Nara, wanita itu menggeliat saat mendengar suara ramai dari rumahnya. Ia sedikit kesal karena suara-suara tersebut mengganggu acara tidurnya.
"Bu?" Suara dari gadis kecil menyeruak masuk ke kamarnya. Mata Nara pun terbuka dan melihat kepala gadis kecilnya menyembul dari balik pintu kamar.
"Oh? Yoora sudah pulang?" Nara membenarkan posisi tubuhnya menjadi bersandar.
"Ayo keluar, Bu. Yoora punya banyak makanan."
"Makanan?" Mata Nara yang awalnya sipit itu langsung terbuka lebar saat mendengar kata favoritnya itu. Buru-buru ia mengambil ikat rambut dan memakainya.
Yoora yang melihat tingkah ibunya itu hanya terkekeh geli lalu kembali menutup pintu kamar.
Nara, wanita dengan daster bunga-bunga itu langsung meluncur ke luar kamarnya. Dan, saat di luar matanya begitu berbinar, mulutnya ia tutup seolah melihat bongkahan berlian yang bisa membuatnya menjadi kaya.
Dua cup besar tteokbokki, beberapa hot dog tokkebi, satu wadah khimchi mandu, juga beberapa dus ayam pedas tersedia memenuhi meja makan. Belum lagi satu box pizza dengan ukuran besar yang membuat Nara tak henti menggelengkan kepalanya.
"Kalian membeli ini semua? Memangnya kalian punya uang?" tanyanya penuh kebingungan seraya menjatuhkan bokongnya di kursi meja makan.
"Sudah jangan banyak bicara, ayo makan!" Jungkook begitu menikmati makanan yang tersedia di meja makan, begitu juga dengan Yoora yang tak mau berbasa-basi mencicipi setiap hidangan.
Sedangkan Nara, dahinya terus berkerut. Walau hatinya senang melihat makanan-makanan tersebut tapi tetap saja, ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya. Pasalnya jarang sekali Jungkook membeli makanan sebanyak ini, apalagi orderan roti beberapa hari ini sedang sepi.
"Ya, Jeon-a. Kau tidak merampok 'kan?"
Jungkook mengernyit, mulutnya masih bergerak mengunyah mandu yang masih mengepul tersebut.
"Aku tidak mungkin melakukan itu," ujarnya kini meraih ceker ayam di dekat Nara.
Nara terdiam sejenak, lalu mencebik dan menaikkan bahunya tanda tak peduli. Setelah merasa ragu di awal, akhirnya Nara pun mengambil satu potong pizza yang sudah lama tak ia rasakan. Ia menggigit pizza dengan balutan keju mozzarella juga saus tomat lalu sosis dan paperoni itu. Matanya terlihat berkaca-kaca, begitu menikmati makanan favoritnya yang sulit ia dapat beberapa tahun ini. Kembali ia menggigit bagian sisi pizza tersebut, tapi belum sempat mengunyahnya. Ia dikagetkan dengan sosok pria yang tak sengaja ia tangkap tengah berdiri di depan pintu rumahnya.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Nara begitu sengit hingga membuat Jungkook memalingkan pandangan pada pria yang masih berdiri di ambang pintu tersebut.
"Sudah selesai membenarkan mobilmu? Ayo kita makan bersama-sama."
Nara yang merasa tak terima itu buru-buru menendang kaki Jungkook lalu membisiki pria tersebut dengan geram. "Kenapa kau mengajaknya? Seharusnya kau mengusirnya."
"Bagaimana bisa aku mengusir orang yang sudah memberikan makanan sebanyak ini?"
"Apa?" Nara menjatuhkan pizza yang tengah dipegangnya itu tepat pada potongan pizza lain dalam box.
"Kau ...." Nara berdiri sembari menggebrak meja makan dan membuat Yoongi mengurungkan niat untuk segera duduk di samping Jungkook.
Nara mundur, berjalan mengelilingi meja dan menarik kerah baju Jungkook untuk segera mengikutinya pergi ke kamar.
"Ya, apa-apan kau ini? Kau tidak lihat aku sedang makan?" Jungkook melemparkan protesnya setelah sampai di dalam kamar.
Nara bertolak pinggang meminta penjelasan pada lelaki yang selama tujuh tahun ini tinggal bersamanya.
"Apa maksudmu menerima semua makanan dari Yoongi?"
"Memangnya kenapa? Kita tidak boleh menolak rezeki."
Nara memukul jidatnya sendiri, "dasar kau ini, bagaimana jika makanan itu diberikan dengan maksud tidak baik."
"Maksud tidak baik bagaimana?"
"Ya ... bisa saja dia memberikan makanan itu untuk mendekati Yoora lalu menghasutnya agar Yoora mau ikut bersamanya dan meninggalkanku. Aku tidak mau itu terjadi."
Jungkook membuang napasnya, lalu mencengkram kedua bahu Nara dan mensejajarkan wajahnya.
"Kau tidak perlu khawatir, jika Yoongi membawa Yoora tanpa seizinmu lalu membiarkanmu terluka lagi. Aku yang akan maju membelamu, aku akan menghajarnya jika ia berani berbuat buruk padamu juga Yoora. Kau mengerti?"
Nara mengangguk ragu, ia tak bisa melawan perkataan Jungkook. Apalagi dengan raut wajah juga tatapan serius yang diberikan oleh Jungkook membuat hatinya sedikit lebih tenang. Karena ia tahu, Jungkook tidak mungkin semudah itu membiarkan Yoora jatuh pada pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Oke, kalau kau sudah mengerti," Jungkook pun melepas cengkramannya, lalu memutar kenop pintu. "Kita keluar dan makan bersama. Kau tenang saja, Yoongi tak sebrengsek yang kau ceritakan padaku."
Jungkook dan Nara pun keluar dari kamar. Berbeda dengan Jungkook yang langsung berlari menuju meja makan, Nara hanya berdiri di depan pintu kamarnya. Tatapan matanya ia tujukan pada Yoongi yang kini tengah menyuapi Yoora. Hati Nara tersentuh melihat Yoongi yang begitu telaten meniupi tteobokki panas lalu mencicipinya sedikit memastikan jika makanan tersebut sudah terasa dingin sebelum memasukannya ke mulut Yoora. Belum lagi perhatian yang Yoongi berikan pada anaknya itu. Benar apa yang dikatakan Jungkook. Yoongi memang tak sebrengsek yang Nara ceritakan. Buktinya saat Yoongi ragu akan bayinya, tapi pria itu tak pernah meninggalkannya.
"Ibu! Ayo makan," seru Yoora dengan mulut penuh makanan.
Perlahan Nara pun tiba di meja makan. Ia duduk berhadapan dengan Yoongi. Dengan kikuknya ia duduk tanpa mau sedikitpun menyentuh makanan-makanan di hadapannya.
"Makanlah, tak perlu malu seperti itu." Yoongi menyodorkan box pizza. Memberikan makanan kesukaan Nara tersebut tanpa melepas pandangannya.
"Bu, mulai besok ayah tidak perlu menjemput Yoora pulang."
"Kenapa begitu?"
"Kan, ada Paman arsitek yang mengantar Yoora pulang. Nanti kalau Yoora libur, Yoora juga mau main sama Paman. Benarkan, Paman?"
Yoongi hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Yoora yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Kau menyuruhnya berkata seperti itu?"
Yoongi memandang Nara yang kini wajahnya memerah menahan emosi.
"Aku tidak menyuruhnya,"sergah Yoongi tak mau disalahkan.
"Bohong, kau pasti menyuruh Yoora berkata seperti itu agar kau dapat membawa pergi Yoora dariku. Benarkan?" Nara kembali berdiri, tak terima jika Yoora benar-benar dibawa pergi oleh Yoongi.
Yoongi pun ikut berdiri, berusaha menjelaskan semua kesalah pahaman yang Nara tangkap.
"Aku tidak mungkin membawa Yoora darimu. Kau salah paham."
Jungkook yang mulai merasakan atmosfir panas dari keduanya buru-buru menggenggam tangan Nara, menyuruh wanita itu sedikit lebih tenang.
"Apa kau kira aku tidak tahu akal busukmu itu? Kau pikir Yoora apa bisa kau tukarkan dengan makanan-makanan ini?"
Melihat Jungkook yang tak bisa melerai keduanya. Yoora pun turun tangan. Ia menghampiri Nara lalu memeluk tubuh ibunya itu.
"Bu, jangan marah pada Paman arsitek. Yoora yang mau, Bu. Bukan Paman."
Nara menunduk, memandang anaknya yang kini menengadah dengan wajah memelas membuatnya sedikit kecewa. Pasalnya Yoora lebih memilih membela Yoongi daripada ibunya sendiri.
Yoongi pun tak mau diam, ia mendekat pada Nara. Mengelus pundak wanita yang dulu menemaninya itu dengan kelembutan.
"Aku tidak akan pernah membawanya pergi darimu."
Nara menepis tangan Yoongi. Tapi Yoora justru memaksa Nara untuk bersalaman dengan Yoongi.
"Ayo saling memafkan. Kata bu guru, kita tidak boleh bertengkar hanya karena hal kecil. Ibu juga sering bilang seperti itu 'kan?" ucapnya membuat hati Nara luluh.
Yoongi mengulurkan tangannya, memulai meminta maaf dan berharap Nara membalasnya.
Nara nampak ragu, mungkin enggan untuk memaafkan pria di hadapannya. Karena Yoora tak pernah tahu, betapa besarnya rasa sakit yang pernah Yoongi berikan pada dirinya.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Yoongi pun mendapat jabatan tangan dari Nara. Yoongi mengerti, Nara tak sepenuhnya memaafkan dirinya. Ini semua berkat Yoora, dan Yoongi sangat berterima kasih dengan itu.
"Nah, begitu dong. Jadi Yoora boleh di antar pulang Paman arsitek 'kan, Bu?"
Nara mengangguk sekilas, "hanya mengantarnya pulang saja. Tidak untuk yang lain."
Yoongi pun menyetujui itu, setidaknya Nara masih mau memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Tengah menenangkan diri, tiba-tiba Nara mendapat perlakuan yang membuatnya tak bisa menahan detak jantungnya. Pasalnya Yoongi tiba-tiba saja, mengelus pipinya dengan begitu lembut. Entah apa yang ada di pikiran Yoongi sekarang karena sudah memperlakukan Nara seperti itu dan membuat perasaan wanita itu kembali melayang menuju dimensi di mana ia dan Yoongi pernah bersama dulu.
"Jangan menangis di depanku. Karena aku tidak bisa menciummu sekarang."
Deg!
Perkataan Yoongi benar-benar membuat perasaannya semakin tak karuan. Nara berusaha keras untuk tetap sadar dan tak pingsan di tempat.
"Ibu, muka Ibu merah seperti tomat." Kekehan Yoora dan Jungkook pun seketika memenuhi rumah tersebut dan membuat Nara menepis kembali tangan Yoongi yang sempat mengelus pipinya.
"Kau ini apa-apaan, sih?" Nara jadi salah tingkah, ia memegang pipinya yang ternyata sudah memanas. Karena malu, ia pun bergegas pergi dari tempatnya menuju kamar.
"Kau tidak mau menghabiskan pizzanya?" tanya Yoongi begitu tenang seakan mengejek Nara yang pastinya kini berlari cepat menjauh darinya.
"Makan saja sendiri!"
.
.
.
.
.
💕💕💕
J_Ra