Flutter of Cherry Blossom ✓

By clairesla

7K 1K 274

Song Hyeongjun, yang gugup saat bersosialisi, menganggap Kim Minkyu sempurna. Padahal kenyataannya ia tak tah... More

Flutter of Cherry Blossom
Playlist
i. Song Hyeongjun: Everyday is a battle
ii. Kim Minkyu: I am alone in the coldness
iii. Song Hyeongjun: Feeling really down
iv. Kim Minkyu: Closing my eyes
v. Song Hyeongjun: Can't put my energy against it (a)
vi. Kim Minkyu: Here, grab this hand (a)
vii. Song Hyeongjun: Can't put my energy against it (b)
viii. Kim Minkyu: Here, grab this hand (b)
ix. Song Hyeongjun: Can't put my energy against it (c)
x. Kim Minkyu: Here, grab this hand (c)
xi. Song Hyeongjun: Achieve the power to beat yourself (a)
xii. Kim Minkyu: The old way I saw in my dream (a)
xiii. Song Hyeongjun: Achieve the power to beat yourself (b)
xiv. Kim Minkyu: The old way I saw in my dream (b)
xv. Song Hyeongjun: Starting slowly tonight (a)
xvi. Kim Minkyu: A place kids are still hanging out (a)
xvii. Song Hyeongjun: Starting slowly tonight (b)
xviii. Kim Minkyu: A place kids are still hanging out (b)
xix. Song Hyeongjun: Starting slowly tonight (c)
xx. Kim Minkyu: A place kids are still hanging out (c)
xxi. Song Hyeongjun: The school route filled with cherry blossoms
xxii. Kim Minkyu: It really means a lot to me
xxiv. Kim Minkyu: Everyone is scared, so let us step on the steps together
xxv. Song Hyeongjun: And at last, dance hard
Thank You!

xxiii. Song Hyeongjun: Dance like those petals waving in the breeze

195 28 15
By clairesla

AKU TIDAK tahu sejak waktu berapa tepatnya, aku terlelap memeluk bantal sofa milik ruang tamu Minkyu-hyung--serta tertidur di sofanya. Aku terbangun tatkala Minkyu-hyung menyelimutiku dengan sehelai selimut cokelat berbulu lembut. (Jeongin-hyung tidur di sofa kecil, meringkuk layak bayi, lucu. Sedangkan Ryujin-sunbaenim tidur di kamar Minkyu-hyung. Katanya Jeongin-hyung, Ryujin-sunbaenim tidak tahan dingin jadi jikalau bisa diberi tempat yang paling hangat.)

"Eumh ...." Aku mengucek netraku. Kini aku dapat membayangkan rautku bagaikan emotikon garis sambung, garis bawah, garis sambung. "Jam berapa, Hyung?"

"Dua." Minkyu-hyung berusaha membuatku tertidur, diam-diam aku bertanya apakah ia merasa bersalah sebab telah membangunkanku? "Tidur dulu ya." Ia menepuk-nepuk bahuku pelan, cara membujukku tuk tertidur layak ibuku dulu pada saat aku masih kecil. Nyaman. Netraku mulai tertutup.

"Hyung kayak Eomma," ujarku.

"Bagian mananya?"

"Dulu pas aku kecil, aku susah sekali tidur. Jadi Eomma selalu membawaku ke kamarnya, tidur bersama, lalu menepukku sampai tertidur. Sesekali mengusap rambutku." Tanpa kusadari senyumanku mengembang tatkala berujar demikian. Tangan Minkyu-hyung berada di puncak kepalaku, lalu mengelusnya.

"Begini?"

"Iya." Aku mengangguk.

"Hyeongjun kelihatannya senang banget." Aku dapat mendengar kelembutan nan hangat yang tersirat di dalam suaranya, aku menebak ekspresinya kini berupa senyuman. Ia tak tampak terganggu, walau aku membicarakan keluargaku. Mengingat kedua orang tua Minkyu-hyung baru saja bercerai.

"Habisnya masa anak-anak adalah masa terindahku. Aku memiliki apa pun yang kuinginkan di masa itu."

"Kalau aku ya ... masa awal kedua orang tuaku mulai tidak memperhatikanku itu masa SMP. Pas SD Eomma masih datang ke sekolah tuk ambil rapot, Appa masih bangga dengan segala prestasinya. Pada masa kanak-kanak, mungkin masa terbaikku bersama kedua orang tuaku. Tetapi ...."

"Hmm?" Aku membuka netraku.

"Menurutku kini bertemu dengan kalian adalah keajaiban. Mungkin memang kedua orang tuaku sudah memberikan masa terbaik pada saat kanak-kanak, tetap saja itu engga mengubah fakta mereka meninggalkanku. Aku kehilangan rumahku. Dan bertemu kalian, aku menemukan sebuah rumah baru. Rumah yang jauh lebih hangat ketimbang rumah sebelumnya. Dan aku bersyukur karena tidak semua orang yang kehilangan rumah dapat menemukan rumah baru dengan mudah. Oleh karena itu aku ingin memberikan sebuah rumah untuk orang-orang yang kehilangan sepertiku, tetapi aku engga yakin sebuah lagu bakal cukup." Minkyu-hyung tertawa canggung.

Seketika rasanya aku ingin memeluk Minkyu-hyung. Lalu menyampaikan rasa terima kasih karena menganggap diriku sebagai salah satu pemberi rumah yang hangat. Dulu, aku tidak menyangka akan ada saatnya diriku membantu seseorang. Aku selalu berteriak meminta tolong, ucapan tolong yang tak terucap. Aku selalu menganggap dirikulah yang butuh bantuan, hanya diriku. Tetapi kini segalanya berubah, bertemu mereka mengubahku. Aku tak hanya menerima bantuan, aku pun mampu mengulurkan tanganku tuk membantu seseorang.

"Hyung, mungkin ini aneh kalau aku yang ucapkan. Tetapi ...," Minkyu-hyung menatapku bertanya-tanya, "terima kasih sudah bertahan." Jemari Minkyu-hyung berhenti mengusapku. Netranya berkaca-kaca, menggerakkan hatiku. Kini aku ingin menangis bersamanya. Perlahan aku bangun dari posisi berbaring, merentangkan kedua tanganku lebar-lebar. Hatiku seakan diberi asam, aku menggigit bibirku. Aku memeluk Minkyu-hyung, yang dibalas dengan rangkulan lembut nan kuat. Kurasakan ada yang menetes, menembus piyama kuning Minkyu-hyung yang kupinjam.

"Aku masih sedih kedua orang tuaku berpisah. Aneh, padahal sebelumnya aku memang berharap mereka cerai saja. Agar mereka engga ribut dan berteriak-teriak. Pas mereka bercerai aku malah merasa ... hampa." Kata terakhir seakan suara yang tertahan. Kata itu adalah pekikkan. "Aku bersyukur ada kalian sebagai rumahku. Aku engga mau mengakuinya tetapi sekarang jika dipikirkan kembali aku merasa kesepian. Padahal ada kalian, seharusnya aku engga boleh berpikir kayak begitu. Aku selalu berujar kalau kalian ada rumah baruku, tapi kalian juga memiliki 'rumah'. Aku takut, aku takut ditinggal seorang diri. Aku tidak ingin mengakui perasaan ini, tapi aku bohong jika berkata aku tidak iri. Padahal Jeongin sudah bilang, engga bakal biarin aku sendiri. Tapi nanti kalau sudah lulus SMA bagaimana? Jeongin dan Ryujin mungkin bakal kuliah, mungkin mereka akan ninggalin kota kecil ini. Kalau begitu, aku gimana? Apakah aku harus ikut mereka? Bagaimana kalau tujuan mereka berbeda? Haha," suara tawa Minkyu-hyung adalah bisikan merana, "padahal masih belum terjadi. Mengapa aku harus memikirkannya?"

Aku mengelus punggungnya, membiarkannya menumpah ruah segalanya. Aku tahu ia pasti akan merasa iri, rasa iri yang manusiawi. Sampai detik ini, walau keluargaku termasuk kategori harmonis tetap saja aku haus kasih sayang. Padahal kedua orang tuaku telah mengarahkan segalanya demi diriku dan aku masiu haus. Tatkala Minkyu-hyung menceritakan tentang dirinya, kupikir aku mengerti alasan ia selalu membuat lagu-lagu agak suram nan gelap. Itu presentasi hatinya. Ah ... ia kesepian. Aku tak mampu membayangkan diriku yang berada di posisi Minkyu-hyung. Mungkin aku akan lebih banyak mengeluh, berujar tak adil. Barangkali aku takkan bertahan. Minkyu-hyung mungkin tidak merasa ia hebat, ia bertahan karena ia harus bertahan. Tetapi ia juga tak tahu, bahwa tak semua orang bisa bertahan jikalau berada di posisinya.

"Aku sayang sama kalian. Sayang banget, sangkin sayangnya aku takut kehilangan kalian. Aku takut suatu saat kalian bakal di luar jangkauanku. Kalau begitu ke mana lagi aku harus mencari rumah?" Suaranya tersekat, seakan tak mampu melontarkan apa pun dan ingin berdiam selamanya.

Tiba-tiba ada pelukan yang kuat memeluk kita berdua. Aku dan Minkyu-hyung tersentak, lantas melihat si pemilik pelukan baru, Jeongin-hyung.

"Kamu engga perlu cari, kita bakal jadi rumahmu selamanya. Sampai akhir hayat," Jeongin-hyung menunduk dalam-dalam, suaranya dekat sekali denganku. Suara yang agak tinggi namun kuat. "Aku janji."

Ah ... tiada dusta di dalamnya. Tangisan Minkyu-hyung bertambah deras--ia mengucapkan terima kasih secara berbisik, aku pun ikut menangis. Jeongin-hyung tidak menangis, namun aku melihat kesedihan yang bercampur dengan tekad kuat di wajahnya. Aku tidak tahu mengapa Jeongin-hyung berwajah demikian. Tapi jikalau aku menebak, mungkin karena ia tak menyangka Minkyu-hyung berpikir seperti itu, berpikir bahwa ia akan tertinggal sendirian lagi.

Lalu, pintu kamar terbuka. Ryujin-sunbaenim menangis. Dia berlari ke arah kami dan memeluk kami.

"Mau sampai kapan pun, kita adalah keluarga. Engga ada yang akan tertinggal, kita selalu bersama," katanya terisak.

Pada akhirnya kami menangis bersama (Jeongin-hyung tidak menangis, tetapi aku melihat bening-bening samar di netranya). Segalanya berlangsung sampai jam empat subuh, kami tertidur bersama sembari menyandarkan punggung membentuk lingkaran kecil, seraya dibaluti beberapa selimut ada tiga warna; cokelat, merah, dan jingga.

Mungkin ini kehangatan yang dicari Minkyu-hyung, sebab kini ia tersenyum di dalam buaian mimpi.

.

.

.

Sudah sebulan setelah kami menginap di rumah Minkyu-hyung, dalam sebulan kita melakukan segala cara tuk membuat lagu tentang harapan. Yang mana untuk Minkyu-hyung agak sulit, mengingat dirinya terlalu sering membuat lagu suram. Jeongin-hyung menunjukkan sebuah lirik. Wah, lirik pertama milik Jeongin-hyung, bukanlah lagu harapan cinta semerbak seperti milik Ryujin-noona (setelah pulang dari Rumah Minkyu-hyung, Ryujin-sunbaenim memintaku memanggilnya "noona", sehabis aku memanggilnya "noona". Dia memberitahu seisi sekolah bahwa aku adalah adik kesayangannya--yang mana membuatku senang dan malu di saat yang bersamaan). Lirik Jeongin-hyung tentang patah hati. Ah ... aku jadi bertanya-tanya, apakah hati Jeongin-hyung benar-benar dipatahkan oleh Felix-sunbaenim. Aku sendiri masih menyukai Jeongin-hyung, ini sepihak. Tetapi kupikir perasaan ini takkan lebih lagi, maksudku ya ... kita sekarang resmi--menurutku--menjadi keluarga, sahabat, saudara. Aku tidak ingin merusak hubungan ini, kupikir aku akan menunggu waktu di mana ada seseorang datang ke kehidupanku lalu menumbuhkan percikan musim semi pada dadaku. Ya, pasti akan datang. Dan oh, teman sekelasku tidak mengolokku atau melakukan tindakan aneh lagi. Mereka benar-benar membiarkanku sendiri (akhirnya aku tahu apa yang dimaksud kebebasan murni, walau beberapa dari mereka masih berbisik jikalau aku berani karena aku berteman dengan anak band. Andaikan aku tidak berteman dengan anak band, aku pasti tidak berani. Begitulah ujarnya, dan aku tidak akan mengoreksinya karena itu benar), setelah aku mengutarakan pendapatku secara jelas--atas suruhan Jeongin-hyung dan Ryujin-noona.

"Tolong jangan menyentuhku, aku tidak nyaman." Ini kalimat awal yang kupersiapkan tatkala mereka menghampiriku dan bermulut manis (yang mana membuatku agak muak), bahkan beberapa dari mereka meminta kontak Minkyu-hyung, Ryujin-noona, dan Jeongin-hyung (enak saja, tidak mungkin kukasih tahu. Kupikir yang menyukai Jeongin-hyung sedikit dan ... tampaknya aku salah). Lalu kalimat selanjutnya berhasil membuatku hampir kehilangan paru-paruku, tetapi aku harus mengutarakannya.

"Dan juga, kalian jangan seakan melupakan ucapan yang kalian tujukan padaku." Setelahnya mereka terdiam, lalu kembali koar-koar. Aku tidak gugup, karena aku sudah tidak takut kepada mereka. (Tapi lain cerita jikalau berhadapan dengan orang baru, kurasa gugupku juga akan otomatis terpasang pada saat aku malu-malu).

"Kan itu cuma bercanda!" sahut salah satunya.

"Tapi penderitaan yang kurasakan itu bukan candaan!" Aku tidak sadar berteriak. Mereka yang tidak menyangka lantas termundur selangkah. Otakku berdering: Song Hyeongjun mampus, sekarang tidak ada orang di sisimu.

"Bagus, akhirnya kamu jadi lebih berani juga," seseorang berujar demikian, mengacak suraiku. Aku menengadah, Kang Minhee. Lalu ia merangkulku. "Sudah selesaikan urusanmu? Ayo kita bolos," ujarnya datar seraya menggigit tangkai lolipop. Sebelum aku setuju, aku telah diseret keluar olehnya. Kami menuju halaman belakang, ia mengeluarkan sekaleng sarden, membuang minyaknya di wastafel terdekat. Lalu memberi makan pada kucing-kucing liar dan tidur dengan tas sebagai bantal. Sementara aku hanya duduk, bingung apa yang harus kulakukan. Aku hendak pergi sebelum Minhee mengeluarkan beberapa kaleng sarden.

"Nanti kalau mereka selesai makan, buka satu lagi. Ingat buang minyaknya." Setelahnya ia benar-benar tidur. Pertama, ia mengajaku membolos. Kedua, ia menyuruhku memberi makan kucing (kenapa kau tidak melakukannya sendiri? Dasar.) Ketiga, ia tidur seakan melupakan fakta ia mengajakku membolos. Maunya orang ini apa sih?!

Anehnya aku malah mengikuti instruksinya memberi makan kucing sampai kaleng kedua tandas. Seketika aku merasa kantuk. Mungkin aku harus kembali ke kelas sebelum benar-benar tertidur.

"Sini tidur." Minhee menepuk-nepuk bagian tasnya yang belum terjamah. "Kalau kamu masuk sekarang pasti dimarahin guru."

Yang ia katakan tidak salah. Walau agak enggan, aku mengikutinya. Berbaring di sampingnya (aku bertanya padanya apakah ia tertidur tadi dan ia hanya menjawabku dengan senyuman tipis, reaksiku tak lebih dari memutar bola mata). Perlahan aku pun terlelap.

Membolos bersama Kang Minhee seminggu dua kali--mungkin Minhee tahu kalau aku masih perhatian dengan nilai-nilai, sehingga ia mengajakku tak sebanyak waktu yang ia bolos sendirian. Diam-diam aku berterima kasih--menjadi rutinitas baruku. Hal yang kuketahui soal Kang Minhee, ia serumah dengan Yunseong-sunbaenim (salah satu penari handal di klub tari modern, temannya Felix-sunbaenim), ia tidak menyukai elektronik (pada saat aku hendak mengambil fotonya tatkala terlelap, ia berujar: "Jangan arahkan benda itu padaku, aku akan mati!" dengan gaya dramatis berlebihan dan hanya kubalas anggukan datar, tentu aku tetap memotretnya), ia suka membaca komik dan ia berkata akan memperkenalkanku dengan Son Hyejoo-sunbaenim, teman nomor satunya dan kenyataan pahit--uhuk!--ia adalah teman nomor tiga bagi Hyejoo-sunbaenim, dan terakhir Kang Minhee adalah murid pindahan dari kota besar yang sama sekali tidak ada niat belajar (kupikir, kalau yang ini kalian semua sudah tahu.)

"Aku mencintai alam," ujarnya dramatis (lagi-lagi). Aku heran, mengapa ia tak bergabung klub drama saja sekalian?

Suasana klub tak banyak berubah. Jeongin-hyung dan Ryujin-noona masih berupa Tom and Jerry. Minkyu-hyung terlihat lebih cerah ketimbang biasanya. Beberapa kali Ryujin-noona mengumbar perasaan cintanya kepada Yejin-sunbaenim secara berlebihan, iya sekarang aku mengerti kepada siapa lagu cinta itu tertuju.

Aku masih mengingat tepat kapan
Kedua netra kita bertemu padu
Dan kau berhasil membuat jantungku berdegup
Lebih kencang ketimbang
Lari keliling lapangan dua puluh kali
Kupikir ini adalah cinta

Astaga ... aku tidak ingin menyanyikan lagu ini, kumohon.

"Pokoknya lagumu, kamu yang nyanyi sendiri. Aku, Minkyu, dan Hyeongjun jadi pengiring. Kita engga bakal buka suara," adalah ucapan Jeongin-hyung yang membuat Ryujin-noona berteriak-teriak.

"Kok gitu sih?! Minkyu dan Hyeongjun setuju?!"

Kami berdua mengangguk bersama.

"JAHAT!" Ryujin-noona menggembungkan pipi. Dan merevisi liriknya sembari berkomat-kamit, (Dasar semua jahat, apalagi Si Iblis Yang satu itu. Cih). Itulah yang kutangkap dari gerakan bibir Ryujin-noona.

Malam itu kami habiskan dengan mengaransemen semua lagu yang akan tampil di rumah Minkyu-hyung. Baiklah, itu adalah salah satu malam ter-menyenangkan serta ter-melelahkan dalam hidupku.

Dan akhirnya semua lagu pun jadi. Total lagu yang kita bawakan ada tiga lagu. Ada lagu patah hati milik Jeongin-hyung ("Aku malu banget, sumpah," komentar Jeongin-hyung), lagu akan cinta membara yang direvisi berulang kali oleh Ryujin-noona, dan terakhir laguku bersama Minkyu-hyung sebuah lagu harapan.

Dan festival musim panas pun dimulai.

.

.

.

Continue Reading

You'll Also Like

6.2K 483 30
Cerita ini bermula saat Arshaka Melviano bertemu dengan orang yang sangat mirip dengan nya. Dia senang ternyata dia memiliki adik kembar yang sudah t...
38K 1.6K 38
Cerita ini tentang PERJODOHAN mark dan haechan namun PERJODOHAN kali ini sangat beda klo penasaran jngn lupa baca yahhh Dan disini aku kasih sedikit...
25.8K 3.4K 24
Dalam Omegaverse, sosok Alpha adalah superior tak terkalahkan, sedang sosok Omega adalah keindahan tak tergambar. Jika Alpha memiliki aura kuat yang...
776K 57.5K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...