The Shades Of Gray [ Peraya ]

By CattleyaLian

93K 9.1K 1.6K

[ Completed ] Percayakah kau pada takdir? Percayakah pada sebuah janji dan keajaiban? Bagi Singto kepergian... More

Intro
[ 1 ]: Memories
[ 2 ]: Indecision
[ 3 ]: Forget You
[ 5 ]: Someone I Once Loved
[ 6 ]: Desire
[ 7 ]: Passed
[ 8 ]: I Listen To What You Have To Say
[ 9 ]: Elaborate
[ 10 ]: What Is The Reason?
[ 11 ]: Blooming Day
[ 12 ]: Hope
[ 13 ]: Love Is..,
[ 14 ]: Let Me Hear You Say
[ 15 ]: White Lie
[ 16 ]: Bad Liar
[ 17 ]: Best Thing I Never Had
[ 18 ]: Who Is You?
[ 19 ]: Without Words
[ 20 ]: Rectitude
[ 21 ]: Remember - Towards The End
Ending
Epilog

[ 4 ]: Because It's You

3.6K 420 27
By CattleyaLian

Waktu menunjukkan pukul 9 malam, sewaktu Krist tak bisa memejamkan matanya, harusnya ia sudah terlelap pada jam seperti ini. Ia memosisikan dirinya untuk duduk, dirinya mengingat makan malam canggung antara dirinya dan juga Singto. Pria itu hanya diam dan lagi-lagi tak mau menatapnya, seolah jika ia memandang wajahnya pria itu melakukan sebuah dosa besar.

Krist tak bisa di perlakukan seperti ini. Ia tak bisa hanya diam dan menunggu ada seseorang yang berbaik hati padanya untuk menjelaskan segala yang rumit ini. Baginya Singto itu aneh, ia pria yang mempunyai dua sisi berbeda. Singto yang lembut pada Rieyu dan Singto yang acuh pada Kei bahkan tak peduli padanya. Meskipun Krist tahu sorot matanya penuh dengan kerinduan.

Pria itu menurunkan kedua kakinya sebelum melangkahkan kakinya untuk keluar, ingin menemui Kei atau Rieyu. Biasanya Rieyu belum tidur di waktu seperti ini, karena menunggu Singto datang untuk membacakannya dongeng. Sementara Kei anak itu sudah terlelap dalam tidurnya. Meskipun Krist jarang menghabiskan waktu bersama kedua putranya akan tetapi ia memperhatikan kebiasaan keduanya, bahkan kebiasaan Singto. Tak tahu mengapa Singto menarik lebih daya ingin tahunya.

Krist merasa segalanya kuncinya ada pada pria itu. Sosok yang memilih bungkam, sosok yang memilih untuk diam dan tak peduli. Singto tahu segalanya, hanya saja pria itu tak mau sama sekali membaginya pada Krist. Tak ada kata-kata sapaan hangat untuknya, tidak ada perlakuan baik di arahkan padanya, seperti dirinya ini hanya orang asing yang tiba-tiba masuk ke dalam hidup Singto dan mengacaukan segalanya begitu saja.

Saat Krist ingin melangkahkan kakinya ke arah lorong kamat Rieyu, ia melihat sosok mungil yang berjalan mengendap-endap dari kamarnya, ia memakai piyama bermotif beruang berwarna biru. Krist akhirnya mengikutinya dan melihat Rieyu pergi ke dapur, mengambil sesuatu di atas meja makan. Krist tahu benar itu apa, tetapi tadi sewaktu makan malam anak itu mengatakan tak ingin memakan kue yang di belikan sang Ayah dan sekarang Rieyu mengambilnya dengan ekspresi seperti seorang pencuri kecil yang menggemaskan.

Tentu saja Krist mengikutinya dan ternyata sosok itu pergi ke kamar Kei dengan satu box kue di dalam dekapannya. Raut wajahnya berbinar-binar sewaktu membuka pintu kamar. Di dalam sana ternyata Kei belum tertidur ia tengah duduk di antara boneka mobil-mobilan yang tergeletak pada atas karpet halus berwarna peach.

"Baby Kei, lihat Kakak membawa apa? Kue, Daddy membelikan Kakak banyak kue. Apa Kei mau? Tapi jangan mengatakan pada Daddy nanti Daddy akan marah jika Kakak membagi kue ini padamu, Kue kesukaan Papa."

Tangan mungil itu dengan cepat membuka box kue dan menyuapkannya pada Adiknya. Krist hanya terdiam di ambang pintu, ia melihat pengasuh Kei yang menatapnya dengan takut. Bukan takut pada Krist, tetapi takut Singto tahu dan pria itu akan marah besar. Krist menghampiri keduanya duduk di sekitar kedua anak itu. Ia memangku Kei di atas pahanya dan mengusap remahan kue pada kedua sudut bibir anaknya.

"Kenapa tidak mengajak Papa jika kalian ingin makan bersama?"

Rieyu mengerucutkan bibirnya, "Nanti Daddy marah."

"Kenapa Daddymu jadi pemarah seperti itu?"

"Tidak tahu, setiap Rieyu ingin bersama Baby Kei Daddy selalu marah dan mengatakan Reiyu tak boleh main bersama Adik."

"Sungguh seperti itu?"

"Iya," Rieyu menyuapkan lagi kue pada bibir mungil Kai yang bergerak tak bisa diam dalam gendongan Krist, "Daddy selalu marah jika Rieyu membagi Kue kesukaan Papa pada Baby Kei."

"Kue kesukaan Papa?"

Krist menatap ke bawah ia ingat Rieyu sedari tadi mengatakan hal itu berulang-ulang, tetapi Krist sepertinya tak menyukai kue itu. Apa mungkin karena ia tidak ingat segalanya, jadi seleranya pun berbeda, tetapi tangan mungil itu mengarahkan sepotong kue lembut itu pada ujung bibirnya, Krist mau tak mau memakannya. Ia mengunyahnya perlahan dan memang benar ini sangat enak.

"Sepertinya ini memang benar kue kesukaan Papa."

"Tentu saja, ketika Baby Kei masih ada di dalam perut Papa setiap hari Rieyu dan Papa memakan kue ini. Daddy bilang adik menyukainya, jadi membelinya setiap hari."

"Apa Daddy sangat menyayangi adik dulu?"

Rieyu menganggukkan kepalanya dan itu membuat Krist terdiam. Anak kecil tak mungkin berbohong dan ia pasti punya perasaan yang lebih sensitif dari orang dewasa, mereka tahu apakah orang tuanya menyayanginya ataupun tidak.

Ia menatap sosok mungil yang bertepuk tangan riang ketika sang Kakak menyuapkan kue ke dalam mulutnya. Pipinya Kei jadi menggelembung mirip balon, sangat menggemaskan. Krist tak tahan untuk mengecupnya.

Bisa Krist lihat Rieyu mengambil tisu basah dan mengusap pipi dan tangan adiknya. Anak itu begitu menyayangi adiknya, ia ingin terlihat seperti seorang kakak yang sangat amat baik untuk Kei. Krist bisa melihat ketulusan dari sorot matanya.

"Rieyu sangat sayang adik?"

"Iya. Papa mengatakan sebelum pergi, supaya Rieyu harus menyayangi adik."

"Sungguh? Apakah Papa pernah pergi sangat jauh sampai mengatakan hal seperti itu?"

"Iya. Papa selalu mengirimkan foto setiap minggu pada Rieyu. Papa bilang ingin berkeliling dunia."

"Benarkah? Berkeliling dunia dan meninggalkan kalian?"

Apa Krist seegois itu? Apa ia pria yang rela meninggalkan keluarga hanya untuk alasan konyol tadi? Pergi keliling dunia? Apa-apaan itu, bukankah ini tak masuk akal sama sekali?

"Apakah Rieyu menyimpan foto yang Papa kirim?"

"Ada di kamar Rieyu."

"Boleh Papa melihatnya?"

"Boleh," Rieyu tersenyum manis sembari menarik-narik lengan Krist kemudian, "Papa boleh Rieyu ajak baby Kei tidur di kamar Rieyu?"

"Siapa yang akan melarang?"

"Daddy."

"Tidak apa-apa. Ayo kita tidur bersama di sana."

"Sungguh?"

Krist menganggukkan kepalanya yang langsung di tanggapi dengan sorakan semangat sang Anak, akhirnya mereka bertiga pergi ke kamar Rieyu. Krist menggendong Kei sementara Rieyu yang sangat senang berlari ke kamarnya dan ingin menunjukan foto-foto yang Krist kirimkan padanya selama satu tahun penuh.

Sewaktu Krist sampai di atas tempat tidur sudah ada kotak berwarna biru, sepertinya Rieyu suka warna biru karena beberapa kali Krist melihat warna itu melekat pada barang ataupun tubuh anaknya. Krist mendudukkan dirinya pada samping kiri tempat tidur, menunggu Rieyu membuka kotak itu dan isinya memang benar ada berbagai macam foto dan beberapa lembar surat. Krist menatap foto itu dengan seksama, benar saja itu memang dirinya. Itu Krist yang tersenyum manis seperti tanpa beban. Ia membuka satu lembar surat dan membawanya, pesannya sangat singkat hanya menyuruh Rieyu untuk menjaga diri dengan baik dan tidak nakal serta menjaga Kei. Hanya itu Krist menuliskan ia akan pulang tahun depan dan memberikan hadiah pada sang Anak.

Krist menjadi ingat awal pertemuan mereka. Krist kecelakaan saat ingin menemui Rieyu? Ia menjadi murung karena tak memberikan hadiah yang sudah ia janjikan. Padahal pasti anak itu menunggu.

"Rieyu Papa minta maaf karena tidak memberikanmu hadiah, tapi pasti Papa akan memberikanmu hadiah."

"Tidak apa-apa. Rieyu lebih suka Papa di sini daripada hadiah."

Hati Krist menghangat ketika mendengarnya, ia tersenyum manis ke arah Rieyu mengecup pipi kedua anak laki-lakinya bergantian.

"Ingin Papa bacakan cerita?"

"Mau."

Pria itu meletakkan Kei di atas tempat tidur dan mengambil buku, sebelum kembali lagi ke tempat awal. Krist mendudukkan Kei di atas pahanya sebelah kanan, sementara Rieyu meletakkan kepalanya pada pahanya sebelah kiri. Krist membacakan cerita itu dengan perlahan, sampai ia melihat Kei pun ikut menikmatinya. Krist membaringkannya di samping Rieyu, mengusap kedua surai putranya. Ia tersenyum pada mereka sampai akhirnya pandangannya tak sengaja menangkap siluet seorang pria yang sepertinya mengintip mereka diam-diam lagi.

Krist tahu, ia tak buta bahkan tak perasa kalau Singto selama ini memperhatikan mereka, tidak hanya sekali tetapi berkali-kali. Setelah Kei dan Rieyu benar-benar tertidur pulas. Maka Krist melangkahkan kakinya untuk keluar, ia menuju dapur membuatkan segelas kopi untuk Singto. Ia tahu Singto jarang pulang dan sekalinya ia ada di rumah pria itu akan menghabiskan waktunya untuk bekerja.

Meskipun Krist tahu Singto tak menyukainya, akan tetapi ia tetap melangkahkan kakinya untuk menghampiri pria itu ke ruang kerjanya. Ia mengetuk pintu dan begitu ada sahutan dari dalam ruangan Krist memasukinya. Di dalam sana ia melihat Singto yang tengah duduk pada meja kerjanya dengan tumpukan berkas di hadapannya. Wajahnya terlihat kusut dan frustasi pada sesuatu.

"Untuk apa kau ke sini?"

"Bukankah aku istrimu? Kenapa aku tidak boleh ke sini, kenapa aku tidak di ijinkan menghampiri suamiku sendiri."

"Jangan memaksakan diri, bukankah kau tidak ingat aku."

"Harusnya jika seperti itu, kau tuntun aku untuk ingat. Bukan justru menjauhiku seolah kau tak ingin aku ingat segalanya. Jika di masa lalu aku pernah meninggalkanmu, jika di masa lalu aku pernah menyakitimu. Aku minta maaf, tetapi Phi Singto tolong jangan bersikap seperti ini padaku."

"Kau mau aku bersikap seperti apa?"

"Tidak bisakah kau memperlakukan aku seperti biasanya kau memperlakukan aku?"

"Aku sudah memperlakukanmu seperti biasanya."

"Tidak! Kau terlihat sayang padaku di setiap foto yang di pajang hampir pada seluruh penjuru rumah ini. Kau terlihat sangat sayang pada Kei dari cerita singkat Rieyu padaku. Apa yang membuatku meninggalkanmu? Kita terlihat sangat bahagia dan saling mencintai, tidak seperti ini."

Singto hanya diam mendengarkan semua rentetan perkataan Krist padanya, tetapi yang bisa ia lakukan hanya bungkam tak mengatakan apapun. Tak berusaha untuk menjelaskan dan mengatakan kebenaran yang menyakitkan itu. Singto lebih memilih untuk menyimpannya. Lebih baik seperti itu.

"Phi Sing…."

"Keluar!"

"Tidak, aku ingin tahu apa kenapa aku meninggalkanmu? Kenapa aku meninggalkan pria yang sepertinya sangat aku cintai, kenapa aku meninggalkan kedua anakku. Kenapa aku memilih untuk pergi? Kenapa aku tidak bertahan di sisimu?"

"Karena kau membenciku. Itu alasannya. Kau muak melihatku dan mendengarkan ucapanku. Ini salahku bukan salahmu. Jadi hentikan bertanya padaku!"

Krist tak tahu harus apa dan melangkahkan kakinya untuk keluar akan tetapi baru beberapa langkah kemudian pria itu menghentikan langkahnya, ia membalikan tubuhnya ke arah Singto, menghampiri pria itu dan memeluknya dengan erat. Tak tahu mengapa Krist ingin memeluk pria itu. Rasanya sosok di hadapannya sekarang itu hanyalah jiwa rapuh yang harusnya ia rengkuh. Singto hanya diam tak mendorong atau menyuruhnya pergi. Krist merasakan bahunya basah akan sesuatu hal. Ia tak tahu itu apa, rasanya Krist hanya bisa mengusap punggungnya perlahan, berharap itu bisa membantu pria ini. Seseorang pria yang sangat asing untuk Krist.







Continue Reading

You'll Also Like

101K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
369K 38.6K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
983K 59.7K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
17.6K 2.8K 25
Cerita ini hanya fiksi penggemar