My Pedopil Teacher โœ”

Von Syahaniyh

68.8K 2.9K 168

Problematic Student with her Pedopil Teacher Start: 14 Juli 2019 End: 12 Januari 2020 Cerita ini tidak untuk... Mehr

Prolog
๐Ÿ’ž Murid Bermasalah ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Pencomblangan ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Balas Dendam ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Perubahan ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Perlahan Terungkap ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Tumbuh ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Our Conversation ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Diantara Dua ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Si Pengganggu kecil ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Papanya Chaeyoung ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Guru Ganteng ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Kencan? ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Kiss or Kissing? ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Dilema ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Ancaman ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Obrolan para Gadis ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Dimple ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Koneksi Abadi ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Gak boleh bolos! ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Girls ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Chaeyoung Nakal ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Bintang ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Untuk yang terakhir kalinya ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Pergi ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Tanpa Pamit ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž She's gone ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Setahun berlalu ๐Ÿ’ž
๐Ÿ’ž Dasar Pedopil: Ending ๐Ÿ’ž

๐Ÿ’ž Pengakuan Pak Guru ๐Ÿ’ž

1.2K 84 3
Von Syahaniyh

Ingatan Seokjin melayang pada waktu pertama kali ia merasakan takut kehilangan seseorang.

Saat itu, Ayahnya terkulai lemah di bangsal rumah sakit, bahkan hampir dinyatakan meninggal karena kecelakaan mobil yang mereka alami kala ia masih berusia sepuluh tahun. Beruntung Mama beserta adik dan dirinya selamat.

Dunia Seokjin kecil hampir runtuh kala mamanya mendekap erat dirinya yang menangis dalam diam bersamaan menenangkan sang adik yang tak berhenti mengurai air mata, namun kala garis kehidupan kembali terlukis di tempatnya, bersamaan dengan wajah para dokter yang menangani menghela napas lega, Seokjin merasa dunianya kembali hidup.

Perasaan seperti itu tidak pernah lagi ia alami, tak pernah merasakan bagaimana ketakutan akan kehilangan seseorang lagi sampai pada hari ini dimana ia tak menemukan seorang gadis yang berusaha ia jauhi, namun gagal.

Chaeyoung absen hari ini, lagi. Tak ada tanda-tanda kehadiran gadis itu sampai bel pulang berbunyi, bahkan Seokjin sudah beberapa kali menghubunginya namun gagal.

Dan entah dari mana perasaan kalut itu datang, apa yang ia rasakan kali ini sangatlah tidak nyaman mendekati takut kehilangan.

"Pak Seokjin?"

Langkah Seokjin menuju parkiran terhenti untuk mengalihkan atensi dari gawai di genggaman, berbalik dan mendapati Pria berlesung pipi dengan kacamata bertengger di hidung bangir nya. Pak Namjoon.

"Ya?"

Dengan senyum kelewat manis hasil dari cacat wajah yang menawan itu, Pak Namjoon berujar santai,

"Kepala sekolah ingin bertemu."

💞

Chaeyoung tak tahu harus mengatakan apa saat harus bertemu kepala sekolah tua yang sangat ia benci itu.

Namun keberadaan Seokjin yang terancam, membuat ia terpaksa turun tangan mendatangi si tua bangka yang perlu diingatkan perihal umur.

Jadi, di sinilah ia berada, duduk menghadap sang kakek dengan meja kebanggan sebagai kepala sekolah menjadi penghalang.

"Aku akan turuti semua kemauan kalian, asal kemauan ku juga dituruti."

Kalimat yang bisa ia keluarkan setelah lama bungkam. Atau lebih tepatnya mengumpulkan keberanian.

Percayalah, gadis itu mungkin murid bermasalah, tapi ia tak pernah sekalipun mencari masalah pada keluarganya sendiri, meskipun yang ia sebut keluarga merupakan sumber masalahnya. Pun sang kakek yang memang sedari tadi menunggu kalimat keluar dari mulut cucunya, hanya menarik satu kurva keatas.

Tersenyum meremehkan.

Namun begitu, vokal nya kala bertanya masih terdengar lembut, sarat akan kasih sayang orang tua.

"Kenapa kakek harus menuruti kemauan kamu? Bukannya apa yang kakek dan orangtua kamu lakukan adalah yang terbaik?"

Chaeyoung tersenyum sinis, menatap tak percaya pada netra jelaga sang kakek.

"Omong kosong," desis nya pelan, "kalian tahu apa yang terbaik buat aku?" tanya nya meremehkan.

Chaeyoung membuang pandangan kosong pada udara, tak sudi menatap netra jelaga di balik bingkai tebal yang sudah ia sumpahi tak akan bisa membuatnya jatuh untuk kesekian kali pada tatapan teduh yang menipu itu.

Pria tua yang seumuran dengan bi Ana itu hanya bisa tersenyum jumawa. Kendati terkejut bukan main karena baru pertama kali ia mendapat pemberontakan dari cucu penurutnya. Namun sebisa mungkin ketenangan dan kewibawaan bekerja pada tempatnya. Nada vokal yang tetap tenang, kala ia kembali bersuara

"Tentu saja, kamu satu-satunya cucu kakek, tentu orangtua kamu tahu apa yang terbaik, tinggal menjalani saja, memang begitu sedari dulu kan, kenapa sekarang meminta imbalan atas apa yang seharusnya kamu lakukan?"

Chaeyoung berdecih tak percaya, tidak suka dengan pertanyaan yang lebih terdengar sebagai pernyataan tanpa ada celah untuk di bantah.

"Kalau kakek gak mau menuruti semua permintaan ku, begitu juga aku gak akan menuruti permintaan kakek." Kali ini si gadis harus keras kepala.

"Kamu tahu betul kakek bisa memaksa kamu untuk menurut?" Kali ini suaranya jauh lebih dalam, sarat akan emosi yang mulai terpancing.

Karena apa yang sudah ia putuskan tak bisa di batalkan begitu saja.

"Kakek juga tahu betul kalau aku punya julukan murid bermasalah kan? Lupa siapa penyebab julukan itu melekat di aku?"

Ya, murid bermasalah, itu gelarnya, jadi mari kita mulai cari masalah sesuai bakat yang mendapatkan gelar.

Chaeyoung lelah, gadis itu benar-benar telah mencapai titik puncak paling lelah memakai topeng anak baik penurut dihadapan keluarganya, bahkan kenangan manis bersama guru geografi sekalipun tak bisa dijadikan alasan untuk gadis itu bertahan. Pun perihal perasaan, sampai sekarang ia belum mendapat jawaban kan?

Jadi, coba berikan satu alasan pasti untuk gadis itu bisa bertahan di tempat nya! Tidak ada kan? Bi Ana? Ia bisa saja membawa Bi Ana pergi dari neraka berjudul rumah itu dan hidup bahagia bersama. Dan jelas, bi Ana tidak bisa di jadikan alasan untuk bertahan.

Lagipula, keluarganya sudah hancur berantakan tanpa sisa kasih sayang yang melekat.

Jadi, peduli setan, batinnya.

Kerutan bertambah di kening orang yang lebih tua, tak mengerti kearah mana pembicaraan cucunya.

"Jangan keluarkan guru geografi itu, maka aku akan menurut untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri."

Yang jauh lebih tua tersenyum miring. "Jadi karena guru yang di elu-elukan tampan itu kamu jadi pemberontak begini?"

"Berkaca dulu sebelum bicara kek, umur Kakek sudah terlalu tua untuk diingatkan tentang cerminan diri dari cucu sendiri."

Sang kepala sekolah menyenderkan punggung senjanya sambil membuang napas berat. "Kamu menyukai guru itu?"

Chaeyoung bergerak gelisah di tempat, tangannya saling tertaut di atas paha, obsidiannya bergerak tak tentu arah, dan bibirnya terasa lengket tak bisa terbuka.

Melihat gerak-gerik sang cucu, jelas yang lebih tua tahu betul jawabannya.

"Dia terlalu tua untuk kamu nak," tutur sang Kakek kembali melembut, berusaha membujuk, "jangan sia-sia kan masa remaja mu hanya demi guru pedopil seperti dia."

Tatapan gadis itu menajam dengan garis rahang mengeras, "pedopil?" tanya gadis itu tak percaya yang malah hanya mendapatkan anggukan dari sang kakek.

"Kakek itu kepala sekolah, masa tidak tahu membedakan yang mana pedopil dan yang tidak?Kenapa juga kakek seenaknya menjuluki orang lain dengan hal yang tidak benar, apa kurang cukup aku jadi korban julukan murahan sebagai murid bermasalah karena kakek, sekarang kakek ingin guru yang tidak bersalah mendapat julukan pedopil?" Nada vokal nya meninggi, napasnya memburu, ada kilatan marah mendekati kecewa pada air mukanya.

Wah, bahkan sekarang gadis itu membela orang yang ia sebut pedopil. Jika Seokjin berada di sini, ia yakin, guru itu akan tersenyum senang mendengar pengakuannya perihal Seokjin bukanlah pedopil.

Kepala sekolah hanya menghela napas, tak ingin memperpanjang perdebatan.

"Memang apa untungnya kakek menuruti kemauan kamu?"

"Ck, untungnya?" Tanya gadis itu kesal yang hanya dapat anggukan kepala dari yang lebih tua.

"Kalau guru geografi itu tetap pada tempatnya, maka aku juga akan tetap pada tempat ku, tapi kalau dia bergeser sedikit saja, maka aku akan pergi ke tempat yang kakek sendiri gak akan bisa menyentuh ku."

Pada detik terakhir, gadis itu akan mengeluarkan ultimatum. Satu-satunya tempat terakhir sebagai tempat perlindungannya dari segala macam ketidakadilan yang ia dapatkan.

Anak kecil yang berusia delapan tahun mungkin akan berani kabur berbekal kenekatan yang mereka miliki, namun tak memiliki akses dan pengetahuan yang cukup karena masih terlalu kecil dan tak mengerti betapa mengerikannya tinggal bersama keluarga yang tak memperlakukannya sebagai seorang keluarga.

Namun, seorang gadis yang sudah menginjak delapan belas tahun sudah punya keberaniaan dan pengetahuan yang cukup untuk melangkah pergi menjauh dari tempat yang tak ia sukai.

"Maksud kamu apa?" tanya sang kakek sangsi dengan apa yang di makud cucunya.

Chaeyoung tersenyum miring dengan sorot mata meremehkan. Kedua tangan bersidekap di dada, ganti menatap jumawa dengan dagu yang terangkat, menyuarakan dalam diam jika ia akan menang dengan penawaran yang lebih terdengar seperti ancaman.

"Well, Nenek yang ada di Amsterdam apa kabar ya? Gimana kalau aku melanjutkan studi di sana Kek? Pasti menyenangkan." Menutup kalimat dengan senyum penuh kemenangan itu menyenangkan.

Dan saat itu juga sang kakek mengerti.

Cucunya mencoba bernegosiasi dengan cara yang tak bisa diatasi dan akan mendapat persetujuan pasti.

💞

"Permisi, Pak kepala sekolah memanggil saya?"

Seokjin melangkah masuk setelah mendapat anggukan sebanyak tigal kali dari kepala sekolah yang berdiri membelakangi nya.

Baru saja sang guru geografi menjatuhkan diri untuk duduk, ia langsung dikejutkan dengan sesuatu yang terhempas lembut di meja kerja kepala sekolah.

Beberapa lembar foto dirinya yang sedang menggendong muridnya terpampang jelas, nyata, bukan ilusi, apalagi editan.

Seokjin jelas tahu kapan dan dimana foto itu diambil, dan tak menyiapkan penyangkalan apapun selain mengakui secara jantan kesalahannya. Seorang guru yang selalu bertanggungjawab akan kesalahan adalah ciri khasnya.

Namun pertanyaan kenapa, untuk apa, dan sejenis berputar di kepala.

Masih menatap tak percaya pada lembaran foto, suara dalam nan tegas sang kepala sekolah yang sudah duduk di kursi kebesarannya berhasil mengembalikan sadarnya.

"Son Chaeyoung, tentu anda tahu siapa dia?"

"Murid kelas dua belas ips tiga yang dijuluki murid bermasah namun sebenarnya tidak," jawab Seokjin lugas tanpa membuang pandang dari objek yang membuatnya kaget.

Kepala sekolah berwajah datar, memandangi sang guru geografi teramat serius. Hening sebentar sebelum Seokjin mengangkat pandangan kearah sang atasan, paham akan tatapan yang menuntut penjelasan lebih rinci, membuat sang guru terpaksa kembali membuka mulut.

"Saya tidak menyangkal kalau itu saya, dan saya bersedia menerima sanksi yang Bapak berikan, namun setidaknya dengarkan penjelasan saya terlebih dahulu, karena saya benar-benar tidak bermaksud kurang ajar pada murid saya sendiri, saya hanya-"

Ucapan Seokjin terjeda kala tangan sang kepala sekolah terangkat keudara. Mengisyaratkan ia untuk berhenti bicara.

Mensejajarkan tangan diatas meja, serta mencondongkan badan lebih dekat dengan guru tampan, sang kepala sekolah memanggil penuh intimidasi, menekankan secara mutlak siapa penguasa diantara mereka, dan siapa yang lebih berhak pada siapa.

"Pak Seokjin?"

Seokjin menatap netra jelaga di balik bingkai tebal itu penuh kehati-hatian sambil mengangguk dengan menjawab, "ya pak?"

"Anda menaruh hati pada anak murid anda sendiri?"

Telak.

Seokjin, mari akui itu secara jantan sesuai rencana awal.

"Maaf Pak, maksud Bapak?"

Baiklah, Seokjin mungkin akan mengakuinya, namun ia harus tahu terlebih dahulu, apa maksud dari pertanyaan sang kepala sekolah.

Seokjin tak bisa munafik karena pada kenyataan nya ia tak bisa melepaskan posisi gurunya begitu saja mengingat perjuangan yang sudah sejauh ini mewujudkan mimpi tanpa campur tangan harta dan kekuasaan orang tua, jelas Seokjin tak mau merugi. Pria itu tidak menapik, hanya bersikap realistis.

Guru-guru yang dikeluarkan karena berani menghukum murid bermasalah yang orang tuanya punya koneksi dengan kepala sekolah. Jelas itu perbuatan Papa nya Chaeyoung.

Tapi mengikuti sampai keluar sekolah dan sengaja mengambil satu atau dua foto, apakah juga perbuatan orang tua gadis itu?

"Apa pertanyaan saya kurang jelas Pak? Atau anda perlu dijelaskan masalah klise tentang jatuh cinta? Usia anda sudah menggambarkan kematangan dalam hal klise seperti itu, bukankah begitu Pak Seokjin yang terhormat?"

Oke, kepala sekolah ini sepertinya ingin diumpati oleh bawahannya sendiri.

"Pak, saya rasa ada kesalahpahaman di sini, saya bisa jelaskan-"

Lagi, kepala sekolah yang ingin di sumpah serapahi Seokjin itu mengangkat tangannya tepat di hadapan Seokjin, sungguh tidak sopan. Tapi Seokjin tak bisa melawan selain diam menurut bak hewan ternak yang diberi makan.

"Ya atau tidak?"

Ingat rencana awal Seokjin yang membahas tentang kejantanannya?

Pria itu membuktikannya, teramat yakin tanpa setitik keraguan atau ketakutan yang mampir diwajah tampannya, dengan anggukan ia bersuara jelas, terlalu jelas malah, jangan salah paham, Seokjin hanya bersikap sopan agar orang tua dihadapannya ini bisa mendengar dengan jelas tanpa pengulangan. Dan tanpa memotong dengan menunjukkan telapak tangan sialan nya.

"Ya Pak, Bapak benar, saya terjebak hal klise. Jatuh cinta, yang saya sendiri tidak ingat kapan dan bagaimana, saya hanya berjalan, tanpa ingat kapan terjatuh, seklise itu memang, tapi mau bagaimana lagi, cinta punya caranya sendiri untuk menjatuhkan seseorang sampai ketitik dimana mereka baru sadar setelah jatuh terlalu dalam."

💞

a/n:

Sepertinya aku sudah mengingatkan perihal momen manis yang sudah di keluarkan semua. 😁

Btw Pak Guru kenapa ngakunya sama kepala sekolah sih? Kenapa tidak mengaku pada yang bersangkutan?
Untung tampan 😄

tolong aku tydak kuat tertampar visual 😎

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž Homophobic? Nagajusey...
53.6K 5.8K 20
[Complete] Dia telah datang Min Yoongi harus menelan pahitnya hidup saat mengetahui bahwa ia tidak bisa melakukan shift dengan wolf nya padahal umurn...
100K 17.8K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
78.9K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...