LIMERENCE; hyunjin ft. felix...

By amaryleteal

19.6K 2.2K 681

👑 Semesta mereka masing-masing berputar; Felix dan segala presensinya adalah suatu estetika bagi Hyunjin. At... More

Limerence-00
Limerence-01
Limerence-02
Limerence-03
Limerence-04
Limerence-05
Limerence-06
Limerence-07
Limerence-08

Limerence-09

1.7K 154 67
By amaryleteal

👑 "Akan aku tambahkan gula untuk tehmu, Yang Mulia." seru Felix halus dan sopan, terselip suguhan senyum kecil yang nyatanya jauh lebih manis dari balok-balok gula di atas meja. Tawarannya yang berupa bantuan terdengar berdengung di telinga Hyunjin. Memancing dengusan tajam dalam hati, meski masih saja dapat disembunyikan rapat-rapat.

Tidak terlalu rapat, sebenarnya.
Mungkin separuh dari perasaan tidak enak Hyunjin bocor dan tumpah di raut wajah yang keras.

Hyunjin menampaki Pangeran Minho duduk di sebelah Felix dengan kemewahan melapisi tubuh. Artribut emas menyilaukan mata. Dia sangat rupawan, seolah ketika Tuhan menciptakannya sebagai pangeran bukanlah tanpa alasan. Tapi alasan yang sama sekali tidak Hyunjin pahami adalah kenapa ia mau saja menerima ajakan bergabung untuk minum teh bersama dua orang ini? Semuanya akan baik-baik saja jika hanya bersama Felix, ia akan senang setengah mati. Namun posisinya kini adalah Hyunjin yang terasing sendiri duduk berseberangan dengan dua orang yang berdampingan. Tidak peduli jika sebenarnya meja bundar ini memiliki diameter tak terlalu besar, namun cara pandang orang yang tengah cemburu siapa tahu? Rasanya Hyunjin terduduk di sudut semesta, menampaki dua manusia bertukar cakap tanpa bisa ia masuki topiknya.

"Ah, terima kasih." Minho tersenyum. "Tapi aku bisa sendiri,"

Ketika Pangeran Minho mengarahkan tangannya cepat ke wadah gula, tangan Felix sudah lebih dulu menggenggam sendok perak di sana. Hal itu sebabkan jemari mereka bertumpukan, menghasilkan kecanggungan kecil, namun belum ada yang beranjak.

Yang memiliki reaksi paling heboh di sana saat itu mungkin adalah mata Hyunjin. Lelaki itu melirik ke arah dua tangan yang saling bertukar suhu, kemudian sempatkan singgah di paras elok Pangeran Mahkota negeri seberang. Dan Hyunjin merasa bisa melahap bulat-bulat penampakan pria itu saat ini saking laparnya akibat kekesalan.

Hyunjin pernah lebih dari menggenggam tangan Felix, tapi Minho terlihat begitu bangga. Ia tidak tahu jika Pangeran muda Amethyst tengah menatapnya sebercanda itu, diiringi dengusan remeh dalam hati, namun senyum canggung Felix jadi terasa memuakkan. Ketika asam lambung Hyunjin terasa naik, ia bingung apakah itu perasaan mual akibat teh yang terlalu manis atau melainkan dampak dari pemandangan yang terhidang di depan matanya kini.

"Tanganmu," singkat Hyunjin. Minho dan Felix refleks menoleh. "Jauhkan tanganmu dari adikku, Yang Mulia."

Dingin dan runcing, sambaran Hyunjin tepat mengenai inti perasaan lelaki itu. Pangeran Minho tertegun dalam upaya mencerna ketajaman vokal Hyunjin. Apa-apaan kakak tunangannya ini?

Kedua lelaki itu beradu pandang. Kilat-kilat dominasi banyak terpancar. Ada sepercik aura tidak mengenakkan. Namun terlihat jelas jika Minho berusaha untuk mendewasai situasi. "Baik. Maafkan aku." ia lanjut menarik diri.

Felix cukup peka, jadi ia melirik keduanya bergantian. Kecemasan berloncatan di matanya.

Begitu netra Hyunjin bersirobok dengan milik Felix, ia menerima tatapan 'apa yang kau lakukan?' yang secara sengaja gadis itu tujukan padanya. Tajam sekali berkilat-kilat, atau lagi-lagi ini cuma akibat dari perspektif dangkal logika Hyunjin? Hyunjin mengerjap dan seketika itu merasa maniknya gersang terbakar cemburu, ditambah keresahan Felix amat nyata terserap retina. Jadi lelaki itu memutuskan untuk beranjak daripada semakin memperkeruh suasana.

Saat ini... Yang salah adalah Hyunjin?

"Maafkan aku, Pangeran Lino," Hyunjin menyeru datar, kini matanya tidak semenantang tadi. Hal itu sebabkan Minho menolehinya kembali karena terpanggil tiba-tiba.

"Ya?"

Hyunjin menggigit lidah sebentar namun agak kuat, tapi tetap saja denyutan di pusat tubuh tidak teralih oleh keperihan lain. "Maaf sudah menegurmu, Yang Mulia. Seharusnya aku tak begitu. Bukan maksudku untuk berlaku tidak sopan."

Minho memberikan senyum kecil yang terasa tulus sebagai jawaban. Laki-laki itu sepertinya sangat baik hati, Hyunjin mengakui itu. "Tidak apa-apa." katanya.

"Aku pergi dulu." Hyunjin pamit berdiri. "Terima kasih atas ajakan minum tehnya." Sikap pemuda itu berganti normal, berderap menjauhi Felix dan Minho. Namun sepertinya cuma Felix yang memahami bahwa sambungan langkah yang membawa Hyunjin pergi seberat jejak kalah prajurit perang.

Ada seutas keinginan untuk menahan Hyunjin tetap di sisi, tapi inginnya terputus deheman Minho yang bernada cukup tinggi.
Manik Felix menjerit meminta Hyunjin kembali, tapi bibirnya tetap tak bersuara untuk dapat menarik Hyunjin mendatangi.

Felix dan Minho berpisah di belokan lorong istana utama. Lelaki itu berkata ingin bertemu Raja untuk suatu urusan yang tentu saja tidak mengeruk lebih dalam keingintahuan dalam diri Felix.

"Apa aku perlu mengantarmu, Yang Mulia?"

Minho tersenyum, "tidak perlu. Kau bisa kembali."

Felix mengangguk ringan. Ia bersyukur untuk itu.

"Senang bisa menghabiskan waktu denganmu, Felixia." ucap Pangeran Amaranth bersama senyum lembut yang terbentang, sukses merampok atensi Felix dan ia tercekik akibat insiden beberapa saat lalu ketika mereka 'menghabiskan waktu', di mana sebaris kata-kata bisa saja memicu perang.

Astaga, apa yang salah dengan Hyunjin hari ini?

Felix berpikir cepat, lalu buru-buru mengudarakan permintaan maaf. "Aku mewakili kakakku untuk minta maaf kepadamu, Yang Mulia. Aku yakin jika Pangeran Samuel sama sekali tidak berniat untuk berlaku kasar atau apapun, jadi aku memohon atas segala kemurahan hatimuㅡ"

"Astaga, tenang. Aku juga tidak mempermasalahkannya..." Minho memotong kehebohan Felix yang tiba-tiba.

Felix diam.

"Aku baru saja memikirkannya... Jadi kupikir sekarang aku mengerti kenapa kakakmu berlaku begitu."

"Yang Mulia.... Mengerti?" si gadis pirang tidak sempat menyembunyikan kekagetan di wajah, berikut kerinyitan dahi skeptis yang ada.

Minho mengangguk. "Aku juga pasti akan begitu jika memiliki adik sepertimu. Kau adalah permata paling berkilau di Amethyst. Kau sangat bernilai bagi negeri ini. Itu masuk akal untuk tidak membiarkan sembarang orang menyentuh sesuatu yang berharga."

Oh, begitu.

Felix agak tersanjung. Ia menunduk. "Terima kasih... Atas pengertianmu, Yang Mulia."

Entah apa yang lucu, tapi Felix menangkap dengusan tawa Minho."Mungkin, aku akan melakukan hal serupa kepada pasangan Putri Shia kelak. Meski aku tidak yakin jika Shia akan memiliki calon dalam waktu dekatㅡmaksudku ia tidak terlihat tertarik dengan proposal-proposal lamaran yang memenuhi meja Raja belakangan ini, kau tahu? Dia bersikeras untuk menemukan sendiri orang yang tepat dengannya, dan ayah kami menyerah. Haha."

Felix tersenyum maklum mendengar hal itu, namun ia meringis dalam hati. Amaranth membebaskan Putri mereka untuk memilih hal besar dalam hidupnya, sedangkan Putri dari kerajaan lain kini harus terikat dengan Pangeran Mahkota mereka? Ini roni. Satu pertanyaan, siapa yang menciptakan ironi tersebut?

"Aku mengharapkan yang terbaik untuk Putri Shia, Yang Mulia." Felix suguhkan kurva yang terkembang lembut sebagai alas wicara, "kalian berdua, Baginda Raja, dan seluruh rakyat Amaranth, semoga selalu bahagia."

"Terima kasih. Amaranth akan sangat beruntung memilikimu."

Felix meremas gaunnya dengan gerakan samar. Ini persoalan calon Ratu, kan? "Aku usahakan yang terbaik."

"Kau sudah terlahir dengan semua kebaikan yang ada, Felixia." Telapak tangan Minho jatuh di ubun-ubun Felix, kemudian ia mengusap surai pirang milik gadis itu lembut. Felix merasa jantungnya hampir jatuh. "Wah, aku bisa diapakan oleh kakakmu jika ia melihatku tengah menyentuh kepala adik yang sangat ia sayangi seperti ini?" Minho tertawa sendiri, tapi Felix menyerap sarkas tipis yang lelaki itu bubuhkan.

Itu bukan lawakan! Netra Felix bergetar seketika. Tentu saja Hyunjin sangat menyanyanginya. Mencintainya! Lelaki di depannya ini memangnya tahu apa?

Jadi, setelah ia mengangguk atas Minho yang berpamitan, Felix mengantar langkah pria itu dengan tundukan anggun dan singsingan gaun.

Felix berbalik arah dengan emosional. Kali ini ia sendirian tanpa kehadiran dayang-dayang, jadi ia membuang ekspresi bermartabat yang sudah ditahan mati-matian agar tidak retak sedari tadi. Kening gadis itu mengerut, langkahnya terus lanjut bersambut, dan detak jantungnya memiliki nama seorang lelaki yang tersebut.

Kakak bodohnya satu itu, apa tidak paham jika yang dilakukannya tadi bisa mengundang curiga yang besar? Bukankah Hyunjin sudah cukup dewasa untuk berpikir macam-macam kemungkinan yang akan terjadi? Apa Pangeran Minho menangkap keganjilan di mana kakak tunangannya seolah begitu posesif pada tunangannya sendiri?

Pikiran-pikiran Felix mengantarkannya pada taman belakang istana. Beberapa meter terhampar dipenuhi tanaman mawar biru. Rasanya seperti tengah menatap lautan, dengan banyak duri-duri. Mungkin sedang musimnya, jadi mawar biru yang mekar tampak sangat semarak dan segar, juga lebih ramai dari hari-hari sebelumnya.

Biru mengingatkannya pada Hyunjin.
Biru mengiaskan lembut tapi tegas, juga menawan. Biru juga memiliki pesona yang misterius. Biru adalah campuran keindahan dan kasih sayang. Sangat Hyunjin sekali.

Felix tahu jika sikapnya tadi tidak cukup adil bagi Hyunjin. Di sini, Felix lah yang meminta agar Hyunjin tetap berada di sisinya, mematahkan segala kontra, namun kejadian beberapa waktu lalu terkesan seperti Felix mencampakkannyaㅡwalau, sungguh, sama sekali tidak pernah terbesit niatan seperti itu bahkan di sudut tersempit hati Felix.

Tiba-tiba Felix merasa dadanya kembali memberat. Ia hembuskan nafas panjang, namun tetap tak kuasa menghempaskan sesal yang menyumbat dada.

Felix hanya sedikit menyayangkan bagaimana bisa Hyunjin tidak dapat mengontrol diri sedang ia sendiri tahu seberapa sulit kondisi mereka saat ini. Felix agak cemas membayangkan apa Minho sempat menangkap gelagat aneh dari ia dan kakaknya itu? Apa Minho peka dengan rahasia tersembunyi? Seram sekali bukan, jika tahu tunangannya ternyata memiliki hubungan terlarang dengan saudaranya sendiri?

"Oh," telinga Felix menangkap satu suara. Membuyarkan bayang-bayang Hyunjin seketika. "Sepertinya aku tersesat."

Felix menoleh. Lalu tergemap tanpa bisa ditahan.

Hampir mustahil bagi Felix untuk tidak mengagumi kecantikan yang terpapar begitu nyata di hadapannya kini. Seorang gadis berambut panjang memangkas jarak mereka hingga kian sempit. Felix merasa pandangannya terjerat selama beberapa saat, untuk menyadari bahwa seperti ada Dewi yang menghampirinya. Kulit sewarna pasir gurun dapat memantulkan kilau cerah baskara, sedang sepasang manik besar itu tak ubahnya mata boneka. Presensi manusia ini terlalu menyilaukan.

Itu Putri Shia. Adik Pangeran Minho. Dengan kecantikan langka yang baru kali pertama Felix temui dari pelosok negeri.

Ketika jarak mereka dirasa sudah cukup pas, Shia menunduk dan mengangkat sedikit gaunnya. "Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu, Putri Felixia."

Felix mengimitasi senyumnya, entah sengaja atau tidak, yang pasti sangat menular. "Senang bertemu denganmu, Putri. Kau cantik sekali."

"Terima kasih untuk pujianmu, Putri Felixia. Apa aku mengganggu? Kau terlihat terkejut."

"Oh, tentu tidak."

Felix bersemu. Ia berdehem sekali mengusir kegugupan. Biasanya gadis itu tak begini. Ia lirik kembali Shia dalam satu kedipan, dan sadar betapa tidak percaya diri dirinya bersanding dengan gadis satu itu.

Putri Shia memiliki tinggi melebihi Felix, juga berukuran tubuh lebih besar darinya. Saat mata Felix jatuh pada bagian bawah leher, ia tak sadar meneguk ludah, ㅡbenar lebih besar dalam hal apapun.

Tidak memutuskan untuk terlalu hanyut dalam keterpukauan, Felix memberi sebentuk senyuman.

"Aku tadi berniat untuk sedikit berjalan-jalan, namun sepertinya aku melangkah terlalu jauh," Shia terkekeh kecil, manis sekali. "Karena aku kemari tidak sesering kakakku, jadi boleh kutahu sekarang aku ada di mana?" mata besarnya mengedar sebentar meninggalkan Felix, terserap banyak bunga mawar biru pada iris yang cemerlang.

"Ini kebun bunga kerajaan. Kebun bunga pribadi milik mendiang Ratu." Felix ikut menyapu pandangan pada hamparan kembang romantis berkelir kalem tersebut, sempat terkenang selaksa peristiwa, dan hatinya menjerit luar biasa. "Dulu aku berdiri di sini, melihat mendiang ibuku menanam sendiri benih bunga-bunga ini."

Putri Shia terpancing ketakjuban. "Beliau yang menanamnya sendiri?"

"Iya." Felix mengangguk. "Ketika itu tinggiku baru segini..." gadis itu memeragakan tangan di batas pinggang, hingga Shia tertawa dibuatnya.

"Kerajaan Amethyst sangat luar biasa," puji gadis bermata lebar itu jujur. Senyumnya mengembang semanis gula-gula. "Khususnya aku bicara mengenai keturunan Raja terdahulu. Baginda Raja Christopher sangat cemerlang dan berkarisma, lalu putri Felixia juga sangat cantik dan cerdas, kemudian pangeran Samuel, kau tahu, tidak ada yang setampan dia di kerajaan kami."

Felix membatu mendengar penuturan gadis Amaranth itu. Ia sadar bagaimana cara Shia menyebut nama Hyunjin terdengar berbeda, lebih mengagungkannya daripada Raja.

Putri Shia melanjutkan, "Ini kali pertama aku melihat pangeran Samuel, dan tepat sekali saat kunjungan pertamaku kemari. Aku tidak tahu jika memang betulan ada manusia sememikat itu. Aku tak percaya dengan adanya kebetulan, namun tetap saja memikirkan hal itu membuatku senang, putri Felixia."

Itu... Pernyataan yang cukup gamblang, kan?

"Eh?"

Membuat hati Felix kembali diserang denyutan nyeri cuma karena sebaris kata-kata.

Putri Shia terkesan sangat mengagumi kakaknya, atau bahkan menyukainya? Jelas sekali.
Meskipun ia tahu jika Pangeran Minho, sang kakak, nantinya akan menjadi suami dari adik Pangeran Hyunjin yang sangat ia minati?

"Ellena?"

"Ya, Yang Mulia?"

Suara wanita itu masih setenang yang biasa ia dengarkan. Felix memperhatikannya lewat cermin, bagaimana tangan berkeriput wanita itu menyisir rambutnya sangat telaten berikut raut wajah sabar yang mana Felix sudah hapal mati.

Felix menarik napas, ia mematut diri. Matanya sedih menampaki sosok gadis ramping bersurai emas yang terefleksi di cermin. "Apa aku cantik?"

Tuk.

Sisir di tangan Ellena tersedot gravitasi.

"Kau tidak apa-apa?"

"Maaf, Yang Mulia. Saya tidak apa-apa." Ellena memungut kembali sisir di lantai, kemudian meletakkannya di atas meja rias. Selanjutnya ia dengan lambat mengusap anak-anak rambut Felix yang masih agak basah sehabis mandi. "Saya terkejut karena tiba-tiba Yang Mulia bertanya hal seperti itu. Tentu saja Yang Mulia sangat cantik."

Kau belum pernah sedekat itu dengan Putri Shia, Ellena. Makanya bisa bicara begitu. Felix membatin. Akibat pertemuannya dengan Putri satu-satunya kerajaan seberangㅡyang sekaligus calon adik iparnyaㅡsiang tadi, banyak hal mulai merasuki Felix di mana gadis itu hanya akan makin khawatir entah untuk alasan apa.

"Sudah sewajarnya jika seorang Putri bangga akan kecantikannya, Yang Mulia. Dan demi Tuhan, anda adalah pusat perhatian seluruh negeri. Putri Felixia adalah yang tercantik dan sangat cerdas, benar-benar figur Ratu masa depan yang diberkati. Lalu Yang Mulia tiba-tiba bertanya hal yang sudaj jelas, seolah merasa tidak percaya diri?" Ellena menatapnya lembut melalui cermin, sorot pandang wanita itu mengingatkannya pada sang ibu. "Apakah Yang Mulia tengah mencemaskan sesuatu?"

Mungkin, mungkin yang paling membuat cemas adalah bagaimana Putri Shia sangat ceria ketika mengangkat topik mengenai kakak keduanya, Pangeran Hyunjin. Ketertarikan gadis itu tampak jelas,
Mata Felix yang menyinar sendu terpantul pada cermin di depannya. "Meski rambutku sependek ini? Seperti laki-laki?"

Sedangkan Putri Shia memiliki rambut panjang yang indah seperti tirai sutera.

"Tidak peduli bagaimanapun keadaannya, Yang Mulia Felixia adalah yang paling cantik." begitu Ellena selesai memasang pita dan jepitan perak di rambut Felix, wanita itu mengelus puncak kepalanya dengan sayang. Felix baginya, sudah seperti anak sendiri. "Karena kecantikan Yang Mulia bukan hanya terletak di wajah dan tubuh, tapi juga berasal dari hati."

Ia bersyukur memiliki Ellena di sisinya, mendengar kata-kata wanita itu setidaknya membuat hati terlipur. Namun tetap saja, kegundahan dalam hati tidak cukup banyak berkurang. Sekian kemungkinan-kemungkinan masih bisa menguasainya, menyulut resah agar kian bertambah.

Tapi apa Ellenna pernah berpikir bahwa cintanya bisa saja direbut seseorang?

Apa Ellenna pernah merasa ketakutan apabila suatu saat ditinggal oleh cintanya?

.
.

Sementara itu, Raja Chan datang mengunjungi ruangan Hyunjin tanpa berita apa-apa terlebih dulu, di malam mendung tiada berbintang.

Mereka putuskan untuk duduk di depan perapian agar suhu hangat melatari obrolan yang baik,

"Maafkan aku, mungkin aku terlalu sibuk dengan pestanya hingga tidak memperhatikanmu."

... Namun tetap saja Hyunjin merasa jika Chan terlalu dingin.

Hyunjin menampakkan cengiran canggung, ia mengelus tengkuknya sebagai upaya menenangkan diri.

"Uh... Kupikir itu tidak masalah, kak."

Perapian di kamarnya dihidupkan, hingga merah bara api terserap banyak pada kulit Chan yang pucat. Atau benar saja mata Hyunjin salah mengartikan sesuatu?

"Aku ingin memastikan, apa kau bersama dengan Lixia kemarin malam?"

Duarr Mitsuketa! No jk hshshsh
Long time no see and istg i miss you guys a lot :")
Do you still remember this one? Or nah?
Hazukashiiiiii >...<

Continue Reading

You'll Also Like

894K 54.3K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
166K 26.3K 48
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
720K 57.8K 41
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
62.2K 3.4K 19
seorang gadis bernama Gleen ia berusia 20 tahun, gleen sangat menyukai novel , namun di usia yang begitu muda ia sudah meninggal, kecelakaan itu memb...