Pers Kampus 2.0✔

By Allyoori

214K 23.6K 4.5K

╰Pers Kampus 2.0╮ ⚠️⚠️ Chapter lengkap Pers Kampus dan Pers Kampus 2.0 dengan chapter tambahan, dapat dibaca... More

1 : Hello, Setengah Periode!
1.1 : Hello, Setengah Periode!
1.2 : Hello, Pers Kampus!
2 : Suhu Dingin
3 : Jelousy, Photo
4 : Terkucilkan
5 : Litbang VS Perusahaan
6 : Kejutan Parkir Atas
7 : Fall In, Silent
8 : Gossip Girl, Kumpul Kios
9 : Please ... Dont Let Me Doubt About Us
10 : Kekanakan
11 : Ups!
12 : Ghibah
13 : Menjadi Asing
14 : Too Late, To Realize It
16 : Pulpy Orange
17 : Go Public
18 : Pregnant?!
19 : Arya, Setahun Lalu
20 : Hurt Road
21 : Srimulat
22 : Smile On Me
23 : See You, When I See You
24 : Senin di Malam Rabu
25 : Even Now, Its Still You
26 : Still Want To Believe
27 : Bintang dan Peri yang Membebaskan Hati
28 : Another Man
29 : Dan Terjadi Lagi
Video : 1
30 : Nama yang Masih Menjadi Jawabannya
Twitter : 1
31: No One To Be Wrong
32 : Soal Ada dan Tidaknya Rasa
33 : Tertangkap Mata
34 : Peluk Untuk Arya
35 : You Should Choose
36 : I Dont Love You
37 : Not Mine, Not Fine
38 : Re-call
39 : On - Track
40 : Content Iklan
41 : Firasat
42 : Pelantikan
43 : Guncangan
44 : Begin Again
45 : Punch
46 : Stories They Dont Know
47 : Awkward Silence
48 : Candy Crush
49 : Have A Lunch With Siddiq
50 : Jangan!
51 : Menunggu di Depan Pintu
52 : Talking To
Photo : 1
53 : Menyerah
54 : Am I Right To Be Like This?
55 : After We Broke Up
62 : Something Flutter
63 : The Way I Like You
Untuk Para Pembaca, dari Orion
75 : Angkatan 16 - Dinding Terakhir
Dari Pembaca, Untuk Pers Kampus
Special Chapter : Video
GIVEAWAY PERS KAMPUS!
PO ke - 2 Novel PERS KAMPUS

15 : I Wish

2.7K 404 33
By Allyoori


Pandangan matanya hilang arah. Mengapung di antara keramaian, sendiri bersandar pada pohon tua di belakangnya. Kaki panjangnya terjulur ke depan sana tak peduli.

Padahal ia bukan tipe yang akan tak peduli di tengah ramainya aktifitas perkuliahan sepert ini.

"Hoy!"

Tepukan keras di depan wajah berhasil menyentaknya. Merenggut segenap kesadarannya ke alam nyata.

"Paper lu udah beres?" Yang ditanya menghela nafas.

"Tinggal dua lagi."

"Jadwal UAS Pidana, Politik Hukum, sama Kriminologi disatuin ya?" tanya orang di hadapannya yang lalu duduk bersedekap.

"Iya. Makanya, otak gue udah hampir mau gila," balas teman satu jurusan sekaligus angkatannya ini.

"Selang 5 menit doang lagi anjir ganti kelasnya. Sableng,"cibir yang bersedekap.

"Lu masih suka ke sekre Han?" tanya yang bersandar pada pohon tiba - tiba.

"Lumayan, ada kali terakhir kemaren lusa. Semenjak UAS gue jarang sih."

Yohan menarik kemeja putihnya lebih naik dari siku, kemudian menatap orang di hadapannya ini.

"Lu kenapa dari tahun baru gak ke sekre?"

Pertanyaan yang antara ditunggu, tapi takut untuk dijawab oleh orang di depan ini.

Thara sudah menyiapkan berbagai jawaban untuk menjawab pertanyaan ini, tapi pada akhirnya Ia... clueless.

"Gak tahu," geleng gadis itu lemas.

"Gue serasa hilang arah Han," lanjut Thara.

"Hilang arah gimana?" lelaki yang menumpu kedua tangannya ke belakang rerumputan itu bertanya bingung.

Thara bangun dari sandarannya, tak peduli pada kemeja putihnya yang mungkin saja kotor akibat bersandar pada pohon. Menatap Yohan dengan pandangan serius.

"Kita ini FH. Gak ada nyambung – nyambungnya banget sama Pers Kampus yang komunikasi dan jurnalistik. Gue juga gak ada niat jadi wartawan atau kaya Mata Najwa. Tapi gue ngerasa terlalu spend a lot of my time di Pers Kampus dibanding di Hukum, kuliah yang bakal jadi jalur yang gue ambil buat masa depan nanti."

"Gara – gara nilai UTS jeblok ya lu begini?"

Ah, ketahuan.

Gadis bermata kucing itu mengangguk lemah.

"Iya, gue ngerasa bersalah sama Mama. Nilai gue turun. Temen di angkatan dikit banget. Lu tahu gue susah bergaul? Ditambah sibuk PK gue makin susah aja bergaul."

"Tapi lu dapet banyak temen di Pers Kampus. Angkatan kita, angkatan atas, dapet bang Sian sama Naresha juga lu."

"Ck.. gak gitu maksud gue. Emang lu gak pengen gitu, kaya temen angkatan kita yang keliatan akrab banget? Lu gak ngerasa aneh Hukum masuk Pers Kampus?"

"Gue sih akrab – akrab aja tuh sama anak Fh18. Soal jurusan sama Pers Kampus sih, lebih gak nyambuh Teh Hanna, Bang Brian, Teh Salwa, Kang Siddiq, Bang Orion sama Bang Daniel kali. Lagian Kawen sama Bang Hanif jalan tuh tiga taun," jawab Yohan ringan,

Thara lupa, Yohan kan memang social butterfly. Gak kaya Thara yang kaya orang autism kalo mau bersosialisasi.

Hm. Iyasih. Yang lain bisa bertahan sejauh itu dengan jurusan yang jauh lebih gak nyambung. Tapi kenapa rasanya hanya Thara yang gak tahu harus gimana? Hidupnya sekarang serba nanggung dan kacau. Sampai bingung mau mulai dari mana dulu. Kuliah, Kerja part timenya, Keluarga dan Kesehatannya yang udah sering ambruk.

"Gak tahu, pokoknya gue hilang arah aja. Gue bingung di PK mau ngapain lagi. Nulis? Udah. Tertarik sama liputan dan sebagainya juga enggak. Tujuan gue masuk sini udah tercapai dengan gue nulis, meskipun bukan yang gue mau. Gue gak tau mau ngapain lagi,"cerita Thara, wajahnya menunduk dalam. Sedangkan kukunya merobek robek daun yang berguguran.

Tatapan Yohan melunak. Temannya ini memang sulit didekati, padahal Thara adalah gadis yang baik. Setelah kalian kenal, kalian akan tahu betapa lembut, perasa dan perhatiannya gadis ini.

Meski Yohan sendiri awalnya kesulitan juga mendekati gadis di hadapannya ini, tapi toh, ujungnya mereka berhasil berteman baik.

Yohan gak heran kalau Naresha dan Sian sampe rebutan gadis di depannya ini. Karena Thara memang memiliki karsima dan pesonanya sendiri. Mungkin gadis itu gak tahu, tapi di mata lelaki Thara itu cukup menarik. Apalagi buat lelaki yang suka menantang diri.

Thara adalah tantangan besar.

"Yaudah, istirahat aja dulu. Fokus sama kuliah lu. Pers Kampus gak akan kemana mana kok."

"Gimana kalo dikasih Surat Peringatan (SP)?" manyun Thara.

"Yaelah SP doang. Gak ngaruh ke IPK lu juga. Santai aja."

"Tapi gue udah ditegur Kak Naya."Ekspresi Thara kini menampilkan wajahnya yang hampir menangis.

"Cuekin ajasih. Gue juga sering tuh dijutekin Teh Salwa. Dijutekin Rara, dijutekin lu juga."

"Btw, lu abis ini mau kemana?"

"Gue pulang deh kayaknya. Tuh anak – anak udah pada kelar juga UASnya."

"Pada keliatan ngebul ya otaknya."

"Gimana gak ngebul, orang UAS Hukum Perikatan."

Thara dan Yohan menatap teman – teman seangkatan mereka berseragam hitam – putih yang keluar dari area kelas lantai 1 gedung FH. Lucu melihatnya, saking banyaknya hampir seperti semut.

"Pada kaya mau ngelamar ke SPBU anjir hitam putih,"celetuk Yohan. Tak sadar dirinya sendiri juga pake seragam yang sama.

Yohan kemudian berdiri dan menepuk pantatnya yang sedikit kena debu dan daun kering.

"Gue duluan ya, kalau kalah start ntar gue kalah difinish."

Thara sudah mengerti. Yohan ini mau menyusul pujaan hatinya di gedung sebelah. Sebelum Dana yang memang tetanggan kelasnya lebih dahulu menghampiri gadis tomboy itu.

Baru beberapa langkah jalan, Yohan balik lagi sambil lari.

"Eh gue lupa! Boss gue tadi nitip semangat buat lu. Katanya ntar nelfon, lu disuruh siap – siap."

Kening Thara berkerut. Boss? Sian maksudnya? Bersiap – siap apa?

Begitu melihat Yohan menghilang ke gedung tetangga, Thara tak lagi ambil pusing mikirin itu. Sian emang suka random, jadi gak heran.

Yang harus Thara pikirkan sekarang adalah, bagaimana nasib dia di Pers kampus?

Semakin hari, keraguan semakin menjerat Thara.

Dia takut, harus segera menemui Wishaka dan mengajukan pengunduran diri.




. . . . .




"Eh, Bang.." sapa lelaki jangkung dengan snelli yang tersampir di lengannya.

Baru saja hendak ke parkiran habis berkunjung sebentar ke klinik kampus jadi relawan, Mahasiswa Kedokteran 2015 bernama Sanan itu langsung sumringah melihat Siddiq yang berjalan tak jauh ke arahnya.

Saling menyapa dan bertukar kabar.

"Tumben parkir di sini, jemput Hanna?" tanya Siddiq.

Sanan tersenyum dan mengangguk.

"Iya, katanya dia mau ngasih laprak dulu."

"Nunggunya di sekre dong, deket juga tuh."

"Hanna katanya bentar kok, gue juga baru abis dari klinik mahasiswa jadi relawan dari semalem."

"Oh gitu, pantesan suntuk banget muka lu tuh. Kuat nyetir gak? Hati – hati bawa Bundahara Pers Kampus, bodyguardnya segede apaan tahu kan lu? " maksud Siddiq mengarah pada Hanif.

"Tahu lah, pernah hampir digibeng gue."

Siddiq tertawa mengingat betapa protektifnya Hanif pada Hanna dulu saat awal – awal didekati Sanan. Sampai dia harus menahan tubuh besar Hanif agar tidak seenaknya jotos anak orang.

"Nan, ini dorlan lu ketinggal—"

Suara lembut yang barusan memanggil Sanan langsung lenyap begitu melihat siapa yang ada dihadapannya kini, yang tengah berbicara dengan kawan sejawatnya.

"Eh Rene. Wah iya anjir, untung lu ingetin. Hampir aja gue digibeng Prof Bryan."

Tangan Sanan mengambil dorlan setebal dosanya Jaiz itu dari tangan kecil Irene, teman satu fakultas, seangkatan sekaligus mantan kekasih Siddiq.

Oh iya, Siddiq.

Sanan teringat kawannya dari Pers Kampus dan langsung berbalik menelisik wajah Siddiq. Jenderal Persma itu tampak menatap Irene dengan pandangan lurus yang tak bisa dibaca Sanan. Sedangkan Irene terlihat sekali berusaha menghindari kontak mata.

Suasana jadi canggung. Tenggorokan Sanan tiba – tiba terasa gatal.

"Apa kabar Ren?" suara Siddiq mengawali percakapan.

Irene tersenyum canggung.

"Aku baik, kamu?"

"Seperti yang kamu liat, baik kok." Gadis itu mengangguk, kemudian menepuk lengan Sanan.

"Gue duluan ya, klinik lagi rame soalnya."

Tatapan Irene lalu bertumpu pada Siddiq sejenak. "Aku duluan."

Siddiq diam memandang kepergian mantan kekasih hatinya itu. Lalu tersenyum samar.

Irene masih sama seperti dulu. Masih cantik, baik—buktinya dia mau mengantarkan buku Sanan meski klinik tengah ramai—tanggung jawab dan menawan. Hati Siddiq tak bisa bohong. Irene Claretta Elvarete masih mempesona.

"Keliatannya ada yang masih belum move on nih."

"Apa sih lu. Tuh Teteh galak datang, gue duluan yaa.. "

Pamit Mahasiswa Teknik Arsitektur 15 itu kemudian pergi ke arah Sekre.

"Dibanding pacar gue, Irene pacar lu lebih galak bang! Ehh mantan maksudnya,"ucap Sanan setengah berteriak. Siddiq tak mau balik badan, dia cuman nyapa Hanna bentar abis itu lanjut jalan.

Sampai di mobil, Sanan langsung bercerita dengan gencar perihal kejadian barusan pada kekasihnya. Hanna miris sendiri mendengarnya.

Meskipun Siddiq sudah merelakan dan menerima cerita antara Ia dan Irene sudah terhenti, tapi ternyata kenangan tak semudah itu meninggalkan jiwanya pergi.




. . . . .




"Gue kan udah kirim daftar surat buat izin pake tempatnya, lu tinggal ngikut template kaya biasa aja. Gak beda sama peminjaman aula kok. Terus, buat kreatif proposal, udah gue design, tinggal lu kumpulin ttd TOPMAN, Pak Warek 3, sama ininih cap Pers Kampus yang baru. "

Orion berucap panjang lebar pada orang di hadapannya. Mereka kini tengah berada di bangku taman, duduk berhadapan, dengan laptop dan meja panjang taman yang menjadi penghalang.

Niatnya, Orion mau menyelesaikan surat menyurat untuk perizinan shooting buat iklan, konten, dan media partner bulan ini. Karena tahun baru biasanya, akan ramai event dan pengiklan dengan segala promonya. Tapi yang diajak ngomong malah terkantuk kantuk kepalanya.

"Heh! Lu dengerin gue ngomong gak sih?"

Pulpen yang ada di dekatnya ia ketukan pada orang di hadapannya ini. Wajah orang itu akhirnya menghadap Orion dengan mata setengah terpejam.

"Gue ngantuk yon, tugas Pers Kampus, materi UAS. Pengen mati aja rasanya."

"Jangan dong, ntar hati gue ikutan mati kalo lu mati."

Omongan Orion gak kedengeran karena yang didepannya ini malah kembali terantuk kepalanya ke meja.

"Sonia Wendy!" panggil Orion.

"Tidur bentaaar ajaa please?" pinta Wendy dengan wajah memelas.

Tapi begitu menegakan kepalanya, sebotol minuman dingin ada di sana.

"Gue tahu lu begadang semalem. Makanya tadi jaga – jaga beli coffe."

Neo coffee..

'Ngopi kuy!'

Sekilas Wendy bisa mendengar Lucas ngiklan, soalnya tuh bocah pernah diendorse gitu sama nih merk coffee sampe makasa satu sekre buat beli.

Dengan wajah sumringah Wendy menerimanya,.

"Huwaaa, makasih Orion Zaidan! Ngerti gue banget lo!"

Wendy langsung mengambil botol yang sebelumnya sudah dibuka Orion, takut Wendy kesusahan buka.

"Gila! Seger banget gue baru teguk aja. Kopi emang deh ajaib."

Orion tertawa kecil, lucu sekali ekspresi Wendy sekarang ini. baru semenit lalu merengek karena ngantuk.

Rambut Wendy yang berantakan, sedikit menganggu sisi rapih Orion yang terkenal agak clean freak. Tangan panjangnya pun dengan telaten merapihkan poni dan rambut sisi kanan Wendy. Menyisirnya lembut, lalu mengusapnya sambil matanya tak lepas dari tatapan berbinar Wendy meminum kopinya.

"Kenapa gue gak jatuh cinta sama lu ajas ih yon? Padahal lu yang paling ngerti gue." ucap Wendy, niatnya bercanda.

"Lagian lu sih, pake segala suka si Naresha. Mending sama gue ya gak?"

"Kita jadian aja yuk? Cape gue ngehadepin Kang Hanan sama—"

"Ayo! Gak usah pikirin mereka lagi, gue bakal bikin lu bahagia."

Sejenak Wendy agak tercenung, tapi kemudian tertawa.

"Hahaha, ayo deh."

Orion ikut tertawa, tahu jika Wendy menganggapnya sebagai candaan. Berusaha menutupinya sebagai lelucon bukanlah hal buruk.

Ah, tanggal berapa sekarang?

10 January?

Akan Ia tandai hari ini special. Sebagai kali pertamanya, bisa berbicara seleluasa ini dengan Wendy tentang perasannya, meski dengan topeng candaan.

Semoga, suatu saat jika hatinya masih tertulis sebagai milik gadis ini, Ia miliki keberanian dan kesempatan lain untuk bicara.









Ayo kita doakan, agar harapan baik mereka semua tercapai.



. . . . .





Thara Salimar

Reporter Redaksi 2019






Yohan Adhitama Putera

RDP Litbang 2019






Sanan Hadiwijaya

Mahasiswa Fakultas Kedokteran 2015

Co-Ass





Irene Claretta Elvarete

Mahasiswa Fakultas Kedokteran 2015

Co-Ass

(anggap aja Irene pake snelli ya)






Siddiq Hakim

Jenderal Persma

Redaktur Senior 2019





Sonia Wendy

Sekretaris Umum Pers Kampus 2019





Orion Zaidan

Konten Kreator 2019




. . . . . 


Hello!

Long time no see.

Hehe, Aku update tripple cerita sekaligus sekalian merayakan hari ini.

10 January. Yes its my birthday!

So, I want to share happines with you all, as writer who write this story.

Thank you for appreaciate my work, give me strength, and being one of my happines.

kalian jadi salah satu alasan aku bahagia dengan ngeliat respon kalian pada buku ini. Setiap vote dan komentar kalian sangat aku hargai.

Terimakasih udah buat aku bahagia!

Aku harap, kalian bisa menemukan hiburan dan kebahagiaan tersendiri juga lewat buku ini. Setidaknya sedikit rasa enjoy dan kesenangan hehe.



See you on next chapter!




Continue Reading

You'll Also Like

94.9K 26.6K 51
Dia tampan, tapi kalau tiba-tiba minta ongkos angkotnya ditalangin? Bahkan pertemuan pertama Andrian sudah membuat Rain illfeel. Gak lama sih, habis...
129K 21.2K 52
[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tingg...
162K 18.9K 31
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA♡] Bagaimana jika ada seorang cowok yang menyatakan cintanya dengan mengajukan amplop coklat berisi; surat lamaran, CV, fotoko...
38.5K 2.1K 12
Cinta itu tidak selamanya harus diucapkan, bukan? Karena terkadang, semakin sering diutarakan perasaan itu akan semakin hambar.