Sakinah [Sudah Diterbitkan]

By TrisnaFebriyanti7

253K 13.6K 1.8K

[Spin off Sebening Cinta Zeina. Ridwan's Story] Belum di revisi. Revisi hanya ada di versi cetak! Jadi, mohon... More

BLURB
1. Kepenggak Hitungan Jawa
2. Guru Pengganti
3. Selebgram
4. Backstreet
5. Laki-Laki Aneh
6. Gengsi
7. Jilbab dan Akhlak
8. Putus?
9. Bertemu Salsa
10. Perasaan Ridwan
11. Awas Jatuh Cinta
12. Beneran Putus? (1)
13. Beneran Putus? (2)
14. Mulutmu Harimaumu
15. Kenyataan Yang Menyakitkan
16. Kehilangan
17. Terkuak Sudah!
18. Ijazah, atau Ijabsah?
19. Usaha Berhijrah
20. Dijodohkan?
21. Pembatalan Perjodohan
22. Ternyata Cocok
23. Waktu Semakin Berlalu
24. Menjelang Akad
26. Istri Galak!
27. Bukan Siapa-Siapa
28. Mari Berteman
29. Bahagia
30. Kabar Bahagia
31. Teman Masa Kecil
32. Teman Kecil (2)
33. Kalau Rindu Bilang!
34. K & T Wedding
35. Di SuKur-in Aja
36. Double Date
37. Jatuh Cinta
38. Bermunajat Berdua
39. Stay With Me
40. Rommantic Momment
41. Are You Jealous?
42. Dia Lagi!
43. Ujian
Zafran's Story
Happy Eid Mubarak and Filza's Story
Filza Meluncurrrrrr
Wajib Dibaca!
Segera Terbit & Kenapa Harus Sakinah?
Open PO!

25. Akad

4.8K 327 47
By TrisnaFebriyanti7

Walaupun pernikahan ini atas dasar keterpaksaan, tapi saya yakin jika nantinya kami akan saling mempertahankan.

~Muhammad Ridwan Abraham

.

.

.

Terima kasih buat kalian yang udah berusaha menuhin target. Sayang kaliaan💕

Happy Reading💕

Hari ini tampak begitu cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati seorang Kanaya Diandra yang kini tengah gelisah. Sedari tadi perias Kanaya hanya bisa sabar menghadapi klien nya yang susah sekali diatur. Sudah lebih dari sepuluh kali perias itu mengganti riasan di wajah yang pengantin wanita karena luntur terkena banjiran air mata.

"Ini yang sebelas kalinya loh, Nay, masa lo nggak kasihan sama mbaknya? Dari tadi nggak selesai-selesai make up in lo, gara-gara nangis terus. Udah hampir tiga jam loh buat make up doang, mbaknya juga udah capek." Tasya terus memberi nasihat pada Kanaya agar sahabatnya itu meredakan tangisnya. Sebenarnya ia juga merasa sedih karena pernikahan Kanaya tas dasar keterpaksaan, namun ia yakin jika Ridwan akan menjaga sahabatnya dengan sebaik-baiknya.

Kanaya menatap Tasya nanar. "Trus lo nggak kasihan sama gue? Gue lebih miris, Sya, gue nggak mau nikah sama dia."

"I know. Tapi mau gimana lagi? Ini adalah hari dimana lo akan jadi istrinya Pak Ridwan. Semua orang udah siap dibawah, sebentar lagi acaranya dimulai."

"Gue pengin kabur aja."

"Lo gila? Gak-gak, lo gak boleh kabur. Kalo lo kabur, itu tandanya lo cuma bisa berpikir sempit. Coba deh liat Pak Ridwan dari sisi baiknya, gue yakin kok dia bakalan jadi imam yang baik buat lo. Kalo seandainya dia nanti nyakitin lo, gue orang pertama yang bakal bikin perhitungan sama dia."

Kanaya hanya diam, tak menjawab. Sedangkan Tasya kini menatap perias yang duduk tak jauh dari mereka.

"Ini mbak, tolong dirias ulang ya. Ini riasan yang terakhir kalinya kok, dia nggak akan nangis lagi." kata Tasya pada perias.

Perias itu mengangguk dan mulai merias Kanaya. Tasya ikut menemani Kanaya yang kini hanya diam saja dan menatap kosong depannya. Setelah dirias, perias itu memakaikan jilbab dengan model modern dan tak meninggalkan kesan syar'i.

"Wah, Nay, lo cantik banget." puji Tasya, Kanaya nampak begitu anggun dengan gaun putih yang menempel sempurna ditubuhnya. Nampak cantik walaupun tak ada senyum di bibirnya.

"Gue sama Mbak Mili keluar dulu ya, acara juga mau mulai. Jangan ngelakuin hal aneh-aneh karena itu semua cuma akal-akalan dari setan. Lo nggak mau jadi oengikut setan, kan? Bentar lagi Pak Ridwan bakalan jemput lo."

Lagi-lagi Tasya mendesah kecewa karena Kanaya yang tak merespon ucapanya. Sahabatnya itu hanya menatap cermin dengan tatapan kosong. Dengan berat hati ia meninggalkan Kanaya di kamar, karena sebentar lagi Ridwan akan menjemput Kanaya.

"Ya Allah? Kenapa nasib gue gini banget? Gue nggak mau nikah sama dia. Gue tuh cuma cinta sama Raka!"

Samar-samar Kanaya mendengar suara laki-laki dari lantai bawah. Ia yakin acaranya sudah dimulai.

"Saudara Muhammad Ridwan Abraham, saya nikah dan kawinkan engkau dengan putri saya Kanaya Diandra dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai!"

Kanaya memejamkan kedua matanya bersamaan dengan air matanya yang menetes. Allah, tidak adakah keajaiban untuk membatalkan pernikahan ini?

"Saya terima nikahnya Kanaya Diandra dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

Pupus sudah harapannya untuk membatalkan pernikahan ini. Semuanya sudah terlambat, dan mau tidak mau ia harus menjalaninya. Selamat datang hari-hari tanpa kebahagiaan.

Kanaya memalingkan wajahnya begitu seseorang membuka kenop pintu kamarnya. Dari bau parfumnya Kanaya tau ini adalah seorang laki-laki. Tidak salah lagi, ini pasti Ridwan suaminya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam.." Kanaya menjawab lirih. Bagaimanapun juga menjawab salam itu hukumnya wajib, jadi ia harus menjawabnya.

Ridwan mendekat, tak dapat dipungkiri jantungnya berdebar. Dari samping istrinya itu nampak cantik.

"Kanaya.." panggil Ridwan dengan nada khasnya.

"Ngapain sih Pak Ridwan pake lancar ucap akad? Salahin atau plesetin dikit kek namanya, biar ngak sah. Saya kan gak perlu repot-repot jadi istrinya Pak Ridwan." omel Kanaya.

Ridwan menghela napas berat. Tuh kan, belum apa-apa aja udah kena omel. Padahal Ridwan belum genap lima belas menit loh jadi suami Kanaya, udah kena semprot aja!

"Trus mau gimana? Apa mau di-replay?"

"Dikira moto GP bisa di-replay?" balas Kanaya sengit. Ia memalingkan wajahnya.

"Yasudah, terima aja. Lagipula udah terlanjur, kan?"

Kanaya tak menjawab, ia terus memalingkan wajahnya. Seakan tak sudi melihat wajah suaminya.

Ridwan memegang ubun-ubun Kanaya. Wanita itu nampak kaget dan menatap tajam Ridwan. Ia membuka mulutnya akan melayangkan protes.

"Saya hanya ingin membacakan doa untukmu."

Mendengar itu, Kanaya langsung diam dan membiarkan Ridwan membacakan doa untuknya.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi

"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya."

Setelah selesai membacakan doa, Ridwan perlahan mundur.

"Ayo ke bawah, semua orang telah menunggu." ajaknya.

Kanaya hanya diam, membuat Ridwan harus menyetok kesabarannya. Ia sangat paham alasan Kanaya berubah sikap. Tapi ia tak menyangka istrinya akan sependiam ini, mengingat sebelum pernikahan Kanaya masih cerewet.

"Saya suamimu, dan sekarang saya ingin mengajakmu ke bawah." ujar Ridwan lagi. Kanaya menghela napas kasar.

"Iya-iya, bawel!"

Kanaya memang benci dengan Ridwan, tapi ia juga tidak mengelak kalau Ridwan adalah suaminya. Ridho-Nya ada pada laki-laki itu. Dengan berat hati Kanaya melangkah menuju kearah Ridwan.

Kedua mempelai itu menuju ke lantai bawah untuk menemani para tamu. Nampak sekali tidak ada kebahagiaan yang menyelimuti mereka.

"Menantu Ibu cantik sekali," Santi memuji penampilan Kanaya yang terlihat begitu cantik.

Kanaya tersenyum tipis, "terima kasih, Bu."

Kevan menghampiri Kanaya dan memeluknya. "Adik gue udah jadi istri orang sekarang. Selamat ya, Dek, semoga pernikahan lo sakinah, mawaddah, warahmah, selalu bahagia, jodoh dunia akhirat. Gue seneng sekaligus sedih sih, senengnya karena lo udah nikah sama Ridwan, sedihnya karena tanggung jawab gue buat ngelindungin lo udah selesai. Sekarang lo tanggung jawab Ridwan, dan gue yakin Ridwan adalah imam yang baik buat lo."

Kanaya memeluk erat Kevan. "Makasih udah jagain gue, gue sayang banget sama Mas Kevan. Gue pengin tinggal sama Mas Kevan aja."

"Lo udah jadi istri Ridwan, jadi lo harus ikut kemanapun suami lo pergi." jawab Kevan setelah melepaskan pelukannya.

Kanaya mendesah kecewa. Ia mengalihkan pandangan kearah Arina dan Rizal yang menghampirinya. "Bunda.. Ayah.."

"Selamat ya Sayang, kamu udah menikah. Padahal baru kemarin bunda gendong kamu." Arina meneteskan air mata, "bunda cum ingin kamu bahagia, dan keluarga kalian selalu dalam lindungan Allah."

"Ayah pesan sama kamu, patuhi perintah suami selagi hal itu baik. Ridho Allah ada pada Ridho suamimu, Nak. Ayah ingin kamu menjadi istri yang baik untuk Ridwan. Jangan sampai kalian bertengkar karena masalah kecil, apalagi sampai pisah." Rizal menatap Ridwan. "Tugas Ayah sudah beralih padamu. Sejak kamu mengucap akad, sejak itulah Kanaya menjadi tanggung jawabmu. Ayah yakin kamu bisa membahagiakan putri Ayah."

Ridwan mengangguk pasti.

"Oh iya, habis ini kalian nanti tinggal di sini dulu atau langsung ke rumah kalian?"

"Langsung ke rumah kami saja Bu, sekalian latihan biar mandiri." jawab Ridwan tenang berbanding terbalik dengan Kanaya yang tengah shock.

"R- rumah kalian? Mak- maksudnya rumah buat Naya sama Pak Ridwan? T- trus kita tinggalnya cuma berdua?" tanya Kanaya panik.

"Iya dong, Sayang. Kalian kan udah jadi suami istri, harus mulai mandiri." Arina tersenyum lembut pada Kanaya.

"Tapi Bun.." rengek Kanaya.

"Gak ada penolakan!"

Kanaya menghela napas berat. Ia mengedarkan pandangannya, semua tamu undangan nampak bahagia. Ridwan pun tampak biasa-biasa saja, apa hanya ia yang tersakiti disini?

"Nanti setelah acara selesai, kalian bisa langsung pergi kerumah kalian. Sekarang kalian ngobrol-ngobrol dulu sama teman-teman kalian." ujar Santi.

Kanaya mengangguk, memang ia harus melupakan masalahnya sejenak. Gadis itu menyunggingkan senyum saat melihat Tasya menuju kearahnya dengan senyum lebar.

"Barrakallah, Nay. Maafin gue tadi gue sempet mules jadi baru nyamperin lo, hehe. Harapan gue adalah semua yang terbaik buat kalian berdua, khususnya buat lo. Dan harapan gue semoga cepet dapet ponakan dari kalian." Tasya tersenyum jahil. Kanaya langsung mencubit lengan Tasya, merasa kesal dengan godaan sahabatnya.

Sedangkan Ridwan berjalan menuju para sahabatnya. Keempat sahabatnya itu sedang berbincang-bincang.

"Tuh, mempelai pria udah dateng." kata Riko sumringah.

Semua sahabat Ridwan mengucapkan selamat padanya. Mereka juga ikut senang salah satu sahabat mereka akhirnya naik pangkat, eh- naik pelaminan maksudnya.

"Selamat, Ridwan." Zeina yang kini menggendong Syifa memberikan selamat pada Ridwan, muridnya. Zeina dan Zikri kemari membawa anak mereka. Syifa di gendongan Zeina, Syafa di gendongan Zikri, sedangkan Rayhan sudah anteng bersama Zafran.

"Terima kasih, Bu Zei." balas Ridwan dengan senyum sopan.

Seorang perempuan yang ada di samping Faid juga melangkah maju. "Selamat atas pernikahannya,"

Ridwan tersenyum tipis, ia menatap Aila- istri Faid sebentar, lalu mengangguk. "Terima kasih Aila."

"Gue, Faid, sama Ridwan usah sold out. Lo berdua kapan?" tanya Zikri pada Zafran dan Riko. Karena hanya mereka berdua lah yang belum menikah hingga saat ini.

"Bentar lagi gue nikah." Riko menjawab dengan ketus. Ia memang paling tidak suka jika ditanya kapan nikah. Kenapa harus hal itu yang ditanyakan? Seperti tidak ada hal lain saja.

"Gue minta doanya aja." sahut Zafran.

"Btw, istri lo kayanya lucu. Liat tuh, dia cemberut mulu kek ikan buntal." Riko terkekh melihat ekspresi Kanaya yang tak ada raut bahagia sama sekali. Terlihat seperti tersiksa.

"Dia emang lucu, galak juga. Saking galaknya bikin gue naik darah." Ridwan terkekeh pelan mengingat tingkah Kanaya selama ini.

"Galak tapi lo nikahin."

"Karena gue suka dia." batinn Ridwan.

***

Sama seperti ucapan kedua orang tua Ridwan dan Kanaya, kini pasangan pengantin itu tengah dalam perjalanan menuju ke rumah pribadi mereka. Rumah itu dibeli oleh Ridwan dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Sekitar tigapuluh menit perjalanan dikarenakan macet, kini mereka sudah sampai di rumah. Bangunan cukup besar bercat putih abu-abu dengan lokasi yang cukup strategis akan menjadi tempat tinggal keduanya.

"Ayo masuk,"

Kanaya mengangguk pelan lalu berjalan sambil menarik kopernya menuju ke dalam rumah. Ia membuntuti Ridwan.

"Kamarnya ada berapa?" Kanaya memberanikan diri untuk bertanya. Ia lelah, ingin istirahat. Tubuhnya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, ia ingin sekali menjelajah alam mimpi.

"Dua, tapi yang satu belum dibersihkan." Ridwan meletakkan kopernya lalu duduk di sofa.

"Trus nanti saya tidurnya dimana?" Kanaya mengedarkan pandangannya dengan bingung. Rumahnya cukup besar tapi kok kamarnya cuma ada dua? Itupun yang satunya juga belum dibersihkan.

"Satu kamar, mau?" Ridwan menaikkan alisnya. Bukan tanpa sengaja, Ridwan memang lupa membersihkan kamar satunya karena ia juga jarang tinggal di rumah ini.

"Dih, ogah!" Mana mungkin ia mau satu kamar dengan Ridwan. Satu rumah saja sebenarnya Kanaya sudah ogah-ogahan apalagi satu kamar. Big no!

"Kalau gitu kamu tidur di sofa ruang tamu." ujar Ridwan kelewat santai. Ia melihat Kanaya yang ikut mendudukkan diri di sofa. Kini keduanya suduk berhadapan.

"Ngalah dikit kek sama istri, katanya mau jadi imam yang baik. Imam baik dari sedotan?" Kanaya menatap Ridwan dengan tatapan memicing.

"Gitu aja ngegas."








Gara-gara narget ngetiknya jadi marathonan😂😂
Btw makasih banyak buat yang udah menuhin target, sayang kalian💕
Nggak ku target ya, ntar aku ngebut lagi😂

Mulai next part kalian akan berjumpa dengan kehidupan RidKay setelah menikah, jadi tetep stay sama Sakinah ya💕

Kalo vote + commentnya banyak aku bakalan cepet update 💕

Selamat merindu💚

Continue Reading

You'll Also Like

4.8K 423 19
Follow dan vote sebelum membaca!!✨ ... [ROMANCE] - [SPIRITUAL] - [PERJODOHAN] ... DISHABILA KANZA HUMAIRA Perempuan muda yang masih Sekolah Menengah...
663 189 32
Kisah sederhana tentang seorang ustadz muda yang terlibat janji perjodohan dengan seorang gadis SMA. Akankah semuanya berjalan sesuai rencana? Apaka...
140K 11K 50
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ "Aku mengkhitbahmu, karena ingin menghalalkan pandanganku kepadamu."- Fatih "Aku mengkhitbahmu karena Allah."...
27.8K 1.3K 50
"Sejatinya wanita hanya butuh seorang lelaki yang ketika bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab". Aku tidak menyangka ketika sosok laki-laki yang...