Shut Up, Malfoy!

By MsLoonyanna

12.2K 1.1K 327

[ROMANCE/FLUFF-COMEDY] It's the SEQUEL of my previous story: "Damn You, Granger!" ~•♡•~ "Eits, mau ke mana... More

Shut Up, Malfoy! [2]

Shut Up, Malfoy! [1]

6.6K 568 47
By MsLoonyanna

Warning!

Twoshot, Tahun ke-3

You can say that it's THE SEQUEL OF MY LATEST FIC, "DAMN YOU, GRANGER!". So, if you guys have not read it yet, I suggest you to read it first then come here afterwards! 😘 THANK YOU!

• Fluffy Romance - Comedy •

.

Oh, btw, this fanfic was actually inspired by my own short video edit of DraMione (lmao) that I posted on Instagram @msloonyanna (but now, it's on YT too). Check it out!

Sorry for the typos and all mistakes (if I did). Happy Reading!
.
.

"Granger ...." Draco sibuk menetralkan detak jantungnya yang seakan menggila di balik dadanya. "Kupikir ... kupikir ... damn it! Kupikir, aku menyukaimu."

Hermione mendelik kaget tepat di saat pintu ruangan sang matron terbuka dan menampilkan sosok wanita yang kini usianya hampir memasuki empat puluh tersebut. 

"Mr. Malfoy, kau harus meminum ramu—"

BUK! 

"Argh! Damn you, Granger!"

~•♡•~

Harry Potter © J. K. Rowling

Shut Up, Malfoy!
© MsLoonyanna
(Ms. Loony Lovegood)

.

"Merlin, dasar Malfoy sialan!" Hermione mengumpat kasar di bawah napasnya. Sedari tadi yang ia lakukan di atas kasur hanyalah berguling ke sana dan kemari. Ia tak bisa tidur dan semuanya karena seorang pemuda pucat berambut pirang! Siapa lagi kalau bukan Draco-fucking-Malfoy?

Hermione jengkel. Sangat jengkel. Ia kembali berguling sebelum terdiam selama beberapa detik dalam posisi menelungkup. Rambut megarnya memenuhi hampir seluruh kasurnya, tetapi ia tak peduli. Toh, tak ada yang melihat. Teman-teman sekamarnya, Lavender Brown, Parvati Patil, dan Fay Dunbar sudah tenggelam dalam dekapan mimpi beberapa jam lalu. Jujur, ia iri terhadap mereka. Puas terlelap tanpa adanya beban pikiran yang merambat di sekitar kepala.

Betapa beruntung! pikir Hermione masam sebelum merasa konyol lantaran telah memupuk kilat cemburu yang bahkan terdengar sangat tak masuk akal.

Sebenarnya, jika ia mau tidur, maka mudah saja. Masalahnya hanya satu. Kepala cerdasnya tak bisa berhenti memikirkan rambut platina serta sorot abu dari seseorang yang selama ini ia anggap sebagai musuh—oh, tidak. Kata itu lebih tepat untuk Harry. Ia lebih menganggap Draco Malfoy sebagai ... ugh! Bagaimana menyebutnya? Rival? Oke, itu terdengar tak terlalu buruk. Bagaimanapun, secara akademik, pemuda pucat itu selalu berada satu tingkat di bawahnya. Fakta yang sewaktu-waktu dapat membuat Hermione panik luar biasa. Demi Merlin! Ia tak ingin predikat murid tercerdas meninggalkan namanya!

Andai saja Draco tak bersikap seperti seekor kecoak kecil menjijikan yang selalu membuat Hermione uring-uringan, maka kemungkinan ia akan mudah menyukai pemuda tersebut. Menyukai, huh? Bukankah itu sebuah kata yang sangat konyol bila disandingkan di antara namanya dan nama Draco?

Ya, menurut Hermione, mereka berdua tak ada harapan. Draco adalah pemuda berdarah murni sombong yang sangat menbenci sahabat-sahabatnya, sedangkan ia sendiri adalah seorang Hermione Granger, gadis Muggle-born yang risi berurusan dengan orang sombong seperti Draco Malfoy. Oh, dan jangan lupakan fakta lainnya bahwa Gryffindor dan Slytherin tak pernah memiliki sejarah yang bagus. Kata akur bahkan ada di daftar terbawah kamus mereka.

Tak ada yang berubah. Mindset Hermione tetap seperti itu—atau setidaknya, sampai beberapa jam lalu ketika Draco dengan sintingnya berkata bahwa ia menyukainya. Seorang Draco Malfoy menyukai Hermione Granger!

Apa aku menonjok hidungnya terlalu keras? Oleh karena itu, otak Malfoy jatuh ke hidung? Oh, Merlin! Aku hanya ingin tidur! Hermione menjambak rambutnya frustrasi sebelum memaksa kelopak matanya mengubur hazel indah di baliknya.

•••

"Blaise, I'm doomed."

"Aku tahu," Blaise menjawab santai. Jemari panjangnya sibuk mengoleskan selai stroberi di atas roti panggangnya.

"Apa yang harus kulakukan?" Draco bertanya frustrasi dan lagi-lagi sahabat berkulit gelapnya menanggapi santai.

"Tell her."

Netra kelabu Draco yang sebelumnya hanya terpancang tanpa minat pada banjaran makanan di hadapannya seketika menyipit sebelum ia memutar kepala dengan cepat ke arah Blaise Zabini. Ia bahkan mulai berpikir bahwa sahabatnya itu kini mungkin saja tak jauh lebih pintar dari dua kroni bongsornya, Goyle dan Crabbe.

"Excuse me?" Dahi Draco berkerut dan hidung bangirnya naik sepersekian senti.

"Merlin ...." Blaise menghentikan aktivitasnya sejenak.  "Just fucking tell her, you idiot! I mean, again. Berhenti menjadi seorang ratu drama!" Ia memutar bola matanya dan dengan gerakan elegan kembali mengolesi roti panggangnya dengan selai stroberi yang sebenarnya sudah terlihat menumpuk di beberapa bagian. Baginya, itu tak masalah. Ia menyukai makanan-makanan manis.

Draco tak berkata apa-apa. Ia hanya mendengkus dengan sangat keras sebagai respons.

•••

Mungkin aku keliru.

Mungkin aku hanya terbawa suasana.

Mungkin Granger benar-benar memantraiku.

Mungkin ... aku memang sedang sinting.

"Ya, kau sinting, Malfoy."

Fuck! Did I say that out loud?! Draco menggeram, lebih kepada kebodohan dirinya sendiri.

Tak butuh waktu lama bagi si pemuda Malfoy untuk segera berbalik dan seketika atensinya pun terenggut oleh pemandangan rambut semak cokelat sang Putri Gryffindor. Rasanya seperti déjà vu. Ia menatap rambut megar itu selama dua detik sebelum pandangannya turun dan menemukan wajah Hermione.

"Jangan mulai, Granger."

Hermione menarik napas panjang kemudian mengembuskannya dengan cukup keras. Draco bahkan dapat mendengarnya.

"Look, I know you didn't mean what you said two days ago."

Draco menyipitkan matanya. "What did I say two days ago actually, huh?" Ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Namun, saat ini, entah mengapa ia hanya merasa ingin menggoda sang rival, meskipun itu berarti harga dirinya ikut dipertaruhkan.

Ya, sama seperti Hermione, terlepas dari perbedaan status darah, Draco Malfoy hanya menganggap gadis Gryffindor itu sebagai rival dalam hal akademik. Hate is such a strong word. Ia tak ingin menggunakannya. Setidaknya, tidak pada Hermione Granger. Alasannya? Ia sendiri bahkan tak tahu.

"Oh, lupakan." Hermione mengentakkan kakinya sebelum mengambil langkah hendak melewati Draco yang segera menjulurkan lengan panjangnya tepat di hadapan sang gadis.

"Eits, mau ke mana? Tidakkah kau merindukan bibirku, Granger?" Draco Malfoy menyeringai dan Hermione bersumpah ia ingin sekali menghapus seringai menjengkelkan itu dengan sebuah tonjokan. Lagi. Bagaimanapun, ia harus menahan diri. Berada di Hospital Wings dan merasa khawatir pada pemuda pirang tersebut adalah hal terakhir yang diinginkannya untuk saat ini.

"Oh, shut up, Malfoy!"

•••

"Apa katanya?"

"'Shut up, Malfoy.'" Draco masih tersenyum seperti orang idiot tatkala mengutip perkataan terakhir Hermione di koridor kastel tadi siang.

"Hanya itu? Tak ada kemajuan berarti?" Blaise meletakkan pena bulunya di atas meja. Tidak, ia tidak sedang mengerjakan tugas sekolah. Ia hanya sibuk menulis beberapa mantra penata rambut dan beberapa mantra untuk ... berbuat iseng pada anak perempuan. Well, apa yang kau harapkan pada remaja laki-laki 13 tahun yang setengah dari sehari hidupnya digunakan untuk memikirkan hal-hal mesum? Yes, Blaise Zabini is such a horny virgin teen. Namun, hampir seluruh murid Slytherin percaya bahwa ia tak lagi perjaka. Hanya Draco Malfoy dan Theodore Nott yang tahu kebenarannya. Lagi pula, ia tak mau repot-repot memberi klarifikasi jika itu berarti harus melenyapkan tatapan kagum yang dilayangkan teman-temannya.

"Well, menurutku, itu sebuah kemajuan. Maksudku, ia tak mengelak atau semacamnya ketika aku bertanya apa ia merindukan bibirku. Sebagai balasan, ia hanya menyuruhku diam sebelum berlalu dengan pipi memerah." Dahi Draco berkerut dalam, mencoba merefleksikan wajah Hermione kala itu dengan sangat detail di kepalanya. Ia kemudian mengangguk, merasa bahwa besar kemungkinan teorinya barusan memang benar.

"Mungkin ia memerah hanya karena kesal padamu." Blaise mengedikkan bahu, sementara Draco lagi-lagi mengernyit. Kali ini karena ia tak menyukai kesimpulan pemuda berdarah Italia itu.

"I don't think so ...."

"Jadi, kau benar-benar berharap agar Granger menyukaimu?" Setelah sekitar tujuh detik tanpa balasan, Blaise menambahkan dengan suara pelan, "Oh, shit! Karma is real. You're doomed, Draco."

"I know ...."

•••

"Apa terjadi sesuatu di antara kalian? Maksudku, kau dan ... Malfoy?"

Hermione yang tengah mengerjakan esai Ramuan dalam posisi duduk bersila di depan perapian ruang rekreasi Asrama Gryffindor dengan cepat mengangkat kepala. Wajahnya memanas.

Oh, mungkin hanya karena api perapian, pikirnya segera. Cukup panik dan khawatir.

"What?"

"Kau tahu, beberapa hari ini aku selalu mendapati Malfoy memandangimu intens. Kau tak ada masalah dengannya, 'kan? Atau apa pun itu yang berhubungan dengannya, hm?"

Hermione tertawa canggung. "Oh, please, Harry." Ia mengibaskan tangannya dramatis di udara. "Tidak. Aku tak ada masalah dengannya. Tak ada apa-apa di antara kami."

"Benarkah? Kau yakin, 'Mione?" Ron menyipitkan mata.

"Positive."

"Baguslah." Harry mengembuskan napas lega. "Aku hanya berpikir kalau dia mungkin men—oh, lupakan. Pemikiran itu terlalu konyol untuk dibayangkan, bahkan bagi orang tak waras sekalipun." Pemuda bernama belakang Potter itu menggaruk-garuk belakang lehernya yang sama sekali tak gatal.

"Benar, sangat konyol," Ron menimpali, merasa mengerti dengan apa yang hampir saja dikatakan oleh Harry barusan. "Bukan begitu, 'Mione?" Ia melirik sang sahabat perempuan dengan satu alis terangkat.

"Hmm." Hermione tak mengiyakan, tak jua mengelak. Ia hanya tersenyum masam—dan sepanjang hari itu, pikirannya hanya dipenuhi oleh satu orang. Draco Malfoy.

Demi Merlin! Ia tak mungkin menyukai pemuda arogan itu, 'kan? Apalagi sebaliknya! Impossible!
.
.
.
Bersambung ....

-------

[December 6th, 2019]

Hello, pals! How are you doing? xD.

Well, let's go to the point.

Do you like it or nah?
Should I continued this fic?

Let me know your thoughts by commenting anything in the comment section below. Don't forget to leave some votes, too!

Love you!
.
.
.
All the love,
MsLoonyanna

Continue Reading

You'll Also Like

216 62 6
Berawal dari kisah sebelumnya yang berjudul Vampire Can't Find Me, kisah mereka belum benar-benar selesai. Jeno-seorang vampir yang tiba-tiba menghil...
2.7K 140 4
Dalam sebuah misi, Kakashi disiksa dan menjadi orang yang sepenuhnya hancur secara mental. Bagaimana persahabatan dengan mantan siswanya akan membant...
76.8K 10.4K 37
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
104K 16.1K 16
𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 ❝Terlalu asik membenci, Jaehyun jadi gr sendiri.❞ 𝘴𝘵𝘢𝘵𝘶𝘴 ━゙𝙘 𝙤 𝙢 𝙥 𝙡 𝙚 𝙩 𝙚 𝙙