. "Udah stop Ta. Lo nggak sayang sama diri lo? Lo nggak takut kena kanker paru atau tenggorokan?"

Grahita menggeleng menatap Lili geli, "Gue bakal mati juga Li. Jadi ngapain gue pusing?"

Lili menatap gemas Grahita, "Dasar belegug ya ni bocah! Setidaknya elo mikir nanti bakal nikah terus punya anak gimana? Apa lo nggak sayang sama diri lo yang udah terkontaminasi rokok sama alkohol?"

Grahita kembali menghembuskan nafasnya pelan bersamaan asap rokok yang mengepul di depannya, lantas dengan gerakan cepat, Grahita mematikan rokok dengan sekali tekan ke asbak.

"Gue nggak bakalan nikah Li." Pernyataan Grahita membuat Lili melebarkan matanya. Perempuan berambut panjang yang kini ikut di warnai ungu di bagian ujungnya hampir saja menggebrak meja kafe, tetapi akal sehatnya tak jadi membuatnya bar-bar.

"Lo pasti mabok ya Ta?!"

Grahita mendengus, "Gue nggak mabok Li. Terakhir mabok 5 tahun yang lalu."

Lili menggelengkan kepalanya tak percaya, "Lo pernah narkoba juga nggak?" Bisik Lili pelan, takut di dengar orang lain kan bisa bahaya.

Grahita menggeleng, "Gila apa gue sakau," Lili lantas menghembuskan nafasnya lega. Dilihat dari mimik wajah Grahita yang kalem dan santai membuat Lili percaya kalau Grahita itu jujur.

"Tapi gila lo kalau nggak mau nikah. Terus lo mau hidup sendiri gitu?" Lili kemudian menenggak habis jus lemonnya karena haus setelah berbicara dengan Grahita yang hanya menjawab sepatah dua patah kata.

"Menikah bukan kodrat perempuan Li."

"Tapi kebutuhan Ta. Jangan apatis deh lo. Biarpun lo benci banget sama makhluk yang berjenis laki-laki, tapi gue yakin lo bakal nemuin laki-laki yang bakal nerima lo apa adanya. Yang bakal membahagiakan lo dan bisa membuat lo menyembuhkan luka lama. Tuhan nggak bakal hukum makhlukNya dengan cobaan mengerikan kalau makhlukNya nggak bisa lewatin. Yang lo butuhin sekarang adalah mulai deketin Tuhan  bukan malah menjauh." Ceramah Lili panjang lebar. Walaupun Lili masih banyak dosa dan belum sepenuhnya menjalankan perintah agama, tetapi perempuan itu paham dan tahu betul jika obat dari sakit hati seseorang adalah mendekat ke Tuhan, bukan lari ke hal lain yang justru menyakiti diri secara perlahan.

Grahita memejamkan matanya sejenak, hendak mengambil bungkus rokok tetapi di jauhkan oleh Lili kembali. "Ayolah Li. Gue butuh pelampiasan." Geram Grahita. Ia tak suka di ganggu orang lain ketika sedang ingin nyebat .

"Kapokmu kapan?! Gue rela lo benci asal lo mau berhenti ngrokok Ta. Kalau mau pelampiasan jangan ke rokok goblok! Nah kan gue ngatain lo goblok, terserah lah." Lili kemudian membereskan barang-barangnya di meja dan hendak meninggalkan Grahita. Grahita masih tetap perempuan keras kepala yang membuat Lili tak habis pikir.

Lili hanya tak suka Grahita melakukan pelarian ke rokok. Baginya, rokok sangat berbahaya, utamanya pada perempuan yang nantinya akan mengandung dan sebagainya.

"Kalau Oma lo tahu, beliau bakal hancur Ta. Sudahlah lo move on. Pelampiasan lo nggak ada benarnya. Walaupun rokok di bolehin tapi lo udah ngingkari nikmat Tuhan dan semoga lo cepet sadar kalau sakit hati lo itu ada penawarnya." Setelah puas memaki Grahita, Lili langsung cabut tanpa basa basi. Perempuan bertubuh mungil itu menahan amarahnya pada Granita yang seakan tak punya rasa peduli sedikitpun.

"Sialan! Gue juga pengen sembuh Li." Gumamnya penuh dengan penekanan. Grahita juga tak mau berkubang pada kebiasaan buruknya itu. Ia ingin hidup damai dan melepas semua dendam, amarah dan sakit hatinya itu. Granita ingin Damai, itu saja, tapi susahnya minta ampun.

.
.
.

Udaka : Air

Dimohon untuk tidak menelan mentah-mentah cerita ini.

Semua orang punya masa lalu. Dan tidak sepatutnya kita menghujat dan langsung berkomentar buruk. Mereka yang buruk punya alasan tersendiri dan bukan pekerjaan kita untuk berkata buruk kepada mereka. Keep positive thinking!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 13K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
57.2K 1 1
[Bucin Series 1] Ada yang bilang katanya; "cinta itu berat, kamu pasti nggak kuat. Biar aku aja." Gishania Alunra, gadis berusia 25 tahun merasa sepe...
459K 32.7K 41
[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Collabrotion with @elsye91 (Romantic-Comedy) Why are we mad at each other? Is it necessary to making such a...
1M 83.2K 56
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...