Me vs Papi

By Wenianzari

39.8K 5.4K 1.6K

Kisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang... More

Pulang
Satu April
Peluk Untuk Pelik
Sebuah Harap
Minggu Manis
Kenapa - Karena
Hari Bahagia
Pundak Ternyaman Kedua
Dua Pagi
Menjenguk
Jealousy
Tujuan
Kencan
Don't Leave Me
Welcome to My House
Moment Langka Rion
Dinner
His Everything
Telling a Secret
Pengakuan
Bitter - Sweet
Perasaan Membingungkan
Karena Papi Berhak
Hallo Om Ganteng
Double Date?
Lost Control
Promise me
Terima Kasih dan Maaf
Morning Drive
Ketakutan Terbesar
Don't Mess With My Daughter
Crying Sobbing
Last Chapter; Me vs Papi
Bonus; Belum Terbiasa

Ketika Durenes Baper

1.8K 225 84
By Wenianzari

Akan jadi hal istimewa jika seseorang mengatakan kalimat indah, pada seseorang yang belum sadar keindahan dirinya.

**

Acara ulang tahun Adrastea tinggal seminggu lagi. Semua persiapan sudah beres. Hanya satu yang belum; kado.

Sejak kemarin-kemarin Rion gelisah memikirkan kado apa yang harus dia berikan untuk anak gadisnya. Tahu sendiri, semua barang bagus dan mahal yang ada di dunia, sudah Tea dapatkan dengan mudah, hanya satu gesekan dari black card saja barang itu sudah ada di tangan.

Maka dari itu, di sinilah dia berada, mall nya sendiri, dengan Noushin disamping nya. Sebab, ketika pria itu meminta bantuan, Noushin langsung memberikan solusi yang tepat.

Mereka berjalan beriringan hingga tak sedikit orang nampak terkejut melihatnya. Sebab, Asterion Helios nampak akrab sekali dengan wanita itu. Siapa yang tidak curiga melihat duda keren jalan dengan wanita cantik mengelilingi mall. Bukan kah itu nampak seperti kencan. Ditambah lagi, sekarang mereka memasuki toko perhiasan. Tentu saja itu akan mengundang jempol netizen yang maha benar untuk beraksi.

Tapi, seolah tidak memikirkan hal itu akan terjadi, Rion dan Noushin santai saja. Sebab, tujuan mereka hanya mencari kado. Tidak seperti yang netizen kira.

"Saya nggak tau yang bagus yang mana." Aku Rion saat melihat beberapa kalung yang disuguhkan.

Ya, sebuah kalung. Itu yang akan Rion berikan pada anak kesayangan nya. Karena dipikir-pikir, dia tidak pernah membelikan perhiasan untuk Tea. Selama ini, semua perhiasan yang ada di kamar Tea, itu pemberian dari Oma nya.

"Bapak mau saya bantu pilihin?" Tanya Noushin ragu-ragu yang langsung diangguki duda itu.

"Oke. Tea suka yang simple-simple kan?" Rion mengangguk lagi.

"Kalo gitu... Bapak mau kado yang punya makna nggak?"

"Tentu."

Noushin mengangguk. "Lalu bagaimana kalau kalung dengan bandul bulan dan bintang saja?"

"Maknanya?" Tanya Rion sedikit bingung.

"Bulan dan bintang selalu beriringin. Mereka bersinar terang di dalam kegelapan langit malam. Karenanya, kehadiran mereka selalu dikagumi banyak orang. Itu seperti Pak Rion dan Adrastea."

"Kalian selalu bersama untuk waktu yang tidak singkat, melalui banyak hal yang mungkin terasa gelap, dan menyakitkan. Tapi, kalian berhasil menjadikan kegelapan itu sebagai sesuatu yang bermakna. Hingga tanpa kalian sadari, kegelapan itulah yang membuat sinar kalian terpancar dengan sendirinya. Dan kehadiran kalian selalu diterima dan dikagumi khalayak umum." Rion terenyuh mendengarnya.

Bagaimana bisa seseorang menggambarkan dirinya dan anak gadisnya seindah itu. Selama ini, dia tidak pernah berpikir seperti itu. Dia hanya berpikir kalau selama ini hidup nya terlalu gelap. Maksud nya, dia hanya hidup dengan Adrastea, menjalani banyak hari berat berdua saja, bahkan tak jarang juga Rion merasa bersalah pada anak gadisnya karena membiarkan dia tumbuh tanpa sosok Ibu.

Tapi, seseorang disamping nya baru saja menggambarkan nya sedemikian rupa. Lalu bagaimana bisa Rion biasa saja.

Pria itu mengulas senyum sendunya seraya berkata, "Saya tidak mengira kalau kehidupan saya dan Adrastea bisa digambarkan seindah itu."

"Terima kasih, Noushin."

"Jangan terima kasih sama saya. Tapi terima kasih lah pada diri bapak sendiri dan Adrastea."

***

"Ayah kenapa sih mukanya mesem-mesem gitu?" Tutur Rendy saat berhadapan dengan Ayah nya di ruang musik. Berhubung sedang istirahat, jadi Oris mengizinkan putra sulung nya memanggil nya Ayah.

Di ruangan itu, mereka hanya berdua. Duduk bersebelahan di sofa empuk yang tersedia, sambil menunggu kedatangan seseorang yang tidak Rendy ketahui.

Oris menggeleng pelan sebelum kemudian merangkul bahu putranya.

"Nggak jelas banget sih, Yah. Jatuh cinta lagi ya? Aku bilangin Bunda nih."

"Ck. Santai kali, Jun. Ayah mah cinta nya cuma sama Bunda kamu doang."

"Terus kenapa senyum-senyum gitu? Kaya abege lagi kasmaran."

"Emang kamu pernah kasmaran?" Sindir Oris telak hingga Rendy mendengus.

"Kepo deh."

"Kamu naksir cewek nggak sih?" Kontan saja Rendy langsung melotot karena terkejut. Lalu, dia melepaskan rangkulan Ayah nya.

"Ayah, apaan sih. Aku normal kali."

"Masa sih? Terus kenapa masih jomblo?"

"Nggak jomblo."

"Berarti udah ada pacar. Siapa namanya? Kelas berapa? Oh atau jangan-jangan---" Oris terpaksa menggantungkan ucapan nya saat pintu ruang musik terbuka. Lalu begitu saja pria dua anak itu tersenyum sumringah saat matanya mendapati gadis mungil yang dia inginkan untuk dijadikan menantu di masa depan;

Tentu saja, itu akan selalu Adrastea Helios orang nya. Ya, anak semata wayang Asterion Helios itu disana.

"Selamat siang, Pak." Ucap Tea lalu menunduk sopan sebagai salam hormat nya.

"Siang, calon man-- Eh Adrastea maksudnya. Sini duduk, Nak." Kata Oris mempersilahkan Tea untuk duduk di sebelah anak nya. Dan Tea pun menurut. Sementara itu, Oris duduk di single sofa yang tak jauh dari remaja-remaja itu.

"Makasih, Pak Oris."

"Sama-sama. Jadi, ada perlu apa Adrastea kemari?"

"Oh anu, Pak, hng... Jadi, seminggu lagi kan aku ulang tahun nih, dan kebetulan, Papi aku mau ngerayain nya agak besar-besaran gitu. Terus--" Tea melirik Rendy sebentar, yang sejak tadi hanya menyimak, dan hal itu tentu saja membuat Oris langsung mesem-mesem lagi. Semangat menjodohkan putra sulung nya dengan anak semata wayang Asterion Helios jadi menggebu-gebu, bahkan berkali-kali lipat dari sebelum nya.

"Terus?"

"Terus... Rendy kan punya suara bagus, Pak. Jadi... Aku mau minta izin sama Pak Oris buat ajak Rendy supaya jadi pengisi acara ulang tahun aku, Pak." Pinta Tea sungguh-sungguh hingga akhirnya Rendy ternotice.

"Kenapa gue?"

"Jun, budek apa gimana? Tadi kan udah dibilang karena kamu suaranya bagus."

"Kan banyak Yah, yang suaranya bagus."

"Udah nurut aja sih sama cewek cakep!" Sela Oris cepat hingga Tea terkekeh.

Sedangkan Rendy hanya mendengus. Entah kenapa Ayah nya selalu memperlakukan Adrastea berbeda dari siswi lain nya. Nggak jarang juga, Rendy di ceng-cengin Ayah nya sendiri kalo mereka lagi bareng terus Tea lewat depan mereka.

"Jadi, gimana Rendy?" Tanya Tea memastikan.

"Setuju." Jawab Oris cepat.

"Ayah tapikan--"

"Mau liat Bunda sama Ayah seneng nggak?"

"Yaudah." Pamungkas Rendy karena males ribut.

"Tuh Adrastea, Injun--maksud nya Rendy, udah setuju."

"Iya Pak. Yaudah, nanti siang kita latihan ya, Ren." Rendy cuma ngangguk meskipun tampang nya agak bete.

"Yaudah, kalo gitu, aku pamit Pak."

"Oh iya, Nak."

Setelah kepergian Tea, Oris langsung merangkul anak nya lagi. Dia benar-benar senang sekali dilihat dari ekspresi nya.

"Pokoknya, pesan Ayah cuma satu. Jangan sia-sia in waktu seminggu itu. Sukses boy!" Seru nya menggebu-gebu.

Rendy mengernyit. "Maksud nya?"

"Oon kudrat nih kalo soal cewek! Ya pepet lah, Jun! Ayah pengen Adrastea jadi mantu Ayah dimasa depan!"

***

Malam telah hadir dengan bulan purnama yang menerangi. Rion sudah dirumah, berdiri di balkon kamar nya dengan ditemani kola di tangan kanan nya.

Matanya menatap ke atas pada bulan dan bintang yang bersinar. Lalu tiba-tiba, ucapan Noushin tadi siang terbesit begitu saja hingga senyuman nya terukir dengan sendirinya. Sampai dia tidak sadar kalau anak gadisnya menyelinap masuk ke kamar nya seperti maling, sambil membawa mie dalam cup ditangan nya.

"PAPI!" Seru Tea saat menyadari Papi nya senyum-senyum sendiri. Dia langsung menaruh mie yang dia bawa diatas meja, lalu melarikan tangan nya pada kening Rion.

"NGGAK PANAS. ASTAGA! JANGAN-JANGAN PAPI KESURUPAN?!" Heboh Tea yang membuat Rion langsung mendelik.

"PAPI NGGAK KESURUPAN, TEA!" Tegas Rion.

"Terus kenapa senyum-senyum sendiri?! Ya Tuhan, Papi nggak sakit mental kan?"

Rion berdecak sebal lalu memilih duduk di kursi rotan yang ada di sana. Lalu Tea menyusul masih dengan kepanikan nya.

"Papi beneran sakit mental? Papi depresi--"

"NGGAK TEA! PAPI SEHAT! SEHAT SEKALI."

Lalu Tea mengernyit. "Terus tadi Papi kenapa? Senyum-senyum nggak jelas kaya orang nggak waras gitu."

"Pokoknya Papi nggak apa-apa, udah itu aja yang perlu kamu tau. Ah, kamu ngapain kesini? Kangen sama Papi karena akhir-akhir ini Papi sibuk?"

"Idih, pede banget sih."

"Nggak usah ngeles. Kemaren kata Bi Martem kamu ketiduran di depan tv karena nungguin Papi pulang." Tea pura-pura budek, lalu meraih mie cup nya untuk kemudian dia santap.

Well, ucapan Papi nya itu ada benar nya juga. Dia sedikit kangen dengan Papi nya, karena biasanya, setiap hari mereka selalu ribut, sedangkan akhir-akhir ini kerjaan Rion dikantor seabrek, dia selalu berangkat pagi dan pulang larut saat Tea sudah terlelap. Jadi, komunikasi mereka sedikit terhambat, dan Tea tidak suka. Karena di rumah, dia cuma punya Papi, kalo Papi nya sesibuk itu, Tea benar-benar merasa tidak punya siapa-siapa lagi. Makanya, setelah tau Papi nya sudah pulang, dia langsung buru-buru menemuinya. 

Tapi, kesibukan Papi nya juga ada untung nya. Beberapa hari terakhir, dia selalu pulang dengan Sean. Ah, hubungan mereka semakin dekat meskipun belum ada status resmi.

"Kangen ya bilang aja kali, nggak usah gengsi gitu." Sindir Rion.

"Apaan sih, nggak." Jawab Tea dengan mulut penuh.

"Halah, bohong banget."

"Nggak ih."

"Iya. Kangen banget kan?"

"NGGAK."

"Ngaku deh." Tea diam sebentar, lalu dia melirik Papi nya sekilas sebelum kemudian fokus menyedeok mie cup nya.

"Dikit." Ucap nya dengan muka datar dan suara pelan, namun masih dapat di dengar Rion hingga pria itu langsung terkekeh.

"Pake segala gengsi." Lalu Rion menusuk pipi Tea yang penuh, menyebabkan sang empunya mengerang tidak jelas.

"Apa sih, sayang? Nggak denger?"

"Papi--asdfghjks."

"Kalo lagi makan tuh nggak boleh ngomong. Pamali kalo kata orang jaman dulu." Kemudian Tea mempercepat kunyahan nya hingga akhirnya mie yang dia makan tertelan sempurna.

"Besok minggu."

"Terus?"

"Ck. Papi nggak peka banget sih."

"Oh, lagi ngode ceritanya?"

"Tau ah, aku bete sama Papi." Kata Tea ketus dengan bibir mengerucut.

Untuk menanggapinya, Rion hanya terkekeh. Adrastea yang seperti ini mengingatkan nya pada sosok Lavenia. Dulu, wanita yang telah jadi Ibu dari anak nya itu sangat gengsian sekali, di awal-awal masa pacaran mereka.

Saat itu, Rion sedang sibuk-sibuk nya dengan turnamen basket. Dari awal, team nya selalu menang hingga waktu istirahat berkurang karena dipakai untuk latihan dan mengatur strategi. Sampai akhirnya usaha mereka tidak sia-sia karena berhasil mendapat gelar juara satu di final, dan tentu nya, kemenangan Rion dan team nya disaksikan sang pujaan hati yang mendukung di tribun.

Ketika acara pemberian selamat dan foto-foto sudah selesai, Rion datang pada Lala nya dengan senyuman kebahagiaan tak terhingga.

"Selamat ya, Rion." Ujar Lavenia dengan senyuman manisnya yang selalu menjadi candu untuk mata Rion.

"Makasih, Lala. Ikut aku yuk." Lalu mereka menjauh dari kerumunan orang-orang yang berhasil mengajak Lavenia keluar rumah hanya untuk menonton kekasih nya. Mereka berhenti ditempat sepi, dengan cahaya remang-remang yang menerangi.

"Aku menang, La." Kata Rion memberi kode. Dia ingin Lala nya memberikan sesuatu, seperti pelukan, misalnya.

"Iya, kan aku nonton."

"Ck. Maksud nya, nggak mau ngasih apa gitu?"

"Boro-boro bawain hadiah. Orang aku aja kesini ngumpet-ngumpet dari Papa."

"Pokoknya aku mau hadiah, La. Kalo nggak bawain sesuatu, yaudah, kasih peluk aja. Sini, peluk aku." Lalu Rion merentangkan kedua tangan nya.

"Nggak mau, Rion. Banyak orang."

"Mana? Sepi, juga." Lalu mata Lala mengedar, dan benar saja, disana sepi.

"Ya... Ya tetep aja nggak mau."

"Karena aku bau keringet ya?"

"Nggak gitu. Nanti kalo ada yang liat gimana?"

"Yaudah aku ngambek."

"Ih Rioooon, jangan gitu."

"Yaudah, kalo gitu peluk aku."

"Nggak mau."

"Lala..." Rion merengek.

"Kaya anak kecil."

"Biarin. Kan di depan Lala doang." Kata Rion sambil mengerucutkan bibirnya. Lala langsung diam.

"La..."

"Lalaaa."

"Lavenia Kemala."

"Lima detik."

"Hah?" Lala tidak menjawab, dia langsung menghambur pada tubuh Rion sambil menghitung satu sampai lima dalam hati.

Rion tentu saja terkejut. Tapi lima detik berikut nya--ketika Lala hendak melepaskan pelukan, Rion langsung mengunci Lala disana hingga kekasih nya itu tidak dapat melepaskan pelukan nya.

"Rion, lepasin. Udah lima detik."

"Nggak mau. Aku kangen sama kamu. Emang kamu nggak kangen sama aku?"

"Nggak."

"Bohong."

"Nggak."

"Iya, bohong kan? Karena kamu emang kangen sama aku."

"Nggak, Rion."

"Pasti bohong lagi." Lala diam, tapi, pelukan nya mengerat.

"Iya. Bohong."

"Gengsi nya gede banget sih." Rion yang tak mau kalah dengan Lala nya, dia pun mempererat pelukan nya.

"Biarin."

"Jadi, kangen banget kan?"

"Cuma dikit. Nggak pake banget."

Begitulah Lala dan Tea dimata Rion. Mereka bukan hanya mirip di wajah saja, tapi ada beberapa kepribadian juga yang benar-benar mirip, salah satu nya tadi; gengsian.

"Like mother like daughter." Gumam Rion pelan masih dengan kekehan nya.

Semenjak Tea memasuki sekolah menengah atas, rasanya Rion seperti dibangkitkan oleh kenangan lama dengan Lala nya, setiap kali melihat Adrastea mode ngambek minta dimanja seperti ini. Benar-benar sama. Sampai kadang, dia bingung, Lala hidup kembali atau merasuki anak gadisnya.

Pria itu menghela nafas sebelum melarikan jemari nya ke atas kepala Tea, mengusap rambutnya pelan dan penuh sayang. "Kalo sama Papi, gengsi nya nggak usah gede-gede dong."

"Biarin."

"Nggak usah ngode-ngode juga. Ya meskipun Papi langsung peka."

"Nggak peka juga."

"Besok minggu, itu artinya kamu dan Papi sama-sama libur. Jadi, kamu pengen jalan kan? Berdua sama Papi. Quality time gitu."

"..."

"Oke. Jam tiga pagi harus bangun." Kontan saja, Tea langsung menoleh.

"Ngapain?"

"Mau liat sunrise nggak?" Tea mengangguk semangat. Ya, beginilah Adrastea kalau sudah luluh. Dia menghempaskan semua gengsi dan kesal yang sempat ada hanya untuk menghambur dalam pelukan Papi nya.

"Papi emang laki-laki terbaik."

Rion berdecih. "Anak siapa sih? Kok nyebelin?" Lalu Rion membalas pelukan anak nya.

"Papi nya nyebelin nggak?"

"Nggak tuh."

"Yaudah. Kalo gitu anak tetangga."

"HEH!" Kontan saja Rion berseru tidak terima. Jelas-jelas dia yang berusaha keras membuatnya sampai tidak tidur. Namun dengan santai nya, Tea mengatakan itu dengan wajah tak berdosa nya. Lalu sekarang malah menampilkan cengiran super menyebalkan nya.

"Nyebelin gini, minta diapain sih?"

"Di tabok pake oreo supreme."

"Jadi anak Papi belum nyobain oreo yang lagi hits itu?"

"Belum. Mau dong, Paps."

"Besok ya."

"Gila sih, Papi the best banget."

"Iya dong. Udah the best, ganteng pula"

"Ho'oh. Tapi sayang,"

"Kenapa?"

Sebelum menjawab nya, Tea terlebih dahulu menarik dirinya lalu bangkit. Dia bersiap untuk kabur karena ucapan selanjutnya diyakini seratus persen akan membuat Papi nya ngamuk.

Soal nya begini, "Ganteng-ganteng tapi jones, HAHAHAHA." Lalu dia benar-benar kabur, lari terbirit-birit dengan tawa renyah nya yang mengudara.

"ADRASTEA! PAPI CORET DARI KARTU KELUARGA YA!"

"Boleh, kalo Papi mau kesepian seumur hidup."

Ya, beginilah jadinya kalau mereka sudah bersama. Kadang ribut seperti Tom and Jerry, kadang juga manis melebihi Jack dan Rose. Tapi, kalau soal rasa sayang, jangan diragukan. Karena meskipun enggan mengungkapkan nya, kalau salah satu nya hilang atau ditelan kesibukan, sedih nya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Karena di dunia ini, mereka hanya berdua saja, saling melengkapi untuk mengisi kekosongan yang ada.

***

Beberapa hari terakhir ini, rutinitas seorang Oceanus ketika malam adalah duduk ditepi kolam renang dengan cemilan yang dibuatkan Mama nya, ditemani Tea yang muncul dilayar ponselnya. Cewek itu sama kaya cewek-cewek pada umum nya ketika melakukan video call; membenahi rambut.

"Suka heran deh, kenapa cewek-cewek kalo video call selalu benerin rambut?" Tanya Sean sembari memasukan kue keripik pisang kedalam mulut nya. Matanya fokus pada Tea.

"Kenapa ya? Refleks aja kali. Kan liat kamera sama kaya liat kaca. Kaca sama cewek kan best friend forever."

"Oh gitu alasan nya. Berarti, di hp kamu bukan muka aku dong yang di gedein?" Oh iya, sejak kemarin, panggilan lo-gue diantara mereka sudah musnah tergantikan aku-kamu.

"Iyalah. Rugi banget kalo video call yang digedein bukan muka sendiri."

"Nggak bakal rugi kalo sama video call sama aku. Kan ganteng, nanti mata kamu jadi adem."

"Gantengan Papi aku."

"Iya deh, percaya. Soalnya anak nya cantik, kaya bidadari yang turun dari surga." Di seberang sana, Tea hanya mengukir senyum nya dengan malu-malu. Namanya juga orang lagi kasmaran, dikerdusin mas crush ya pasti seneng lah. Rasanya bagaikan musim semi di negara subtropis.

"Aduh, jangan senyum dong Te."

"Kenapa?"

"Nggak kuat. Soalnya senyum kamu bikin aku ambyar." Aku Sean dengan jujur sampai telinga nya merah. Ah dia jadi malu, hingga begitu saja satu tangan nya diletakkan di depan wajah.

Dan di seberang sana, Tea terkekeh melihat bagaimana kocak nya kelakuan cowok itu.

"Sean udahan ya, bentar lagi jam sembilan. Nanti ketahuan Papi."

"Yaudah. Ketemuan di mimpi ya?"

"Iya. Dadah, Sean."

"Dadah, sayang."

Lalu panggilan video itu berakhir. Sean langsung salah tingkah sendiri gara-gara berhasil memanggil Tea dengan sebutan itu. Rasanya gimana gitu, kaya pengen terbang sampai langit ke tujuh karena saking seneng nya.

***

Jam sembilan malam adalah waktunya Rion berpatroli ke kamar anak nya. Tapi, untuk jam sembilan kali ini, agak nya pria itu lupa. Sebab, setelah selesai menuliskan surat istimewa yang nanti akan diselipkan pada kado untuk Tea, dia hanya berdiam diri saja di kursi rotan yang ada di balkon. Pandangan nya fokus pada kalung yang tadi dia beli.

"Bulan dan bintang selalu beriringin. Mereka bersinar terang di dalam kegelapan langit malam. Karenanya, kehadiran mereka selalu dikagumi banyak orang. Itu seperti Pak Rion dan Adrastea."

"Kalian selalu bersama untuk waktu yang tidak singkat, melalui banyak hal yang mungkin terasa gelap, dan menyakitkan sekali. Tapi, kalian berhasil menjadikan kegelapan itu sebagai sesuatu yang bermakna. Hingga tanpa kalian sadari, kegelapan itulah yang membuat sinar kalian terpancar dengan sendirinya. Dan kehadiran kalian selalu diterima dan dikagumi khalayak umum."

Rion tidak pernah menyangka kalau kalimat Noushin tadi siang masih dapat dia hafal begitu saja. Ah mungkin karena terlalu indah, pikirnya. Hingga kemudian senyuman nya terukir lagi sebelum dia mengambil ponsel nya untuk menghubungi seseorang.

Seseorang yang sejak tadi ada di pikiran nya tanpa dia minta.

"Iya, Pak? Kenapa?" Entah kenapa Rion jadi mengukir senyum nya lagi saat telinga nya mendengar suara wanita itu. 

"Kamu belum tidur?" Itu pertanyaan bodoh, Rion mengumpati dirinya dalam hati.

"Belum. Kenapa? Ada kerjaan lagi untuk saya?"

Sebelum menjawab, Rion terlebih dahulu berdeham. "Nggak. Saya cuma... ehem, besok ada acara?"

Terjadi jeda sejenak, sebelum Noushin menjawab. "Nggak. Kenapa, Pak?"

"Besok ikut saya."

"Kemana?"

"Somewhere."

"Berdua?"

"Kamu mau nya gitu?"

"Hah?" Rion terkekeh mendengarnya.

"Yasudah, jam sepuluh saya jemput."

"I-Iya Pak."

"Selamat malam."

"Ah, iya, selamat malam."

"Mimpi indah."

**

Maap yak, agak telat dari yang dijanjiin. Soalnya tadi udah ngetik cuma dikit, kurang sreg aja gitu, jadi ditambahin lagi deh. Ketahuilah kawan-kawan, berpikir saat perut kosong itu tidak mudah bagi saya.

Jadi gimana nih, apa sudah mengobati rindu pada duren ini? Kalo gitu, sekian pemirsah. Nanti dilanjut lagi yeaks!

Jangan lupa vote dan komen!!!!! 

Bonus pict:

Yang belum tau emaknya Tea; Original visual.

Lavenia Kemala

Oris Neron

Rendy Junior Neron / Injun
(U know Bundanya sape kan)

*

Bonus lagi nehh keluarga original visual;

Mami waktu muda vs Adrastea

Hawt Daddy aka Durenes
(Duda keren tapi ngenes)

(Diatas itu Rion lagi pusing gegara anaknya makin gede makin mirip bgt sama emaknya.)

Sekalian numpang neh,

Diatas kasur, 21 Mei 2020

Continue Reading

You'll Also Like

307K 15.2K 38
"GW TRANSMIGRASI? YANG BENER AJA?" ... "Klo gw transmigrasi,minimal jangan di peran antagonis lah asw,orang mah di figuran gitu,masa iya gw harus mat...
262K 28.5K 95
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
1M 8.2K 39
hanya cerita random berbau kotor KK.
887K 48.2K 49
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...