Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

222K 18.2K 726

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Pergi?

3K 268 6
By askhanzafiar

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk aja," sahutku tanpa melihat ke arah pintu.

Namun, setelah satu menit, tak ada tanda-tanda seorang akan masuk. Aku hanya menggedikkan bahu tanda tak acuh dan melanjutkan pengerjaan PR MTK yang harus dikumpulkan besok.

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk!" Kini suara sahutanku agak lebih keras. Aku kesal bukan main karena hal itu tentu saja mengganggu konsentrasi belajarku.

Kepalaku masih menunduk dengan mata yang tak sedikitpun teralihkan dari soal-soal MTK yang banyaknya bukan main.

Tok ... tok ... tok ....

Aku terdiam dan mengambil ponselku. Aku baru menyadari sesuatu hal yang tidak beres.

Nadira Roro Lespati

Kak, bisa ke kamar Dira?

Aku menunggu balasan Kak Kenan dengan harap-harap cemas.

Kak Kenan 🌻

Kenapa, Dir?

Nadira Roro Lespati

Ada yang ganggu Dira. Aku pikir itu tadi Kakak.

Kak Kenan 🌻

Yaudah kakak ke sana. Kamu baca doa dulu, ya.

Nadira Roro Lespati

Iya.

Aku melemparkan ponsel ke atas kasur dan mencoba untuk lebih fokus mengerjakan soal berikutnya.

Ceklek ....

"Kenapa?" tanyanya yang langsung menutup pintu dan duduk di sofa kesayanganku.

"Tadi ada yang ketok pintu beberapa kali. Aku pikir itu Kak Kenan, tapi aku baru ingat kalau Kak Kenan ke kamar, pasti langsung masuk tanpa ketok pintu dulu." Aku sedikit memijat pelipis karena rasa pusing yang sudah mulai menyerang.

Ia sedikit tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Iyaudah lanjut lagi aja belajarnya. Kakak tunggu sampai selesai. Habis itu tidur, ya!" perintahnya sambil beralih menatap layar ponsel.

Aku mengiyakan saja. Lagipula aku harus benar-benar menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Wush ... wush ... brag ....

Entah ada apa di luar sana, tiba-tiba saja jendela kamarku terbuka dengan sedikit keras. Netraku menatap ke arah Kak Kenan dengan sedikit bingung.

"Aneh. Enggak biasanya seperti ini." Ia langsung bangkit dari duduk dan melongok ke arah luar. "Tapi di luar enggak sekencang ini anginnya." Kepalanya menggeleng tanda tau jika ada sesuatu yang tak beres. Perlahan ia menutup jendela kembali.

"Mungkin ada yang iseng." Tak ingin ambil pusing, aku langsung melanjutkan aktivitasku kembali.

"Kamu belum sholat isya, ya?" Pertanyaannya membuatku langsung menoleh.

Aku menepuk dahi sembari membelalakkan mata. "Astaghfirullah, iya lupa, Kak!"

Ia mengembuskan napas berat. "Sholat dulu sana! Pantas saja dari tadi mudah diganggunya."

Aku mengangguk dan segera menutup buku. Tanpa ancang-ancang lagi, aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Selesai wudhu, ada sesosok bayangan yang muncul dekat jendela. Karena tak ingin ambil pusing, langsung saja kutinggalkan hal aneh itu.

"Allahu Akbar."

"..."

"Assalamualaikum warahmatullah ...
assalamualaikum warahmatullah ....." Aku menoleh ke arah Kak Kenan yang masih fokus terhadap ponselnya.

"Kak!" panggilku.

Ia menoleh ke arahku. "Iya?" sahutnya sambil menutup ponsel.

"Ngaji bareng, yuk! Perasaanku semakin enggak enak begini, Kak." Tanganku telah terulur untuk mengambil dua Al-Qur'an dan menyerahkan salah satunya padanya.

"Bentar-benta ... Kakak ambil wudhu dulu." Ia beranjak dari duduknya dan segera pergi ke kamar mandi.

"Bismillahirrahmanirrahim ...."

"Yaaa ayyuhallaziina aamanuu laa tuqoddimuu baina yadayillaahi wa rosuulihii wattaqulloh, innalloha samii'un 'aliim."

"Yaaa ayyuhallaziina aamanuu laa tarfa'uuu ashwaatakum fauqo shoutin-nabiyyi wa laa taj-haruu lahuu bil-qouli kajahri ba'dhikum liba'dhin an tahbatho a'maalukum wa antum laa tasy'uruun."

"...."

"Alhamdulillahirabbil 'Alamin." Aku bersalaman dengan kak Kenan sesaat setelah kami selesai mengaji.

Krucuk ... tes ... tes ... byur ... byur ....

Keningku sedikit berkerut saat telingaku menangkap suara yang terdengar sangat jelas. "Kak, dengar suara air keran menyala, enggak? Kayaknya suaranya dari bawah, deh." Aku langsung melipat mukena dengan cepat.

"Tadi sih kakak sudah matikan air di bawah. Mungkin ada yang iseng aja." Kulihat ia tak mau ingin ambil pusing soal masalah itu.

"Kak, Mamah dan Papah kenapa enggak pulang-pulang, ya?" tanyaku sembari merebahkan diri dan melanjutkan mengerjakan PR MTK.

"Nanti juga pulang, kok. Jaraknya kan gak sedekat dari sini ke rumah paman." Ia sedikit tertawa untuk menutupi kekhawatirannya juga.

Dor ... dor ... dor ....

"Dira, Kenan!" Suara teriakan papah terdengar panik.

"Papah, tuh!" Kak Kenan langsung berlari terlebih dahulu dan diikuti olehku dari belakang.

Dor ... dor ... dor ....

"Kenan, Dira, buka pintunya cepat!"

Ceklek ....

"Iya, Pah?" Kak Kenan menatap Papah yang terlihat sangat pucat. Napasnya tak beraturan dengan badan yang sedikit membungkuk. "Mamah kalian di rumah sakit. Kalian harus ikut sekarang!" Tangannya langsung menarik kak Kenan.

Refleks tanganku ikut menarik tangan Kak Kenan, berusaha mencegah Kak Kenan agar tidak ikut dengannya.

"Dira ada apa? Mamahmu sedang di rumah sakit. Gawat!" Masih belum gentar, kali ini ia menarik kami secara paksa.

Namun, aku langsung memberontak dan memegang tangan Kak Kenan erat-erat. Ia menatapku dengan penuh tanda tanya. Sedikitnya aku memberi kode lewat gerakan dagu. Arahanku menunjuk kepada kaki lelaki itu.

Kak Kenan agak terkejut. Namun, cepat-cepat ia menutup keterkejutannya dengan berusaha tetap diam tanpa berkata atau berbuat apapun.

"Bismillahirrahmanirrahim ...."

"Aamanar-rosuulu bimaaa unzila ilaihi mir robbihii wal-mu'minuun, kullun aamana billaahi wa malaaa'ikatihii wa kutubihii wa rusulih, laa nufarriqu baina ahadim mir rusulih, wa qooluu sami'naa wa atho'naa ghufroonaka robbanaa wa ilaikal-mashiir."

"Argh! Kurang ajar!"

"Laa yukallifullohu nafsan illaa wus'ahaa, lahaa maa kasabat wa 'alaihaa maktasabat, robbanaa laa tu'aakhiznaaa in nasiinaaa au akhtho'naa, robbanaa wa laa tahmil 'alainaaa ishrong kamaa hamaltahuu 'alallaziina ming qoblinaa,"

"Argh .... Sialan! sudah! Panas!"

"Robbanaa wa laa tuhammilnaa maa laa thooqota lanaa bih, wa'fu 'annaa, waghfir lanaa, war-hamnaa, anta maulaanaa fanshurnaa 'alal-qoumil-kaafiriin"

Blus ....

Seketika makhluk aneh itu hilang. Aku sudah gemetar ketika melihat sosok pucat itu tidak menapak pada tanah. Beruntunglah aku masih sempat menahan kepergian Kak Kenan. Apa itu manusia? Tentu saja bukan.

"Astaghfirullah, untung kamu melihat ke arah bawah. Memang apa tujuannya dia berbuat seperti itu, sih?" tanya Kak Kenan sambil memelukku yang sudah agak dingin karena takut.

Kalau terus-terusan spot jantung karena penampakan hantu-hantu itu, bisa saja aku terkena serangan jantung, bukan? Ah, kalau sudah seperti ini dadaku terasa sangat sakit.

"Mereka biasanya suka mempermainkan raga seseorang. Makanya aku suka takut kalau di rumah sendiri, tapi biasanya yang ia bicarakan ada benarnya, Kak." Badanku tiba-tiba saja membeku.

"Maksudmu?" Kak Kenan melepaskan pelukannya dan menatapku perlahan. Aku mencoba untuk menetralisirkan napas agar lebih tenang.

"Mereka melakukan hal untuk mengelabuhi kita. Contohnya seperti mereka menyamar setelah mendapat suatu kabar yang belum diketahui oleh incarannya." Ia mengernyitkan dahi dan menyipitkan mata.

"Jadi maksudmu?"

"Ya soal Mamah yang di rumah sakit, kemungkinan besar itu benar adanya." Kupalingkan wajah darinya.

"Loh tapi ka-"

"Dira, Kenan!"

Kami berdua langsung menatap kaki dari sosok yang entah Paman atau hanya tiruan saja.

"Ealah, sampai parno begitu. Ini Paman asli kok bukan kaleng-kaleng." Ucapan Paman berhasil membuatku sedikit tertawa dengan wajah yang masih menahan tangis.

"Tadi itu memang jin yang suka mengganggu manusia. Papah dan Mamahmu masuk rumah sakit. Ayo, cepat kemaskan barang kita berangkat sekarang!" ajak Paman sembari mengelus kepalaku.

"Bibi?" tanyaku

"Bibi pun ikut. Paman panaskan mobil dulu, ya." Ia meninggalkan kami yang masih sedikit termangu di depan rumah.

Namun, Kak Kenan segera menyadarkan dan mengajakku untuk cepat berkemas. Serentetan pertanyaan masih bersemayam di pikiranku. Bagaimana bisa Mamah dan Papah masuk rumah sakit?

Seusai berkemas, kami langsung lari ke luar rumah dan mendapati Paman juga Bibi sudah menunggu di depan. Mereka langsung membantu membawa masuk beberapa peralatan ke dalam mobil.

"Berdoa dulu agar sampai tujuan dengan selamat!" Paman mengambil alih untuk memimpin doa.

Suasana malam ini terasa dingin tak seperti biasanya. Kak Kenan menyelimutiku dengan selimut tebal. Kepalanya langsung bersandar pada kepalaku. Kuyakin sekali kalau pemikiran kami berdua sama. Ya ... sama-sama memikirkan keadaan kedua orang tua kami.

👀

"Bagaimana keadaannya, Sus?" Saat sampai tadi, kami menuju ke arah meja resep untuk menanyakan keberadaan Papah dan Mamah. Setelah mengetahuinya, kami langsung berlari ke satu ruangan tanpa orang yang menunggu di luar. Beruntunglah kami berpas-pasan ketika seorang suster ke luar dari ruangan.

"Keluarga Violin dan Sofyan?" Terlihat ia sedang memastikan hal tersebut.

"Iya saya kakaknya." Baru kali ini aku melihat wajah Paman yang lumayan tegang.

"Silakan masuk! Biar dokter yang menjelaskan di dalam. Untuk kalian berdua tolong tunggu di sini dulu, ya. Saya permisi." Suster tersebut tersenyum dan melenggang pergi meninggalkan kami.

"Kalian berdua tunggu di sini ya. Biar Paman dan Bibi yang ke sana." Bibi tersenyum ke arahku dan juga Kak Kenan.

Kami sama-sama termangu di ruang tunggu. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendengarkan murotal Al-Qur'an. Sejujurnya aku sedang tidak ingin diganggu oleh "Mereka" untuk saat ini. Kalau bisa, seterusnya.

Kak Kenan terus mengusap kepalaku, berusaha mengirim ketenangan dan memastikan semua akan baik-baik saja.

"Kenapa bisa seperti ini, Kak? Papah dan Mamah kenapa?" Aku merosot di pelukannya.

"Semuanya sudah takdir Allah." Setidaknya satu kalimat itu berhasil membuatku sedikit lega. Benar juga, mau ditahan dan dicegah seperti apapun, kalau memang Allah telah berkehendak, tentu saja semua akan terjadi.

Aku menenggelamkan kepalaku di dadanya. Berusaha memejamkan mata karena kantuk yang sudah tak kuat lagi untuk kubendung.

👀

"Mamah cantik banget. Papah juga ganteng. Kalian sudah sembuh?" tanyaku ketika melihat Mamah dan Papah tampil dengan pakaian serba putih dan bersinar-sinar.

"Kamu sayang kan sama Mamah dan Papah?" Pertanyaan Mamah itu diiringi dengan elusan kepala yang penuh dengan sejuta kelembutannya.

"Tentu sayang, Mah, Pah."

"Doakan Mamah dan Papah terus, ya? Jadi Dira yang baik." Ucapan Papah langsung membuatku mengernyitkan dahi.

"Loh, memangnya Papah dan Mamah kenapa? Gak biasanya kalian seperti ini. Dira juga selalu mendoakan kalian tanpa diminta, kok!" Aku langsung menghempaskan diri ke tubuh keduanya.

"Papah ingin mengantar Mamah dulu," ujar Papah sambil tersenyum.

"Mamah mau ke mana, Pah?" tanyaku dengan wajah setengah bingung dan keheranan.

"Mengantarkan ke tempat yang tenang."

"Ma-maksudnya apa, Pah?" Netraku menatapnya penuh tanda tanya. Tanganku menggoyang-goyangkan badannya minta dijelaskan.

"Mamahmu-"

"Gak!"

"Gak mungkin!"

"Astaghfirullah, kamu kenapa?" Mataku mulai terbuka. Kak Kenan nampak menepuk-nepuk wajahku.

Aku sedikit bernapas lega saat tersadar kalau ini hanyalah sebuah mimpi.

Pandanganku langsung fokus terhadap satu dokter dan beberapa suster yang masuk ke ruangan kedua orang tuaku.

"Tindakan!" seru seorang dokter yang berhasil membuatku jantungku berhenti seketika.

Paman dan Bibi ke luar dari ruangan dengan wajah yang tampak sedih dan tak berkata apapun pada kami.

"Ada apa, Bi?" Kak Kenan bangkit berdiri dengan perasaan yang sudah tidak enak.

"Alhamdulillah, Papahmu sudah sadar, tapi Mamahmu ... Mamahmu sedang berada di ujung." Bibi terlihat menangis sembari memeluk Paman.

Entah nyali dari mana, aku yang terlanjur kesal pun langsung membuka ruangan tanpa permisi.

Brugh ....

"Hey, keluar lah!" teriak seorang dokter ketika melihat pintu dibuka dengan kencang.

"Aku ini anaknya! Aku berhak melihat Mamahku," ujarku bersikeras dan memandang Mamah dari kejauhan.

"Sus, suruh dia ke luar!" instruksi sang dokter dengan wajah yang sudah memerah.

Aku melawan para suster yang menarik tanganku untuk segera ke luar.

"Lepaskan!" tepisku dengan kasar.

Pegangan para suster itu makin kencang hingga akhirnya aku sudah tidak dapat memberontak kembali.

Nit ... nit ... niiit ......

"Ma-mamah?" Suster yang sedari tadi memegang tanganku kini mulai lengah.

Aku berlari menuju ke arah brankar yang di tempati Mamah. Mataku menyorot dengan rasa tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang ini.

"M-mah? Mamah! Mamah enggak akan ninggalin Dira, 'kan? Mamah bangun!" Aku menggoyangkan badannya yang sudah dingin dan tak bergerak kembali.

Aku sedikit mencubit tanganku. Ini sungguhan. Bukan mimpi lagi.

"Ya Allah, Mah, jangan tinggalkan Dira!" Hujan turun dari mataku. Deras nya bukam main. Semua panik melihat keadaanku yang mulai berteriak histeris.

Bibi spontan menarikku ke dalam pelukannya. Kulihat Papah menangis dengan tangan yang masih diinfus. Selain itu, Paman menundukkan kepala dengan tangan yang gemetar. Ia melantunkan doanya untuk Mamah.

Bibi menyerahkanku pada Kak Kenan. Lelaki itu terus menenangkanku dengan segala kelembutannya. Walau kutahu bahwa hatinya sedang sangat teriris untuk saat ini.

Ketika wajah Mamah hampir tertutup dengan kain, aku langsung berlari berhambur memeluknya. Kini aku sudah sedikit tenang dengan menangis tanpa suara. Hanya air mata dan wajah saja melampiaskan segala kesedihanku.

"Mamah hiks ... Mamah kan janji akan selalu jaga Dira hiks, tetapi mengapa Mamah tinggalkan Dira seperti ini? Apa Mamah tidak sayang dengan Dira lagi?" Aku memeluk tubuhnya kuat-kuat, berharap akan ada mukjizat dari Allah yang datang. Aku tidak ingin mengecewakannya lagi bila Allah berikanku kesempatan kedua untuk berbakti terus kepadanya.

"Tau gak, Mah? Dira kangen banget sama Mamah. Cukup Tere saja yang meninggalkan Dira, Mamah jangan, ya." Baju pasien yang dikenakannya sudah basah akibat air mataku. Tenggorokanku semakin sakit akibat teriakanku yang lumayan kencang.

Aku mencium pipi mamah dengan tulus hingga beberapa detik lamanya.

"Mamah, bangun Dira mohon! Dira sangat sayang dengan Mamah. Dira janji akan berubah jadi anak yang lebih baik lagi agar selalu membuat Mamah tersenyum, hua!" Saat aku mendekapnya kuat-kuat, Aku merasakan sedikit gerakan yang teratur. Tangisku tertahan selamat beberapa detik saat mataku melirik tangannya yang agak bergerak.

"I-ini? Mamah bangun?" Aku sedikit syok dan terus memperhatikan tangannya yang sudah sedikit memberikan kemajuan dalam pergerakannya.

Semua orang langsung mendekat ke arah kami. Perlahan dokter menyuruhku untuk minggir terlebih dahulu dan langsung mengecek kondisi Mamah.

Bibirku bergetar hebat dengan senyum yang tak dapat kutahan lagi saat melihat Mamah membuka matanya secara perlahan.

"Alhamdulillah, i-ini bukan mimpi? Ini asli?" Tanganku dengan iseng menepuk pipiku sebanyak tiga kali.

"Masya Allah, ini benar-benar mukjizat dari Tuhan. Nyonya Violin hanya mengalami mati suri," ungka sang dokter sambil tersenyum.

Semua yang hadir langsung mengucapkan syukur. Terlihat Bibi menangis di pelukan Paman. Walaupun hanya Kakak ipar, kulihat memang Bibi memiliki kedekatan yang sangat baik dengan Mamah.

"Di-dira?" Lirihan Mamah berhasil membuatku sedikit menatapnya dengan rasa tak percaya. Ia tersenyum ke arahku dengan kondisi bibirnya yang sangat pucat hampir kebiruan. Tangannya perlahan menyentuh wajahku.

"Terima kasih sudah hadir untuk temani hidup Mamah dan menjadi anak kebanggaan Mamah." Ucapannya itu langsung membuatku menangis lagi dan dengan cepat memeluknya erat-erat.

"Mamah jangan pergi lagi! Dira takut sendirian, Mah. Dira takut ditinggal." Bibirku telah mendarat di keningnya.

"Mamah sayang Dira," ujarnya dengan nada suara yang memang masih agak samar.

"Kenan, kemarilah!" Kali ini ia melebarkan tangannya untuk mengajak kak Kenan berpelukan bersama.

Kak Kenan menangis penuh haru dan langsung memeluk kami berdua. Nampaknya sebuah kuas, kanvas, cat, dan seorang pelukis handal pun tak dapat melukiskan betapa bahagianya keluarga kami ini.

Papah ikut memeluk kami dengan cukup sulit karena infusan menghalanginya. Tubuhnya juga masih sangat lemah. Namun, ia berusaha untuk tetap kuat demi kami.

"Saya permisi dulu, ya. Jika ada sesuatu, tolong panggil saya." Setelah dokter berhasil memberikan arahan pada suster, ia pun pamit pergi.

"Memang mengapa Mamah dan Papah bisa seperti ini?"

"Kecelakaan. Seperti ada yang lewat di depan jalan. Namun, ternyata tidak ada apa-apa. Papah sudah terlanjur banting stir saat itu. Maafkan Papah, ya." Ia tersenyum perih sembari mengecup kening Mamah cukup lama.

"Iya tidak apa-apa, Pah," lirih Mamah sambil tersenyum.

Aku termangu sesaat setelah mengetahui semua kejadiannya. Makhluk apa yang tega berbuat ini, sih? Namun, tunggu dulu! Jika Mamah mengalami mati suri, berarti dirinya ....

To be continue ✨
Berarti mamahnya kenapa hayo?
Maaf baru up! Alhamdulillah, baru kelar PAS, langsung up Wattpad, deh! Rasanya itu ... kayak ada lega-lega gimana gitu, hehe. Mari kita angkat tangan sejenak untuk mengirimkan Al-Fatihah agar yang sudah menjalankan ulangan, nilainya tidak ada yang merah di rapot. Dan yang sedang ulangan diberikan kemudahan dalam mengerjakannya.

Al-Fatihah ....

Selesai!

Salam rinduku pada kalian 💚.

Continue Reading

You'll Also Like

596K 63.3K 58
Horor - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya...
109K 7.3K 36
Xander Erlangga, cowok tampan, maniak milkita rasa coklat, masuk ke dalam Westren University adalah satu tujuannya dari SMA bukan tanpa alasan tapi u...
8.3K 453 16
Ini tuh bukan cerita yang bisa dibilang badboy ketemu badgirl, atau prince cool ketemu good girl dan sebagainya. ini tuh kisah seorang gadis yang pen...
143K 16.6K 76
Intinya kalian bakal bingung baca cerita ini heuheu. Karena, SEMUANYA BISA TERJADI DISINI! Gendre: Humor, Fanfiction, Fantasy, Horror, romance. Ini...