Me vs Papi

Od Wenianzari

39.8K 5.4K 1.6K

Kisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang... Více

Pulang
Satu April
Peluk Untuk Pelik
Sebuah Harap
Ketika Durenes Baper
Minggu Manis
Kenapa - Karena
Pundak Ternyaman Kedua
Dua Pagi
Menjenguk
Jealousy
Tujuan
Kencan
Don't Leave Me
Welcome to My House
Moment Langka Rion
Dinner
His Everything
Telling a Secret
Pengakuan
Bitter - Sweet
Perasaan Membingungkan
Karena Papi Berhak
Hallo Om Ganteng
Double Date?
Lost Control
Promise me
Terima Kasih dan Maaf
Morning Drive
Ketakutan Terbesar
Don't Mess With My Daughter
Crying Sobbing
Last Chapter; Me vs Papi
Bonus; Belum Terbiasa

Hari Bahagia

1.3K 201 38
Od Wenianzari

Meskipun disekitaran sangat ramai tetapi hati tetap merasa sendiri. Seperti itulah yang Rion rasakan sekarang.

Dalam keramaian ballroom tempat diadakan pesta ulang tahun anak gadisnya, Rion duduk termenung di salah satu kursi yang ada. Matanya fokus melihat tulisan Sweet 16th Adrastea Aiona Helios yang terpajang di background dengan bunga-bunga dan balon-balon yang mengelilingi. Sedangkan pikiran nya tertuju ke belakang--ketika hari ini pada enam belas tahun yang lalu.

Dia ingat betul saat itu bayi perempuan yang semula menangis kencang dalam gendongan seorang suster, tiba-tiba langsung diam begitu saja sesaat setelah Rion mengambil alihnya dalam gendongan.

"Langsung diem, La." Ujar Rion saat itu. Dia langsung sumringah seketika, terlebih saat jari kelingking nya digenggam sempurna oleh tangan mungil bayi nya.

"Berarti dia tau kalo kamu Ayah nya."

"Oh harus dong. Kan aku ngomong sama dia tiap hari. Aku usap-usap juga tiap malam biar dia bobo nyenyak diperut Maminya." Lavenia yang saat itu masih terlalu lelah untuk merespons ucapan suaminya, hanya terkekeh, hingga mengundang Rion untuk bergegas menghampiri lalu duduk disisi nya.

"Capek ya ngeluarin anak manusia?"

"Capek aku terbayar sempurna sama kehadiran Adrastea diantara kita."

Rion pun segera mengulas senyuman nya. Saat itu rasanya sangat bahagia, sampai-sampai dia tidak bisa mendeskripsikan kebahagiaan nya itu hanya dengan untaian kata.

"Aku nggak tau harus ngomong apa lagi, La. Berkat kamu Adrastea ada di dunia. Dan berkat Adrastea, kita sempurna."

"Aku minta tolong sama kamu buat tepatin dua hal ini. Mau?"

"Apa?"

"Janji dulu."

"Iya, janji. Apa sih yang nggak buat kamu?" Goda Rion sampai semu merah pada kedua pipi Lavenia terlihat. Setelahnya dia menyatukan tangan kanan nya dengan tangan Rion--yang jari kelingking nya sedang digenggam oleh tangan mungil bayi mereka. Dia mengulas senyum yang begitu cantik meskipun matanya tampak sayu.

"Kalo aku nggak ada, kamu harus tetap ada buat dia, apapun yang terjadi dan gimana pun caranya. Serta, cintai dia lebih dari kamu mencintai aku."

Entah saat itu Lavenia sudah punya feeling buruk atau hanya sebuah permintaan saja, yang jelas Rion cepat menanggapinya dengan perasaan sedikit takut.

"Nggak ada kemana? Kamu harus disisi aku, apapun yang terjadi dan gimana pun caranya!" Protes pria itu sambil mengulang sebagian kalimat Lavenia.

"Janji itu janji. Harus ditepati. Kalau sampai ingkar, aku nggak bakal nyambut kamu dikeabadian nanti."

"LA! KAMU NGOMONG APA SIH?!" Seru Rion secara refleks hingga mengundang tangisan Adrastea.

Dengan segera Lavenia pun mengambil alih bayi itu kedalam gendongan nya. Menepuk-nepuk pelan sampai Adrastea kembali tenang dan lelap dalam rengkuhan hangat nya. Senyuman Lavenia kembali terukir saat telunjuk nya menyentuh pipi merah bayi itu.

"Anak Mami, cantik sekali." Gumam nya pelan. Dia masih mengabaikan Rion yang sejak tadi hanya diam.

"Tumbuhlah seperti Adrasteia milik Ares."

"Ares? Dia siapa? Mantan yang kamu sembunyiin dari aku?" Celetuk Rion tiba-tiba hingga akhirnya Lavenia menoleh seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Kamu tau sendiri kan kalau sebelum kenal kamu, dunia aku cuma buku-buku tebal. Dan jangan lupa juga kalau cuma kamu satu-satunya cowok yang berhasil luluhin aku sampai Adrastea ada disini." Karena kalimat itu, Rion mengulas senyuman nya. Dia merasa bangga dengan dirinya sendiri sampai lupa kalau tadi sempat ngambek.

"Asterion Helios dilawan."

"Iya terserah kamu aja."

"Ah iya, jadi itu Ares yang mana?"

"Kamu akan tahu nanti."

"Kapan?"

"Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia Adrastea."

Pada saat itu Rion hanya menjawab nya dengan anggukan singkat. Tapi sekarang, enam belas tahun sudah terlewati tanpa terasa, Rion jadi tahu apa maksud dari ucapan Lavenia waktu itu.

Nama Adrastea adalah bentuk Latin dari nama Yunani Adrasteia.

Adresteia dalam mitologi Yunani adalah anak dari Ares dan Afrodit. Dia dikenal sering menemani ayahnya dalam perang.

Dalam kehidupan sehari-hari, perang yang sesungguh nya adalah melawan segala sesuatu yang membuat hidup menjadi sulit.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa saat itu Lavenia memang sudah memiliki firasat kalau dia tidak akan bisa ada disisi anak dan suaminya. Maka dari itu dia menamai bayi pertama nya Adrastea.

Itu karena dia ingin kalau anak perempuan nya lah yang akan menemani Ayah nya berperang. Maka, tanpa dirinya pun, kesulitan-kesulitan Rion akan teratasi dengan mudah karena pria itu punya Adrastea disisinya.

Dan itu memang terbukti.

Kehadiran Adrastea mampu membuat Rion mengalahkan perang itu, dengan tujuan tetap, yaitu; supaya nanti, kehidupan anaknya bahagia karena tidak kekurangan apapun.

"Kamu memang mengagumkan, La." Gumam Rion tanpa disadari.

"Khe...khem." Dehaman itu langsung membuyarkan lamunan Rion. Lantas dia pun menoleh dan sedikit terkejut ketika mendapati Noushin duduk disebelahnya.

"Kamu sudah sudah datang rupanya."

"Dan satu-persatu tamu undangan juga sudah datang, Pak." Ujar wanita itu dengan enteng.

"Yasudah, bagus dong. Kan pestanya sebentar lagi dimulai."

"Iya, tapi... penampilan Bapak--"

"Ah, itu gampang. Saya tinggal ganti baju terus pake gel rambut aja." Noushin pun manggut-manggut paham.

"By the way, datang sendirian?"

"Iya. Tadinya mau sama Valdo, cuma lama, saya pegel nunggu soalnya dia harus nganterin sepupunya dulu."

"Yasudah, nanti pulang nya saya anterin."

"Hah?"

"Kan bahaya perempuan pulang sendirian malam-malam."

"Kan nanti bisa sama Valdo, Pak."

"Saya anterin, pokoknya. Ehem... Well, ini kamu pakai dress dari saya kan?" Ujar Rion seraya menatap Noushin dari ujung kaki hingga kepala.

"Iya." Kata Noushin seraya menunduk. Entahlah, dia sedikit malu sepertinya. Maklum saja, tatapan yang diberikan bos nya itu sedikit mengintimidasi.

"Bagus."

"Hah? Apanya Pak?" Noushin pun langsung mendongak.

"Dress nya."

"Oh...Dress nya."

"Hm. Kalo orang nya... Cantik." Seketika Noushin merasakan pipinya panas. Lalu dia menunduk untuk menyembunyikan semburat merah pada wajahnya.

Lagian, siapa yang akan biasa-biasa saja sih kalau dipuji oleh pria seperti Asterion Helios. Sudah tampan, kaya, sayang anak, tidak suka mainin hati perempuan pula.

Dan seketika suasana menjadi canggung. Sampai kemudian Rion berdeham.

"Kalau begitu saya ganti baju dulu." Pamit nya lantas pergi begitu saja, meninggalkan Noushin yang masih menunduk malu.

***

Nuansa warna-warna pastel telihat begitu indah di ballrom itu. Semua tamu undangan sudah hadir dengan balutan busana warna-warni yang lucu. Mereka yang hadir disana tampil all out-- lebih tepat nya pada sadar diri kalau berhasil diundang ke pesta Adrastea, maka harus tampil mewah supaya tidak memalukan diri sendiri.

Meskipun tema nya serba pastel, tapi pesta Adrastea tidak kekanakan. Malahan seperti pesta dari negeri dongeng yang diimpikan banyak gadis. Hingga tidak sedikit yang iri dengan nya.

"Gila ya, benar-benar pesta impian. Bokap gue kapan ya bikin pesta semegah ini buat gue?" Kurang lebih nya seperti itu kesan pertama teman-teman Adrastea saat memasuki ballroom.

"Lo bukan anaknya Asterion Helios, jangan ngimpi deh."

"Nah dengerin tuh. By the way, enak banget ya jadi Adrastea. Semua yang dia mau, bisa gampang terwujud."

"Iya anjir, dia mana pernah usaha nangis cuma karena pengen dibeliin hp baru."

"She's a princess in real life. Lo tau kan princess gimana? Kerjaan nya ya tinggal ngomong aja, pasti yang dia mau bakalan terpenuhi hari itu juga. Nggak kaya lo yang kentang gitu. Mau hp baru aja pake akting mewek segala."

Benar, seorang princess atau putri raja di kehidupan nyata, seperti itulah Adrastea dipandang banyak mata.

"Eh kam--"

"Princess is human too." Dan seketika para gadis penggunjing itu langsung diam begitu saja karena kedatangan Gaby yang tiba-tiba.

"Lo tau manusia kan? Manusia punya kebahagian dan kesedihan yang beda-beda. Kesedihan dia, ya nggak mungkin sama kaya kesedihan lo-lo pada. Begitu juga sama kebahagian dia. Jadi jangan seenaknya ngomongin dia gitu aja. Ngerti?!" Tegas Gaby. Dia jelas-jelas tidak terima kalau sahabat nya dibicarakan seperti itu.

Orang-orang itu hanya tau enaknya saja, mereka tidak tau kalau sebenarnya kehidupan yang didambakan itu punya banyak kekurangan. Dan teganya suka bicara seenaknya tanpa melihat seberapa keras perjuangan orang itu untuk terlihat baik-baik saja.

"Gab kita--" Ucapan salah satu gadis penggunjing itu terpaksa terhenti karena tiba-tiba semua lampu dimatikan hingga menyisakan gelap.

Lalu detik berikutnya, suara MC memenuhi ruangan, memberitahu kalau acara akan dimulai dalam hitungan detik. Hingga kemudian sang MC pun menyambut kedatangan Adrastea diiringi backsong Beauty and The Beast dari Ariana Grande dan John Legend, serta lampu sorot yang tertuju pada pintu utama yang terbuka.

Dan disana, Adrastea berdiri. Dia nampak anggun dengan gaun putih yang dilapisi berbagai macam warna pastel didalam nya.

Langsung saja Tea melangkah dengan percaya diri untuk memasuki ballroom. Setiap langkahnya mengundang banyak mata memandang dengan decakan kagum. Pasalnya, Adrastea benar-benar sempurna malam ini. Dia benar-benar layak mendapatkan julukan princess dengan gaun yang cantik seperti itu dan juga rambut yang tertata rapih dengan model half up half down dan ada sebuah mahkota kecil yang menghiasi disana.

Ketika bagian nyanyi Ariana Grande dimulai, Tea segera mendekatkan microphone yang dibawanya hingga kemudian suara merdunya mengudara, memasuki satu-persatu gendang telinga manusia yang hadir disana.

Tale as old as time
True as it can be
Barely even friends
Then somebody bends
Unexpectedly

Dan saat part John Legend dimulai, giliran suara Rendy yang mengudara. Ngomong-ngomong cowok itu ada dipanggung sambil memainkan piano. Sementara Adrastea, dia meraih tangan Papi nya yang sudah menunggunya sejak tadi hanya untuk menyambut kedatangan putri semata wayang nya.

Lantas membawanya ke tengah ballroom dengan bergandengan tangan layaknya membawa mempelai wanita yang akan memasuki altar.

Just a little change
Small to say the least
Both a little scared
Neither one prepared
Beauty and the Beast

Ketika sudah berada di tengah-tengah, gandengan tangan Rion dan Tea terlepas, kemudian Rion mundur perlahan meninggalkan anak gadisnya sendirian disana untuk perform lagu kesukaan nya ditemani Rendy yang masih tetap bermain piano.

Ever just the same
Ever a surprise
Ever as before
And ever just as sure
As the sun will rise, woah

Ada asap-asap yang mengelilingi Tea untuk menambah kesan astetik pada performance nya sebagai opening acara.

Ever just the same, oh
And ever a surprise, yeah
Ever as before
And ever just as sure
As the sun will rise
Oh-oh-ooh

Tale as old as time, a-a-ay
Tune as old as song, oh
Bitter-sweet and strange
Finding you can change
Learning you were wrong, woah

Certain as the sun
Certain as the sun
Rising in the east
Tale as old as time
Song as old as rhyme
Beauty and the Beast

Tale as old as time
Song as old as rhyme
Beauty and the Beast
Woah a-a-ay

Beauty and
Beauty and the Beast

Ketika lagu selesai, lampu kembali dimatikan. Kemudian, layar besar yang ada disana menyala--menampilkan video seorang bocah perempuan yang sedang berdiri diatas rerumputan. Dia sedang latihan berjalan, makanya, videonya diambil sedikit agak jauhan, supaya bocah itu mau datang pada yang merekamnya. Yang tak lain adalah Ayah nya sendiri.

"Go baby girl, you can do it. Papi here, c'mon, don't be afraid, just focus and come to me, okay?" Bocah itu mengangguk seperti paham betul akan ucapan Ayah nya. Lantas dia mulai melangkahkan kaki mungil nya sedikit demi sedikit.

"Okay, sedikit lagi sayang c'mon."

"Babababa." Bocah itu mengoceh dengan gemasnya.

Hingga kemudian langkah demi langkah dari kaki kecil nya sampai juga pada sang Ayah, terbukti dengan gambar dirinya yang sangat dekat dengan kamera.

"Okay, good job my little one!" Setelah itu terdengar suara kecupan sebelum kemudian munculah gambar seorang pria yang tak lain adalah Asterion yang sedang menggendong bocah itu, yang ternyata Adrastea kecil.

"Sekarang, anak Papi udah bisa jalan. Pinter ya."

"Yayayaya."

"Iya, Tea pinter banget sih. Coba cium Papi."

Mwah.

Tea kecil menurutinya. Setelah memberikan kecupan itu, mereka berdua saling pandang lalu sampai kemudian Rion menghujani wajah mungil Tea dengan banyak kecupan penuh sayang seorang Ayah untuk anak gadisnya.

"Sayang Papi nggak?" Tea kecil mengangguk seraya mengalungkan kedua tangan mungilnya pada leher sang Ayah lantas menyandarkan kepalanya. Dan keluakan nya itu membuat Rion secara refleks mencium puncak kepala anak perempuan nya.

"Dengerin ya, Papi mau menyapa kamu dimasa depan nih. Nanti, Papi bakalan kasih lihat video ini kalo kamu udah gede." Ucap Rion yang membuat Tea kecil lagi-lagi mengangguk.

"Oke, wait." Lantas pria itu berdeham sejenak.

"Hai Tea di masa depan, jika kamu lihat ini, mungkin usia kamu udah belasan tahun." Tea kecil dalam gendongan Rion langsung tertawa sampai matanya membentuk garis lengkung yang indah.

"Dari video ini, Papi cuma mau kasih tau satu hal. Jangan takut untuk melangkah lebih jauh. Papi akan menemani setiap langkah kamu. Jadi, fokus saja pada jalan yang kamu pilih. Tenang aja, Papi disini kalau misalkan kamu jatuh. Okay?" Setelah itu gelap, sampai kemudian muncul lagi video-video lain saat Tea masih kecil. Ada yang sedang lari-lari dengan Rion yang mengejar dibelakang, video saat Tea renang, saat Tea sedang bermain gelembung, ada juga saat membuat cookies di dapur--mukanya cemong tapi terlihat sangat menggemaskan, saat Tea perform untuk pertama kalinya dipanggung, saat Tea bermain piano, dan terakhir video saat Rion meninabobokan Tea dalam gendongan nya. Video itu diambil di kamar Rion, dan ketika berhasil tidur Rion meletakan tubuh mungil Tea pada ranjang lalu pria itu menghadap kamera dan mengatakan hal manis diakhir video.

"Dear Tea in the future...One day, you will miss this moment."

Setelah itu muncul video Rion seorang diri, Rion yang sekarang. Dengan penampilan yang lebih matang dari video-video sebelumnya. Yah meskipun masih sama penampilan nya. Tetap tampan tiada tandingan.

"Well, uhm... Happy Birthday to you, my beloved daughter, my one and only, my love of my life, my Adrastea." Sejenak Rion mengulas senyum nya seraya menarik nafas karena sedikit gugup.

"Now, you turn sixteen. Hhhh... I can't believe it."

"Kalau bisa, jangan tumbuh terlalu cepat. Hahaha tapi mustahil ya. Uhm... Gimana ya, pokoknya sehat terus, jadilah gadis baik-baik jika sudah dewasa nanti. Dan... Terima kasih sudah hadir di dunia. You know? Your existence really meant to me. I love you baby girl, be happy, okay?"

"Kalo sedih, ingat baik-baik gimana kamu melewati semua ini. You did well, baby girl."

"Once again, happy birthday, selamat ulang tahun anak Papi, kesayangan kita semua."

Video pun berakhir dengan senyuman paling tulus dari seorang Asterion Helios. Setelah itu lampu kembali menyala.

Tidak perlu untuk berpikir panjang, Tea segera datang pada Papi nya untuk kemudian menghambur dalam dalam pelukan nya. Pelukan yang selalu menjadi tempat ternyaman dan teraman bagi Tea.

"Papi..." Dia merengek sambil mendusel-dusel dada Rion. Gadis yang biasanya jarang menangis dihadapan banyak orang itu tidak lagi malu ketika air mayanya menetes didepan publik.

Rion pun segera menepuk-nepuk punggung mungil anak nya dengan penuh sayang.

"Shhhh... Jangan nangis dong. Nanti make up nya luntur." Sahut pria itu. Tapi Tea hanya diam saja seraya mengeratkan pelukan nya.

Ruangan itu jadi hening seketika karena semua orang ikut menitikkan air mata nya, mereka benar-benar terharu terlebih ketika menyadari kalau Adrastea tumbuh dan besar hanya dengan Ayah nya saja. Sampai kemudian dengan inisiatif, Rendy mulai memainkan piano lagi dan menyanyikan lagu yang cocok untuk siatuasi seperti ini.

Setelah mendengar dentingan piano itu, Rion segera melepaskan pelukan anak gadisnya. Lantas dia menatap wajah yang begitu mirip dengan wanita yang masih dia cintai hingga saat ini, yang tak lain adalah Ibu dari anaknya--Lavenia, kemudian dia hapus sisa-sisa air mata itu dengan lembut.

"Don't cry. This is your day, so please, put your smile brighter than before." Tea mengangguk pelan, membuat Rion mengulas senyuman nya.

"Then, let's dance together, my little princess." Tea mengangguk lagi, kali ini dengan senyuman yang sedikit terbit dari bibir mungilnya.

"Nah gitu dong, senyum. Baru anak Papi."

"Emang tadi aku anak siapa?" Tanya Tea sambil merengut.

"Maunya anak siapa?"

"Ih nyebelin lagi. Padahal tadi udah romantis, kaya daddy-daughter goals gitu." Rion terkekeh sebentar sebelum akhirnya merangkul bahu putrinya untuk diajak ke tengah-tengah ballroom lagi.

Langkah mereka diiringi suara merdu milik Rendy yang bernyanyi sambil bermain piano.

In my daughter's eyes
I am a hero
I am strong and wise
And I know no fear
But the truth is plain to see
She was sent to rescue me
I see who I want to be
In my daughter's eyes

Sesampainya disana, mereka berhadapan. Saling tatap sebentar, sebelum kemudian Tea meletakkan tangan kirinya pada bahu Rion, sementara tangan kanan nya bertautan dengan tangan kanan Rion. Setelah itu mereka pun mulai menari.

Sementara itu, di layar yang tadi menayangkan video-video Adrastea sewaktu kecil, kini kembali menampilkan memori masa lalu Ayah dan anak gadis itu, tapi dalam bentuk foto-foto.

In my daughter's eyes
Everyone is equal
Darkness turns to light
And the world is at peace
This miracle God gave to me
Gives me strength when I am weak
I find reason to believe
In my daughter's eyes

Interaksi Rion dan Tea kali ini benar-benar mengundang banyak air mata, terlebih dari kedua nenek Tea yang duduk bersebelahan. Mereka benar-benar tidak kuat melihat cucu nya yang tumbuh sebesar ini tanpa sosok Ibu sejak sehari setelah kehadiran nya di dunia.

And when she wraps her hand around my finger
How it puts a smile in my heart
Everything becomes a little clearer
I realize what life is all about
It's hanging on when your heart is had enough
It's giving more when you feel like giving up
I've seen the light
It's in my daughter's eyes

In my daughter's eyes
I can see the future
A reflection of who I am and what will be
And though she'll grow and someday leave
Maybe raise a family
When I'm gone I hope you'll see
How happy she made me
Cause I'll be there
In my daughter's eyes

Saat musik berhenti, tarian mereka pun terhenti. Tapi, posisi mereka masih tetap berhadapan. Sampai kemudian, suara Tea terdengar ditelinga Rion.

"Papi, thank you for everything." Dan setelah itu, Tea memberikan kecupan singkat dipipi Rion hingga membuat pria itu bengong seketika.

Pasalnya, semenjak Tea menginjak remaja, gadis itu sangat jarang memberikan ciuman manis untuk Ayah nya. Katanya malu, udah gede.

"Pi, dapat kiss singkat dari aku aja, langsung ambyar ya?"

"Hah?"

"Tuhkan, ambyar nih. Wah... Gimana kalo dikasih kiss sama-- uhm... well... Kado buat aku mana?" Ah, hampir saja kelepasan. Untung nya Tea cerdik, dia segera mengalihkan pembicaraan.

"Ah itu... Ketinggalan. Oh iya tadi kamu ngomong apa?"

"Nggak ngomong apa-apa."

"Ck. Yang sebelum kiss itu tuh."

"Oh itu..." Lalu Tea berdeham sebelum akhirnya menatap tepat pada kedua mata milik Ayah nya. "Uhm... Itu, hng... itu... Aku... Papi... Aku..." Tea terbata. Dia selalu kesulitan jika mengulang kalimat yang isinya untaian penuh sayang pada orang yang benar-benar dia sayangi.

"Kamu apa?" Tea menarik nafas panjang hingga akhirnya hanya dalam satu tarikan nafas, dia berhasil mengungkapkan nya lagi.

"Thank you for everything you did to me."

Membuat Rion berdecih, karena sedikit kaku jadinya kalau anaknya seterbuka itu soal perasaan sayang nya. Maklum saja, gengsi Tea itu besar sekali.

"Well... Anytime."

"Uhm... Papi, Aku... uhm... Aku... Aku--"

"I see." Pangkas Rion dengan cepat seraya merengkuh tubuh Tea. Karena sebenarnya Rion tahu anaknya akan mengungkapkan apa. Dan dengan pelukan itu, Rion mencoba memberikan pengertian kalau tidak apa tidak mengatakan nya langsung, dia paham kok.

"Me too. Once again happy birthday, little one."

"Thank you, Papi."

***

Pesta masih berjalan dengan lancar. Tapi, Rion memilih keluar sebentar dari sana menuju ke taman hanya untuk merokok. Sebenarnya dia bukan perokok tetap. Dia hanya akan merokok saat merasa tidak baik-baik saja.

Dan saat itu, sedang dia rasakan sekarang. Tepat setelah dia selesai menari dengan putri semata wayang nya, Rion tiba-tiba ingat dengan mendiang istrinya yang sudah lama tiada.

"Enam belas tahun," Gumam Rion setelah membuang asap rokoknya ke udara. Kemudian dia hisap lagi ujung batang nya hanya untuk mengulangi nya. Lalu dia menengadah ke atas, menatap satu bintang yang bersinar paling terang.

"Is that you, La?" Setelah itu dia terkekeh, merasa gila karena berbicara pada bintang yang sejatinya hanya benda. Setelah itu dia buang putung rokok untuk dia injak sisanya dengan sepatu mahalnya.

Lantas dia mengambil dompet di sakunya hanya untuk menatap wajah manis Lavenia dalam foto yang di selipkan dibalik foto anak gadisnya.

Kemudian dia mengulas senyum nya selama tiga detik.

"Apa kabar, La?" Molognya seraya menatap penuh cinta pada foto mendiang Lavenia.

"Aku nggak nyangka, Adrastea kita udah besar. Udah enam belas tahun. Dan semakin bertambah umur, dia semakin mengingatkan aku dengan kamu. Kalian terlalu serupa meskipun tak sama."

"Dan aku masih nggak nyangka kalau besok, kamu juga genap enam belas tahun pergi meninggalkan aku dan anak kita."

Sejujurnya, setiap kali usia Tea bertambah, Rion selalu ingat dengan hari esoknya. Sebab, setelah hari bahagia itu, hari paling membuatnya sedih langsung menyambut.

Dia masih ingat dengan jelas bagaimana Lavenia menutup mata untuk terakhir kalinya tanpa mengucapkan selamat tinggal, dihari itu. Dan dia juga masih ingat bagaimana hari-hari kelam nya setelah ditinggalkan, semuanya terasa hampa.

Bahkan dia sempat tidak peduli dengan bayi perempuan yang sudah dinantikan kehadiran nya berbulan-bulan itu. Rion benar-benar terpuruk sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Jika ingat saat-saat itu, rasanya Rion ingin pergi ke masa lalu untuk memperbaiki semuanya. Tapi jelas, itu hanya sia-sia saja. Masa lalu tidak akan pernah berubah sampai kapan pun.

Rion semakin menundukkan kepala nya, masih menatap pada foto Lavenia dengan sendu. "I miss you, I miss you, I miss---" Pria itu tidak lagi melanjutkan nya ucapan nya saat telinganya mendengar suara seseorang. Hingga membuatnya menoleh dan mendapati Noushin disana.

"Saya cari Bapak kemana-mana ternyata disini---" Dan Noushin hanya bisa menggantungkan kalimat nya, saat pria yang dicarinya menoleh dengan tatapan sendu. Bukan hanya itu, Noushin juga melihat dengan jelas kalau pria itu sedang memegang foto seorang wanita yang dia yakini itu mendiang istrinya.

"Ah... Maaf Pak, saya... Ganggu ya?" Dia berujar takut-takut karena merasa bersalah sudah mengganggu waktu sendirian itu.

Sebelum menjawab, Rion cepat-cepat mengembalikan foto Lavenia ke tempat semula, lalu menutup dompetnya dan memasukkan nya. Setelah itu dia menghela napas panjang terlebih dahulu sebelum berdiri tegak.

"Oh... Nggak, kenapa?"

"Bapak dicari Adrastea. Katanya, dia mau foto bareng Papi."

"Okay. Yaudah ayo masuk." Lalu begitu saja Rion berjalan mendahului Noushin. Dia masih sedikit kalut akibat rasa rindu sempat menyerang nya.

Yang namanya rindu, kadang memang tidak tahu diri suka muncul tiba-tiba bahkan tanpa diminta.

"Pak Rion!" Seruan Noushin yang ada dibelakang, membuat Rion berhenti mendadak lalu dia menoleh.

"Ya?"

"You are amazing!" Ujar Noushin seraya menunjukkan dua jempol tangan nya, membuat Rion mengernyit.

"Hah?" Lantas Noushin pun segera menghampiri bos nya dengan sedikit berliari kecil.

"Selama enam belas tahun ini, Bapak mengambil banyak peran untuk Adrastea. Dan itu sangat luar biasa. Nggak semua orang bisa seperti Pak Rion loh." Ucapnya tepat dihadapan pria itu.

Rion langsung terkekeh saat mendengar kalimat penuh pujian itu. Itu karena, dia merasa tidak pantas.

"Kamu nggak tau yang sebenarnya. Di masa lalu, saya pernah jadi Ayah yang buruk untuk Adrastea." Untuk pertama kalinya Rion jujur pada orang asing. Maksudnya, Noushin hanya sebatas karyawan saja, jadi itu termasuk orang asing kan.

"Itu hanya masa lalu. Jangan diingat lagi, jadikan sebagai pelajaran saja. Dan saya rasa, Pak Rion sudah melakukan nya. Karena sekarang, Pak Rion adalah Ayah yang luar biasa yang didambakkan banyak anak." Rion diam, tapi dia menyimak dan meresapi kalimat itu seraya mulai berjalan diikuti Noushin disamping nya.

"Didambakan banyak anak? Maksudnya?"

"Well, tadi saya mendengar teman-teman Adrastea kalau mereka ingin jadi anak Bapak."

"Oh ya?"

"Hm. Bukannya itu udah jelas ya, kalau Bapak udah berhasil belajar dari masa lalu. Bapak nggak mengulanginya, tapi Bapak malah menyempurnakan semuanya. Dan saya salut sama Bapak."

"Salut kenapa?"

"Bapak mampu membesarkan seorang anak tanpa seorang istri yang menemani. Saya tau itu berat banget, Pak. Jadi, saya salut sama Pak Rion. Bapak layak mendapatkan penghargaan best daddy." Merasa dipuji berlebihan, pria itu pun berhenti sejenak membuat Noushin juga ikutan berhenti.

"Kenapa, Pak?"

"Terima kasih, Noushin."

"Jangan terima kasih sama saya. Tapi terima kasih sama diri Bapak sendiri yang udah sehebat ini."

"Dipikir-pikir... Kamu selalu ngertiin orang lain. Kamu ngerti nggak sama diri kamu sendiri?" Noushin langsung kicep seketika.

"Ehem... Itu..."

Layaknya seorang Ayah yang sedang menyemangati anaknya, Rion pun mengusap kepala Noushin perlahan dengan penuh perhatian.

"Kamu juga perlu peduliin diri kamu sendiri sebelum peduli dengan orang lain."

Tanpa Rion sadari, perlakuan nya itu menimbulkan sensasi aneh dalam diri Noushin. Ada kehangatan yang dia rasakan disana. Ada juga rasa senang karena merasa dipedulikan.

Dalam hidupnya setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Noushin sering kali merasa hampa. Dia tidak punya rasa apapun selain kekosongan yang menyelimuti nya. Namun sebisa mungkin dia sembunyikan rapat-rapat perasaan hampa itu, supaya tidak diketahui adik nya. Dia tidak mau terlihat sedih dimata adiknya.

Dan tentang peduli dengan dirinya sendiri, Noushin jelas bingung harus menjawab apa. Jika dengan mengenakan pakaian rapih dan terlihat cantik itu disebut memedulikan diri sendiri maka Noushin sudah melakukan nya.

Jika memedulikan diri sendiri yang dimaksud Rion soal mementingkan perasaan sendiri, Noushin sama sekali belum melakukan nya. Karena selama ini, dia suka mementingkan perasaan orang lain ketimbang perasaan nya sendiri.

Cukup lama terdiam dalam hening, Noushin pun segera berdeham setelah kesadaran nya kembali. Lantas menjauhkan kepalanya hingga usapan Rion tidak lagi terasa.

"Ah, maaf saya lancang."

"Iya. Kita masuk sekarang, Adrastea sudah menunggu." Rion hanya mengangguk.

Berikutnya, dua manusia yang malam ini mengenakan pakaian dengan warna yang sama itu berjalan beriringan sampai akhirnya memasuki ballroom.

Jika dilihat dari belakang, mereka nampak seperti pasangan. Padahal yang sebenarnya bos dan karyawan.

***

"Happy birthday, Tea." Ucap Sean seraya menampilkan senyuman paling manis nya hingga membuat semu merah pada pipi Tea muncul.

"Thank you, Sean."

Ngomong-ngomong, Sean tidak sendirian untuk memberi selamat pada Tea. Dia diikuti Gaby dan juga Akrie. Soalnya Sean jaga-jaga apalabila Papi Tea memergoki maka dia tidak aka terlihat seperti seorang gebetan.

"Udahan kali pegangan tangan nya. Ketahuan Papi Rion mampus lo!" Seru Gaby yang kontan membuat jabatan tangan dua remaja kasmaran itu terlepas begitu saja.

Tea merengut pada Gaby sambil menatap cewek itu tajam. "Idih-idih sewot. Kan gue baik masih ngingetin."

"Siapa yang sewot?!"

"Lo. Itu buktinya bibir makin kecil aja karena manyun."

"Nggak ih."

"Ngaku aja kali."

"Nggak Gaby!"

"Nggak usah malu."

"Ih Gaby---"

"Stop!" Seru Akrie menengahi. Karena kalau tidak begitu, ya tidak akan selesai.

Dua cewek itu langsung menatap tajam ke arah Akrie. Yang ditatap cuma nyengir kaya nggak punya salah.

"Lanjutin aja nggak apa-apa deh."

Tea berdecih sebelum mengalihkan tatapan nya pada Gaby lagi. "Lo nggak ngasih selamat ke gue, Gab?" Kontan saja, Gaby langsung merentangkan tangan nya hingga Tea langsung datang kesana untuk menghambur dalam pelukan sahabat nya.

Ya begitulah mereka. Suka debat tapi langsung akur lagi dalam hitungan detik.

"Akhirnya umur kita sama! Selamat ulang tahun Teaaaa.... I love youuuuuu."

"Thank you, Gaby ku. I love you too."

"Ehem! Nggak mau bilang I love you too ke manusia yang ada di sebelah gue nih, Te?" Ujar Akrie yang langsung membuat pelukan gadis-gadis mungil itu terlepas.

"Akrie sayang, orang bilang I love you too, tuh, harus ada yang bilang I love you duluan kan?" Jawab Gaby lantang seraya melirik Sean untuk memberi kode keras.

"Oh... Jadi belum ya? Pantesan--- Aduh sakit goblok!" Akrie meringis saat satu kaki Sean menginjak kakinya dengan sengaja. Lalu cowok dengan tinggi menjulang bak tiang listrik m itu cuma senyum lebar sambil menepuk-nepuk kepala Akrie yang lebih pendek darinya dengan pelan.

"Sakit ya? Sorry nggak sengaja."

"Fucek!" Umpat Akrie pelan sambil melotot.

"Eh guys, kita berempat foto yuk." Ajak Tea mengalihkan pembicaraan.

"Kuy!" Jawab Lucas dengan semangat hingga dia langsung mengangkat kakinya yang sempat menginjak kaki Akrie tadi.

"Ayo-ayo!"

Dan kemudian kode keras Gaby serta Akrie hanya menjadi angin lalu saja untuk dua orang itu. Tapi tidak untuk satu orang yang berdiri tak jauh dari meraka.

"Oh... Jadi mereka belum jadian?"

"Bagus dong." Sedikit demi sedikit orang itu menampilkan smirk nya sebelum kemudian bergegas pergi.






27 Agustus 2020

Anjir sebulan ya? Wkwkwk
Maap ya, lagi sibuk bgt nih soalnya. Gimana kalian? Masih setia? I hope so ya wkwkwk ngarep bgt. Yaudah see u again, insya allah lebih cepet deh!

Tebak siapa yang seneng Tea Sean belum jadian?:v

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!!!!

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

nana harem Od ajel

Nezařaditelné

580K 10.3K 19
suka suka saya.
309K 15.3K 38
"GW TRANSMIGRASI? YANG BENER AJA?" ... "Klo gw transmigrasi,minimal jangan di peran antagonis lah asw,orang mah di figuran gitu,masa iya gw harus mat...
459K 41.8K 94
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
Ukhti Figuran Od Mutia

Nezařaditelné

536K 34.9K 56
Cover by: google Entah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu te...