House of Cards✓

By dydtedi

8.5K 1.3K 788

Even if you say you see the end Even if you say it will collapse again Even if you say its a useless dream Ju... More

Prolog
1st Card
2nd Card
3rd Card
4th Card
5th Card
6th Card
7th Card
9th Card
10th Card
11th Card
12th Card
13th Card
14th Card
15th Card
16th Card
17th Card
18th Card
Secret Card
19th Card
20th Card
21st Card
22nd Card
23rd Card
24th card
25th Card
26th Card
27th Card
Epilog
Author's Card

8th Card

265 43 22
By dydtedi

Bersikap manis di hadapan ibu mertuanya memang Hoseok tidak perlu berpura-pura, karena pada dasarnya menghormati orang yang lebih tua adalah keharusan bagi Hoseok. Namun jika harus berpura-pura menjalani hubungan yang begitu hangat dengan Jihye sepanjang hari, Hoseok tentu tidak sanggup. Beruntung dia dan Jihye tidak harus melakukan itu.

Tadinya Nyonya Han ingin menginap satu malam dengan alasan menuntaskan rindu pada anak sewata wayangnya. Hoseok sudah kewalahan mendengar itu, apalagi Jihye. Untung saja Jungkook merengek mengajak pulang karena besok dia ada acara ke luar kota dengan temannya. Akhirnya Nyonya Han harus puas hanya bisa memberikan wejangan singkat kepada calon ibu muda itu. Jihye memeluk ibunya erat, seakan menyerap kekuatan dari perempuan hebat yang sanggup membesarkan anaknya seorang diri. Jihye tidak berharap nasibnya akan sama dengan perempuan yang telah melahirkannya. Namun, menjadi sekuat ibunya bukanlah suatu hal yang buruk.

Sepeninggal ibunya dan Jungkook, Jihye memilih menghabiskan waktunya di depan televisi. Menikmati cemilan buatan tangan sang ibu dengan rakus. Entah mengapa dia sedang ingin bermalas-malasan saat ini. Hingga tidak menyadari kedatangan Hoseok dengan segelas susu coklat di tangan.

"Minumlah," kata Hoseok, menyodorkan cairan berwarna pekat tersebut ke hadapan Jihye. Jihye hanya memandangi tanpa berniat menerima. "Aku tidak memasukkan apa pun, jika itu yang kaupikirkan."

Mendengar itu Jihye berdecih, meraih gelas susunya dan meneguk hingga habis. " Terima kasih," ujarnya. Meletakkan gelas kosong di meja.

Hoseok mengambil posisi di sebelah Jihye, ikut menonton apa yang tengah dinikmati perempuan itu.

"Terima kasih," gumam Jihye sekali lagi.

"Tak masalah, hanya segelas susu."

"Terima kasih sudah menghubungi ibuku."

Hoseok diam. Namun, segaris senyum samar menghias wajahnya. Dia melakukan hal yang benar. "Kapan aku bisa menemanimu check up?"

Jihye mengernyit mendengar pertanyaan itu. Kenapa Hoseok malah bertanya padanya, sementara yang tahu kesibukkan Hoseok hanya dirinya sendiri.

"Maksudmu kapan jadwal check up-ku selanjutnya?" Hoseok mengangguk kikuk, menyadari kesalahan bahasanya. "Dua minggu lagi aku akan kembali menemui Aerin. Jika tidak sibuk, kau boleh ikut."

"Aku tidak sesibuk itu. Tentu saja aku ikut."

Jihye memilih diam tidak menanggapi. Hoseok jadi sedikit bawel sejak mengetahui kehamilannya. Apa jika Jihye tidak hamil tetap ada kemungkinan bahwa Hoseok akan bersikap seperti ini? Atau hanya karena anak ini saja? Tentu saja begitu, batinnya mengingatkan. Memangnya apa lagi alasan Hoseok bersikap baik padamu Han Jihye?

"Jihye," tegur Hoseok pelan. "Ceritakan tentang dirimu."

Jihye tidak langsung menjawab. Pandangannya masih berfokus pada televisi, meski pikirannya tidak. "Tidak ada yang menarik dariku," gumamnya datar. "Editor tetap di sebuah kantor penerbitan yang kebetulan menikah dengan Jung Hoseok pewaris utama restoran. Kau sudah tau itu kan?"

Tentu saja.

"Semua orang yang dekat denganmu juga tahu hal itu. Tidakkah ada hal lain yang bisa diketahui suamimu?"

"Menggelikan Jung Hoseok. Jangan berubah secepat ini, aku tidak terbiasa." Hoseok tertawa kecil mendengar tanggapan jujur Jihye. Aneh juga menyebut dirinya sendiri suami, sementara dia hanya beberapa kali mau berbicara dengan istrinya. Belakangan, Hoseok berpikir, Jihye tidak melakukan kesalahan apa pun hingga harus mendapat perlakuan tidak baik darinya. Paling tidak, Hoseok berusaha memperbaiki.

"Kau tahu, Jihye. Menjadi ayah secepat ini tidak pernah ada dalam rencana hidupku," ujar Hoseok terus terang. Jihye terdiam mendengar itu. Ada bagian dalam dirinya yang seketika ingin marah, tapi ditahannya. Menunggu kelanjutan pernyataan Hoseok. "Tapi bukan berarti aku tidak senang mendengar kabar kehamilanmu. Aku hanya tidak tahu harus berbuat apa."

"Tidak apa-apa. Aku juga begitu. Lagipula hubungan kita memang tidak dimulai dari pertemuan dua orang yang saling mencintai kan?" Jihye tahu betul hal itu. Memangnya Jihye juga yang merencanakan semua ini? Tidak kan? Hoseok berdeham sejenak. Kehilangan bahan pembicaraan untuk mencairkan keadaan. Bagaimana pun tidak ada yang salah dari kata-kata Jihye, meski terasa ada yang salah setelah mendengarnya secara langsung.

"Mungkin jika yang kau nikahi bukan aku, kau sudah lebih siap menyusun rencana hidup yang kau bicarakan," ujar Jihye mampu membuat Hoseok tertegun sejenak. Tidak menyalahkan maupun membenarkan pernyataan perempuan itu. Baik dia maupun Jihye sudah paham keadaannya. Yang tidak Jihye tahu adalah Hoseok tidak lagi memiliki perempuan lain yang berstatus sebagai kekasihnya.

"Mungkin rencana hidup yang kususun tidak begitu disukai Tuhan," balas Hoseok santai. Mengingat kisah cintanya yang tidak berjalan lancar. Tidak mudah menghapus setiap perasaan yang ada, tapi memangnya Hoseok punya pilihan lain? "Tuhan punya rencananya sendiri."

"Aku baru tahu kau orang yang cukup religius," komentar Jihye yang lebih terdengar seperti ejekan. Tuhan punya rencananya sendiri. Jihye sadar itu. Jika tidak, Jihye dan Hoseok tidak akan dipertemukan secara kebetulan. Jihye dan Hoseok tidak akan dipersatukan karena suatu keadaan. Jika Tuhan tidak punya rencananya sendiri, Hoseok tidak akan duduk diam di rumah malam ini. Tidak melakukan apa-apa, hanya menemani Jihye.

Tanpa berniat membalas ucapan Jihye sebelumnya, Hoseok teringat sesuatu. "Aku baru ingat, sebelum pergi tadi Ibu bilang bahan-bahan di kulkas sudah mulai habis."

Jihye mengangguk. "Aku lupa belanja kemarin. Besok pagi aku ke supermarket."

Hoseok melirik jam berbingkai kayu yang terpasang di dinding samping, jarum pendek baru hampir mencapai angka tujuh. "Mau kuantar hari ini?" tawarnya pada Jihye.

Melihat Jihye yang hanya diam seperti menimbang-nimbang, Hoseok melanjutkan, "Jika kau tidak lelah tentunya. Siapa tahu dia ingin beberapa kotak es krim?"

Jihye mengikuti arah pandang Hoseok ketika laki-laki itu berbicara tentang es krim. Tentu saja yang dimaksud 'dia' adalah calon bayi mereka. Menyadari itu mau tak mau Jihye tersenyum lembut dan menerima ajakan Hoseok.

Pada kenyataannya, Hoseok yang sedang ingin makan es krim. Laki-laki itu begitu semangat menyusuri lorong dengan kotak-kotak pendingin yang berjejer menyimpan beragam jenis es krim dan frozen food. Jihye mengambil dua kemasan mantau siap masak yang menarik perhatiannya. Sementara Hoseok meletakkan dua kotak es krim tiga rasa ke dalam troli.

"Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Hoseok usai memeriksa isi troli mereka. Belum sempat Jihye menjawab, laki-laki itu melanjutkan, "Bukankah kita butuh susu ibu hamil?"

"Punyaku belum habis," jawab Jihye singkat. Namun Hoseok tak mendengarkan. Laki-laki itu mendorong troli ke lorong rak yang memajang banyak jenis minuman seperti jus kemasan, minuman soda, juga susu beragam rasa.

"Kau kemarin membeli yang ini?" tanya Hoseok menunjuk sebuah kotak susu khusus ibu hamil. Jihye mengangguk. Tangannya tertarik meraih kotak susu merk lain dan membaca kemasannya. "Apakah ada rekomendasi terbaik yang disarankan teman doktermu?"

"Tidak, semuanya bagus." Hoseok mengangguk paham. Jihye masih fokus memeriksa kemasan dari kotak-kotak susu yang terpajang. Entah apa yang dicari calon ibu muda itu. Hoseok yang bosan memilih ikut mencari minuman ringan yang mungkin bisa dijadikan persediaan. Laki-laki itu melangkah ke arah rak minuman bersoda, tapi pandangannya menemukan sesuatu yang berbeda. Sebuah kebetulan yang cukup membuat perasaannya tak bisa dijelaskan. Perempuan itu ada di sini sekarang. Tanpa pikir panjang, Hoseok menyusul perempuan yang berjalan sendirian dan tak menyadari kehadirannya itu. Menyamakan langkah di sebelahnya hingga membuat Hana terkejut.

"Hoseok?" pekiknya tertahan. Sedikit salah tingkah mendapati pertemuan yang tak terduga. Hoseok tersenyum ramah. Namun tatapannya tak bisa Hana artikan, antara sedih, kecewa dan ... rindu mungkin?

"Kenapa sendirian?" tanya Hoseok, entah memang penasaran atau hanya sekadar basa-basi. Memangnya jika Hana sedang tidak sendirian Hoseok bisa terima?

"Aku ... kebetulan ingin membeli sesuatu. Kau sendiri?" balasan Hana hanya sekadar basa-basi. Namun mendengar pertanyaan tersebut Hoseok baru tersadar bahwa dia tidak datang sendiri sekarang. Belum sempat menjawab, seseorang sudah berada tepat di sampingnya. Membuatnya tanpa sadar memejam mata kesal. Entah pada siapa, mungkin dirinya.

"Kau tiba-tiba menghilang, ternyata di sini," ujar Jihye dengan ekspresi yang paling tidak disukai Hoseok. Dingin.

Situasi sialan macam apa ini Jung Hoseok?


xxxxxxx

Haloo

28 Januari 2020

Continue Reading

You'll Also Like

1M 85.8K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
501K 37.3K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
730 159 13
[SHORT STORY • END] Karena alur cerita yang kamu inginkan sebenarnya ada, keindahan itu benar-benar eksis, hanya saja kamu belum melihatnya.
26.8K 4K 10
tentang jimin dan segala tipu muslihatnya untuk kelabuhi hea. © 2018