Aksara Dan Suara

By khanifahda

1.5M 164K 6.7K

Bukan waktu yang singkat bagi Grahita Sembrani Pramonoadmodjo untuk menghapus bayang-bayang penghianatan cint... More

Jaladri
Rawi
Griya
Ludira
Sakwari
Udaka
Darani
Nirada
Wibana
Lenggana
Asta
Peningal
Brawala
Pakara
Pralapa
Kawur
Kaningaya
Samapta
Persudi
Kanin
Adanu
Lawya
Purwa
Mara
Hastu
Sangsaya
Weling
Kaharsayan
Samagata
Mahatma
Wiyoga
Asti
Balakosa
Smara
Mandrakanta
Darba
Soma
Adicandra
Sakanti
Balun
Adyuta
Abhipraya
Syandana
Gama
Jantaka
Nisita
Palar
Byuha
Locana
Nayottama
Agata
Gandring
Radinka
Ilir
Adhikari
Dayita
Adyatma
Wasana
'Naditya'
'Cundamani'
'Woro-Woro'

Samira

29.9K 2.9K 41
By khanifahda

Koreksi bila typo, thanks🙂

.
Grahita menatap Gandhi dengan tatapan yang sulit di artikan. Ia agak bingung dan sedikit tak nyaman ketika laki-laki itu setiap hari datang ke rumah sakit. Seperti janjinya pada Grahita, Gandhi setiap hari meluangkan waktunya untuk sekedar menjenguk Grahita, memantau kondisi orang yang telah ia tabrak. Dan biasanya Gandhi datang setelah maghrib atau setelah isya. Intinya Gandhi setiap hari datang. Dan hal itu membuat Oma Shinta akrab dengan laki-laki berkulit agak coklat itu tapi terlihat eksotis di mata Grahita yang memiliki kulit putih.

"Jadi kamu bukan asli Jakarta ya nak?" Gandhi kembali menangguk. Ia senang sekali bisa berbicara panjang lebar dengan Oma Shinta.

"Aslinya saya dari Surakarta. Umi dari Jogja sedangkan Abah dari Surakarta." Oma Shinta mengangguk mengerti sedangkan Grahita lebih memilih menonton siaran televisi yang volumenya super minim.

"Kamu tentara ya? Tugas dimana?"

"Di Jakarta Timur, Oma."

Grahita melirik sekilas mereka berdua dan tidak tertarik sama sekali untuk berbicara dengan mereka. Bukan tanpa apa, saat ini Grahita sedang malas untuk sekedar berbicara. Sedari tadi tulangnya kembali nyeri tetapi tetap ia tahan karena sedari kemarin pun Grahita merasakan nyeri tetapi ia bisa menahannya dan akhirnya kembali tak nyeri ketika ia buat tidur.

Lantas Grahita memilih membaringkan tubuhnya, "Kamu mau tidur Ta?" Tanya oma ketika Grahita hendak memejamkan matanya. Lantas perempuan itu mengangguk. Nyerinya bertambah sehingga ia menahannya hingga akhirnya suara ringisan terlontar darinya.

"Sstt.." Rintih Grahita sehingga membuat Oma bangkit dari duduknya dan menuju ke arah Grahita yang nampak menahan sakit.

"Kamu kenapa Ta?" Tanya Oma agak panik. Lalu Grahita tambah meringis, "Tolong panggilkan dokter Oma." Lalu oma langsung memanggil dokter di nurse call.

Lantas dokter dan perawat langsung bergegas cepat dan memeriksa Grahita. Oma sempat panik namun langsung di tenangkan oleh Gandhi. Laki-laki itu terdiam sambil mengamati sekitarnya. Jiwa pembaca situasinya bergerak, lantas mengamati situasi yang sedang terjadi untuk mengambil langkah yng tepat.

"Ini nanti di buka dulu perbannya dulu karena tiba-tiba terjadi pembengkakan tapi semoga saja tidak apa-apa ya." Lalu dokter itu keluar untuk mengambil alat dan bantuan media lainnya sedangkan oma sudah di tenangkan oleh Gandhi.
Melihat oma Shinta yang sepertinya tidak tega melihat Grahita yang kesakitan, Gandhi memilih mengajak Oma Shinta keluar agar di tangani tim medis.

"Terima kasih." Ucap Oma Shinta pada Gandhi. Laki-laki itu lantas mengangguk, "Oma, saya cari minum dulu ya?"

Oma Shinta lantas mencegah, "Tidak usah nak. Oma tidak apa-apa." Kemudian Gandhi memilih duduk di samping Oma.

"Oma hanya khawatir dengan Tata. Dia banyak menahan sakit sehingga Oma nggak tega lihat dia sakit lagi." Ucap Oma dengan wajah murung, sedangkan Gandhi hanya bisa menenangkan karena ia tak tahu harus berbuat apa lagi.

Lalu dokter keluar dari ruangan dan tersenyum ramah dengan Oma dan Gandhi, "Tidak apa-apa bu. Bengkaknya sudah kami tangani dengan baik sama jangan banyak bergerak lebih, takutnya nanti melesat lagi dan terjadi pembengkakan." Ucap dokter tersebut  dan Oma mengangguk mengerti.

"Kalau terasa nyeri lagi, hubungi kami lagi ya biar ada tindakan lebih lanjut lagi." Ucap dokter perempuan bernama Hanum itu lagi. Kemudian dokter Hanum tersenyum ramah dan pamit dari hadapan Oma dan Gandhi.

Lantas Oma kembali masuk ke dalam di temani oleh Gandhi. "Oma jangan khawatir lagi ya, Tata nggak papa kok." Grahita paling benci dengan Oma yang bersedih dengan alasan dirinya sehingga sebisa mungkin Grahita tidak menampakkan sakitnya di depan Omanya itu.  Namun tiba-tiba saja tadi ia merasakan sakit sehingga tak kuat lagi menahannya.

Oma mengangguk dan mengelus pucuk kepala cucunya itu. "Lain kali kalau sakit bilang ya." Grahita tersenyum tipis dan mengangguk.

"Emm, mohon maaf, ini sudah malam, saya undur diri dulu." Lantas Gandhi mencium punggung tangan Oma dengan sopan dan membuat Oma Shinta tersenyum. "Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam."

Kemudian Oma memilih duduk di kursi yang sudah di sediakan, "Nak Gandhi sopan banget ya Ta. Oma jadi pengen punya cucu mantu kayak dia." Ucapnya pada Grahita kemudian. Grahita menatap Omanya horor.

"Apa sih Oma. Tata nggak mau nikah. Udah titik." Perlahan senyum Oma Shinta memudar, tergantikan dengan wajah serius.

"Oma harap ucapanmu tadi hanya main-main saja Tata." Grahita menggeleng, "Tata serius Oma."
Kemudian Oma Shinta menatap Grahita serius, "Alasannya apa sehingga kamu nggak mau nikah?" Oma Shinta berharap ucapan Grahita hanyalah angin lalu saja, tetapi mendengar alasan perempuan itu membuat Oma terdiam.

"Simple Oma. Grahita nggak mau disakiti sama laki-laki lagi. Cukup dulu, sekarang tidak lagi." Ucap perempuan itu serius. Oma Shinta menghembus nafasnya pelan.

"Nak, memang menikah bukan kewajiban di agama kita, tapi apa kamu tidak berpikir untuk menghabiskan waktu dengan orang yang kamu cinta? Menua bersama itu indah nak."

Grahita menatap Omanya kembali, "Tata hanya akan hidup dengan Oma. Itu lebih dari cukup."

Oma mencoba tersenyum, "Oma sudah menua nak. Kamu perlu teman hidup, bukannya Oma memaksa kamu menikah, tapi bukanlah lebih indah jika kamu bisa bersama dengan orang yang kamu cintai?"

Grahita tersenyum penuh makna. Apa lagi ini, ia sudah muak berurusan dengan laki-laki. Baginya laki-laki hanyalah manusia brengsek yang selalu menghancurkan perasaan perempuan walau mungkin banyak dari mereka di dunia yang menyalahkan statementnya, tapi mereka tidak pernah tahu di posisinya sehingga mereka tidak tahu rasanya di campakkan oleh orang tua sendiri, di khianati dan di telantarkan. Rasanya mencaci pun tak cukup. Apalagi ia pernah punya kenangan buruk dengan yang namanya laki-laki.

"Tata mau istirahat dulu Oma." Lantas Grahita berbaring dengan pelan dan tidur membelakangi sang Oma. Perasaannya kembali hancur kala di ingatkan tentang laki-laki. Entah dosa apa sehingga Grahita sangat sensitif dengan yang namanya laki-laki, cukup Dirga yang ia percaya sebatas teman, tak lebih dan lainnya, entah sampai kapan Grahita akan menghindar.

Grahita memejamkan matanya, rasanya sangat sulit sekali untuk membuka hatinya. Ia terlalu larut dalam sakit hati yang terlalu dalam hingga rasanya semua terasa salah di matanya.

*****

"Lagi apa?" Grahita yang sedang menatap taman rumah sakit lantas menoleh. Tatapan pertamanya jatuh pada laki-laki yang masih mengenakan seragam loreng. Terlihat tegas dan berwibawa. Walaupun Gandhi tak memiliki kulit putih tetapi Gandhi cukup tampan untuk seukuran laki-laki Indonesia. Begitu Grahita lihat, tapi Grahita tak tertarik.

"Hari ini saya dapat piket tapi sore trus pagi sampai siang ini free. Akhirnya saya memilih kesini." Jelas laki-laki itu tanpa Grahita meminta.

Grahita diam, memilih menatap pancuran di bawah pohon rindang taman rumah sakit. Sedikit demi sedikit Gandhi bisa mempelajari watak Grahita yang keras kepala, cuek, judes dan angkuh. Namun hal itu justru membuat Gandhi tertarik pada perempuan di sampingnya itu, entah mengapa ia juga tak tahu.

Gandhi selalu kepikiran dengan Grahita, perempuan yang irit bicara dengannya itu, perempuan yang ia tabrak sehingga ia bisa mengenal Grahita lebih dekat. Grahita yang amat cuek tapi Gandhi justru ingin mengenal lebih. Tak pernah ia sekepo ini dengan perempuan. Terakhir kali Gandhi merasakan asmara ketika menjadi taruna, tetapi kandas karena sang pacar tak tahan dengan yang namanya LDR. Setelah itu, Gandhi lebih memilih fokus dengan karir ketimbang percintaannya.

"Suka lihat air mancur ya?" Kembali Gandhi mengajak Grahita berbicara karena Grahita tak kunjung merespon ucapannya itu. Gandhi meringis pelan, ia tak pernah se agresif itu dengan perempuan dan ini pertama kalinya.

Grahita menghembuskan nafasnya pelan, "Tidak," Jawabnya pelan.

"Lalu? Kenapa kamu lebih memilih melihat air mancur ketimbang merespon ucapan saya?"

Grahita menoleh cepat ke arah Gandhi, "Apa penting? Maksud saya apa setiap ucapan harus di respon seperti tanya jawab?" Grahita menatap Gandhi tanpa ekspresi yang justru menambah kesan jutek yang mendalam bagi perempuan itu.

Gandhi tersenyum tipis, Grahita memang bukan sembarang perempuan dan cukup jengkel juga jika berbicara dengan perempuan itu. Tapi Gandhi tak menyerah, ia sudah terlalu penasaran dengan sosok Grahita yang akhir-akhir ini menyita perhatiannya itu. Latihan di hutan dengan di atas kekuatan manusia bisa dengan mudah ia lakoni, apalagi ini mengulik pribadi seorang perempuan berdarah campuran itu.

"Tidak, tapi kamu cukup unik di mata saya. Kamu memandang saya seperti memandang pecundang yang kerap kali menyakiti kamu, mungkin." Ucapan Gandhi membuat Grahita menyipitkan matanya menatap laki-laki yang seakan-akan tahu tentangnya, tetapi nyatanya ia benar, Grahita menatap laki-laki semuanya sama, ia menatapnya dengan perasaan benci, minus Dirga yang ia sudah kenal sejak dulu kala, selain itu, hanya tatapan benci dan datar.

Grahita ikut tersenyum tipis, kemudian menatap menundukkan badannya sejenak dan kembali tegap lagi menatap ke depan. "Saya nggak tau kenapa ada orang baru tetapi seakan mengenal saya puluhan tahun."

"Kamu unik nona." Grahita kembali terkekeh, entah mengapa ia lebih mudah tersenyum tipis dan terkekeh dengan Gandhi yang notabene ia tak kenal. Apalagi laki-laki itu terlihat ngebet ingin mendekati dirinya, dalam artian ingin berbicara dan mengetahui satu sama lain di saat Grahita sudah tidak percaya dengan yang namanya laki-laki.

"Saya bukan barang yang memiliki nilai estetik yang unik." Ujar perempuan itu pelan.

"Saya nggak tahu dengan anda yang sepertinya tertarik berbicara dengan saya ini. Apalagi setiap hari anda datang hanya untuk lihat keadaan saya yang bisa saja anda tanyakan lewat via whatsapp. Tetapi saya nggak tahu kenapa anda bisa meluangkan waktu hanya ingin melihat keadaan orang yang tak begitu penting. " Ucapan perempuan itu justru membuat Gandhi tersenyum kecil. Secara terang-terangan Grahita tak nyaman dan terganggu, tapi Gandhi mana peduli. Hal itu membuat Gandhi semakin di buat penasaran dengan sosok perempuan judes dimana banyak laki-laki yang akan menghindarinya.

"I don't know but i feel that i interested with you. Kamu boleh bilang saya aneh, ngaco atau gimana, silahkan."

Grahita tertawa kecil, "Anda aneh." Ucap Grahita kemudian. Namun Gandhi tak tersinggung sedikitpun.

Grahita memilih bangkit dari duduknya. Ia sudah bisa berjalan dengan baik setelah kakinya yang sempat agak bengkak kemarin. Namun tangannya masih butuh pengobatan sehingga masih di perban.

"Saya bantu?" Tawar Gandhi. Grahita menggeleng, "Yang sakit bukan kaki saya,"

Gandhi tersenyum tipis di belakang Grahita. Laki-laki itu kembali tertarik dengan Grahita. Entah demit mana yang membuat Gandhi penasaran setengah mati hingga mengorbankan kesangarannya hanya demi seorang perempuan yang tak ada anggun-anggunnya itu. Setidaknya Gandhi bisa bernafas lega ketika perempuan itu mau menanggapi ucapannya daripada kemarin-kemarin yang mengacuhkan setiap ucapannya itu.

Gandhi yakin jika ada sesuatu yang membuat Grahita seperti itu. Tatapan matanya yang tajam mengandung banyak makna tetapi Gandhi tak mau berspekulasi lebih dalam lagi. Intinya ia tertarik dengan Grahita. Perasaan tertarik itu membuat Gandhi nekat dan tak malu untuk mendekati Grahita yang jelas-jelas menolak dan judes dengannya itu. Rasa penasaran Gandhi yang begitu tinggi membuat laki-laki itu seakan tak tahu malu dengan kecuekan sikap Grahita pada dirinya itu.

.
.
.

Samira : Angin

Sebenarnya ada banyak ide cerita tapi mau eksekusi satu-satu dan ini malah lagi ngadat idenya, mon maap yap kalau terkesan memaksakan🙈

Continue Reading

You'll Also Like

459K 32.7K 41
[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Collabrotion with @elsye91 (Romantic-Comedy) Why are we mad at each other? Is it necessary to making such a...
260K 20.5K 40
Note. Beberapa tanda kutip menghilang secara misterius dari cerita. I dont Know Why 😭😭 Mohon maaf atas ketidaknyamanan-nya. Dan saya berjuang mera...
495K 69.3K 92
Love tersenyum sangat manis. Lalu sambil menyodorkan tangannya ia berkata dengan lembut, "Haaai, Mas Mike, nama saya Love. Lo... Ve... panjangnya Lov...
31K 2K 38
Taruna merasa dongkol karena Bos di kantornya begitu semena-mena mengatainya jelek karena satu insiden. Bukan hanya di kantor, tetangga sebelah kamar...