Karena-Nya, Dengan Perantara...

By NurlatifahSyifa

3.1K 100 5

Cahaya terang itu yang menuntunku keluar dari kegelapan. Kegelapan yang sudah lama melingkupi hatiku. Walau t... More

Aku Percaya
LDR (lagi?)
Katakan!
Kisahku
Kunci Hati
Pergi!
Melukis Senja

Mengagumimu Dari Jauh

201 9 0
By NurlatifahSyifa

Raut sedih itu sangat terlihat pada wajah Umi Nadia dan Aisha saat tahu bahwa Azlan tidak akan menginap malam ini. Padahal tadi siang Azlan baru sampai di rumah, namun malamnya ia sudah harus kembali karena besok ada jadwal kuliah pagi. Daripada terlambat, Azlan memutuskan untuk kembali pada malam hari.

Kecupan hangat di dahi Azlan berikan untuk Umi Nadia dan adiknya setelah sebelumnya menyalami tangan sang ibu.

"Azlan pamit ya, Mi," walaupun berat untuk merelakan Azlan pergi malam ini, namun Umi Nadia tetap membalas senyuman Azlan seraya mengangguk. "InsyaAllah hari sabtu minggu ini Azlan libur, nanti Azlan pulang lagi. Nginep."

Seakan menemukan air di gurun pasir, ucapan Azlan membuat Umi Nadia senang. "Janji sama umi?"

Sebuah anggukan dari Azlan saja sudah membuat hati perempuan usia 51 tahun itu tenang dan bahagia.

"Nanti bawain oleh-oleh ya, bang,"

Ibu jari dan telunjuk Azlan mengusap dagu, pandangan matanya ke atas seolah sedang berpikir. "Hmm.. gimana ya.."

Aisha mendengus kesal. Abangnya itu selalu bisa membuatnya kesal. Namun raut kesalnya langsung berubah jahil, "kalau bukan barang, bawa calon kakak ipar juga boleh."

Ucapan Aisha barusan sontak saja membuat Azlan dan Umi Nadia kaget. Bedanya, Umi Nadia mengangguk-angguk seakan setuju dengan permintaan Aisha sedangkan Azlan menunduk dengan tangan mengusap tengkuk, salah tingkah.

"Kenapa, bang? Udah ketemu 'kan calonnya?"

Azlan semakin salah tingkah saat Aisha kembali menyudutkan dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat pipinya bersemu. Ia malu! Umi Nadia yang mengerti perasaan anak lelakinya langsung menyenggol lengan Aisha agar berhenti menggoda sang kakak.

"Sha, udah ah, kasian abang kamu salah tingkah." Niat Umi Nadia memang membantu, tapi kalimatnya tersebut justru semakin membuat Azlan ingin pergi dari hadapan kedua wanita yang amat disayanginya itu.

"Ya udah, Azlan pamit ya, Umi," diciumnya lagi punggung tangan sang ibu.

Umi Nadia tersenyum, "Iya, hati-hati ya.. jangan ngebut, sudah malam. Bahaya."

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam.."

Setelah itu Azlan benar-benar masuk ke dalam mobilnya. Bunyi klakson terdengar dari mobil yang dikendarai Azlan, seakan memberi salam perpisahan lagi entah untuk yang keberapa kali.

---o0o---

Seperti pepatah 'Sambil menyelam minum air.' Azlan mengaktifkan aplikasi taxi online miliknya. Siapa tahu memang rezekinya saat ini. Sesekali ia ikut menyenandungkan shalawat yang terdengar dari radio mobilnya. Jemari tangannya mengetuk-ngetuk kemudi, menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau.

Fokusnya teralih saat mendapat pemberitahuan dari aplikasi taxi online nya bahwa ia mendapat penumpang. Ucapan syukur langsung terucap saat menyadari bahwa tujuan calon penumpangnya itu tidak jauh dari kontrakannya.

Setelah lampu lalu lintas berubah hijau, ia langsung menuju titik tempat penjemputan yang kebetulan hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari posisinya sekarang. Laju mobilnya memelan saat sudah dekat dengan sebuah hotel yang terbilang mewah. Matanya menangkap seorang perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna putih dengan rambut tergerai bergelombang.

Sepertinya memang itu orangnya karena tidak ada orang lagi selain wanita itu. Mobilnya berhenti tepat di depan wanita yang sedang menundukkan wajahnya, menatap flat shoes berwarna biru muda, senada dengan pita yang melingkar di pinggangnya.

Bertepatan dengan Azlan yang menurunkan kaca mobilnya, wanita itu mendongkak menatap seseorang yang berada dibalik kemudi. Mereka saling menatap, hanya beberapa detik. Azlan langsung tersadar sambil mengucap istighfar.

"Atas nama Amanda? Loh, kamu?" ingatannya langsung terputar saat ia ingat bahwa gadis ini adalah gadis yang ditolongnya saat mencari sandal di pelataran masjid dekat rumah kakaknya, ustad Malik.

"Bisa antar aku pulang?" mata Azlan mengerjap, berusaha fokus kembali dengan dunia nyata. Setelah itu ia mempersilahkan Amanda untuk masuk ke dalam mobil, menempati kursi penumpang.

Suara isak tangis itu terdengar, walaupun Azlan tahu bahwa Amanda sudah berusaha untuk menahan suaranya. Gadis itu menyenderkan tubuhnya pada sandaran jok mobil, kedua tangannya digunakan untuk menutupi seluruh wajahnya yang sudah basah dan lengket karena air mata. Tapi ia sudah tidak peduli dengan penampilannya yang bisa dikatakan berantakan. Mungkin make up tipis dengan eye liner dan mascara yang tadi dipoles oleh Rahma dengan sedikit paksaan sudah berantakan.

Kini Azlan bingung sendiri, apa yang harus ia lakukan? Mungkin jika penumpangnya itu tidak ia kenal, ia tidak akan terlalu canggung. Tinggal memberikan tisu, dan bertanya beberapa pertanyaan untuk mengalihkan perhatian penumpangnya agar tidak lagi memikirkan masalah yang mungkin sedang dihadapi.

Dengan ragu Azlan mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna dongker miliknya. Ia tidak tega jika melihat perempuan menangis karena yang langsung terbayang adalah Umi Nadia dan adiknya, Aisha.

Kedua tangan Amanda yang menutupi wajahnya perlahan turun, matanya yang sembab menatap sapu tangan yang terulur ke arahnya lalu pandangan matanya melirik Azlan yang masih fokus menyetir namun sesekali menoleh. Walaupun merasa tak enak hati, Amanda tetap menerimanya. "Terima kasih,"

Senyum Azlan mengembang, kepalanya mengangguk seakan membalas ucapan Amanda dengan kata 'sama-sama' namun bibirnya juga ikut berucap.

Lantunan shalawat masih terdengar, yang entah mengapa membuat Amanda sedikit lebih tenang dari sebelumnya walaupun sesekali masih terdengar suara isakannya.

"Laa tahzan, innallaha ma'ana."

Dahi Amanda berkerut saat mendengar satu kalimat yang sepertinya tidak asing di pendengarannya. "jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita?"

Lagi-lagi Azlan menarik kedua sudut bibirnya, membentuk lengkungan senyum manis. "Iya. Saya nggak tau apa yang bikin kamu nangis, jadi saya cuma bisa mengingatkan kalau kamu nggak sendiri. Saya yakin kamu punya banyak orang yang sayang sama kamu dan siap membantu untuk meringankan semua beban. Walaupun hanya meringankan, bukan menyelesaikan. Karena yang bisa menyelesaikan masalah kamu itu diri kamu sendiri, bukan orang lain."

"Tapi dia jahat!"

Entah mengapa Azlan seperti mendapat sinyal bahwa gadis itu baru saja patah hati. "Itu karena kamu ngasih peluang buat dia jahatin kamu. Kalau aja kamu sama dia nggak pacaran, mungkin kamu nggak akan sakit hati kaya gini."

Amanda terkejut. Bagaimana Azlan bisa tahu kalau dirinya sedang patah hati? Namun dengan cepat Amanda mengontrol ekspresi wajahnya yang terkejut, berusaha mengelak, "Sok tahu!"

Azlan tersenyum geli. "Saya hanya memprediksi kalau kamu lagi patah hati sekarang. Tapi sepertinya prediksi saya benar, kamu diputusin waktu lagi sayang-sayangnya ya? Kaya lagu yang lagi nge-hits itu."

"Aku nggak diputusin, tapi diselingkuhin!" kedua mata Amanda membola dengan tangan yang refleks menutup mulutnya, kaget dengan ucapannya sendiri. "eh, maksud aku itu nggak gitu.. tapi—"

"Tapi apa?"

"Mas Azlan nyebelin ya ternyata! Bikin kesel."

Tawa Azlan terdengar, gemas sendiri. Rasanya ia ingin mencubit pipi Amanda yang tidak seberapa gembil dibanding dengan Aisha. "Kamu lucu,"

Kini giliran Azlan yang kaget dengan ucapannya sendiri. Namun tak ayal membuat Amanda sedikit salah tingkah, malu. Lima menit selanjutnya, tidak ada yang mengeluarkan suara lagi, sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing sampai mobil itu berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar yang terbuat dari kayu.

"Terima kasih," Azlan menerima uang yang disodorkan oleh Amanda.

Amanda tersenyum sambil mengangguk, segera keluar dari mobil. Belum selesai rasa malu yang ia rasakan, ia tersandung kakinya sendiri! Dalam hati ia ingin berteriak memanggil Harry Potter untuk meminjam jubbah tembus pandangnya agar tidak terlihat, atau sekalian saja diberi mantra agar bisa menghilang dalam sekejap.

Azlan yang memang belum menjalankan mobilnya, langsung keluar saat melihat Amanda jatuh terduduk di depan pagar rumahnya sendiri. "Kamu nggak apa-apa?"

Ia berharap Azlan tidak peduli dan langsung pergi meninggalkannya, bukan malah menghampiri dengan posisi berjongkok di hadapannya. Tidak tahukan Azlan bahwa Amanda menahan tangis karena malu?

"Ada yang sakit?" nada suara Azlan benar-benar khawatir sekarang karena Amanda yang sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. "mau aku—"

"Aku nggak apa-apa, Mas Azlan pergi aja."

Mendengar suara Amanda yang bergetar membuat Azlan semakin khawatir. Bukannya menuruti permintaan Amanda untuk segera pergi, Azlan justru mengeluarkan hand phone nya bersiap untuk menelepon Farhan. Namun rencana itu gagal karena Amanda langsung berdiri walaupun kepalanya masih menunduk, tidak sanggup menatap Azlan.

"Aku nggak apa-apa, Mas Azlan bisa pulang sekarang." Walaupun terkesan mengusir dan tidak tahu terima kasih, Amanda tidak peduli. Ia sudah terlampau malu dengan Azlan.

Azlan mengangguk paham, "Yaudah saya pamit ya, semoga cepat sembuh,"

Kening Amanda berkerut tidak paham, "Karena jatuh? Nggak sakit ko,"

"Buat hatinya."

---o0o---

Dengan sedikit kasar Azlan menghempaskan tubuh lelahnya di kasur lantai. Di sebelahnya sudah ada Daffa dan di pojok dekat tembok ada Bima, keduanya sudah tertidur. Jika kalian bertanya bagaimana Azlan bisa masuk sedangkan kedua temannya sudah tidur, mereka mempunyai kunci duplikat yang memang sengaja mereka buat untuk berjaga-jaga. Sedangkan kunci aslinya mereka taruh di laci lemari televisi.

Matanya sulit terpejam dan pikirannya melayang entah kemana, padahal tubuhnya sangat lelah karena ia baru sampai di kontrakannya pada pukul setengah dua belas malam.

Kalimat istighfar langsung terucap saat dengan lancang pikirannya memikirkan seorang gaadis yang bukan muhrimnya. Ada apa dengan dirinya sekarang? Kenapa ia malah memikirkan dia bukannya istirahat? Azlan rasa ia mulai tidak waras sekarang. Lihat saja bibirnya tersenyum saat membayangkan bagaimana menggemaskannya gadis yang sudah berhasil menarik perhatiannya sejak pertama kali bertemu.

Astaghfirullah.. sebaiknya ia segera mengambil wudhu seebelum setan tertawa bahagia karena berhasil membuatnya melanjutkan pikiran-pikiran yang tidak pantas ia pikirkan. 'Ingat Azlan, dia bukan orang yang pantas kamu pikirkan sekarang.'

---o0o---

Jazakumullah khairan katsir untuk yang sudah menyempatkan membaca, jangan lupa vote dan comment nya yaa...

Continue Reading

You'll Also Like

657K 49.3K 42
Mehrbano is a kind enthusiastic girl entrapped in a loveless marriage with a cold man Ehan Haider. She had fully invested herself in her marriage but...
47.3K 6.3K 29
She was not only born with a silver spoon, she was rocked in a diamond cradle and raised in a gold castle. She had the world at her feet and on her f...
35.9K 583 47
သူဌေးအိမ်ကို ငွေကြေးကြောင့်ရောင်းစားခံရတဲ့ မိန်းမလှလေး၁ယောက်ကို သူတို့ဝယ်ထားတာပဲ သူတို့စိတ်ကြိုက်အသုံးတော်ခံရမယ်ဆိုပြီး အရုပ်၁ရုပ်လို့ စိတ်ကြိုက်က...
13.8M 553K 80
"I know that we will never be a real couple, but we can at least be nice to each other Aneel" I told him. I've had enough. Tears were starting to pri...