LDV

By Dichiany

218K 3.3K 96

"Aku ingin mati, apakah kau ingin membunuhku?" "Sebenarnya, kau mengangapku sebagai apa?" Setiap malam gadi... More

1~Sang Gadis
3~Taring Kematian
4~Demam
5~Melarikandiri
Pindah

2~Dendam

20.8K 647 16
By Dichiany

     Di sebuah masion megah, bercat coklat dengan luas halaman seluas dua kali lapangan sepakbola. Air mancur yang berdiri kokoh di tengah halaman, pohon-pohon yang di bentuk sedemikian rupa, berada di kiri-kanan halaman masion tersebut. Di dalam mansion itu, tepatnya di ruang kerja pribadi cucu pemilik masion tersebut, terdengar suara banting meja yang begitu bergema memenuhi seluruh ruangan.

"Kenapa Kakek mau bekerja sama dengan Vincent!" seru pria berjas sky blue sambil mengertakan giginya karena kesal.

"Bukankah anda sudah mendengar, bawasannya kita mengalami kerugian cukup besar di salah satu cabang perusahaan kita di Cina. Para buruh sudah berdemon dan melakukan mogok kerja. Para investor terus mendesak kita menangani krisis ini, dan mereka akan mengancam tidak akan berinvestasi lagi di Royem Crop. Vincent dengan suka rela mau membantu kita dalam krisis ini. Ini demi kebaikan perusahaan, tuan muda," ujar wanita berkacamata yang berdiri tidak jauh dari meja kerja pria berjas sky blue itu.

"Kenapa kakek tidak diskusikan ini denganku! Aku tidak percaya ini!"

"Menurut tuan besar Leonard, jika kita bekerja sama dengan perusahaan Vincent crop kita bisa mendapatkan pendapatan dan keuntungan yang besar, dan itu merupakan bibit unggul yang sangat cocok untuk menghadapi krisis yang terjadi," ucap pria berjas hitam

"Dan jika ini di diskusikan bersama anda, pasti anda akan menolaknya mentah-mentah. Ini bukanlah masalah privasi tuan muda, tapi ini masalah yang berkaitan dengan nasib para karyawan yang ada disana," sambung wanita berkacamata.

"Aku harus bicara dengan Kakek," ucap pria berjas sky blue beranjak dari tempat duduknya, namun dihalangi oleh pria berjas hitam ketika hendak keluar dari ruangan kerjanya.

"Tolong jangan saat ini, tuan muda. Anda masih terbawa emosi. Tolong tenangkan diri anda." Yang di panggil tuan muda hanya menghela nafas berat, dan kembali ke kursinya, "Terima kasih atas perhatiannya. Kalian berdua boleh pergi," ucapnya sambil menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil menijat keningnya.

Pria berjas sky blue itu pun bangkit dari kursi kerjanya, dan berjalan ke arah jendela besar yang berada di belakang meja kerja-nya. Tatapannya kosong tanpa arti, dan berakhir mengantukan keningnya di kaca Jendela yang dingin.

Rasa lelah dengan segala urusan yang tidak ada habisnya, kini mendominasi dirinya. Pria yang mengenakan jas sky blue ini bernama Shin, yang merupakan putra tunggal dalam keluarganya. Shin tidak ingat bagaimana kedua orangtuanya, hanya selembar foto yang sedikit sobek dan kusam yang menjadi bukti bahwa ia seorang putra tunggal, sekaligus cucu satu-satunya pemilik perusahaan Royem crop, Leonard. Ketika sibuk dengan alam pikirannya, suara bunyi ponsel memecahkan kesunyian di ruang kerjanya. Dengan malas dia pun mengangkatnya, tanpa melihat siapa yang meneleponnya.

"Hallo."

"Kau pasti sudah tahu mengenai kerja sama antara kakekmu dengan ku, bukan? "

"Vincent."

"Yah, aku tahu kau pasti marah dan kesal sekali karena kita bukan teman baik, benar?"

"Langsung saja ke intinya. Aku sedang sibuk."

"Yah ampun, kau terlalu bekerja keras tuan muda. Santailah sedikit, aku kan sudah membantumu. Sudah jelas bukan, aku ingin mendapatkan apa saja yang aku inginkan. Jadi, bersiaplah menerima kekalahanmu tuan muda, Shin."

Suara hubungan terputus berbunyi. Shin berdecak kesal sambil memukul kaca jendela dengan segala amarah yang berusaha ditahannya dari tadi. Shin yakin, kalau orang itu kini sedang tertawa puas melihat ketidakberdayaannya.

"Sebenarnya apa yang inginkan bajingan itu?" umpatnya kesal

Setelah mendinginkan pikirannya, kini Shin berdiri di depan pintu bercatkan warna hitam. Kembali dia menghela nafas berat dan berusaha mengendalikan dirinya saat bertemu dengan kakeknya. Dia mengetuk pintu kayu jati itu beberapa kali, memastikan orang yang ada di dalam menyadari keberadaannya. Terdengar suara perintah untuk masuk dari dalam. Shin pun menarik kop pintu dan mendorongnya dengan perlahan.

"Kakek," ucap Shin sambil berjalan masuk ke ruangan pribadi kakeknya.

Seorang pria tua yang sedang duduk di meja kerjanya menoleh ke arah pintu sambil tersenyum lembut pada cucu kesayangannya, "Ada apa, Shin?"

"Kakek, aku ingin meminta penjelasan atas keputusan Kekek mengenai-"

"Yah...yah, aku tahu, kau pasti heran kenapa aku mau bekerja sama dengan Vincent, bukan?" potong Leonard cepat.

"Aku ingin dengar apa alasannya."

"Suatu saat nanti kau akan tahu Shin, kenapa aku mau melakukan kerjasama ini bersama dengannya," ucap Leonard sambil sibuk mengerjakan beberapa dokumen yang berada di atas meja kerjanya.

Mendengar jawaban yang tidak jelas dari Leonard, Shin menghela nafas gusar," Kenapa kakek tidak langsung saja katakan padaku."

Leonard kembali menatap cucunya dengan senyum yang masih setia terukir di wajahnya yang keriput, "Kalau aku beri tahu, nanti tidak akan menyenangkan lagi, dong," ucapnya santai, seolah dia sedang mengajak Shin untuk main tebak-tebakan. Sementara cucunya itu menyirit keheran atas ucapan kakeknya itu.

"Kau akan tahu setelah kau menemukan orang yang paling kau cintai."

Shin menghebuskan nafas kasar sambil mengacak rambut, "Percuma saja aku bicarakan ini denganmu," ucap Shin frustasi dengan jawaban yang tidak dia dapatkan, dan berjalan keluar dari ruangan kerja kakeknya.

Sementara Leonard hanya menatap kepergian Shin dengan senyuman yang masih menghiasi wajah keriputnya. Shin berjalan masuk ke kamarnya, membuka jasnya, melemparnya ke sembarang arah dan merebahkan tubuhnya di kasur berukuran Kig size. Kedua iris matanya yang berwarna biru langit itu menatap langit-langit kamar, sambil menghela nafas berat. Perkataan Kakeknya yang terakhir masih tergiang di benaknya.

"Yang paling aku cintai? Siapa? Ah, konyol sekali," gumannya sambil menutup kedua matanya dengan lengan kanannya.

Keesokan paginya, Shin keluar dari gedung besar berlantai tujuh menuju mobil sedan yang telah terparkir di depan gedung. Seorang penjaga pintu membukakan pintu mobil. Segera Shin masuk ke dalam mobil di ikuti dengan asisten pribadinya.

"Agenda anada hari ini, anda harus menghadiri rapat dewan direksi, bertemu dengan Tuan Jun-" Ucapannya terhenti kala mendapati bosnya tidak menghiraukannya sama sekali, dengan memasakan earphone di kedua telinganya sambil bersandar memejamkan mata.

"Tuan Shin, anda dengar?" kata pria berjas hitam yang duduk di samping Shin.

"Hm. Iya, aku dengarkan," ucapnya acuh sementara asisten pribadinya megelengkan kepalanya melihat kelakuan bosnya yang akhir-akhir ini berubah.

Sampai di tempat tujuan, Shin pun langsung melangkahkan kakinya keluar dari mobilnya, dan berjalan masuk ke dalam gedung besar berlantai lima yang merupakan tempat di mana di adakannya rapat dewan direksi.

"Rapat kali ini mengenai krisis Perusahaan yang ada di Cina. Anda harus membaca dulu data-datanya, Tuan Shin "

"Ah...malas, aku akan membacanya nanti," ucap Shin sambil memasuki ruang rapat.

Semua anggota dewan direksi yang hadir bangkit dan memberi hormat pada Shin. Tapi Shin tidak menghiraukan mereka dan berjalan ke tempat duduknya.

"Baiklah rapat akan segera kita mulai."

Tiba-tiba seseorang muncul dari pintu, " Maaf yah, saya terlambat," kata pria berambut pirang dengan senyumannya yang ceria.

"Vincent," guman Shin seketika moodnya semakin jatuh.

"Ah, tidak apa-apa, Tuan Vincent. Kami baru saja akan memulai rapatnya."

Shit! Aku lupa kalau rapat kali ini mengenai krisis perusahaan di Cina. Shit! kalau begini seharusnya aku tidak ikut tadi, batin Shin dalam hati.

Vincent menatap Shin sambil tersenyum sinis. Sepertinya dia cukup senang melihat Shin datang ke rapat ini. Sepanjang rapat, Shin tidak memperhatikan sedikit pun mengenai masalah ini. Hingga, Vincent bangun dan mulai membicarakan hal yang membuat Shin ingin sekali membunuh dia sekarang juga. Hingga perkataan terakhir Vincent membuat Shin lepas kendali dengan memberikan bogem mentah di wajah pria tampan berambut pirang tersebut.

"Brengsek! Kau kira kau siapa hah?!" bentak Shin

Seketika semua orang yang berada di ruang rapat heboh, dan berusaha menahan Shin agar tidak menyerang Vincent lagi. Sementara Vincent bangun sambil mengelap darah di ujung bibirnya, dan langsung di bawa pergi oleh asistennya keluar dari ruang rapat.

***

Di ruang kerja Leonard tampak dua orang sedang bermain catur dengan tenangnya, "Tuan Leonard, cucumu melakukan hal bodoh di rapat dewan direksi tadi. Apa kau tidak mau menghukumnya?" ucap pria parubaya yang kini duduk berhadapan dengan tuan besar Leonard.

Leonard hanya tertawa sambil mengerakkan bidak kudanya,"Tidak, Itu hal yang biasa terjadi pada anak muda. Masa muda memang selalu emosional," ujarnya santai.

"Tapi tuan ini-"

"Biarkan Shin melakukan apa yang diinginkannya, karena dengan begitu permainannya akan semakin seru," potong Leonard cepat dengan tatapan matanya yang berbinar. Sementara pria parubaya itu mendongak, menatap pria yang lebih tua darinya itu dengan tatapan bingung, tidak mengerti maksud perkataan tuannya barusan.

"Ayo, cepat, kau jalan lagi. Kali ini kau akan kalah Aimeryno," ucap Leonard sambil tertawa. Sementara pria parubaya yang di panggil Aimeryno itu hanya mengehela nafas pasrah sambil mengelengkan kepalanya.

Sementara itu, Shin yang telah membuat kerusuhan saat rapat direksi tadi siang, kini dia kembali di sibukan dengan berberapa dokumen yang harus di lihatnya. Moodnya yang jatuh sendari siang, kini semakin parah setelah melihat perubahan planning perusahaan. Semuanya berubah, dari yang sudah di sepakati sejak Vincent ikut alibi dalam perusahaan milik kakeknya itu, tanpa sepengetahuan dirinya.

"Arghh! Shit! Aku tidak tahan lagi!" Shin mengebrak meja kerjanya dan langsung bangkit dari kursi kerjanya.

Shin berjalan cepat ke arah ruang kerja pribadi kakeknya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Shin langsung menarik konp pintu dan berjalan masuk ke ruang kerja kakeknya. Alangkah terkejutnya, mendapati kakeknya tergeletak tak bernyawa dengan sebuah piasu perak menancap di dadanya. Orang yang berdiri di samping mayat kakeknya mengambil paksa pisau perak yang tertancap di dada sang kakek. Shin yang masih terbawa rasa frustasi, mood yang buruk, kini telah bercampur rasa penuh amarah dan rasa ingin membunuh. Tanpa peringatan apapun, Shin memukul keras wajah orang yang telah membunuh kakeknya hingga terpental membentur tembok hingga retak.

Shin berjalan cepat ke arah di mana sang kakek tergeletak tak bernyawa, "Kakek...Kakek bangun...Kakek," ucap Shin sambil menepuk pelan pipi kakeknya.

Shin terdiam, menyadari bahwa percuma saja dia memanggilnya, karena kakeknya, Leonard, sudah mati. Kilatan kedua iris mata yang berubah menjadi merah menyala, penuh dengan rasa amarah yang meluap-luap. Shin langsung mendatangi tubuh Vincent yang berusaha berdiri dan melayangkan pukulan hingga babak belur. Belum puas dengan apa yang Shin lakukan kepada si pembunuh kakeknya, diambilnya pisau perak yang tergeletak tidak jauh darinya dan mengangkat pisau perak itu tinggi-tinggi.

"Matilah kau pembunuh!"

Ketika Shin mau menancapkan pisau perak itu ke jantung Vincent, Vincent langsung menahan serangan dari Shin. "Dasar bodoh, kakekmu yang konyol itu sudah tiada, dan kau sudah kalah telak, Shin," ucapnya sambil tersenyum sinis. Membuat amarah Shin semakin meluap.

"MATI KAU!"

"Berhenti, turunkan pisau anda, tuan Shin." pihak polisi pun muncul di depan pintu sambil mengarahkan pistonya pada Shin.

Vincent pun tidak mau membuang kesempatan ini, dengan nada dramatis dia berucap, "Tolong aku, dia mau membunuhku juga."

Mendengar rintihan dramatis Vincent membuat Shin semakin muak. Tanpa memperdulikan peringatan mereka, Shin kembali melakukan aksinya. Hingga sebuah peluru melesat, membuat pisau yang berada di tangan Shin terlepas dari gengamannya. Beberapa Polisi segera menangkap Shin dengan memborgol kedua tangan Shin.

"Lepaskan aku! Dia pembunuhnya! LEPASKAN!"

"Tangkap dia! Dia pembunuhnya, dia ingin membunuhku ketika aku mempergoki dia membunuh kakeknya sendiri karena kesal. Makanya aku menghubungi kalian, ketika dia sedang melakukan aksinya," ujar Vincent berusaha bangun dan mengelap ujung bibirnya.

"Bohong! Itu BOHONG! Lepaskan aku sialan! Dasar polisi BODOH! DIA PEMBUNUHNYA!"

"Kami akan menangkapmu tuan Shin. Tuan Vincent, mari ikut kami ke kantor," ucap Inspektur

Shin pun dibawa paksa oleh mereka. Shin menatap Vincent penuh dengan kebencian. Vincent yang menyadari itu tersenyum sinis. Bibirnya bergerak seperti mengatakan sesuatu.

"Sakmat."

Akhirnya Shin di sekap di sebuah kamar elit, dan anehnya Shin di sekap di salah satu vila milik Vincent. Tanpa persidangan atau segala jenis jalur hukum tidak di lalui Shin. Shin tau kalau Vincent mengunakan kekuasaannya untuk menyuap para polisi. Di sinilah Shin berada, di ruangan gelap dan sunyi. Shin menatap pemandangan malam dari luar jendela besar dengan pandangan kosong. Aku baru tersadar kalau aku sangat kesepian. Aku tidak memiliki keluarga. Aku kehilangan kakek yang merupakan satu-satunya keluarga yang ku punya. Aku bersumpah akan membunuh Vincent bagaimana pun juga, batin Shin sambil mengeratkan gempalan tangannya hingga memutih.

Shin menatap meja bundar kecil yang berada tak jauh dari Shin berdiri. Terlihat sebuah surat kabar terbaru dengan judul besar terpampang jelas di halaman pertama surat kabar tersebut.

Cucu Pemilik Perusahaan Royem Crop Membunuh Kakeknya Sendiri.

Shin mengambil surat kabar itu. Kedua iris matanya merah menyala membuat surat kabar yang ditatapnya berubah menjadi debu, dalam hitungan beberapa detik. Tangannya masih tergepal kuat menahan rasa benci dan amarah. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Shin. Segera Shin menarik tirai jendela hingga keadaan kamar kembali menjadi gelap gulita. Warna kedua mata Shin kembali normal menatap ke arah pintu kamarnya, dengan tatapan kosong. Sebuah cahaya masuk ketika pintu kamar Shin terbuka. Shin sudah tahu kalau akan ada seseorang yang akan memberikan manusia untuk dihisap darahnya, dan rata-rata semua manusia yang dibawa adalah wanita.

Seorang gadis mengenakan dress merah, dengan ujung dress miliknya kotor dan lembab. Rambutnya sedikit berantakan terlihat jelas, pada pita mawar merah-nya yang turun. Dengan kedua tangan terikat di depan. Tatapannya sangat kosong dan hampa, seperti tidak ada kehidupan di sana. Kepalanya mendongak dan menatap Shin dengan tatapan yang sama.

"Apa kau mau membunuhku?"

Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

99.9K 6.5K 27
bagaimana jadinya jika karakter vampire yang kita dambakan menjadi kenyataan?
101K 9.4K 35
6 vampire said: takdir sudah memilih mu untuk terikat dengan kami, karena kami sendiri yg merasakannya Jake harem 17+
6.1M 348K 67
TERBIT Oleh Glorious Publisher Dingin, datar dan kejam. Itulah sifat yang menggambarkan sosok Luke, pangeran mahkota vampire yang memiliki kekuasaan...
130K 9.4K 15
"WOY ANJ SIAPA LU KENAPA BISA DI KAMAR GUA?!!! " bukan lapak Homophobic M-preg