Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Khatulistiwa

17.2K 1.7K 32
By khanifahda

Koreksi kalau typo ya. Jempol lagi nggak sinkron.
.

Nadin menghembuskan nafasnya pelan. Sedari kemarin sinyal menghilang begitu saja, membuat dirinya menggeram kesal sekaligus bingung untuk mengerjakan tugasnya. Teh yang tadinya mengepul pekat kini sudah mendingin, di diamkan sang empu yang memilih fokus mencari sinyal di antara lebatnya hutan yang tak bisa di prediksi dengan baik. Lebatnya vegetasi membuat sinyal kadang ada kadang tidak. Hal itulah yang sempat menyulitkan Nadin.

Nafasnya kembali terhembus kasar ketika hujan tiba-tiba turun membasahi bumi Borneo. Cepat-cepat Nadin beranjak dan menutup jendela yang menghadap lebatnya hutan. Tangannya tergerak hendak menutup, tetapi netranya menangkap sesuatu di sana. Tiba-tiba listrik yang mengalir di rumah daruratnya itu mati, membuat Nadin agak berjenggit kaget. Tetapi netranya kembali fokus menatap objek yang berada kurang lebih 50 meter di depannya. Walaupun nampak gelap, tetapi mata gadis itu begitu awas.

Mata Nadin menajamkan penglihatannya ke arah titik tersebut. Suara hujan meredam 'suara' yang berada di titik sana. Nadin hendak mengambil senter tetapi mengurungkan niatnya karena Nadin merasa salah seorang di sana melihat ke arahnya. Lantas dengan cepat Nadin menutup jendela cepat. Kakinya melangkah menuju laptop yang masih menyala. Tangannya membuka salah satu email yang belum sempat ia buka. Sembari menunggu pesan terbuka karena sinyal yang begitu buruk, Nadin menyalakan lampu minyak yang menjadi alternatif ketika lampu padam. Dilihatnya rumah bu Maria yang temaram dngan lampu minyak. Kemudian Nadin memilih menutup pintu depan sekalian di kunci.

Nadin kembali lagi menatap laptop yang sudah menampilkan sebuah pesan surel. Ia membacanya dengan teliti dan mencatat poin penting di sana di sebuah buku catatan yang ia bawa dari Jawa.
Beberapa kali mengklik-klikan pena sambil menganalisis sesuatu. Mencoret setiap frasa yang di rasa tak sesuai. Ia bahkan mendesah pelan kalau menemukan sebuah chaos yang begitu menyulitkan.

Di antara hujan yang tak begitu deras namun ritmenya tetap itu tiba-tiba terdengar suara gaduh yang berasal dari dekat rumahnya. Seketika Nadin bangkit hendak memeriksa tetapi ia urungkan kala beberapa orang berteriak sambil berlarian. Hanya sebentar saja, tak lebih dari satu menit sehingga membuat Nadin cepat-cepat membuka pintu depan dengan perlahan, memastikan suara tadi masih ada atau tidak.

Nafasnya berhembus pelan kala di luar justru sepi. Hal itu membuat Nadin kembali mengunci rumah daruratnya itu. Nadin berdecak pelan, ia masih penasaran dengan suara tadi. Bahkan suara yang begitu jelas, tetapi warga yang tinggal di dekatnya tak berkutik sama sekali. Seakan tak terjadi sesuatu yang berarti. Namun bagi Nadin, itu adalah sebuah point yang tak bisa di abaikan begitu saja.

Nyala lampu minyak perlahan meredup ketika minyak tanah itu perlahan mulai habis. Nadin menghela nafasnya berat, perlahan ia menutup laptopnya dan memilih untuk mengistirahatkan badannya saja. Masih ada tugas di esok hari yang harus ia tunaikan. Justru tugasnya akan semakin berat esok hari.

*****

Raksa melepas kaca mata tembaknya, kemudian meletakkan senjata laras panjangnya itu ke tempat semula.

"Ndan, istirahat." Ucap Letda Lutfi pada Raksa. Kemudian laki-laki berusia 26 tahun itu menyahut, "Kemana?"

"Padang depan. Tanggal tua ndan." Raksa terkekeh pelan, begitupun Letda Lutfi yang ikut tertawa. Mereka lantas melepas semua atribut latihan menembaknya. Hari ini beberapa anggota mendapat jadwal rutin menembak.

"Ayok." Ajak Raksa pada juniornya itu.

"Kasuh kapan pulang ke Semarang? Saya lihat kasuh jarang mengambil cuti." Selama ini Letda Lutfi melihat Raksa sering menghabiskan waktunya di barak maupun di kesatuan ketimbang mengambil hari untuk cuti pulang.

Akhirnya mereka sampai di warung padang depan kantor mereka. Mereka langsung mengambil tempat di pinggir kipas angin tempel karena siang ini sungguh panas.

"Mungkin bulan depan Fi. Ini masih ada persiapan buat penempatan tugas lagi." Jawab Raksa kemudian.

Lutfi terkekeh pelan, "Maaf nih kasuh, selama ini saya nggak pernah lihat kasuh jalan sama cewek."

Raksa lantas menatap Lutfi datar, "Hehe maaf kasuh. Sekedar bertanya saja, jangan marah ya." Lutfi tersenyum bodoh, membuat Raksa ingin tertawa. Memang kadang orang tak bisa membedakan Raksa yang bercanda atau serius.

"Begini, kasuh kan punya wajah tampan, kenapa nggak mencari perempuan buat jadi istri?" Lutfi masih penasaran dengan kakak asuhnya ini. Selama ini Raksa tak pernah terlihat bersama atapun menggandeng seorang perempuan. Bahkan sewaktu di ksatrian, Raksa mungkin barisan taruna jomblo yang tak gentar ketika melihat teman lainnya menggandeng perempuan cantik padahal bisa saja laki-laki itu mencari perempuan dengan mudah.

"Mencari pendamping hidup nggak semudah kau bersin kawan. Mungkin kalau mau gue bisa cari perempuan tapi nggak semudah yang di bayangkan Fi."

Lutfi memperhatikan dengan baik ucapan kasuhnya dan kemudian Lutfi mengangguk, "Benar kasuh. Di dunia ini ada banyak perempuan cantik dan pintar, tinggal pilih saja, tetapi yang namanya chemistry, sama rasa nyaman itu tak bisa di paksakan. Mungkin banyak perempuan yang cantik tadi tetapi kalau dalam hubungan tidak di temukan adanya kenyamanan, ya buat apa?"

Raksa tersenyum tipis, "Kayaknya lo berbakat ya masalah perempuan?"

Lutfi nampak salah tingkah, reflek tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebuah tindakan klise ketika seseorang merasa salah tingkah atau malu dan sejenisnya.

"Lumayan kasuh."

Raksa berdecak, memilih memakan nasi padangnya yang sudah datang. "Mantan lo berapa?"

"Siap, saya lupa kasuh." Raksa menyipit, merasa luar biasa dengan jawaban Lutfi.

"Playboy cap komodo ya kau Fi."

"Siap kasuh." Lutfi menunjukkan cengirannya di sela-sela memakan nasi padang. Raksa menggelengkan kepalanya.

Kemudian gawai Raksa berbunyi. Lantas laki-laki itu langsung mengangkatnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Ada apa Ra?" Jawabnya begitu tahu siapa yang menelponnya.

"Kapan lo libur bang?" Raksa langsung mengunyah cepat nasinya, kemudian meminum es teh di depannya sekali teguk.

"To the point banget dek. Nanya kabar kenapa!?"

Diseberang, Hira nampak berdecak. "Ngapain basa-basi bang. Udah basi. Pasti abang baik-baik aja dan lagi makan kan?"

"Kok bisa tahu gue lagi makan?"

"Sekarang hari Kamis, pukul setengah satu siang dan itu jadwalnya Raksa makan. Kalau nggak nyambung sama nggak jelas, biarin, itu teori gue." Raksa langsung terkekeh dengan ucapan adik kembarannya itu. Lantas Raksa melirik jam tangannya, memang sekarang jam setengah satu siang dan itu jam makan siangnya.

"Iya terserah elo lah."

"Lo sekarang di mana? Di kampus?"

"Nggak bang, gue lagi di Banyuwangi. Lagi dampingi mahasiswa praktik lapangan. Kenapa?"
Raksa menghabiskan makannya dengan cepat, tanpa peduli dengan Lutfi yang diam-diam menguping pembicaraan mereka.

"Nggak kenapa-napa. Gue kira lo di Malang."

"Jadi kan kalau libur lo ke Malang? Awas kalau lo bohong lagi bang."

Raksa berdecak, "Kayaknya gue bakal ada penugasan lagi deh dek. Nggak tau kapan bisa ke sana."

"Hihh! Php lagi kan. Gue bilangin mama ya!" Ancam Hira geram. Perempuan itu kesal dengan Raksa yang sudah berjanji akan datang ke Malang, tetapi sampai saat ini belum juga datang.

"Dasar tukang ngadu!" Cibir Raksa kembali. Ia paling suka mencibir sang adik.

"Bodo bang. Terserah lo lah. Gue marah pokoknya. Awas aja lo nelpon, gue nggak ngangkat." Ancam Hira namun Raksa langsung tertawa.

"Lo sehat kan dek? Perasaan dari kemarin ngambek mulu. Kangen Eling lo?"

"Nggak juga." Jawab Hira cepat. Namun Raksa tahu jika adiknya itu rindu dengan sang suami yang sedang bertugas di Lebanon. Raksa memaklumi jika adiknya itu dari kemarin uring-uringan sebab memang sudah beberapa bulan di tinggal tugas oleh sang suami padahal masih pengantin baru. Hira yang biasanya cuek, tiba-tiba menelpon dan meminta untuk di temani berbicara via telepon. Jika Raksa tidak bertugas, laki-laki itu akan sabar mendengarkan ocehan sang adik.

"Iya iya. Jaga diri baik-baik."

Walaupun Hira sudah menikah, tetapi Raksa masih memperlakukan adiknya itu seperti adik kecilnya dulu. Masih bertanya kabar hingga tak jarang saling merindukan satu sama lain. Maklum, mereka tumbuh dalam satu rahim dan lahir hanya berselang beberapa menit saja. Tentunya mereka memiliki keterikatan batin masing-masing.

"Adik kasuh?" Tanya Lutfi begitu Raksa selesai bertelepon dengan Hira. Raksa mengangkat alisnya, "Iya kenapa?"

"Kalau boleh, kenalkan lah sama saya kasuh." Ucap Lutfi asal ceplas-ceplos.

Raksa menatap datar adik asuh yang kurang asuh itu. Lutfi ini casingnya macho dan manis tetapi kadang mulutnya itu tak bisa terkontrol dengan baik. Asal ceplos walau kadang memang itu kebenarannya.

"Boleh, tapi gue nggak tanggung lo bakal di mutilasi sama suaminya." Sahut Raksa enteng.

Lutfi melebarkan matanya, "Sudah menikah kasuh? Beneran? Kasuh nggak guyon kan sama saya?" Lutfi masih tak percaya jika adik kasuhnya itu menikah sebab Raksa saja belum menikah. Begitu pemikiran singkatnya.

"Nggak ada untungnya gue bohong sama lo Fi."
Lalu Lutfi mendesah pelan, gagal sudah ia mendekati seorang perempuan. Padahal Lutfi sudah berekspektasi jika adiknya Raksa itu cantik dan cocok. Bisa dengan mudah ia dekati walau belum pernah bertemu, namun dengan bantuan Raksa tentunya akan mudah, namun nyatanya?

"Mending cari yang lain. Jodoh nggak bakal kemana Fi." Ucap Raksa kemudian.

"Lagian lo masih muda, masih bisa seleksi sana sini sambil membangun karir."

"Terus kasuh kenapa nggak mencoba mencari?" Tanya Lutfi lagi. Laki-laki itu masih kepo dengan Raksa yang masih menjomblo di usianya yang sudah matang.

"Bukan masalah nggak mau cari Fi. Gue masih ngrasa kalau menikah itu masih jauh lah dari list gue untuk saat ini. Masih ngrasa bahwa pengalaman dan petualangan itu banyak yang belum gue eksplor lebih. Tapi gue nggak tau. Selama ini gue hanya sibuk merancang, yang punya catatan tentang gue ya cuma Tuhan. Hari ini gue mikirnya masih butuh pengalaman sama masih senang dengan pekerjaan. Tapi nggak tau besok atau kapan gue malah di pertemukan dengan jodoh gue. Tapi gue paham kalau lebih baik gue jalanin hari ini sebaik mungkin. Sesekali merancang walau nggak tau akhirnya nanti bakal bagaimana."

Lutfi tersenyum mendengar jawaban Raksa. "Walaupun kasuh wajahnya garang, tapi punya sisi manis juga ya."

"C*k!"

Lutfi tertawa kecil, membuat Raksa kembali memasang wajah datarnya. Kalau bukan dia adik kesayangannya, Raksa mungkin sudah mengajak Lutfi untuk bertarung yongmoodo.

"Tapi kasuh benar, saya suka."

Raksa menatap barang Lutfi, "Lama-lama otak lo geser ya Fi. Payah lo!"

Kemudian Raksa memilih membayar nasi padangnya daripada menanggapi Lutfi yang semakin ngawur. Namun dasarnya Lutfi yang tengil, laki-laki itu justru tertawa.

.
.
.

*Yongmoodo berasal dari kata Hankido yang dikembangkan di Korea pada tahun 1976. Kemudian namanya berganti menjadi Kukmodo dan berubah menjadi Yongmoodo. Nama terakhir diresmikan pada 25 April 2002 dan terbentuklah Organisasi Federasi Beladiri Yongmoodo. Perkembangan Yongmoodo cukup pesat sampai tenar di penjuru dunia. Yongmoodo mengandalkan ketepatan, kecepatan dan kekuatan dalam duel jarak dekat. Hal itu menunjukan kemampuan pada pertempuran yang mengacu pada teknik perkelahian, pertahanan dan strategi, baik fisik, mental serta psikologis.

Sumber : http://koranjuri.com/sejarah-yongmoodo-di-indonesia-hingga-jadi-olahraga-beladiri-wajib-tni-ad/amp/

Up nya pelan-pelan ya. Aku udah mulai rutinitas seperti biasa, harap maklum kalau ngaret. Suwunn🙂

Continue Reading

You'll Also Like

283K 25K 52
Berawal dari Bunga yang di tinggalkan oleh calon suami yang selama ini selalu didambakannya, Bunga malah berakhir menikah dengan sahabat dari calon s...
603K 33.3K 46
Langsung baca saja ya!!
33.7K 7.6K 30
Tiga tahun lamanya, Madhan tak pulang ke rumah, ia kabur karena tak tahan dengan perselisihan ia dan kedua orang tuanya. Asya, kakak perempuan Madhan...
728K 6.3K 19
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...