☑️ I'll Kill You, Boss!

By Atthaphan_Redcliff

22.9K 1.8K 273

[COMPLETED] CHAPTERED || Gun Atthaphan • Off Jumpol • Krist Perawat • New Thittipom • Tay Tawan • Nirin Thana... More

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Epilog
Note

Chapter 05 (End)

3K 247 44
By Atthaphan_Redcliff

"P'Off, jadilah pacarku."

Gun memejamkan mata usai mengatakan kalimat pernyataan cinta tersebut. Namun, beberapa saat berlalu tak ada sedikitpun jawaban yang terdengar, hingga akhirnya Gun berinisiatif membuka sebelah mata, mengintip seorang pria tampan bermata sipit yang kini berdiri depan nya.

"Tidak."

Singkat, padat, jelas dan berhasil membuat hati Gun patah seketika. Gun telah menyukai senior nya di Sekolah menengah atas itu semenjak ia menginjakkan kaki sebagai siswa baru di sekolah ini beberapa bulan lalu. Nama nya Off Jumpol, seorang pemain basket dan mantan ketua OSIS. Ketampanan nya yang melebihi para dewa membuat siapapun yang melihatnya bertekuk lutut, tak terkecuali untuk Gun Atthaphan.

"Ah, baiklah. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mendengar omong kosongku." Gun membalikkan badan, bening kristal yang sedari tadi ia tahan kini tidak bisa terbendung lagi. Harusnya ia tidak lancang menyatakan perasaannya, padahal ia tahu jika Off bahkan tidak pernah mengetahui keberadaan nya selama ini. Hanya Gun yang mengawasi Off secara diam-diam. Gun menyusut air matanya dan berniat untuk pergi dari tempat itu. Akan tetapi baru saja ia ingin melangkah pergi lengan seseorang kini melingkari pinggang ramping Gun dari belakang.

"Aku tidak mau jadi kekasihmu jika kau yang memintanya, karena aku ingin akulah yang menyatakan itu untuk pertama kali." Off mencium samping pipi Gun yang basah akibat air matanya tadi, lalu ia melanjutkan ucapan nya, "Aku mencintaimu, Gun Atthaphan. Sangat. Aku sudah memperhatikan mu sejak lama, lantas maukah kau jadi kekasih ku?"

Gun membalikkan badan menghadap Off, memeluk tubuh pria berbadan lebih tinggi darinya sembari menyembunyikan wajahnya didada bidang Off, Gun mengangguk mantap .

.
.
.
.

"Aku tidak mau berbicara pada P'Off!" Ucap Gun ketus, seraya bersedekap dada. Jangan lupakan bibir terpout yang selalu mengundang nafsu Off untuk mencicipinya.

"Ayolah Gun, Minggu depan aku harus berlatih basket."

"Tidak! Kau harus menemaniku menonton konser P'Krist, aku ingin melihat dia secara langsung. Waktu itu bahkan kencan kita gagal karena kau harus pergi ke tempat latihan. Jadi aku tidak mau kencan kali ini gagal juga."

"Tapi-"

"Temani aku atau aku akan pergi dengan pria lain?" Ancam Gun dengan telak, menyebabkan orang yang diancam pun hanya bisa menghela nafas berat. Tak ada pilihan lain selain menuruti keinginan si pria mungil.

"Baiklah."

.
.
.

"P'Off kenapa kau menyeret ku ke tempat ini?" Tanya Gun bingung, karena Off yang sekarang menjabat sebagai seorang head hazer di Bangkok University itu malah membawa nya ke lorong kampus yang tergolong sangat sepi, bahkan tak ada satu mahasiswa pun melewati tempat mereka berdiri saat ini.

"Kau ingin membuatku cemburu hah?!"

"Apa maksudmu?" Tanya Gun tak mengerti.

"Dengar Gun, kau hanya milikku. Jangan biarkan orang lain menyentuhmu. Apa kau paham?"

"P' kau cemburu hanya karena Mond mengusap keringatku dengan sapu tangan?" Tanya Gun setengah tidak percaya, bagaimana bisa Off secemburu itu hanya karena hal sepele.

Rahang Off mengeras, ia menangkupkan kedua belah tangan nya dipipi Gun lalu mencium bibir Gun kasar, menjelajahi mulut kekasih nya yang terasa manis tanpa jeda, sampai pada akhirnya Gun harus memukul dada Off untuk menghentikan aksi pria itu.

"Aku milikmu, hanya kau. Jadi jangan pernah cemburu pada siapapun lagi."  Desis Gun seraya mencium singkat bibir Off.

.
.
.

"Ada apa, Gun? Kau baik-baik saja?" Off datang dengan nafas terengah-engah, karena jarak antara universitas nya dan rumah sakit lumayan jauh, terlebih lagi ia harus berlari sejak menginjakkan kaki di halaman rumah sakit.

"P' aku.. aku.. " Suara Gun tercekat, melirik Off dengan ekspresi takut-takut. "Aku hamil."

Off tersentak, ia menoleh ke arah dokter yang masih ada di ruangan tersebut dan seolah mengerti, sang dokter menganggukkan kepala, menjawab keraguan Off tadi.

Off tersenyum, ia memeluk tubuh Gun yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan pelan, tak ingin menyakiti calon anaknya yang ada di perut sang kekasih.

"P'Off tidak marah? P' tidak menganggap aku aneh? P tidak akan meninggalkan ku kan?" Rentetan pertanyaan dari Gun membuat Off membelai surai kehitaman Gun lalu menggeleng.

"Justru aku bahagia, Sayang. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan kebahagiaan ku saat ini. Tapi percayalah Gun, kita pasti akan bisa melewati masalah apapun nanti bersama, aku akan selalu disampingmu untuk menjagamu dan anak kita." Ucap Off, ia mengecup kening Gun singkat, "terimakasih karena sudah mengandung anakku, anak kita."

Gun mengangguk, ia menangis haru. Di raih nya tubuh Off, memeluknya erat seolah enggan untuk melepaskan berang sejenak pun.

.
.
.

"Kau harus gugur kan anak itu, Gun!" Teriak seorang pria paruh baya yang merupakan ayah Gun sembari melayangkan sebuah cambuk ke tubuh mungil nan ringkih Gun.

"Tidak Pho! Aku tidak mau!"

"Mau jadi apa kau? Hubungan pria dan pria saja sudah bisa membuat orang menggunjing keluarga kita, dan sekarang kau... Pria macam apa yang bisa hamil hah? Apa kau tidak malu perut mu sebesar itu? Kau itu pria!! Aku menyesal membesarkan anak terkutuk sepertimu."

Gun menangis sesenggukan, tak ada niatan untuk menjawab kemarahan orang tua nya. Hingga sentuhan hangat dipipinya membuat Gun mendongak, melihat sang ibu yang saat ini tersenyum lembut.

"Minum lah ini Gun, percaya lah pada Mae. Jika ini yang terbaik untukmu.  Mae dan Pho tidak sanggup mendengar cacian dari orang lain terhadap keluarga kita." Ucap Wanita paruh baya tersebut sembari menyodorkan sebuah gelas berisi air berwarna keunguan. Sontak saja Gun segera menepis, menyebabkan gelas tersebut jatuh pecah dan isinya membasahi lantai. Memang Gun tidak tahu. Jika minuman yang di berikan oleh ibunya adalah sebuah racun. Hati Gun berontak, tidak ingin mempercayai jika kedua orang tuanya tega melakukan hal tersebut pada anak kandungnya sendiri.

"Dasar anak kurang ajar!" Pekik sang ayah, kembali mencambuk tubuh Gun karena melihat anak nya tersebut menolak minuman yang diberikan oleh ibunya. Gun ingin kabur, akan tetapi ia tak bisa keluar sekarang. Yang bisa ia lakukan hanyalah memeluk perutnya sendiri, menahan agar kandungan nya yang kini telah menginjak usia 7 bulan baik-baik saja.

.
.
.

"Gun!!!" Pekik Off menghampiri kekasihnya yang saat itu berjalan terseok-seok di depan rumahnya. Off segera menggiring Gun masuk ke dalam rumah dan mendudukkan pria mungil itu di sofa. "Apa yang terjadi padamu?" Tanya Off khawatir karena sudah seminggu terakhir Off tak melihat kekasihnya dimanapun, bahkan saat Off pergi kerumah Gun pun. Orang tua nya selalu mengatakan Gun tidak ada dirumah.

"P'Off, bawa aku pergi kemanapun. Aku tidak ingin tinggal di Bangkok lagi. Ku mohon." Ucap Gun di sela Isak tangisnya, ia segera memeluk Off erat, seakan mencari perlindungan. Untung saja, orang tua nya harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan, hingga membuat Gun berhasil kabur menggunakan kunci cadangan yang ia simpan.

"Apa orang tuamu yang melakukan ini?" Tanya Off, berharap dugaan nya tidaklah benar namun anggukan Gun membuat hati Off ikut hancur detik itu juga. "Baiklah, kita akan pergi lusa. Aku akan menyiapkan kepergian kita ke New Zealand dari sekarang." Ucap Off membalas pelukan Gun, "Kita akan memulai segalanya dari awal, hanya ada kau, aku dan anak kita nanti disana." Tambahnya yang hanya dijawab anggukan oleh Gun.

.
.
.

"Ada apa Gun?" Tanya Off seraya memperhatikan Gun yang duduk di sampingnya, kini mereka berdua telah berada disebuah taksi menuju bandara Suvarnabhumi, namun wajah Gun memucat sesaat setelah mendapatkan sebuah panggilan telpon entah dari siapa.

"P' pesawat yang di tumpangi oleh kedua orang tua ku jatuh ke laut." Ucap Gun datar, tak ada ekspresi apapun disana walaupun wajah pria mungil itu sangat pucat.

"Apa kita harus membatalkan rencana kepergian kita hingga orang tua mu di temukan?"  Usul Off, mengerti perasaan Gun walaupun pria itu tak mengatakan apapun.

"Tidak. Aku tidak mau. Biarkan saja mereka. Aku tidak tahu apakah mereka masih hidup atau mati, aku hanya takut jika mereka masih hidup mereka akan menyiksaku dan anakku lagi. Jadi lebih baik kita tetap pergi, ku mohon P'."

Gun menyayangi orang tua nya, sangat. Namun ketakutan Gun akan siksaan orang tuanya membuat ia mengambil keputusan yang sangat besar baginya.

"Baiklah, kita-"

"Pak, awas!!!"

Belum sempat Off menyelesaikan ucapan nya, tiba-tiba sang sopir taksi berteriak keras, seolah mengisyaratkan ada hal buruk yang akan terjadi setelahnya. Dan benar saja hal yang terakhir Gun ingat adalah kondisi dimana mobil mereka menabrak sebuah bus pariwisata hingga membuat mobil yang mereka tumpangi terbalik.

⚡⚡⚡

Gun kini mengingat semua nya.

Memori otak Gun terus memutar kilas balik beberapa tahun silam dimana Off dan Gun masih bersama. Gun merutuki kebodohannya karena bisa dengan mudah melupakan kekasihnya, pujaan hatinya dan separuh hidup nya. Bahkan Gun juga tidak ingat bagaimana proses ia bisa melahirkan anaknya, Nirin.

Gun tak mengingat pasti kejadian kemarin karena waktu itu mata Gun terasa berat. Namun satu hal yang Gun tahu bahwa sesaat sebelum mereka kecelakaan Off mendekap tubuh Gun dengan sangat erat, seolah tak membiarkan hantaman mobil mereka menyentuh Gun sedikitpun.

Gun tidak tahu, apa yang harus ia lakukan sekarang. Gun masih sangat mencintai Off, sangat. Tapi bagaimana dengan Off? Gun telah menyakiti pria itu begitu dalam, hingga Gun sendiri tak bisa membayangkan bagaimana kesakitan pria itu tatkala Gun melupakan Off.

Gun mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sepi, tak ada siapapun diruangan bernuansa putih tersebut. Hingga pada akhirnya setelah beberapa menit kemudian Tay memasuki tempat itu dan menghampiri Gun yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit.

"Kau sudah bangun?" Tanya Tay yang dibalas Gun hanya dengan anggukan pelan, "aku akan memanggil dokter untuk memeriksa kondisi mu." Lanjut nya. Namun belum sempat Tay keluar dari ruangan itu, Gun mencegah nya terlebih dahulu.

"Bagaimana keadaan P'Off, P'Tay?"

Tay tak menjawab. Hanya helaan nafas berat yang terdengar ditelinga Gun. Membuat rasa cemas Gun terhadap Off semakin meningkat.

"Kenapa kau diam? P'Off baik-baik saja kan P'?" Pekik Gun sembari menggoyangkan tangan Tay lemah, berharap kekasih dari sahabatnya itu mau menjawab pertanyaan yang ia ajukan.

"Gun, dengar.. Aku tidak tahu apakah aku harus memberitahu mu sekarang." Tay memberi jeda pada ucapannya, ia memijit pelipisnya dengan jari telunjuk dan ibu jari nya. Menandakan bahwa pria itu merasa frustasi saat ini. "Gun.. Off, dia.. Dia telah meninggal di tempat kejadian."

Deg

Nafas Gun tertahan. Bahkan rasanya Gun tak mampu untuk bernafas lagi tatkala mendengar jawaban Tay tentang Off, tentang kekasih hatinya yang kini telah tiada.

"P' jangan mengatakan lelucon dalam situasi seperti ini!" Pekik Gun nyaring.

"Itu bukan lelucon Gun! Itu fakta, Off memang telah meninggal."

"Tidak. P'Off tidak mungkin pernah meninggalkan kan ku P. Kau pasti berbohong, iyakan?"

"Kau tidak percaya? Baiklah. Aku akan menelpon New. Sekarang dia sedang mengurus pemakaman Off." Tay merogoh saku dan mengambil handphone nya. Menekan dial nomor yang sudah sangat ia hafal lalu melakukan video call. Setelah telepon tersambung, Gun terperangah karena saat ini memang New berada di sebuah pemakaman umum. Dan lebih mengejutkan lagi. Ketika New mengarahkan panggilan video itu pada sebuah makam yang tepat berada di depan New, sebuah makam dimana tertulis nama Off disana.

"Maafkan aku memberitahu mu sekarang Gun, aku hanya tidak ingin kau mengetahui hal ini sendiri ataupun dari orang lain. Dan beranggapan kami menyembunyikan hal ini darimu."

Untuk beberapa saat, lidah Gun terasa kelu. Bulir keringat dingin mulai membasahi tubuh nya dan bening kristal seketika mengucur dari kelopak mata Gun.

Jika ada yang bertanya apakah Gun sangat shock? Tentu jawabannya adalah iya.

Gun ingin berteriak sekencang-kencangnya dan mengatakan itu semua adalah kebohongan. Namun ia tak bisa memungkiri kenyataan ketika bukti makam Off telah di tunjukkan oleh kedua sahabat karibnya. Walaupun sebenarnya jauh di dalam lubuk hati Gun, ia masih sangat percaya bahwa Off tak akan pernah meninggalkan nya.

Tak ada yang bisa Gun lakukan sekarang, selain menangis terisak-isak. Berharap bahwa semua nya hanya omong kosong belaka.

⚡⚡⚡


"Papa."

Gun tersenyum simpul melihat putri semata wayangnya berlarian sembari merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk memeluk sang ayah yang baru pulang setelah seminggu dirawat inap dirumah sakit.

"Nirin merindukan Papa."

"Papa juga merindukan Nirin." Desis Gun seraya mencium pucuk kepala Nirin, meluapkan segala kerinduan akan sang buah hati.

Jika Gun boleh jujur, ia akan memilih mati bersama Off jika tak ada Nirin yang harus ia jaga. Gun sangat terpukul akan kepergian Off, itu sebabnya seminggu terakhir yang Gun lakukan dirumah sakit hanyalah melamun dan menangis. Bahkan selama seminggu itu pula Gun tak bisa pergi ke makam Off karena selalu dilarang oleh dokter serta kedua sahabatnya. Tay, New serta Krist telah menceritakan semua nya pada Gun. Bagaimana perjuangan Off untuk membuat dirinya mengingat kenangan dulu, perjuangan Off untuk selalu berada disisinya meskipun Gun kala itu tak mengingat Off. Sungguh, Gun amat sangat merutuki kebodohan nya. Jika saja dulu Gun tak hilang ingatan. Mungkin sekarang ia bisa bahagia bersama keluarga kecil nya. Tapi takdir ternyata berkata lain.

"Papa melamun lagi." Ucap Nirin dengan nada dibuat-buat, tak lupa dengan bibir yang ia kerucutkan.

Gun terkekeh pelan sembari mengusap rambut Nirin lalu Ia menoleh kearah belakang dimana ada New dan Tay yang juga tengah bersama nya sejak tadi.

"New, bisakah kau mengantarku ke tempat Off?"

"Tentu." Jawab New tersenyum lembut. Senyum yang sangat jarang pria itu tampilkan ketika bersama Gun.

"Aku titip Nirin padamu P'Tay. Kau tak keberatan kan?" Tanya Gun lagi pada sosok pria berkulit Tan disamping New.

"Tentu saja tidak, aku pasti akan menjaga Nirin. Jadi kau pergilah, kau pasti sangat ingin pergi kesana kan?"

Gun mengangguk seraya tersenyum pahit. Sebelum pergi, Gun mengecup kening Nirin selama beberapa detik seraya memejamkan mata. Mencoba mengalihkan rasa sesak di hati Gun.

⚡⚡⚡

Gun menatap sendu pusaran makam dimana tertulis nama Off disana. Gun juga tak berniat untuk mengusap air mata nya yang jatuh sejak ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hati Gun hancur, semua nya terasa begitu cepat bagi Gun. Ia bahkan belum sempat mengatakan bahwa sebenarnya Gun telah mengingat Off, bahwa Gun masih sangat mencintai Off, meskipun saat ia hilang ingatan ia tak bisa mengingat Off. Tapi alam bawah sadar Gun selalu terlukis wajah Off disana. Buktinya, setiap kali Gun berdekatan dengan Off di kantor. Gun selalu merasakan getaran aneh walaupun getaran itu selalu Gun tepis mati-matian.

Dan sekarang semua nya hanya menjadi penyesalan untuk Gun, sesal sebab tak bisa mengingat Off lebih awal.

"Gun, kau baik-baik saja?"

"Bagaimana aku bisa baik-baik saja, New? Ketika cintaku, hidupku pergi meninggalkan ku tanpa mengatakan apapun? Kenapa disaat aku telah mengingat nya. Dirinya pergi begitu saja? New, semarah itu kah P'Off padaku?"

"Jangan berkata seperti itu Gun, kau tau betul betapa Off sangat mencintaimu." Ucap New dan ketika melihat bahu Gun bergetaran. Ia menarik tubuh Gun kedalam pelukan nya. Mencoba menenangkan sahabat nya yang kini menangis tanpa suara sedikitpun.

Setelah Gun sedikit lebih tenang, New melepaskan pelukannya. Lalu menyodorkan beberapa map ke tangan Gun. Membuat Gun menatap New heran masih dengan mata sembab nya.

"Pengacara Off menitipkan ini padaku. Mulai sekarang kau lah yang harus mengelola TC Company. Gun, Off sangat mempercayai dan mencintaimu maka dari itu ia sudah mengalihkan seluruh aset kekayaan nya atas namamu jauh sebelum ia meninggal. Jadi ku mohon, jagalah kepercayaan nya. Kau pasti tau apa yang harus kau lakukan, bukan? Bukan keterpurukanmu seperti ini yang Off inginkan." Ucap New panjang lebar sambil menyusut bulir air mata yang kembali menetes di pipi Gun.

Gun tahu apa yang harus ia lakukan, Off menginginkan dirinya bisa mandiri dan melanjutkan hidup tanpa Off disisinya. Gun pun tahu, bahwa Off selalu menginginkan kebahagiaan untuk Gun serta Nirin.

Gun tersenyum tulus, ia mengusap nisan  Off sekali lagi sebelum beranjak dari makam kekasih hatinya. Mungkin untuk sebagian orang inilah akhir kisah cinta Off dan Gun. Akan tetapi bagi Gun kisah cinta Off dan Gun selalu bermekaran dan tak pernah mati.

Tak akan ada akhir tanpa dirimu. P'Off aku merindukanmu... Apa kau bisa mendengarnya disana?

💚END💚

04-04-2020

Continue Reading

You'll Also Like

420K 573 4
21+
282K 758 10
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
167K 14.6K 105
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
724K 12.1K 21
Megan tidak menyadari bahwa rumah yang ia beli adalah rumah bekas pembunuhan beberapa tahun silam. Beberapa hari tinggal di rumah itu Megan tidak me...