T I M E (Kumpulan Cerpen)

By utamiwu_

251 11 11

Utamiwu_ Present Sebuah Kumpulan Cerpen bertajuk 时间 T I M E "Selama waktu masih berputar, kisah masih akan te... More

[2] Immortal Eve
[3] Elang Kehilangan Permata
[4] One Winter Day

[1] Miracle of New Year

128 6 10
By utamiwu_

Rabu, 1 Januari 2020


Miracle of New Year

A Story Written by Utamiwu_


Tiga ratus enam puluh lima hari telah berlalu. Suka-duka, sedih-senang, manis-pahit sudah dilalui selama setahun ini. Tak jarang, aku berpikir. Mengapa aku masih tetap sama seperti tahun lalu walaupun aku sudah melakukan banyak hal? Mungkin karena aku kurang menikmati kesibukanku atau mungkin karena aku telau banyak mengeluh. Entahlah. Begitu banyak kata 'mungkin' yang terngiang di kepalaku. Bahkan untuk kehidupan percintaanku. Tidak pernah ada yang berjalan dengan baik.

Oh iya, sebelumnya perkenalkan namaku Renata Sheren Aulia. Kalian cukup memanggilku dengan nama Rena. Aku seorang gadis berusia dua puluhan yang memulai karir sebagai pekerja kantor. Pagi hari aku awali dengan berangkat ke kantor, melakukan pekerjaan dan pulang ketika senja mulai menyapa. Malam hari, tidak ada kegiatan yang penting. Sesekali aku hanya duduk di depan layar komputer untuk menulis  cerita khayalan. 

Bahkan ketika liburan tiba, aku terlalu enggan untuk bepergian karena itu terlalu memakan banyak uang juga energiku. Aku lebih memilih melakukan segala aktivitas di dalam rumah, kecuali ketika pagi hari aku harus ke pasar untuk berbelanja bersama Ibu.

***

Malam ini bertepatan dengan malam tahun baru. Yah, walau menurutku semua malam itu biasa saja, tidak ada yang spesial. Tetapi, banyak yang mengatakan jika malam tahun baru ini begitu istimewa. Banyak dari mereka, muda-mudi yang keluar rumah untuk merayakan malam tahun baru bersama dengan kekasih. Berboncengan bersama menikmati pemandangan lampu kota ketika malam hari. Sedangkan aku, hanya berdiam diri di dalam rumah.

"Kamu nggak keluar?" tanya Ibu.

"Enggak lah, Bu. Udah tahu kalo anakmu ini gak punya pacar," kataku.

"Mangkanya cepet cari pacar kamu," goda Ibu.

"Kan tahu sendiri aku ngapain, Bu."

"Apa? Kamu masih nungguin dia? Buat apa? Toh, hubungan kalian udah gak ada perkembangan kan," kata Ibu yang tidak pernah salah.

"Iya, udah lah bu, aku ngelanjutin nulis ini," ucapku.

"Aih, anak ini. Sudahlah keluar sana cari angin segar, jangan bertapa terus di kamar."

Alasan kenapa kehidupan percintaanku tidak pernah berjalan dengan baik karena aku masih saja mengharapkan seorang lelaki yang hampir tidak pernah lagi aku temui. Ya, dia lah cinta pertamaku. Bukan tanpa alasan mengapa aku bertahan, hanya saja aku terlalu percaya jika suatu saat nanti dia yang akan menjadi jodohku. Terlalu berlebihan memang.

Konsentrasi menulisku pecah ketika ada sebuah pesan singkat yang membuat jantungku berdetak kencang. Pesan itu dari Hasan Setya Adi, seseorang yang membuatku selalu menunggunya tanpa diminta melalui aplikasi terkenal untuk berbagi gambar.

Hai Rena.

Masih ingat aku?

Hasan_SA

Hai Hasan.

Tentu aku masih ingat dong.

Rena_Ta

Syukurlah.

Malam tahun baru gini, ngapain?

Hasan_SA

Aku?

Biasa, nganggur di rumah.

Kenapa?

Rena_Ta

Aku lagi berkunjung di Surabaya nih. Mau keluar ke tengah kota gak?

Katanya nanti di sana ada banyak kembang api.

Hasan_SA

Tumben banget.

Ada apa tiba-tiba berkunjung ke Surabaya?

Rena_Ta

Ada sedikit perlu di Surabaya.

Hasan_SA

Urusan pekerjaan?

Rena_Ta

Bukan. Urusan Pribadi sih.

Hasan_SA

Sibuk dong. Selesain dulu deh urusanmu.

Rena_Ta

Sudah selesai. Mau pergi?

Hasan_SA

Boleh-boleh. Jam berapa?

Rena_Ta

Kamu siap-siap sekarang, 15 menit lagi aku jemput kamu.

Hasan­_SA

Mataku membola melihat pesan terakhir dari Hasan. Aku cepat-cepat membereskan laptopku— setelah sebelumnya sudah menyimpan pekerjaanku—lalu aku berganti pakaian dan menguncir setengah rambut pendekku. Tak lupa aku juga memoleskan bedak serta lipstik pada bibirku. Semprotan minyak wangi sebagai sentuhan terakhir. Selesai.

Dari dalam kamar aku bisa mendengar suara motor berhenti di depan rumahku. Lalu suara Ibu yang berbicara dengan seorang lelaki, mungkin saja Hasan. Ibu mengenal Hasan dengan sangat baik, karena ketika sekolah dasar, kita pernah berada pada satu kelas dan menjadi teman dekat. Orang tua kami juga berteman dengan baik. Namun ketika kenaikan kelas, aku mendengar jika Hasan pindah ke Semarang. Dua tahun lalu, Ibu memberitahuku jika Hasan sudah kembali dari Semarang. Semua telah berubah, tetapi tidak dengan perasaanku. Selama ini aku masih menyimpannya.

Sebenarnya aku masih terlalu canggung untuk keluar dengan lelaki. Tapi apa boleh buat, aku harus memanfaatkan hari ini kan? Aku keluar untuk menemui Hasan. Benar saja, ia tengah asyik mengobrol dengan Ibuku. Hasan menjadi sangat berbeda. Seorang anak lelaku yang bertubuh mungil ketika sekolah dasar berubah menjadi seorang pria gagah dengan wajah tampan. Sebelumnya aku sudah mengetahui perawakan Hasan yang sekarang melalui akun sosial medianya. Ketika melihatnya langsung ia tampak sangat berbeda dari foto, nampak sangat berbeda. Aku berjalan ke arah Ibu untuk berpamitan.

"Bu, aku pergi sama Hasan."

"Akhirnya kamu keluar dari kandang ya. Hasan, sering-seringlah ajak Rena keluar. Lihatlah kulitnya sudah seperti mayat hidup, tidak pernah mendapat sinar matahari," goda Ibu.

"Siap tante. Kami berangkat dulu," kata Hasan menimpali perkataan Ibu.

"Hati-hati ya, jangan pulang terlalu malam."

***

Di atas motor, kami hanya membisu. Tidak tahu apa yang harus dibicarakan. Aku hanya melihat sekeliling jalanan kota yang dihias lampu-lampu berbagai warna. Perlahan, jalanan berubah menjadi penuh sesak oleh kendaraan. Suara terompet hingga knalpot brong —atau entahlah aku tidak tahu namanya— terdengar memenuhi gendang telinga.

"Apa tahun lalu ketika malam tahun baru di Surabaya suasananya juga begini?" tanya Hasan membuka pembicaraan.

"Entahlah. Baru kali ini aku keluar ketika malam tahun baru," kataku.

"Benarkah? Jadi ini yang pertama?"

Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Hasan.

Kemacetan terjadi hingga mengakibatkan motor yang kami kendarai berjalan melambat. Bibirku sesekali membulat melihat berbagai atraksi yang disajikan di pinggir jalan. Ada beberapa pasang kekasih yang sedang mengabadikan momen kebersamaan mereka. Sesekali perhatianku teralihkan oleh seorang lelaki dan perempuan yang sedang makan di warung tepi jalan. Lihatlah senyum kebahagiaan mereka. Ah, betapa bahagianya aku jika dapat merasakan itu.

"Mau berhenti?" tanya Hasan.

"Kenapa?" tanya ku bingung.

"Ketika keluar malam seperti ini, orang-orang biasanya jalan-jalan di trotoar, makan, foto sama ngobrol. Liatlah sekelilingmu," jelas Hasan.

"Oh, kalau begitu kita berhenti."

Kami mulai melakukan hal yang dikatakan oleh Hasan. Makan di warung tepi jalan dan berjalan di sepanjang trotoar jalan sembari membicarakan banyak hal sudah dilakukan. Hasan mengeluarkan ponselnya yang berlogo buah apil tergigit dan mengeluarkan aplikasi kamera.

"Ayo kita berfoto," ajak Hasan.

"Enggak mau. Malu. Wajahku jelek," kataku menutupi wajahku dengan telapak tangan.

"Kata siapa? Sini lihat," kata Hasan membuka telapak tanganku. Matanya memperhatikan seluruh wajahku. Lalu ia berkata, "Kamu cantik, percayalah."

"Enggak ah, kamu mau foto? Sini aku fotoin," kataku menyambar ponsel milik Hasan, namun tidak berhasil.

"Tidak, aku ingin foto sama kamu. Lagian mana ada laki-laki yang di fotokan perempuan? Yang ada perempuan yang di fotokan sama laki-laki. Bergayalah, aku akan memfotomu," kata Hasan.

"Ada kan? Nih aku! Eh dasar, Hasan! Berhenti nge-foto aku," kataku berontak.

"Aku fotokan kamu atau kita foto bersama?" tawar Hasan.

"Foto bersama aja," cicitku.

Hasan tersenyum puas dengan keputusanku. Ia memposisikan kamera dengan baik sebelum menyentuh layar ponselnya. Aku hanya berdiam diri dan tersenyum tipis. Hasan pun berkomentar lagi, "Kamu mau foto KTP? Bergayalah."

"Aku tidak tau gaya gimana," keluh kesahku.

"Biasanya perempuan itu suka gaya dua jari, gaya bibir manyun, gaya tersenyum kelihatan giginya, gaya senyum sampai matanya merem, ada banyak kali gaya," jelas Hasan.

"Baiklah baiklah."

Kami kembali memposisikan diri untuk berfoto. Ketika foto pertama jadi, Hasan menghadap padaku dan mencubit kedua pipiku gemas. Ia berkata, "Astaga, lucu sekali kamu ketika manyun. Gemas aku."

"Sudah-sudah, aku malu."

Kami melanjutkan perjalanan. Hasan bercerita banyak tentang dirinya ketika ia pindah di Semarang. Mulai dari kecelakaan yang terjadi padanya ketika duduk di bangku SMP, kepergok kepala sekolah saat dirinya turut serta melakukan tawuran ketika SMA hingga ketika ia kesal harus berurusan dengan dosen-dosen menjelang skripsi di bangku kuliah.

Lihatlah, Hasan sangat pandai bercerita hingga membuatku terkikik. Awalnya, aku pikir Hasan adalah tipe orang yang pendiam. Ternyata tidak. Ketika dekat dengan Hasan seperti ini, ia sama sekali bukan orang pendiam. Sepertinya aku harus mengingat suasana ini, tidak ada yang bisa menjamin jika setiap saat hal ini bisa terjadi.

Hasan bertanya padaku tentang banyak hal seperti kuliah, kerja dan percintaan. Bahkan jika bukan karena Hasan yang bertanya aku juga tidak akan bercerita panjang lebar tentang kehidupanku. Hasan tampak terkejut ketika aku mengatakan tidak pernah menjalin hubungan percintaan sama sekali.

"Mengapa? Kau tidak ingin?" tanyanya.

"Entahlah. Aku juga tidak tahu mengapa. Mungkin banyak orang yang menganggapku aneh atau bahkan tidak nyaman ketika berada di dekatku. Aku juga tidak tahu bagaimana dekat dengan lelaki," jelasku.

"Gak apa-apa?"

"Aku? Ya gak apa-apa lah, haha. Kenapa memangnya?" tanyaku balik.

"Bukan kamu, hatimu. Hatimu baik-baik saja selama ini?"

Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan Hasan kali ini. Aku lebih memilih diam dan mengalihkan pandanganku untuk melihat jalanan yang penuh sesak.

"Kau tidak ingin mencoba jatuh cinta? Dengan aku misalnya."

Perkataan Hasan membuatku menatapnya dengan bingung.

"Rena, jadilah kekasihku. Aku akan memperlakukanmu dengan baik karena kau berhak mendapatkannya. Kau berhak mendapat kebahagiaan itu Rena. Jadilah kekasihku dan aku yang akan bertanggung jawab atas kebahagiaanmu."

Apakah ini nyata? Hasan? Lelaki yang aku sukai selama ini? Memintaku untuk menjadi kekasihnya? Ataukah ia hanya kasihan melihatku? Ya, Hasan tergolong lelaki populer. Sudah banyak hati pula yang ia menangkan. Harusnya aku senang atau sedih? Aku masih belum bisa mencerna ini semua.

"Pastinya kau hanya kasihan melihatku, kan? Sudah biasa aku seperti ini, jangan khawatirkan aku," kataku.

"Apa menurutmu ini terlalu tiba-tiba? Tak apa jika kau beranggapan seperti itu. Tapi yang jelas, ini bukan sebuah kebetulan. Aku mengajakmu keluar saat ini karena ingin mengatakan hal ini. Entah kau berpikir ini bullshit atau semacamnya. Saat inilah yang aku nantikan. Tidak salah jika kau beranggapan aku sudah beberapa kali berganti pasangan. Tapi jujur, aku tetap tidak bisa melupakanmu. Aku pun sudah mengetahui sejak lama jika kau menyukai ku. Maaf aku mengabaikanmu saat itu. Kau lah cinta pertamaku, Rena. Tidak peduli bagaimanapun logikaku menolak, hatiku tetap membisikkan namamu," jelas Hasan panjang lebar.

"Kau juga menyukaiku kenapa baru mengatakan sekarang? Kau sedari dulu sudah mengatahui jika aku menyukaimu? Kenapa? Kenapa kau membiarkanku dalam penantian tanpa harapan begini? Kenapa?"

Tanpa kusadari, air mata menetes begitu saja ketika aku mengatakan itu semua.

"Maaf, aku mengulur waktu begitu lama bukan tanpa alasan. Aku selama ini sedang menyiapkan diri untuk menjadi pendamping yang pantas untukmu. Karena aku tidak hanya menginginkanmu menjadi kekasihmu semata, Rena. Aku pun sudah siap jika harus berhadapan dengan kedua orang tuamu untuk meminangmu."

Kaki ku melemas. Aku masih tidak percaya mendapatkan pengakuan seperti ini. Aku tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa masih ada orang yang bahkan menyiapkan dirinya demi menjadi pendamping yang pantas untukku. Aku-aku terlampau bahagia.

"Rena? Kau baik-baik saja?" tanya Hasan khawatir.

Aku mengangguk. "Bisa kah aku mempercayaimu seperti ini?"

Hasan memelukku dan menenangkanku. Ia berkata, "Aku akan selalu berada di sampingmu. Aku akan berusaha membahagiakanmu. Karena kau pantas bahagia, Rena. Di saat tidak ada yang bisa membahagiakanmu, aku bisa dan aku ada."

"Terima kasih, Hasan. Yakinkan aku untuk terus mempercayaimu."

"Pastinya."

Suara kembang api terdengar di udara. Seakan turut ikut merayakan kebahagiaanku. Aku bersyukur, malam ini bisa merasakan kebahagiaan seperti ini. Aku bersyukur mengenal Hasan. Di malam pergantian tahun ini, aku melewatinya bersama Hasan. Terima kasih Tuhan.

- THE END -


Di ujung malam tahun baru ini, aku tidak berhenti tersenyum. Aku dan Hasan kembali ke rumah dengan perasaan yang susah untuk di ungkapkan dengan kata-kata. Pada intinya kami bahagia.

"Terima kasih untuk malam ini," kataku ketika sampai di rumah.

"Kalau ada apa-apa, kabari aku. Eh, tidak perlu menunggu ada sesuatu, kapanpun dan dimanapun beritahu aku, oke? Aku pulang dulu. Tidur lebih awal, jangan begadang!" kata Hasan. 

Belum juga pulang, Hasan masih berkata, "Oh iya lupa. Hentikan membuat momen tentang kode-kode di sosial media, oke? Sungguh hatiku sakit ketika membaca momen milikmu."

"Peka tapi tidak merespon, dasar!" kataku memanyunkan bibir.

"Kan aku sudah bilang, aku—"

"Oke-oke aku tau. Pulang sana, sudah tengah malam ini. Hati-hati di jalan," kataku melambaikan tangan mengantarkan Hasan pergi. 

Senyum masih terpatri di bibirku. Ketika memasuki rumah, aku terkejut ibu muncul tiba-tiba dibalik jendela.

"Astaga Ibu, bikin kaget aja. Ngapain sembunyi di sana?" kataku.

"Ciye, jadian ciyeeee. Ciye, gak galau lagi ciyeeee," goda Ibu sambil berlari masuk.

"Ah Ibuuuuu."

Continue Reading

You'll Also Like

169K 3.7K 47
Crest view academy. This was no ordinary high school; it was known for its academic excellence and fierce rivalries. Amongst the students, two indivi...
Riptide By V

Teen Fiction

321K 8.2K 116
In which Delphi Reynolds, daughter of Ryan Reynolds, decides to start acting again. ACHEIVEMENTS: #2- Walker (1000+ stories) #1- Scobell (53 stories)...
1M 56.3K 36
Millie Ripley has only ever known one player next door. Luke Dawson. But with only a couple months left before he graduates and a blackmailer on th...
677K 2.6K 65
lesbian oneshots !! includes smut and fluff, chapters near the beginning are AWFUL. enjoy!