Break the Rules

By sephturnus

393K 25.5K 1.1K

Helena Daralis tidak pernah melarang Megan kencan buta dengan siapapun, asal tidak Trey Calson. Trey mempunya... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42

Bab 38

4.4K 438 36
By sephturnus

Halo semuanya. Senangnya bisa menyapa kalian di sini lagi hari ini.

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Helena dan Trey bisa dikenal lebih banyak orang💛💛💛

A/n: Ayooo ramaikan kolom komennya ya, aku udah mulai update rutin nih. Biar aku semangat juga hehehe🤩🔥💓🦋✨

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

*****

MELIHAT TREY yang tiba-tiba berdiri, Helena tidak bisa diam saja tanpa bertanya, "Kamu mau ngapain?"

"Kita tidak bisa di sini terus." Trey membenahi kekusutan di kemejanya. "Kita harus telusuri hutannya lebih dalam."

Helena langsung duduk. Dia tahu kalau Trey orangnya nekat, tetapi masa iya sampai begitu? Meski hutan ini tidak begitu belantara, tetap saja Helena takut di sana ada apa-apa. Misalnya, keberadaan ular. "Kalau kamu mau kayak gitu, sendiri aja sana. Nggak usah ngajak aku."

"Terus tinggalin kamu di sini sendiri?"

"Iya."

"Memangnya berani?"

"Y—ya berani, dong!" Tidak ingin ketahuan takut, Helena meninggikan suaranya. Dia bangun dari duduknya. "Ngapain juga aku takut? Misalkan aku takut, aku bisa, kok, langsung lari terus masuk mobil kamu."

"Kunci mobilnya saja ada di aku." Trey tahu bahwa Helena ketakutan dan dia di sini ada untuk menjaganya. "Sudah, intinya kita harus telusuri hutannya. Kamu tidak perlu khawatir soal apa pun, ada aku yang siap pasang badan semisal di sana ada hal-hal aneh."

"Hush! Pamali!" Helena refleks menepuk bibir Trey. Sebenarnya tidak keras, mungkin karena terkejut, Trey pun memekik. "Di area gini nggak boleh ngomong sembarangan!"

Dengan setengah hati, Helena akhirnya menyetujui ajakan Trey. Dia pasrah pada Trey yang mau membawanya ke mana saja. Setidaknya buat sekarang, Helena tidak ingin ada perdebatan cuma karena hal sepele. Mereka akhirnya memasuki hutan lebih dalam. Selama itu, Helena celingukan, bentuk antisipasi barangkali saja ada sesuatu yang siap menerkam mereka atau apa.

"Helena?"

Panggilan itu sontak buat Helena terkejut. Dia mengusap dadanya, lalu menjawab, "Ada apa, sih?"

"Aku mau tahu soal ini." Trey berhenti melangkah. "Apa fobia kamu?"

"Ngapain tanya gitu?"

Trey mengedik tidak acuh. "Ya ... aku cuma mau tahu."

"Kalau aku nggak mau kasih tau?"

"Aku bakal tetap maksa kamu, sih."

"Kebiasaan!" Karena jengkel, akhirnya Helena menyelonong duluan. "Terus aja bersikap gitu sampai janji kamu buat berubah cuma berakhir di mulut!"

"Helena," Trey sontak mengejar. "Tunggu." Lalu, mengambil lengan Helena saat jarak mereka sudah dekat. "Kenapa buru-buru sekali?"

"Terus kenapa kamu kepo banget soal fobia aku?" serang Helena balik. "Padahal itu nggak penting."

"Balik lagi, aku cuma mau tahu."

"Ngapain harus tau?"

"Karena itu tentang kamu."

"Aku? Kenapa aku?"

"Karena pembahasan paling menarik di dunia itu kamu."

"Hah! Terus! Terus aja gitu!" Helena mendesah berat, seperti lelah. "Sejak kapan kamu jadi suka ngerayu gini, sih?"

Trey cuma tertawa hingga bahunya berguncang. "Kamu suka sisi aku yang begitu?"

"Nggak!" sembur Helena spontan. "Aneh banget!"

"Makanya, mulai cintai aku, Helena. Biar aku berhenti merayu kamu."

Menyadari bakal tidak ada respons dari Helena, Trey kembali memegang tangan perempuan itu sambil berjalan lebih jauh. Di tengah-tengah perjalanan, Helena tiba-tiba saja bertanya, "Kata kamu sebelumnya, di sini ada sungai gitu, ya, Trey?"

"Kenapa? Kamu main di sana juga biar mirip bidadari?"

Helena hanya menggeleng.

"Kenapa tidak mau? Harusnya mau saja, biar kita mirip dengan kisah Jaka dan Nawangwulan."

"Yang selendang merah bidadarinya dicuri itu?"

Trey manggut-manggut. "Jaka berhasil menikahi sekaligus ditinggalkan bidadari. Tragis sekali, ya?"

"Kok, kamu bisa tahu legenda begitu?"

"Sewaktu kecil, Mamiku hobi bacain dongeng sebelum tidur."

"Berarti ingatanmu kuat, ya?"

"Kabar baiknya begitu." Trey menggenggam tangan Helena sambil kembali berjalan.

"Kabar buruknya?"

"Aku sulit melupakanmu."

"Kamu mau kita berenang di danau?" tawar Trey setelah mereka cukup lama terdiam. Mereka tidak sadar sudah semakin dalam menelusuri hutan. Jarum pendek di jam pun sudah hampir menunjuk di angka lima. Beruntung saja sinar matahari masih menyorot sehingga hutan ini masih ada kehangatan.

"Emangnya ada?"

"Ada, tapi lumayan jauh dari sini," kata Trey. "Mau ke sana?"

"Tapi, aku nggak suka berenang." Walau hubungannya dengan Matt atau Harry sekarang baik-baik saja, Helena masih belum bisa terlepas dari ketakutannya soal berenang. "Sampai sekarang."

"Ah...." Trey tahu, tetapi tidak ingin memperjelasnya. "Begitu."

Helena hanya diam.

"Helena?"

"Kenapa? Mau ngebujuk aku?"

"Iya, dipersilakan tidak?" tanya Trey. Helena melepaskan tangannya dari Trey. Dia mundur selangkah, bersedekap sembari memandangi Trey dari atas sampai bawah. Tindakan ini membuat Trey canggung, dia menggaruk leher belakangnya. "Kenapa kamu melihatku segitunya?"

"Ya aku punya mata." Helena menaruh kedua tangannya di pinggang. "Trey, bisa nggak kita pulang aja?"

Melihat pandangan khawatir dari Helena, Trey melangkah maju lagi. Kemudian berjalan sambil bergandengan. Lelaki itu memegang tangan Helena begitu erat, seakan meyakinkannya bahwa semuanya bakal baik-baik saja. Kali ini Helena membiarkan dirinya kalah, tidak ada penolakan darinya.

"Helena, kamu kuat berlari?" tanya Trey mendadak. "Atau aku gendong saja?"

"Heh? Ngapain lari segala?"

"Tadi aku melihat ada ular."

Helena sontak memelotot, napasnya berubah pendek, dalam sekejap dia berlari sembari menjerit. Selain pisang dan berenang, Helena takut ular. Dia punya pengalaman buruk dengan binatang menyeramkan itu. Trey yang baru sadar lantas mengejarnya. Jarak lari Helena lumayan panjang. Kini kedua lengannya bertumpu pada lutut sembari menormalkan napasnya yang tersengal. Trey yang baru datang lantas mengusap punggungnya berulang kali.

"Kamu takut ular?"

"Banget!" Helena masih saja gelagapan, pandangannya cemas.

"Masih capek?"

"Iya, dan kalau bisa istirahat bentar. Aku masih engap." Lalu, Helena mengangkat alisnya begitu melihat Trey yang sekarang berjongkok di depannya.

"Aku bakal gendong kamu," kata Trey. "Di sini masih banyak semak belukar, dan kemungkinan besar ularnya—"

"Nggak usah diperjelas!" Helena spontan maju dan menaruh badannya di punggung Trey. Begitu merasa ada pergerakan bangkit, kedua lengan Helena langsung mengalung di leher Trey. Dia menaruh dagunya di bahu Trey, mengamati bentuk hidung lelaki itu yang sempurna.

"Helena, jangan bilang kamu sedang mengendus leherku?"

"Haaah? Nggak!"

"Terus kenapa napas kamu terasa banget di leher aku?"

"Ya terus aku harus gimana? Tahan napas?" Helena mendesah jengkel. "Maap aja, aku bukan ikan yang napasnya pake insang, ya!"

Andaikan Helena tahu ekspresi Trey sekarang yang menahan tawa, pasti perempuan itu bakal mencak-mencak. Trey lebih mengeratkan gendongnya, dan terus menelusuri setapak jalan yang sebentar lagi sampai tujuan. Helena lupa caranya menutup mulut saat menyaksikan pandangan di depannya. Begitu Trey menurunkan tubuhnya, Helena lantas berlari lebih dulu.

"Kamu suka?"

Helena masih saja terperangah dengan kejernihan air danau dari atas jembatan kayu yang sekarang dipijaknya. "Airnya bening banget."

"Iya, selain itu udara di sini segar banget." Trey menarik napasnya dalam. "Dan menurutku, tempat ini cocok banget buat dijadikan pelarian dari Jakarta yang penat."

Helena mengangguk setuju. Walau dia hanyalah seorang pelajar, bukan berarti dia mengabaikan keadaan sekitar. Memangnya kapan Jakarta libur? Tidak akan pernah. Kota yang satu itu selalu hidup, sibuk, karena setiap penduduknya berlomba-lomba mencari banyak pundi rupiah demi menyambung kehidupan. Helena seringkali mendapati Daddy-nya ketiduran di ruang kerja dengan satu tangan memeluk dokumen. Terkadang juga, dia mendapati kantung mata berlebih di Daddy-nya ketika mereka sarapan.

Tiba-tiba saja Trey melepas dasi dan kemeja dari tubuhnya. Helena sontak mengalihkan mata, berpindah posisi karena tidak ingin ketahuan melihat tubuh atletis lelaki itu. "Kamu ... mau ngapain?"

"Berenang," jawab Trey. "Tidak mungkin juga aku abaikan danau sebersih ini. Airnya pasti segar."

"Ya udah, aku tungguin di sini aja."

"Kamu yakin?"

Helena tidak tahu sedang apa Trey sekarang, tetapi dia hanya mengangguk. "Beneran."

Trey mendadak memutar tubuh Helena, membuat perempuan itu terkesiap apalagi dengan keadaan Trey sekarang. Trey bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana yang teramat pendek. "Helena, kamu jangan takut. Ada aku."

"Siapa yang takut?"

"Kamu."

"Nggak."

"Masih tetap mengelak?" Trey mengambil dagu Helena agar tidak menunduk, lalu menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi kening perempuan itu. "Helena, aku tahu ini pasti sulit buat kamu, tapi kita coba, ya?"

"Trey...."

"Hal itu sudah berlalu. Keadaan sekarang sudah berbeda. Lalu, untuk apa kamu masih mempertahankan ketakutanmu sedangkan semuanya sudah baik-baik saja?" Trey berujar dengan mantap, keyakinannya untuk membantu Helena sudah sekuat batu. "Pelan-pelan saja. Aku yakin kamu bisa."

Benar apa kata Trey, tidak ada alasan lagi untuk Helena tetap takut. Berenang dulu hobinya, kegiatan yang mengasyikkan, lalu kenapa dia seperti tidak berusaha untuk mengembalikan hal itu? Mungkin sekarang waktunya. Meski gugup, Helena pun mengangguk. Trey tersenyum lebar, dia membantu melepaskan sepatu Helena.

"Lepas saja switernya, jadi kamu berenang nanti pakai baju seragam."

Gerakan mencopot switer Helena langsung berhenti. Dia baru kepikiran soal ini. "Tapi, pas udahannya aku pakai apa?"

"Kamu bisa pakai kemeja aku, buat sementara. Nanti aku belikan pakaian yang lebih proper pas kita pulang."

"Lah, kamunya?"

"Tidak pakai apa-apa, cuma celana." Seakan hal itu biasa saja, Trey mengedik tidak peduli. "Paling baru bisa pakai atasan pas sampai mobil, aku masih ada stok kemeja baru di sana."

Selagi Trey yang sudah menceburkan diri dan bilang bahwa airnya sangat sejuk, jari Helena masih saja bergetar. Sekelebat bayangan masa lalu mulai menghampirinya, memutar setiap adegannya seperti kaset rusak. Helena memejamkan mata, menarik napasnya kuat. Dia tidak bisa begini terus.

Setelah memantapkan diri, Helena mulai melepaskan switernya. Langkahnya terasa ragu, tetapi keinginannya untuk mencoba sudah di ujung kepala. Begitu sampai pinggir jembatan, Trey menjulurkan kedua tangannya, bersiap membantu Helena turun. Perempuan itu menyambutnya ragu-ragu, lalu memeluk tubuh Trey erat saat merasa tubuhnya menggigil. Dia bahkan lupa kalau Trey masih sosok yang harus dijauhinya—dan adegan pelukan ini bisa jadi pengurang poin pada kesepakatannya dengan Trey—itu pun kalau memang masih berlaku.

"Trey, aku ... takut...."

"Tidak apa-apa, Helena. Kamu aman." Kalimat, nada suaranya, ekspresi wajahnya, senyumannya—semuanya Trey lakukan demi menenangkan Helena. "Ada aku di sini."

"Kaki aku berasa lemas banget," aku Helena, lalu menumpukan kedua kakinya di atas Trey. Lelaki itu terlihat meringis, mungkin karena terkejut, tetapi tidak ada protes.

"It's okay, semuanya butuh proses. Dengan kamu berani untuk turun ke sini saja sudah ada kemajuan."

Melihat tatapan yakin Trey, buat Helena ingin mendapat kemajuan yang lebih banyak. Mengabaikan rasa gemetar di tubuhnya, Helena perlahan mulai turun dari pijakan kaki Trey. Dia menyentuh dasaran danau dengan kakinya sendiri. Agak lembab, licin, basah, dan terasa sejuk. Mata Helena sontak terpejam, dia mengigit bibirnya berusaha menahan rasa takut yang membuat tubuhnya menggigil.

"Helena, buka mata kamu." Begitu Helena membuka matanya, Trey melirik genggaman mereka. "Sekarang, coba dengan lepas pegangan kamu. Biar kamu bisa berdiri, ya?"

Walau tidak ada jawaban, jari Helena mulai menjauhi lengan Trey. Gerakannya lambat, seakan setiap gerakannya terdapat penimbangan pikiran untuk lanjut atau tidak dengan sangat berat. Namun, Helena tetap maju dan kini dia sudah tidak berpegangan lagi dengan Trey.

Melihat itu, senyum Trey melebar lagi. Tatapannya terlihat bangga.

"Aku...." Helena melihat dirinya sendiri. "Berhasil."

Trey mengangguk lalu maju mendekati Helena. Namun, ketika dia ingin bicara, Helena tiba-tiba memeluknya. "Makasih, Trey."

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 130K 57
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
16.6M 708K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.8M 27.3K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
260K 20.3K 34
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini βš οΈβ›” Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. πŸ”žβš οΈ. ...