Who is Christopher? | Bang Ch...

By aeanakim-

276K 50.1K 7K

[spin off Hacker] Siapa Bang Chan sebenarnya? Bukan kah dia hanya Polisi bagian intel yang menangani kasus Ha... More

00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25 ⚠
26
27
28
29
30
31
32
33
34

35

10.6K 1.2K 435
By aeanakim-

Kebusukan itu, mau disimpan serapih dan serapat apapun, pada akhirnya akan tetap tercium aromanya. Itu sudah jadi kalimat umum, yang banyak diketahui orang.

Tapi kenapa orang-orang masih banyak melakukan hal keji, dan berusaha menutupinya agar tidak diketahui orang? Bukankah lebih baik tidak melakukannya sama sekali? Atau mengakui kesalahan lebih awal, minta maaf, dan menebusnya.

Brak! "Kamu tau perbuatan kamu itu sudah mempermalukan Polisi?! Mau kamu buang bukti, mau kamu hapus semua bukti. Bukan berarti perbuatan kamu gak bisa kebongkar!"

Setelah meja digebrak, dan bentakan keluar dari mulut atasannya. Ponsel, uang, serta benda-benda lain yang menjadi bukti kerjasama antara Bang Chan dan Acha dikeluarkan semua dan diletakan di atas meja.

Bagaimana cara mereka mendapatkan semua ini? Padahal begitu Acha ditangkap, dia sudah memastikan benda-benda yang berkaitan dengan kerjasamanya dan Acha, sudah ia musnahkan. Apa ia kurang teliti? Atau Acha menyimpan sesuatu di rumahnya, yang membuat hal ini jadi terbongkar? Atau malah Acha mengadu?

Kepala Bang Chan jadi terasa berat karena banyaknya spekulasi yang muncul di benaknya.

Padahal sekeras apapun dia berusaha mencari tahu kenapa semua perbuatannya bisa terbongkar, itu tidak akan merubah apapun.

"Kamu memang cerdas, tapi bukan berarti rencana kamu bisa selalu sempurna. Karena pasti selalu akan ada celah untuk membongkar semua perbuatan kamu." Tutur pria paruh baya berkumis, dengan rambut cepak itu.

"Apa kamu pikir para pembunuh itu gak punya rencana? Meskipun butuh waktu bertahun-tahun buat menangkap mereka, tapi itu jadi bukti kalau perbuatan mereka, bukan berarti gak akan ketahuan."

"Kamu itu Polisi. Kamu tau gak tugas Polisi itu apa? Mengayomi, melindungi, dan memberantas kejahatan! Tapi apa yang kamu lakuin? Kamu malah jadi pelaku kejahatan! Kamu sebut diri kamu Polisi? Dengan tingkah kamu yang gak lebih dari iblis."

"Yang terparah, kamu memanfaatkan anak-anak di bawah umur buat hal kayak gini. Kondisi Acha yang kesusahan ekonomi dan dapet siksaan dari Ayahnya, malah kamu manfaatin. Perasaan dan otak kamu di mana?"

Meskipun rentetan hujatan sudah dihujani padanya, raut wajah Bang Chan sama sekali tidak menunjukkan ia merasa bersalah, menyesal, atau apapun.

"Saya gak bisa menahan buat gak bilang ini ke kamu, tapi kamu itu kayak bukan manusia. Kamu mengerikan. Kamu bener-bener berbahaya buat orang lain."

Kali ini kalimat pria itu berhasil membuat kepala Bang Chan menunduk, dengan matanya bergetar.

'Kamu berbahaya buat orang lain.' Kalimat itu seketika langsung terngiang terus di benaknya.

Itu berarti dirinya juga berbahaya untuk Lea dan calon anaknya, pikir Bang Chan. Saat orang lain yang mengatakannya, kenapa dia baru percaya dan mengakui? Padahal selama ini Lea sudah memberitahu, kalau dia berbahaya. Itu sebabnya Lea sering menjauh dan takut dengannya.

Tidak, dari dulu Bang Chan sudah sadar dan mengakui. Tapi dia tidak peduli, karena dia tahu semengerikan dan seberbahaya apapun dirinya, Lea tetap akan menerimanya. Tapi setelah dia berpisah dengan Lea, dan akan ada orang baru di kehidupannya, Bang Chan jadi sadar.

Lea tetaplah manusia biasa, yang punya rasa takut dan khawatir. Apa lagi pada seorang pembunuh sepertinya. Dia juga bukan seseorang dengan mata yang tertutup oleh cinta. Yang bisa menerimanya, sekalipun dia sudah menghabisi nyawa orang lain.

Dan anaknya... belum tentu anaknya bisa menerima kekejian Ayahnya. Juga bisa saja, Bang Chan lepas kendali lalu menyakitinya. Bang Chan selama ini hanya selalu melihat seorang Ayah yang menyakiti buah hatinya, di bawah alam sadarnya, dia bisa saja mengulang perbuatan Ayahnya padanya.

Kadang emosi pun, selalu lebih bisa menguasai Bang Chan dibanding pikiran rasional, juga rasa cintanya pada seseorang yang ia cintai. Sehingga tidak peduli itu siapa, dia bisa saja melukainya kalau marah.

•••

Langkah Lea yang sebelumnya sangat cepat, perlahan melambat, begitu ia tiba di depan sel yang mengurung Bang Chan sementara di kantor Polisi. Matanya perlahan berkaca-kaca, lututnya langsung tertekuk begitu ia benar-benar berdiri di depan jeruji besi yang mengurung Bang Chan.

Changbin yang datang mengantar Lea, hanya bisa berdiri diam dengan jarak beberapa langkah darinya. Matanya menatap sendu Lea yang tengah berlutut.

Suara tangisan tak lama keluar dari mulut Lea tanpa bisa ia tahan. Sangat keras, layaknya anak kecil yang baru ditinggal Ibunya. Tangan kanannya mencengkeram erat salah satu jeruji, untuk menopang tubuhnya yang lemas.

Bang Chan hanya diam menatap Lea. Dia masih mempertahankan posisi berdirinya, tanpa berniat sedikit pun untuk ikut berlutut di depan wanita itu.

Lea ingin bicara, ia ingin mengatakan banyak hal pada Bang Chan, tapi yang keluar malah selalu tangisan.

"Aku udah bilang..." tapi Lea tetap berusaha mengeluarkan suaranya, selain suara tangisan, meskipun harus susah payah. "Aku udah bilang jangan lakuin... jangan lakuin... tapi kenapa kamu tetap gak mau dengerin?"

"Aku larang karena aku sayang sama kamu... aku salah! Aku salah gak tegas cegah kamu buat lakuin itu. Iya... aku salah. Aku yang salah..." Changbin langsung mendekati Lea, dan berusaha menenangkannya saat ia semakin histeris.

"Kenapa lo ngomong gitu? Itu bukan salah lo, Lea..." kata Changbin pelan.

"Salah aku... salah aku... harusnya aku lebih tegas ke Bang Chan. Kalau aku bisa lebih tegas gak akan kayak gini jadinya. Bang Chan... maafin aku..."

Bang Chan membuang mukanya sejenak, untuk mengusap pipinya yang tiba-tiba dihujani air matanya. Ia akhirnya ikut berlutut di depan Lea, dan melingkupi jari-jemari Lea yang melingkar di jeruji dengan tangannya.

"Ini bukan salah kamu, kenapa kamu nyalahin diri kamu sendiri sih. Aku yang emang salah. Itu udah jelas, semua orang juga bakal bilang gitu. Kamu udah berusaha buat ngingetin aku, tapi aku gak mau dengerkan? Karena kamu tau, itu hal yang bikin aku seneng." Isakan Lea terhenti saat melihat Bang Chan yang tersenyum lebar, dan tidak menunjukkan rasa sedih maupun menyesal.

"Aku seneng ngelakuin itu, dan aku gak masalah sekarang di penjara. Emang udah seharusnya. Yang penting kesenangan aku udah tersalur."

Lea mengerjapkan matanya, dengan tangisan yang perlahan mereda. Meskipun air matanya masih berjatuhan, dan masih sesenggukan.

"Bohong, kamu mungkin seneng waktu itu, tapi pasti sekarang kamu nyeselkan?"

Bang Chan menggelengkan kepalanya. "Sekarang aku baik-baik aja, yang penting semua orang yang gak aku inginkan hidup di dunia ini, udah mati semua."

Changbin seketika merinding mendengar perkataan Bang Chan, namun mencoba menutupinya.

Lea tertawa kecil. "Bohong. Kamu pikir aku gak kenal kamu huh?"

Bang Chan mendengus. "Mending sekarang kamu pulang." Suruh Bang Chan dengan nada dingin, tapi Lea menggelengkan kepalanya.

"Aku gak mau, aku di sini aja."

"Lea, pulang."

"Kenapa sih? Aku juga baru dateng. Kamu bilang kamu masih sayang sama aku kan? Harusnya seneng aku ada di sini, kenapa sekarang malah ngusir aku?"

Rahang Bang Chan mengeras, saat mendengar nada suara Lea mulai seperti anak kecil. Dia tahu kalau Lea sudah begini, mau dia suruh Lea sekeras apapun, Lea tidak akan mau menurutinya. Dia akan tetap pada keinginannya.

"Lea biarin di sini aja, saya bakal tinggalin kalian. Nanti kalau udah selesai, hubungin aku aja Lea." Kata Changbin sembari beranjak berdiri.

Sebagai teman lamanya, Changbin tahu dengan kebiasaan Lea.

Bang Chan menghela napas, sembari menatap kepergian Changbin sejenak, sebelum akhirnya ia melihat Lea yang sedang membersihkan air mata serta ingusnya menggunakan tisu yang ia bawa ke dalam tas. Wajahnya masih tampak sendu dan sedih, tapi Lea tidak menangis lagi, walaupun sesekali dia akan sesenggukan.

"Besok aku dibawa pergi dari sini, kamu gak bisa tengokin aku kayak sekarang." Kata Bang Chan sembari melepaskan tangannya dari jari-jemari Lea yang sebelumnya ia genggam.

Lea tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya, dengan tubuhnya ia geser lebih ke depan, agar bisa lebih dekat dengan Bang Chan. Bang Chan sendiri merubah posisinya jadi duduk menyamping di depan sel.

"Beberapa minggu lalu rumah Acha digeledah, rumah lamanya yang udah dibakar sama yang baru. Aku sama sekali gak 'ngeh', kalau temen se tim aku nemuin ponsel lama Acha, dia juga gak bilang ke aku. Waktu itu aku pernah hubungin dia lewat ponsel itu. Dia nemu riwayat pesan aku sama Acha, yang bikin temen aku curiga, dan mulai lapor ke atasan. Akhirnya diselediki ada hubungan apa aku sama Acha, sampe tempat-tempat yang pernah Acha kunjungin buat jebak korban juga didatengin. Dan banyak saksi yang sering ngeliat mobil aku di sekitar lokasi kejadian. Acha juga ninggalin buku catatan, isinya rencana jebak korban, peta lokasi tempat di mana dia bakal ngejebak, bahkan nyantumin perkiraan jam berapa seharusnya aku dateng. Setiap rencana gagal, bakal dia coret dan kasih tanda, juga makian buat aku."

"Mereka nyeledikin tanpa pengetahuan aku sama sekali, karena aku emang lagi bingung belakangan ini." Kata Bang Chan sembari mengusap air matanya yang keluar dengan buru-buru.

Ia sendiri tidak mengerti kenapa air matanya tiba-tiba berlelehan, mengingat apa yang akhir-akhir ia pikirkan, hingga ia tidak bisa fokus dan memikirkan hal lain.

"Apa yang kamu pikirin?" tanya Lea.

Bang Chan tidak langsung menjawab. Ia menundukkan kepalanya sejenak, lalu menghela napas.

"Soal anak kita..." ucap Bang Chan dengan nada bergetar. "Sekarang aku makin takut dia lahir. Gimana perasaan dia kalau dia Ayahnya penjahat? Terus nanti gimana waktu dia sekolah? Pasti mengerikan buat dia. Gimana kalau temen-temennya ngolok-ngolok dia, atau ganggu dia karena Ayahnya penjahat? Meskipun dia gak dikasih tau kalau dia punya Ayah, dia juga bisa diganggu dengan alasan gak punya Ayah. Gimana ini?"

Lea menatap Bang Chan yang mendadak gusar. Dia tampak lebih gusar dari pada saat memikirkannya dirinya sendiri.

"Gimana kalau dia disakitin orang Lea? O-orang-orang jahat. Banyak orang jahat Lea..." Lea memasukan kedua tangannya melalui celah jeruji, untuk menggenggam kedua tangan Bang Chan. Dia berusaha menenangkan pria itu, dengan cara menggenggam dan mengusap punggung tangannya menggunakan ibu jarinya.

"Chan, anak kita pasti kuat tau," kata Lea sambil berusaha tersenyum, dia sebenarnya ingin pura-pura tertawa juga, tapi sangat sulit. "Dia pasti kuat dan cerdas kayak Ayahnya. Kalau diganggu dia bisa lawan dengan cerdas dan bijak."

"Dan dia gak akan gimana-gimana tau soal Ayahnya. Dia pasti malah bangga karena kamu mau mempertanggung jawabkan kesalahan kamu."

"Gak mungkin... aku penjahat Lea." Gumam Bang Chan.

"Aku gak akan bikin dia mandang kamu kayak gitu. Aku mau dia tetap hargain Ayahnya, makanya kamu juga harus gitu, hargain anak kamu juga. Dia hadir bukan atas kemauan dia sendiri, tapi ngebunuh dia pun, sama aja nyakitin dia. Dan kamu sebenernya gak tega buat lakuin itukan? Kamu bukan kayak Ayah kamu."

Bang Chan tidak menjawab. Namun matanya memerah, dia tidak ingin menangis nangis. Sangat melelahkan.

"Aku bakal dateng ke sidang kamu nanti. Aku bakal selalu dampingin kamu, dan nunggu kamu." Kata Lea sembari bangkit berdiri.

Dia sadar sekarang sudah terlalu larut. Dia tidak bisa hanya memikirkan dirinya sendiri, Changbin juga harus segera pulang dan istirahat.

"Anak kita gak perlu tau apa yang udah kamu lakuin. Aku gak akan bilang. Tapi aku gak akan nutupin atau bohong, kalau kamu dipenjara. Yah, gitu sih rencana aku. Selesai sidang, dan hukuman kamu udah pasti apa. Aku bakal pulang ke kota lama kita, dan tinggal sama Ibu lagi."

Bang Chan bangkit berdiri, kemudian menatap Lea khawatir.

"Gimana kalau kamu ketemu Woojin di sana?" tanya Bang Chan.

"Emang kenapa?" balas Lea sambil terkekeh. "Tau gak? Kak Woojin itu baik banget, orang kayak aku pun gak pantes buat dia. Mungkin sekarang Kak Woojin udah ada yang punya. Aku gak akan terus jadi sama dia."

"Lagian... aku udah terlalu lama hidup sama kamu, gak segampang itu buat ngelupain kamu gitu aja. Aku hidup tanpa pasangan juga bukan suatu masalah."

"Aku kayaknya sekarang udah harus pulang. Kasian Changbin kalau dia pulang kemaleman." Meskipun Lea bilang begitu, ia tidak kunjung beranjak. Merasa tidak rela harus meninggalkan pria itu, kakinya benar-benar terasa berat untuk melangkah.

Hening untuk beberapa saat di antara mereka. Sampai Lea pun mengacak rambut Bang Chan, membuat kepala Bang Chan yang sebelumnya menunduk 'pun, akhirnya mendongak.

"Baik-baik ya?" ucap Lea sebelum berbalik badan dan akhirnya melangkah pergi.

Bang Chan terdiam, menatap punggung Lea yang menjauh. Awalnya lambat, tapi Lea kemudian mempercepat langkahnya.

Bang Chan mengepalkan kedua tangannya. Menahan diri untuk tidak mengejar Lea dan memeluknya.

Ia kemudian kembali duduk di lantai, sembari menarik ke belakang rambutnya. Akhirnya semuanya selesai. Sejujurnya ia tidak merasa menyesal atas perbuatannya, yang membuatnya menyesal harus meninggalkan Lea dan calon anaknya. Itu yang membuatnya sedih.

Baginya korban-korbannya memang pantas mati.

•••

Han melakukan tos dengan Ayahnya, saat kakinya baru saja melangkah keluar sel. Ia kemudian tersenyum lebar, sembari kembali menutup pintu sel dengan hati-hati agar penjaga serta para tahanan lain tidak bangun.

"Jangan berisik, nanti ketahuan." Bisik Ayah.

"Iya, sekarang kita jemput Acha Yah."

"Oke. Ayah udah ambil kunci selnya juga."

Ayah kemudian menyerahkan kunci sel tahanan Acha yang dia dapat pada Han.

"Ayah yakin semuanya aman?"

"Yakin, Ayah udah matiin cctv, dan penjaga udah Ayah kasih obat. Pokoknya semua aman, kamu gak usah khawatir."

Han menganggukkan kepalanya. Sembari bergandengan tangan dengan Ayahnya, ia pun melangkah pergi untuk menjemput Acha.[]

End

..............

Akhirnya selesai.

Iya, ini beneran selesai.

Gantung ya?

Tapi emang rencana endingnya kayak gini. Mungkin bakal ada extra part satu. Tp gk akan terlalu panjang.

Cerita ini mulai dr september, dan baru selesai sekarang. Hadohhh TT TT. Gue gk pernah bikin cerita selama ini, betapa pemalesnya gue.

Gue masih gk nyangka, banyak peminat cerita Hacker & Who Is Christopher? ini. Makasih banyak, kalian udah bersedia baca dan suka cerita ini. Maaf banget kalo masih banyak kekurangan.

Semoga ke depannya gue bisa lebih baik nulisnya.

Btw, gue sekarang lagi buka PO kedua novel2 gue dg harga promo, dan bonus promo juga. Ini gk nyambung sih, tp kali aja ada yg minat. Soalnya cuman 5 hari :(

Sekali lagi makasih atas support kalian. Dan maaf banget gue jarang banget interaksi sm kalian.

So gimana review kalian tentang cerita ini?

Boleh share pendapat kalian juga, dimulai dari kelebihan dan kekurangan, bebas. Biar bisa jd pelajaran buat gue ke depannya.

Continue Reading

You'll Also Like

286K 22.2K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
47.7K 5.3K 20
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
217K 33.1K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
71.8K 6.5K 40
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...