Pers Kampus 2.0✔

By Allyoori

214K 23.6K 4.5K

╰Pers Kampus 2.0╮ ⚠️⚠️ Chapter lengkap Pers Kampus dan Pers Kampus 2.0 dengan chapter tambahan, dapat dibaca... More

1 : Hello, Setengah Periode!
1.1 : Hello, Setengah Periode!
1.2 : Hello, Pers Kampus!
2 : Suhu Dingin
3 : Jelousy, Photo
4 : Terkucilkan
5 : Litbang VS Perusahaan
6 : Kejutan Parkir Atas
7 : Fall In, Silent
8 : Gossip Girl, Kumpul Kios
9 : Please ... Dont Let Me Doubt About Us
10 : Kekanakan
11 : Ups!
12 : Ghibah
13 : Menjadi Asing
14 : Too Late, To Realize It
15 : I Wish
16 : Pulpy Orange
17 : Go Public
18 : Pregnant?!
19 : Arya, Setahun Lalu
20 : Hurt Road
21 : Srimulat
22 : Smile On Me
24 : Senin di Malam Rabu
25 : Even Now, Its Still You
26 : Still Want To Believe
27 : Bintang dan Peri yang Membebaskan Hati
28 : Another Man
29 : Dan Terjadi Lagi
Video : 1
30 : Nama yang Masih Menjadi Jawabannya
Twitter : 1
31: No One To Be Wrong
32 : Soal Ada dan Tidaknya Rasa
33 : Tertangkap Mata
34 : Peluk Untuk Arya
35 : You Should Choose
36 : I Dont Love You
37 : Not Mine, Not Fine
38 : Re-call
39 : On - Track
40 : Content Iklan
41 : Firasat
42 : Pelantikan
43 : Guncangan
44 : Begin Again
45 : Punch
46 : Stories They Dont Know
47 : Awkward Silence
48 : Candy Crush
49 : Have A Lunch With Siddiq
50 : Jangan!
51 : Menunggu di Depan Pintu
52 : Talking To
Photo : 1
53 : Menyerah
54 : Am I Right To Be Like This?
55 : After We Broke Up
62 : Something Flutter
63 : The Way I Like You
Untuk Para Pembaca, dari Orion
75 : Angkatan 16 - Dinding Terakhir
Dari Pembaca, Untuk Pers Kampus
Special Chapter : Video
GIVEAWAY PERS KAMPUS!
PO ke - 2 Novel PERS KAMPUS

23 : See You, When I See You

2.6K 360 49
By Allyoori

Day6 - Goodbye winter



Hari itu, Jaiz baru saja selesai berbicara pada Hanif dan Wishaka.

Wajah kedua rekannya selepas Ia bicara, sungguh tidak mengenakan.

Tapi bagaimana lagi? Ia harus menyampaikannya.





"Nenek sihir!"

Tepuk Jaiz pada kedua bahu gadis jangkung yang tengah menelungkupkan dirinya di meja taman.

"Ngagetin aja lu!"

"Gue kira lu bakal sama Bang Brai."

"Yaelah, lu pikir gue apaan ketemu temen doang harus bareng om om buncit itu?"

"Ketauan, langsung ditalak lu!"

"Biarin!"

"Badmood banget lu, kenapa sih?" dengus Jaiz, biasanya Salwa kalau lagi jelek moodnya suka marah – marah gak jelas. Kenal sama Salwa sejak masuk Pers Kampus bikin dia cukup paham sama tabiat Sekretaris Litbang ini.

"Gue hari ini ada kelas pagi 6.30, udah gue bela belain gak tidur beres nonton drama karena takut kesiangan, ehh dosennya gak masuk. Terus sekarang gue gak ada matkul lagi," cerita Salwa dengan raut wajah bete nya.

Pantas saja. Bela - belain masuk kelas pagi, tapi malah dibatalin itu merusak suasana hati.

"Eh si Kuli bangunan kemana? Kan gue minta lu berdua datang."

Salwa menggeleng, ia mana mikirin Daniel ke mana? Dirinya cukup dibuat pusing oleh dosen seenaknya yang suka batalin kelas gitu aja, mending kalo kelas siang atau sore, MASALAHNYA INI KELAS PAGI!

"Emang lu mau ngomong apa sih ngajak gue sama Daniel? Gak sekalian anak 17 lain?"

Jaiz tersenyum samar.


Yah, harusnya sih, Ia bicara dengan seluruh anak 17.

Kanaya, Sian, Senin, Naresha, Wishaka, Jinan, Arya, dan Wira. Termasuk dirinya, Salwa dan Daniel. Tapi, di dalam circle ada circle tuh nyata. Meski angkatan 17 dekat, tapi ada saja kedekatan lain di dalamnya. Seperti Wishaka yang paling dekat dengan Jinan, juga Kanaya pacarnya. Sian – Naresha – Jinan lebih dekat pula karena sama – sama Litbang tahun lalu.

Arya lebih dekat dengan Wira akhir – akhir ini, selain sesama satu departemen, Ibu Arya dan Ayah Wira sama – sama dokter di satu Rumah Sakit. Mereka pun jadi dekat, karena sering diminta ke RS untung mengantar keperluan orang tua mereka.

Senin tentu dekat dengan Jinan, lelaki bernama Jinan memang dekat dengan siapapun sih. Senin, Kanaya, Salwa juga dekat. Daniel cees dengan Orion angkatan atas.

Sedangkan dirinya merasa lebih dekat dengan Daniel dan Salwa. Meski ia berbeda departemen sendiri, yang paling nyambung dengan dirinya dan sering kemana – mana bareng ya cuman Salwa sih. Daniel sebagai bonus, kalau dia sedang tidak khilaf bersama Orion.

Jadi, Jaiz merasa mereka berdua yang harus pertama diberi tahu, sebelum yang lain. Tentunya setelah ia bicara dengan Pimpinan departemennya, dan Pemimpin Umum.

"Btw, Makasih ya Jai. Lu tetep jaga rahasia, sampai gue sama Brian sendiri yang bilang ke anak – anak. Sampe lu dijadiin bahan gossip."

Jaiz tersenyum, "Santai sih, toh gue tahu juga gak sengaja. Itung – itung gue bantuin lu nyembunyiin aja sementara waktu. Sekarang, kalau mau pacaran di sekre udah bisa dong ya? Gak perlu nunggu sekre sepi, terus gak akan kepergok kaya sama gue lagi?"

Salwa mengepalkan tangannya dan meninju lengan Jaiz cukup keras. "Apaan sih lu! Boro – boro begitu, Om buncit itu malah kaya orang ayan tiap kali gue ngedeket di sekre. Padahal santai aja, iya gak sih? Grogian banget."

"Namanya juga demen, gimanasih Sal. Perlu waktu lah buat dia terbiasa."

"Malah bahas gue, jadi lu mau ngomong apa? Daniel kayaknya bakal telat."

Sebuah notif masuk ke ponsel Jaiz. Ternyata dari Daniel, Ia bilang sudah di gerbang utama kampus. Tak perlu waktu lama, selang sekitar lima menit, Daniel datang dengan cengiran khasnya.

Memilih duduk di samping Salwa dan merangkul bahu gadis itu akrab. "Gak ada kelas lu Niel?" tanya Salwa.

Daniel menggeleng, "Gue kelas ntar siangan, jam satu."

Salwa melihat jam di ponselnya, duh baru jam 9 pagi ternyata. Tapi dia masih sangat mengantuk.

"Jadi gimana Jai? Mau ngomong apa lu?"

Jaiz membasahi bibirnya yang mengering. "Lu pada tahu kan, gue udah gak jalanin tugas redaksi lama? Sering ngilang juga. Gue gak enak sama pengurus yang lain."

Salwa dan Daniel merapatkan diri, fokus pada penjelasan Jaiz. Helaan nafas terdengar dari Redaktur Senior itu, "Apa gue keluar aja ya?"

"Jai, kalo lu emang jenuh sama Pers Kampus, tahan dulu deh. Pasti masa – masa kaya gitu bakal lewat kok," bujuk Daniel.

"Gue ngerti lu sibuk kerja juga, ngerawat nyokap lu juga. Egosi memang, tapi gue masih pengen bareng sama lu di Pers Kampus," tutur Salwa.

"Tapi gue terancam kena SP (Surat Peringatan) Wa?"

Surat peringatan, jika sudah keluar tiga kali, maka pengurus tersebut akan dikeluarkan. Pengurus periode ini sendiri belum pernah mendapat SP dari Hanif. Kecuali saat Sian dulu mendapat SP dari Siddiq karena mengacau di sekre Ormawa lain.

Salwa menggeremat kesal, "Yaelah SP doang gak bakal bikin IPK lu turun. Baelah (biarinlah)."

"Kalau lu kena SP yaudah, gak ngaruh sama status lu di Pers Kampus. Baru pertama juga kan? Gue bakal usahain ngomong ke Sian, buat bujuk Hanif. Kalem."

Salwa mengangguk menyetujui, "Lu gak perlu malu cuman karena SP."

Yah, dia sudah bisa menebak sih respon Salwa dan Daniel ini. Jaiz kembali menelan mentah – mentah hal yang ia ingin ucapkan. Mungkin, memang Ia lebih baik gak bilang aja.



. . . . .



Tiga hari selepas pembicaraan itu, Saat malam hari, selepas Rapat untuk majalah ke tiga kalinya, pukul 10 malam. Seluruh pengurus berkumpul di sekre tanpa terkecuali. Anak ayam langsung diminta pulang atau keluar sekre sehabis rapat ditutup.

Maka, perasaan para pengurus pun sudah bisa menebak, akan ada penyampaian Surat Keputusan atau Surat Peringatan dari Pemimpin Umum mereka, Hanif.

Hanif duduk dengan kursi di tengah sekre, menghadap seluruh pengurus yang duduk di depannya. Salwa dan Daniel langsung melihat ke arah Jaiz begitu Hanif mengeluarkan kertas putih.

Sian menyentuh dadanya refleks, "Anjir, gue jadi flashback setahun lalu."

"Lu bertingkah lagi?" sinis Kanaya,

Sian menggeleng tak terima, "Enak aja! Gue gak ngapa – ngapain kok!"

"Sssstt.." Jinan yang biasanya ikut ribut memberi tanda diam. Ia menyadari raut serius dari Hanif yang tak biasa.


Sejujurnya Jinan tahu isi surat tersebut, sebagai Wakil dari Hanif dia tentu harus tahu. Pun Wishaka, Naresha dan Sian sebagai Pimpinan. Wendy yang membuat surat pun tahu isinya.

Hanif membaca isinya,

Seperti biasa ia membacakan AD/ART (Aturan dasar/Aturan Rumah Tangga) dari Pers Kampus sebagai sebuah organisasi.

Di mana di sana tertulis jika, "Seorang pengurus yang jika tidak melaksanakan tugasnya, sebanyak tiga kali Surat Peringatan dikeluarkan."

Jaiz tertunduk, Salwa dan Daniel sudah menghela nafas. Jadi jaiz waktu itu mau memberitahu ini?

"Tidak lagi berstatus sebagai mahasiswa aktif Kampus A, atau melanggar kejahatan berat dan asusila atau melanggar norma, maka Pemimpin Umum berhak untuk mencabut status sebagai Pers Mahasiwa, pengurus maupun anggota dari Pers Kampus."

Semua orang pengap mengira – ngira siapa yang akan diberi peringatan atau bahkan mungkin dikeluarkan. Karena sejujurnya, yang tahu hal ini hanyalah para Top Man dan Tiga pimpinan departemen saja. Pengurus lain tidak akan tahu menahu sampai hal ini disampaikan.

"Saya, Hanif Kenzie Syahreza, selaku Pemimpin Umum Pers Kampus memutuskan...."

Jaiz memejamkan matanya rapat. Tidak ingin melihat siapapun. Satu sekre menahan nafas mananti kelanjutannya. Siapa yang akan diberi surat peringatan?

"Memberhentikan, dan mengeluarkan—"

Mata semua orang melotot terkejut. Berhenti?

Keluar? Ini bukan surat peringatan? Ini Surat Keputusan PU?

Siapa yang dikeluarkan? Atau Siapa yang memutuskan keluar dari Pers Kampus?

Semua orang saling memandang satu sama lain, dan bertanya lewat tatapan mereka. Tapi hening, tak ada jawaban, kecuali helaan nafas Hanif, sembari menyebutkan sebuah nama,

" Jaiz Giandra dari Kepengurusan Pers Kampus periode 2019. Surat keputusan ini, ditandatangani oleh Hanif Kenzie Syahreza, Pemimpin Umum Pers Kampus," tutup Hanif, ditanggapi kasak kusuk.


"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Hanif setelah selesai menanda tangani.

Lucas yang pertama mengangkat tangannya, Hanif mempersilahkan. "Bang Jai kenapa dikeluarin?" Yang lain mengangguk setuju atas pertanyaan Lucas.

"Kalau soal itu, gue serahin ke Jaiz buat jelasin, sekalian sebagai penghormatan terakhir kita buat dia sebagai pengurus yang udah 2 tahun bareng kita di sini,."

Semua pengurus semakin tidak mengerti, Salwa sudah hendak menarik Jaiz pergi untuk bertanya, ia tidak habis pikir. Jaiz kenapa? Tapi lengannya ditahan Brian yang memintanya diam dulu.

Jaiz tersenyum seperti biasa, mencoba tidak membuat teman – temannya merasa tidak nyaman. "Berdiri aja Jai,biar jelas," pinta Jinan, yang tidak berisik seperti biasa.

Mantan Redaktur senior itu pun berdiri. "Iya, jadi gue yang minta buat dikeluarin dari Pers Kampus ke Hanif. Karena gue gak sanggup kalau harus buat surat pengunduran diri ke Pers Kampus." Mata Jaiz mulai terasa buram. Semua orang diam, menunggu penjelasan Jaiz.

"Gue harus keluar, karena bakal pindah dari Kampus ini."

Berita itu semakin mengejutkan saja, terutama bagi Salwa.

"Beberapa dari kalian pasti udah tahu kondisi gue, gue harus milih tetep di sini kuliah, bareng keluarga juga dengan kerjaan yang gitu – gitu aja, atau ada tawaran lain yang nawarin gue kerja tetap dengan waktu flexible, gaji lebih gede, meski harus pindah kampus dan ngerantau ke kota orang. Kebetulan, gue dapet kampus yang bagus dan ditawarin beasiswa juga sama tempat kerja gue ini. Syaratnya yaa, gue harus pindah kesana, supaya bisa kerja di tempat kerja gue ini. Menurut kalian gue bakal pilih mana?"


Yah, semua orang tahu pilihannya.

Apalagi mereka tahu jika Jaiz tinggal bersama Ibu, dan Adiknya. Kakaknya sudah pergi merantau pula, sibuk dengan hidupnya. Ayahnya entah kemana. Jaiz mau tidak mau jadi kepala keluarga juga.

"Gue tahu, kalian pasti bakal paham sama pilihan gue." Jaiz menatap satu persatu wajah pengurus di sekre malam itu.

"Sekalian salam perpisahan, gue mau ngucapin terimakasih sama kalian semua, terutama sama sekre ini."

Jaiz melihat satu persatu kursi rotan buluk, sofa tua, kursi putar usang, bahkan pintu lapuk yang tertempeli sticke ikonik dari berbagai elemen.

"Makasih udah mau terima gue di sini. Kita yang awalnya gak kenal, terus jadi kolega, katanya temen, kemudian sahabat, bahkan jadi keluarga cemara."

Senyuman terbit diwajahnya, namun entah kenapa terasa menyedihkan. "Udah sabar sama gue yang barbar dan suka loading lama, jail dan nyebelin ini."

Pandangan Jaiz jatuh pada Salwa yang tertunduk menahan tangis, "Makasih, udah ada buat gue, bikin gue ketawa sampai lupa waktu di sekre ini. Buat semua pengalamannya sebagai Jurnalis Kampus juga. Gak akan pernah gue lupain deh, gimana serunya kita saat liputan demo lari lari bareng polisi, bosennya nunggu wawancara dekan sama rektor, ribetnya redakturan, bahkan galaknya Teh Hanna nagih uang Kemeja."

Hanna malah menangis mendengarnya. "Hanif, gue yakin bisa bawa Pers Kampus lebih hebat. Bang Siddiq, Wishaka, Sian, Naresha, Jinan, bisa jadi pemimpin yang bertanggung jawab juga. Senin – Kanaya maaf gue ninggalin kalian jadi redaktur berdua. Tiga piyik, kalian itu srikandi, pasti bisa kok ngurus redaksi. Anak – anak Litbang, semangat terus nyari issue dan bikin agenda settingnya. Perusahaan semangat juga nyari iklan dan nge branding Pers Kampus agar lebih dikenal lagi. "

"Sukses terus ya, kalian hebat." Terakhir, Jaiz memberikan jempolnya kepada seluruh penghuni sekre.

Tapi kemudian Jaiz teringat sesuatu, " O, iya. Gue pindah ke Malang Gais. Besok gue udah pindahan kesana. Surat kepindahan dari kampus juga udah beres dari 2 hari lalu. Fyi aja.."

"Sebel. Lu gak bilang sama sekali sama gue." Senin sudah hendak menangis, gadis itu berdiri dan memeluk Jaiz. Dengan senang hati Jaiz menyambutnya.

"Awet terus ya sama Jinan, tapi kalau lu gak kuat, putusin aja."

Jinan mendelik tapi kemudian ikut masuk ke dalam pelukan, diikuti Kanaya yang menarik Wishaka, Naresha tersenyum lemah, Sian langsung lari menubruk teman – temannya, pun begitu Arya, Daniel dan Wira yang didorong Orion untuk ikut pelukan.


Angkatan 16 dan 18 melihat angkatan 17 memeluk Jaiz di tengah sekre.

Membuat mereka menitikan air mata juga.


"EH? KENAPA PADA DIEM AJA? SINI!!" ajak Sian dan Kanaya.

Wendy dan Hanna pun menarik Hanif, dan Siddiq. Orion menarik tangan Brian, angkatan 18 semuanya mengikuti. Jaiz sesak berada di tengah.

Tapi terakhir kalinya, ia biarkan.

Hanya satu orang yang diam saja tidak melakukan apapun. Jaiz bisa melihatnya dari celah – celah pelukan pengurus lain. Salwa hanya diam tak mau melihat ke arah Jaiz.


. . . . .



Pukul 11.26 PM WIB



Salam perpisahan sudah disampaikan Jaiz, Ia memutuskan untuk pulang lebih dulu. Ia melirik ke belakang, melihat sepasang kaki terlihat mengejarnya. Tanpa harus memastikan dua kali, Ia tahu jika Salwa lah yang kini tengah berlari ke arahnya, berusaha menyusul dirinya.


Brukk



Gadis itu memeluknya, dan menangis kencang di sini.

" Kenapa lu tega? gue pikir lu cuman di Sp. Gak sampe keluar Jai. Apalagi pindah kampus dan pergi keluar kota. Kenapa lu gak bilang ke gue dari jauh hari? Kenapa lu mau pergi besok, dan baru bilang mau pergi ke gue malem ini? Lu gak ngehargain gue?"

Meskipun dirinya dan Jaiz baru saling mengenal saat masuk Pers Kampus, tapi selain Brian, Jaiz lah yang lebih dulu selalu ada untuknya. Menemaninya kemanapun, berbagi tawa dan duka bersama, membelanya ketika para senior menekannya, memeluknya ketika Ia jatuh, selalu membuat tertawa ketika Ia bersedih.

Salwa pikir, mereka sangat dekat, dekat sekali, tapi kenapa...

"Gak gitu Sal, gue cuman gak mau kabar kepergian gue jadi beban buat lu dan orang – orang. Lagian kan gue cuman ke malang. Masih satu pulau loh."

"TAPI MALANG ITU JAUH!" Salwa memukul punggung Jaiz masih sembari memeluk.

Jaiz berusaha melepaskan pelukan itu, menangkup kedua bahu gadis itu. Terlihat sekali, wajah Salwa basah karena air mata. Jaiz juga bisa merasakan kemeja abu – abunya basah.

Tangan kanannya mengusap air mata Salwa di pipi. "Jangan nangis, jangan bikin gue makin berat ninggalin Kota Bandung." Tapi Salwa malah semakin kencang menangis.

"Kita kan masih bisa telfonan dan chatting Wa,"

"Tapi gue gak bisa liat muka lu lagi kaya gini," tangis Salwa.

"Yang nganterin gue beli seblak siapa? Yang nganterin gue pulang lagi siapa?"

"Sekarang kan udah ada Brian."

"Tapi kan lu sama Brian beda Jai."

"Sal." Panggil Jaiz, meminta atensi Salwa padanya. Kedua pasang mata itu bertemu dalam gelapnya lapangan luas tengah Universitas A yang lapang.

Hanya ada suara angin yang menubrukan ranting juga dedaunan di pohon sekitarnya.

"Gue mau jujur satu hal." Jaiz memantapkan dirinya,



"Gue suka lu, gue sayang sama lu."

"Gue tahu, gue juga suka dan sayang sama lu," jawab Salwa.

Jaiz menggeleng," Beda, gue suka, dan sayang sama lu lebih dari sekedar temen."

Jantung Salwa tergelak. Bingung harus merespon bagaimana. Jaiz melepaskan pegangannya pada bahu Salwa. "Gue tahu, saat liat lu sama bang Brai, gue udah terlambat. Tapi gak masalah, selama lu bahagia."

Jaiz mengambil tangan Salwa, memegang dan mengusap keduanya lalu menatap Salwa. "Makasih, udah jadi alasan gue bahagia. Buat gue berarti, dan ngerasa selalu masih ada kesempatan buat seorang Jaiz Giandra memulai." Salwa hendak berbicara, tapi lidahnya kelu.


"Salwa." Panggilan itu hanya bisa dibalasnya dengan balas menatap tatapan lembut Jaiz.

"Please be happy."

"Jai" air mata Salwa luruh. Tapi Jaiz tak bisa lebih lama lagi disini, atau Ia akan mulai menyesali keputusannya untuk pergi dari Kota Bandung dan segala kenangannya.

"Gue harus pergi, takut keburu macet." Tangan Jaiz terulur mengusap puncuk kepala Salwa sayang.

"See you when I see you, dear."

Langkah kaki Jaiz menjauh, dan Salwa hanya bisa diam menatapnya, sampai Brian datang memeluknya. Ia menangis berjam – jam dalam pelukan Brian. Merasa menyesal atas apa yang terjadi dan beruntung memiliki sosok Jaiz Giandra dalam hidupnya.




See you, when I See you Jaiz,

Please, be happy too.

- by Salwa





. . . . . .




Jaiz Giandra

Redaktur Senior 2019



. . . . .




See you, When I see you on next chapter!

Continue Reading

You'll Also Like

40.4K 2K 10
berawal dari permainan tod jangan salah lapak kelen semua jangn lupa vote smaa komen ye!! Renju uke Mem nct dream lainnya seme ⚠️bxb sekali lagi jgn...
713K 14.4K 5
Cerita diprivate acak biar gak diacak-acakin. Follow dulu kalo mau baca secara lengkap. Demi kesejahteraan bersama ehehe Hmmm anu... Ini kisah Nafla...
3.7K 961 26
Tolong berhenti sejenak saat aku berlari agar kita sungguh-sungguh bertemu. ---- Special Story Diikutkan dalam event Author Got Talent 2022 Teenlit...
65.8K 6.1K 50
[COMPLETE] Berawal dari pertemuan yang tanpa diduga di salah satu angkutan umum yang dikenal angkot. Pertemuan yang akhirnya menjadi kan mereka dekat...