ALKANA [END]

By hafifahdaulay_

789K 38.2K 3.1K

Dia Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana adalah tipikal lelaki dingin, angkuh da... More

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 03

25.3K 1.1K 31
By hafifahdaulay_

HAPPY READING:)

"Kalo lo emang suka hujan, kenapa berteduh? dan menghindari setiap tetesannya dari langit?."

~Alkana Lucian Faresta~

Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh murid mulai mengemasi buku-buku pelajaran dan bergerak keluar kelas untuk pulang. Suasana langit yang kelam dan gelap membuat gerakan setiap orang nampak tergesa-gesa takut-takut jika hujan turun.

Setelah kejadian kemarin dimana Alkana yang merayakan ulang tahunnya dengan kue, Liona tak pernah melihat lelaki itu di sekolah. Entah kemana Liona tidak perduli, justru ia sedikit bersyukur karena berdekatan dengan Alkana membuat beberapa orang mengatakan yang tidak-tidak tentangnya.

Mulai dari di tuduh berselingkuh dengan Alkana, dan di tuduh menggoda Alkana perihal lelaki itu yang mengajaknya ke mobil. Terlebih lagi mereka berada di sana cukup lama, jika Liona mengatakan yang sebenarnya bahwa Alkana memberinya kue ulang tahun justru akan mendukung opini mereka yang pertama. Bisa-bisa ia di cap selingkuh dari Malvin. Meski sepertinya kenyataannya justru sebaliknya.

"Gue duluan ya Li, nyokap udah jemput, lo pulang sama Malvin kan?" ucap Mela yang memperhatikan layar ponselnya, membaca pesan singkat dari ibunya.

Liona tersenyum tipis, "Duluan aja Mel, santai. Gue balik sama Malvin." Mela mengangguk mendengarnya lalu mulai melangkah keluar kelas.

"Gue sama yang lain duluan ya Liona." ucap Trivina sambil melenggang pergi ke luar kelas juga di ikuti teman sekelasnya yang lain.

Liona tak lama keluar dari kelas dan melewati koridor menuju parkiran, bisikan yang membuat kupingnya panas mulai terdengar.

"Oh ini yang lagi deket sama Alkana?, Itukan pacarnya si ketos?!"

"Mau-mau nya Alkana deket sama dia, masih cantikan gue kemana-mana!"

"Mungkin dia ngegoda Alkana kali, apalagi mereka kan masuk mobil Alkana gak tau tuh di dalam ngapain cih!"

"Murahan banget sih, semua cowok di embat!"

"Muka doang polos! Di bayar berapa Lo?!"

Liona menebalkan telinganya dan berjalan tergesa-gesa menuju parkiran untuk pulang bersama pacarnya. Biarkan saja mereka berargumen seperti apa, Liona malas meladeni mereka. Waktunya akan terbuang sia-sia.

Dan yah tadi pagi Liona melihat Malvin membawa mobil, itu bagus jadi Liona tidak akan kehujanan. Terlebih lagi gerimis mulai turun.

Sampai di parkiran Liona melihat Malvin yang sudah menunggunya, dengan posisi lelaki itu bersandar pada bagian depan mobil. Liona menghampiri Malvin dengan senyuman tipis, entahlah sampai kapan ia bertahan. Jujur ia kecewa dengan sikap Malvin di belakangnya, namun hatinya?. Entahlah mungkin ia akan menjalani ini sampai benar-benar lelah dan hatinya ikhlas melepas lelaki itu.

Namun apa Liona akan baik-baik saja jika itu harus terjadi?.

"Ayo!!" Liona menghampirinya, tanpa basa-basi Liona membuka pintu di samping kemudi. Raut wajahnya langsung berubah, Liona terdiam seribu bahasa. Dia, Aurel. Gadis itu duduk di sana dan menatap Liona dengan pandangan remeh.

Malvin meremas kasar rambutnya karena frustasi. Ia belum sempat mengatakan apa-apa, namun gadis itu lebih dulu membuka pintu mobil. Liona terdiam kaku lalu terkekeh miris.

"Lili, Aurel pulang sama kita ya, kasian Aurel sakit perut sayang. Kamu duduk di belakang ya? Gak papa kan?"

"Kamu keterlaluan ya jadi cowok!" sentak Liona tak percaya mendengar ucapan pacarnya itu.

"Aurel katanya pengen duduk di depan Li, aku gak bisa nolak, gak enak sama dia." lelaki itu beralasan yang sangat tidak masuk di akal Liona.

Liona menatap tajam pada Aurel, gadis itu balas tersenyum miring pertanda semua ini hanya permainannya. Liona memejamkan matanya menahan amarah. Liona menutup pintu mobil dengan kasar hingga menimbulkan suara kencang, beberapa orang memperhatikan namun tentu saja tak ada yang berani mendekat.

Liona menatap Malvin dengan pandangan kecewa, "Fine...aku bisa pulang sendiri!" ucapnya dengan raut wajah yang membuat dada Malvin sesak. Liona berjalan pergi dari sana dengan langkah tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Harapannya pupus ketika berharap Malvin mengejarnya, nyata mobil lelaki itu melewatinya begitu saja, tentunya dengan Aurel yang sudah duduk manis di dalamnya, di tempat yang biasanya Liona duduki.

Liona sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh. Ingin rasanya ia mencabik-cabik wajah Aurel, namun ia masih punya malu. Liona tidak suka menjadi tontonan gratis.

Rintik hujan perlahan menjadi deras tepat saat Liona sampai di halte yang sudah sepi, murid-murid sudah pulang, entah di jemput orang tuanya, supir keluarga mereka, atau dengan kendaraan yang mereka bawa saat ke sekolah. Angkutan umum? Sialnya wilayah SMA Venus sangat jarang lewat kendaraan umum.

Liona memeluk dirinya sendiri yang basah kuyup saat berlari ke sini tadi, seragam dan rambutnya basah, sekarang ia benar-benar sendirian di halte sekolah. Sungguh Liona benar-benar sial hari ini.

Kesialan kembali menimpa saat Liona menyalakan ponselnya yang ternyata lowbat. Tadinya ia ingin memesan grab, mustahil jika Liona meminta Arga datang menjemputnya. Semenjak menikah dengan Miranda, Arga sudah tak lagi peduli padanya.

Tiba-tiba suara deruman mobil terdengar dan berhenti tepat di depan Liona. Gadis itu mendongak dan melihat orang yang seharian ini tak pernah ia lihat keluar dari mobil hitam itu.

Alkana.

Lelaki yang masih dengan seragam sekolahnya yang berantakan di balut jaket khas Xanderoz, lelaki itu melangkah mendekati Liona dan berdiri tepat di hadapan Liona.

Satu hal yang dapat Liona simpulkan, Alkana bolos sekolah. Dan hal tersebut sepertinya bukan hal baru lagi di benak gadis itu.

"Kenapa belum pulang?" Alkana bertanya dengan suara berat dan serak miliknya. Bukannya menjawab Liona malah balik bertanya.

"Lo sendiri? Bolos." tuding Liona.

Alkana berdecak kesal, lelaki itu menatap penampilan Liona, gadis itu nampak sedikit berantakan. Namun bukannya terlihat jelek, Liona malah semakin cantik di mata Alkana. Namun sesuatu mengganggu pengelihatan Alkana ketika melihat seragam gadis itu yang transparan hingga mencetak tank top hitamnya.

Alkana menghela nafas lalu melepaskan jaketnya lalu meletakkannya di bahu gadis itu. Jaket besar Alkana membuat tubuh Liona tertutup sempurna.

"Eh ngapain?! Gak! Gak usah!" Liona berniat melepaskan jaket tersebut namun Alkana langsung menahannya.

"Jangan lepas Athena!" ucap Alkana penuh penekanan. Liona menahan nafas, jantungnya bergemuruh saat Alkana menyebut nama belakangnya. Terlebih lagi posisi mereka terlalu dekat sekarang ini, Alkana menunduk untuk menahan pergerakan gadis itu.

"Gak usah Alkana, gue--" ucapan Liona terhenti karena Alkana berbisik di telinganya.

"Baju lo transparan sayang..." Liona mendorong Alkana lalu mengibaskan tangannya ke arah telinga, seolah mengusir suara Alkana yang sudah hilang di bawa angin. Ucapan Alkana terlalu frontal menurutnya.

Liona menunduk, benar saja, air hujan membuat seragamnya basah hingga mencetak pakaian dalam yang ia kenakan. Sialan! Liona benar-benar malu sekarang. Dengan terpaksa Liona memakai jaket lelaki itu, ingat! Liona terpaksa!. Dirinya tidak mau bagian tubuhnya menjadi tontonan gratis.

"Pulang!" ucap Alkana seolah memerintah gadis itu harus berdiri dari duduknya. Liona menggeleng, aneh rasanya jika Alkana mengantarnya, namun sekarang ia tidak punya pilihan lain bukan?.

"Masih hujan, tunggu reda." Liona beralasan.

"Bukannya lo suka hujan?" Alkana menaikkan sebelah alisnya. Liona mengernyit heran, "Lo tau dari mana?"

"Gue tau semua tentang lo Athena..." ucapan Alkana membuat Liona merinding, lelaki ini memang misterius dan sulit di tebak.

"Iya gue suka hujan." ujar Liona pada akhirnya. Liona memang sangat menyukai hujan. Entahlah baginya hujan adalah definisi rasa kesedihan paling sempurna.

"Kalo lo emang suka hujan, kenapa berteduh? dan menghindari setiap tetesannya dari langit?"

Liona tertegun, ia menatap Alkana dengan intens, kata-kata lelaki itu membuat dirinya terdiam. Liona tidak tau lelaki dingin seperti Alkana dapat berbicara puitis dan membuat hatinya tersentuh.

Dan Liona jadi ingat, kali pertama ia bertemu Alkana adalah ketika hujan, hujan yang mempertemukan mereka.

"Iya lo bener, gue salah." pasrah Liona pada akhirnya. Entahlah, Liona hanya ingin membatasi diri agar tidak terlalu dekat dengan lelaki itu. Alkana menajamkan matanya, telinganya tak nyaman mendengar setiap ucapan Liona yang terdengar membatasi interaksi dengannya.

"Jangan hindari gue Athena, gue nggak suka!" ucap Alkana terang-terangan.

"Kita gak sedekat itu, please. Gue udah punya cowok, stop bertingkah seolah lo itu pacar gue. Jujur gue gak nyaman." Liona berucap dengan nada pelan takut membuat Alkana tersinggung, namun harapannya pupus ketika melihat rahang laki-laki itu mengeras.

Tanpa aba-aba Alkana membungkuk lalu mengurung gadis itu dengan kedua tangannya, Liona menahan nafas, demi apapun ini terlalu dekat. Liona sangat takut sekarang, mata Alkana memerah, tentangnya terkepal kuat hingga urat lehernya ikut menonjol.

"Lo punya gue Athena, sekali gue bilang lo milik gue, maka selamanya akan tetap begitu!"

"I'm yours and you're mine."

"Stop Alkana, lo bukan punya gue dan gue bukan punya lo! Jadi stop bilang-- mmhh.."

Ucapan Liona terhenti ketika Alkana dengan kurang ajar mencium bibirnya, lelaki itu menciumnya dengan kasar dan brutal. Liona berusaha mendorong namun kekuatannya tidak sebanding dengan Alkana. Lelaki itu menahan tengkuk Liona dan memperdalam ciuman mereka.

Perlahan air mata gadis itu jatuh, ia merasa di lecehkan, ciuman pertamanya yang ia jaga untuk suaminya kelak telah hilang karena perbuatan kurang ajar Alkana.

Alkana memejamkan matanya menikmati bibir manis gadis itu, ini pertama kalinya ia melakukan hal gila ini, dan rasanya begitu menyenangkan dan membuat Alkana candu. Seakan bibir gadis itu adalah nikotin yang membuat Alkana ingin lagi, lagi, dan lagi. Gadis itu terus memberontak membuat Alkana menggenggam tangan Liona kuat agar berhenti memberontak.

Merasa sesuatu mengalir di pipinya, Alkana membuka mata lalu melepaskan cengkeraman nya dari tangan Liona lalu memundurkan wajahnya. Rasa bersalah menyerang Alkana melihat gadis itu menangis karena ulahnya. Tapi Alkana tidak menyesal sudah melakukannya.

"Brengsek!" umpat Liona lalu melayangkan tamparan keras di pipi Alkana.


Nafas Liona memburu karena emosi, setelah menampar lelaki itu Liona berlari dari sana menerobos hujan. Liona terus berlari hingga tidak menyadari Alkana mengejarnya dari belakang.

Liona merasakan tangannya di tarik kuat hingga berbalik badan dengan kasar, ia bisa melihat Alkana yang sudah basah kuyup sama sepertinya sedang menahan emosi.

"Pulang!" bentaknya.

Liona berontak berusaha melepaskan diri, dia benar-benar takut sekarang.

"Gue bisa pulang sendiri, gue gak butuh bantuan lo bajingan! Jauh-jauh dari gue dan dari kehidupan gue!" teriak Liona seperti orang kesetanan, air mata gadis itu terus turun meski di samarkan air hujan. Namun Alkana jelas tau gadis itu menangis.

Alkana menatap nanar gadis itu, dengan gerakan cepat ia memeluk tubuh Liona yang sudah bergetar, entah karena gadis itu kedinginan atau emosi Alkana tidak tau, Alkana mendekap erat tubuh Liona. Jujur ia hilang kontrol tadi, dadanya sesak mendengar ucapan menyakitkan gadis itu, jadi dia langsung melampiaskan emosinya dengan cara itu.

Liona meronta dalam pelukan Alkana, namun tiba-tiba gerakan gadis itu berhenti, Alkana mengernyit lalu memundurkan kepalanya untuk melihat wajah Liona. Mata gadis itu tertutup rapat dengan bibirnya yang sedikit terbuka.

Liona pingsan.

"Hei! Bangun! Athena!" Alkana menepuk-nepuk pipi gadis itu namun tidak ada respon.

Alkana panik bukan main, tanpa aba-aba Alkana menggendong gadis itu ala bridal style menuju mobilnya yang masih di depan halte sekolah. Alkana membuka pintu lalu memasukkan gadis itu kedalam mobil. Mereka pergi dari sana, entah kemana Alkana akan membawa gadisnya, hanya dia yang tau.

******

Malam telah tiba, dimana seharusnya sang bulan kembali bertahta namun sayang awan hitam dari derasnya hujan membuatnya bersembunyi. Hujan masih terus mengguyur kota sejak sore tadi, entahlah sepertinya langit belum berhenti menangis.

Suara gemuruh petir dari langit membuat gadis yang tertidur di atas kasur itu terbangun lantaran kaget. Gadis itu refleks memegangi kepalanya karena terserang pusing tiba-tiba, lama-lama pandangannya yang tadi masih kabur mulai nampak jelas.

Asing.

Itu yang gadis itu rasakan pertama kali melihat langit-langit ruangan, setelah ia raba tempatnya berbaring adalah kasur, dapat Liona simpulkan jika dia berada di sebuah kamar.

Namun kamar siapa? Jelas ini bukan kamarnya, kamarnya tidak semewah ini, kasurnya juga tidak seempuk dan selebar ini. Dan kamarnya tidak memiliki interior ruangan seindah ini. Liona mencoba mengingat, satu nama kini terbesit dalam otaknya 'Alkana'.

Liona berusaha bangun, meski tubuhnya lemas ia masih mampu duduk dan bersandar di kepala ranjang. Liona bisa jelas melihat rintik hujan mengguyur kota dari jendela kaca kamar ini, Liona juga jelas melihat pemandangan kota dengan gedung-gedung tinggi penuh lampu. Sangat indah.

Namun kekagumannya berubah menjadi tatapan nanar ketika sekelebat ingatan perihal Alkana yang menciumnya secara paksa sore tadi. Liona tidak mengerti mengapa lelaki itu bersikap demikian. Namun di mata Alkana sekarang Alkana adalah seorang bajingan.

"Merasa lebih baik?"

Suara itu membuat Liona menoleh, ia mendapati Alkana berdiri di ambang pintu sambil bersandar dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana panjang hitam yang di pakainya. Liona diam tak berniat membuka suara.

"Maaf..." suara Alkana kembali terdengar, ada penyesalan dalam suaranya. Namun itu pasti hanya drama Alkana, karena dia tidak pernah menyesal sekalipun mencium Liona, baginya merebut first kiss gadis itu adalah kesenangan langka. Namun demi menarik simpati Liona, baiklah dia akan berpura-pura menyesal.

"Karena udah nyium lo tanpa izin tadi." lanjut Alkana membuat Liona mendengus dalam hati. Liona muak ketika mengingat tindakan kurang ajar lelaki ini, namun mau bagaimana lagi. Apa Liona harus bunuh diri karena itu? Tentu saja tidak! Tidak ada pilihan lain sekarang selain pasrah dan mencoba ikhlas.

Liona menundukkan pandangannya, tunggu pakaian pria itu telah berganti, Liona menatap pakainya yang juga ikut berganti. Ia menatap Alkana tajam yang kini duduk di depannya di pinggiran kasur.

"Siapa yang ganti baju gue?" tanya Liona was-was. Lelaki itu menatapnya tajam, tubuh Liona bergetar ketakutan. Bayangan kejadian tadi siang kembali datang. Liona menundukkan kepalanya, dia tidak ingin Alkana kembali melakukan hal-hal gila pada dirinya.

Alkana tersenyum samar, ia yakin perlahan bisa menaklukkan Liona dan menjadikan gadis itu memiliknya selamanya, hanya miliknya.

"Tadi lo pingsan, gue bawa lo ke apartemen gue sambil bawa dokter buat periksa keadaan lo, sekaligus gantiin baju lo." jelas Alkana.

"Dokternya laki-laki atau--"

"Tentu saja perempuan Athena, gue nggak akan biarin lelaki lain lihat tubuh lo." ucap Alkana dengan suara rendah, dan itu membuat Liona tertegun, tersirat rasa peduli dalam nada bicaranya yang mampu membuat hati Liona bergetar. Namun ia menepis itu jauh-jauh.

Liona melirik sejenak jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam, matanya terbelalak kaget. Tunggu, Liona harus pulang, bagaimana jika Arga mengamuk padanya?. Tidak! Liona tidak sanggup menerima amukan papanya.

"Gue-gue mau pulang, Papa pasti nunggu di rumah." panik Liona langsung beranjak, namun Alkana menahan pergerakannya.

"Mau kemana?"

"Ya pulang lah!" gemas Liona. Sudah jelas-jelas ia mengatakannya tadi.

"Kemana?" lagi-lagi pertanyaan Alkana membuat Liona gemas bercampur kesal.

"Ke rumah gue Alkana!"

Alkana tersenyum miring membuat Liona yang tadinya gemas bercampur kesal kini kembali merinding.

"Rumah? bukannya tempat itu lebih bagus di juluki Neraka? Yang di mana apinya setiap hari membakar tubuh lo perlahan hingga menjadi rapuh seperti sekarang?" ucapan Alkana sukses menampar Liona secara tidak langsung.

Mata Liona perlahan mulai berkaca-kaca. "Lo gak tau apa-apa soal kehidupan gue, jadi stop bersikap seolah lo tau segalanya!"


"Oh ya? Tapi sayangnya gue tau semua tentang lo Athena... semuanya. Dan gue tau apa yang paling lo butuhkan saat ini..." Alkana mendudukkan dirinya di samping Liona, jarak mereka yang begitu dekat membuat Liona hendak bergeser menjauh, namun Alkana dengan cepat mengehentikan pergerakan gadis itu dengan mencengkram pinggangnya.

"Gue!, gue adalah sosok yang paling lo butuhkan saat ini " lanjut Alkana.

Liona tak mampu menahan tawa sinisnya, "Gak usah kepedean! gue gak butuh lo atau siapa pun! dan dari ucapan lo tadi, lo seolah menyimpulkan kalo gue akan bergantung sama lo!"

"Bahkan dalam mimpi sekalipun, itu nggak akan pernah terjadi. Gak akan pernah!" bentak Liona di depan wajah Alkana.

Kali ini berbeda, bukannya marah Alkana justru tersenyum, Liona terpaku melihat wajah lelaki itu yang berkali-kali lipat lebih tampan jika tersenyum. Rahangnya tegas, hidungnya mancung dan garis wajahnya yang begitu sempurna.

Alkana menarik gadis itu dalam dekapannya dengan tiba-tiba, Liona yang tak siap langsung terjatuh dalam dekapan lelaki itu. Awalnya Liona memberontak namun apalah tenaganya di banding Alkana. Karena lelah dan kehabisan tenaga, Liona memilih pasrah.

"Menggemaskan sekali...."

Liona merutuki Alkana dalam hati, bisa-bisanya dia berbicara manis dalam keadaan seperti ini. Namun sayangnya Liona tidak baper sama sekali.

Namun fokusnya teralihkan ketika wajahnya yang menempel sempurna di dada bidang pria itu, detak jantung Alkana terdengar jelas di telinganya. Terdengar cepat dan tak karuan. Liona mulai mengantuk ketika keheningan melanda mereka cukup lama.

"Gue cinta banget sama lo Athena..." lirih Alkana yang samar-samar masih dapat di dengar oleh gadis itu. Sejenak Liona berhasil melupakan Malvin tanpa dirinya sendiri sadari.

Continue Reading

You'll Also Like

596K 9.4K 7
Ana, si cewek yang hobi belanja online, dan Hyunjin, cowok pecinta motor. °start. 22.08.19
2.2M 238K 45
"Pasangin dasi." "Bawain tas gue." "Sisirin." "Suapin." Dan banyak lagi perintah si tuan muda Sagara Azam Pratama pada adik kelasnya, Arrsyila Zakia...
Alter ✔ By Savta5

Teen Fiction

967K 63.3K 55
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA, biar dapat full partnya] ______ a l t e r ; ❝Seorang gadis yang tidak mendapatkan kebahagian dalam hidupnya akan menjadi g...
1.3M 147K 48
‼️FOLLOW SEBELUM MEMBACA Belum direvisi. HIGH RANK: • 2 #persahabatan [21/03/2022] • 1 #mostwanted [03/04/2022] • 2 #fiksiremaja [03/04/2022] • 3 #ta...