Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

219K 18.1K 725

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Ternyata?

2.7K 264 4
By askhanzafiar

"Woi! Bangun, woi!" Teriakan keras seorang membuatku langsung mengerjapkan mata dan menetralkan cahaya yang mulai masuk.

"De, bangun, De! Sudah jam tiga, nih." Kalau kakak kelas perempuan yang membangunkannya, tentu saja menggunakan kalimat yang lembut dan penuh perhatian.

Satu persatu dari kami pun terbangun. Hawa kantuk masih hinggap dan mata pun masih meminta haknya untuk terpejam.

"De, ambil wudhu kita sholat malam bersama-sama di lapangan, ya! Bawa koran, 'kan?" Pertanyaan Kakak kelas tersebut langsung membuat kami semua mengangguk.

"Iya, Kak." Aku sedikit terkekeh saat mendengar banyak suara orang khas baru bangun tidur.

"Dipercepat, ya, De!" ujarnya dan langsung meninggalkan kami.

Kami semua langsung memakai sendal dan membawa peralatan sholat menuju ke lapangan. Aku hanya bisa memejamkan mata sambil berdiri saat antrean wudhu terlihat sangat panjang.

Setelah lelah mengantre dan berwudhu, semua langsung berkumpul di lapangan yang telah digelarkan koran masing-masing.

"Sudah terkumpul semua, ya?" tanya pak Isyandu sembari membenarkan kopiahnya.

"Sudah, Pak!" sahut kak Quila mewakili kami semua.

"Baiklah. Ayo, rapatkan dan luruskan shafnya!" Suasana langsung hening dan terasa sejuk.

"Allahu Akbar ...."

"Hai, Dira! Kamu bisa sholat, ya?"

"Mari temani aku bermain!"

"Dira, ayolah!"

"Jangan dengarkan bapak tua di depan sana. Temani aku bermain, yuk!"

"Dira, kemarilah!"

Suara-suara aneh itu begitu menyayat telinga. Energiku kian terkuras dan semakin lemas. Ada sesosok makhluk yang berusaha menarikku dengan kuat. Rasanya, aku seperti diombang-ambingkan.

"Assalamualaikum warahmatullah ...."

"Assalamualaikum warahmatullah ...."

Aku langsung tersungkur dan tak mengingat apa-apa lagi.

👀

Aroma minyak angin melekat di indra penciumanku. Mataku mulai mengerjapkan secara perlahan.

"Alhamdulillah." Orang-orang di sekitarku tersenyum ketika melihatku sadar.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" Pak Isyandu terlihat menutup minyak angin dan tersenyum ke arahku.

"Enggak apa-apa, Pak. Cuma lelah mungkin," jawabku sedikit berbohong.

Beliau tersenyum sembari menepuk pundakku. "Kamu bukan kelelahan, Nduk, tapi seperti ada yang berusaha menarik perhatianmu melalui hal tak kasat mata. Kamu bisa merasakannya tidak, Nduk?" Pertanyaannya langsung kubalas dengan anggukan.

"Bisa, Pak, tapi saya terlalu lemah untuk mengalahkannya," sahutku yang masih dalam keadaan lemas.

"Kamu tidak lemah, Nduk. Hanya saja fisikmu sedang tidak mengimbangi imanmu. Walaupun iman kuat, tetapi kalau fisik sedang tidak bersahabat, terkadang makhluk-makhluk itu lebih mudah mendekati kita," jelasnya yang langsung membuatku paham.

"Perbanyak sholatmu, Nduk. Bapak takut sesuatu terjadi padamu." Suaranya penuh dengan wibawa dan kelembutan.

"Terima kasih banyak, Pak" aku tersenyum sembari mengangguk tanda mengerti.

Sambil menunggu waktu subuh, kami mendengarkan tausiyah terlebih dahulu dan juga diiringi dengan memperbanyak zikir.

👀

"Ayo, dong, dipercepat!" Instruksi dari kakak OSIS membuat semua yang ada di dalam kelas langsung kalang kabut.

Kami berlarian dengan sedikit tergopoh-gopoh. Tangan kanan kami disibukkan dengan membawa ember. Lapangan sudah ramai dan ... ya kurasa memang aku telat kali ini.

"Jadi, di sini kita akan mengadakan senam pagi. Aturannya adalah tidak ada yang boleh diam. Ikuti semua gerakan yang diperagakan dan tidak boleh sampai menjatuhkan ember. Paham semua?" tanya kak Gallen selaku bendahara di OSIS.

"Paham, Kak!" sahut kami serempak.

Lagu pun mulai disetel. Semua anak-anak tampak tertawa mendengarkan lagu jadul itu.

"Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku. Sakitnya tuh di sini, pas kena hatiku.
Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku.
Sakitnya tuh di sini, kau menduakan aku."

"Ah, aduh, pelan-pelan, dong! Tabrakan, nih!" Sewotan anak-anak berhasil membuat Kakak kelas terkekeh melihatnya.

"Aduh, ribet banget, deh!"

"Hahah, jatuh!"

"Eh, gelap ini mata. Tolong! Apa ada orang? Kok lampunya mati?"

"Matamu tertutup ember, oncom!"

"Entah apa yang merasukimu. Hingga kau tega menduakan aku yang tulus mencintaimu .... "

"Kampret, tali sepatuku!"

"Yah, jatuh ember gua!"

"Aduh, mbaknya jangan nyenggol, dong."

Ya, jadi begitulah rentetan omongan paling tak berfaedah yang pernah aku dengar.

Duh, aku seperti menginjak sesuatu. "Aaaa!" Ternyata aku menginjak tali sepatuku sendiri.

Brugh ....

Aduh! Sudah jatuh, embernya beradu dengan ember teman pula!

"Auh, sakit," ringisku yang masih sempat-sempatnya mempertahankan ember agak tak jatuh.

"Hahahaha!" Semua saling tertawa ketika melihat gaya jatuhku yang langsung tengkurap.

Aku berusaha berdiri. Namun, ada sebuah tangan yang terjulur ke arahku.

"Yuk, bangun!" ajaknya.

Aku menoleh dan mendapati senyum kak Marshal. Tanpa ragu-ragu, aku pun meraih tangannya.

"Cie!" Sorak-sorai langsung terdengar cukup keras di telingaku.

"Apa, sih!" Aku sedikit malu saat melihat banyak orang yang iri karena bisa mendapatkan perhatian lebih dari Kak Marshal.

Namun, tidak lama setelah itu, sebuah tangan menarikku secara paksa. "E–eh, apa, sih?!" ujarku dengan sedikit kesal.

Saat aku memastikan siapa orangnya, ternyata Elsa telah menyorotkan api amarahnya kepadaku.

"Apa, sih, maksud kamu kayak gitu sama kak Marshal? Semalam aku diam bukan berarti aku enggak tau, ya! Aku mau lihat sebenarnya kamu itu ada apa sama kak Marshal! Sekarang kamu tuh udah keterlaluan tau, gak!" Elsa memakiku tanpa henti ketika telah sampai di tempat yang agak sepi. Sorot matanya masih tampak marah dan kecewa.

"El, enggak gi–"

"Apa? Ada yang mau kamu jelasin lagu? Jelasin apa? Mau ngeles apa lagi?" Rentetan pertanyaan yang memojokkanku berhasil membuatnya nampak berapi-api.

"El–"

"Halah, udah deh!"

"EL, DENGARKAN DULU!" Aku menaikkan nada bicaraku karena terlalu kesal saat ucapanku selalu dipotong.

Elsa terdiam dengan tatapan mata yang masih galak ke arahku.

"Aku enggak tau aku kenapa, El. Seperti ada yang menarikku. Ya ... menarikku untuk menyukainya. Awal ketemu dia pun aku ketakutan karena ada makhluk hitam yang menjaganya." Kepalaku menunduk. Napasku kini sedikit tak beraturan.

Elsa menatapku kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia terlihat mengetikkan sesuatu pada layarnya.

Drt ... Drt ....

Dia menyodorkan ponselnya ke arahku.

Zeo

Sampaikan ke dia jangan lupa baca-baca terus. Jangan tatap matanya. Pegang kalung yang diberikan Tere.

"Kalung Tere?" tanyaku sambil memegangi bagian leher.

"Oh iya, kalungnya lupa kupakai," ujarku dengan sedikit terkejut.

"Nah, mungkin kamu kena pelet dari si Marshal itu!" Elsa nampak menggelengkan kepalanya.

Aku menganggukkan kepala tanda menyetujui perkataannya.

"Sekarang jangan pernah lupa untuk baca doa! Jangan mau di dekati dia! Minta temani Kalista terus atau kamu bisa mendekat ke arah pak Isyandu. Sepenglihatanku, dia tidak pernah berinteraksi dengan pak Isyandu secara langsung." Elsa menoleh ke arah lain untuk memastikan bahwa tak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua.

"Maafkan aku yang memarahimu, ya." Spontan Elsa langsung memelukku dan memegang erat tanganku.

"Tidak apa-apa. Terima kasih, ya."

"Ya sudah balik, yuk!" ajakku sambil merangkulnya. Kami kembali ke lapangan dan mendapatkan tatapan penasaran dari teman-teman yang lain.

"Sudah sana kembali ke barisanmu! Aku ingin kembali ke tenda." Ia langsung menyodorkan tangannya untuk sambil bertosan.

Aku mulai kembali ke barisan. Kalista sedikit menanyai tentangku. Dia bertekad menjagaku untuk beberapa jam lagi. Karena pukul sepuluh nanti, kami akan kembali pulang ke rumah.

👀

"Ayo dipercepat makannya!" Lagi-lagi instruksi dari Kakak kelas berhasil membuat kami seperti tahanan yang segala sesuatunya harus serba cepat.

Kami langsung berlari secara bergantian untuk mencuci tangan seusai makan.

"Kalau sudah, silakan kalian bersiap untuk beres-beres karena sebentar lagi kita akan pulang." Kalau Kak Quila yang berbicara, tentu saja pembawaannya akan sedikit lembut dan menenangkan.

Pukul sepuluh tepat, apel pun dimulai. Kegiatan tersebut berjalan sekitar satu setengah jam lebih. Terlalu lama bagi apel pada umumnya.

Selesai apel, kami diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.

Aku yang sedang berbicara dengan Kalista pun dikejutkan dengan kehadiran seseorang. "Kamu pulang dengan siapa?" tanyabya yang langsung membuatku menoleh.

Aku melihat kak Marshal. Teringat akan pesan Elsa dan Muhzeo, aku pun menundukkan pandangan dan berusaha membaca beberapa doa.

"Dia bareng saya, Kak!" Ucapan Kalista terdengar sangat tegas dengan senyumnya yang sedikit menantang.

"Mari!" Baginya tak ada lagi rasa sopan kepada Kakak kelas yang tidak terlalu baik seperti Kak Marshal. Ia menarik tanganku dengan cepat agar menjauhi lelaki tadi.

"Terima kasih, Kalista." Hembusan napas sedikit ke luar dari hidungku.

"Tidak apa-apa. Yuk, pulang!"ajaknya sembari tersenyum dan menggandeng tanganku.

To be continued ✨
Entah mengapa di part ini aku merasa kurang ada feel nya:") maaf, ya, aku sedang sibuk dengan beberapa ulanhan. Maaf juga kalau part yang kali ini sedikit mengecewakan kalian. Jumpa lagi 🖤

Continue Reading

You'll Also Like

65.5K 5.1K 55
[COMPLETED] Dela sedikit merasa aneh dengan undangan reuni yang ia terima dari SMP tempatnya belajar di Purwodadi. Pasalnya, ia hanya belajar di SMP...
590K 36.6K 47
Pengenalan Tokoh . Kiana : wanita yang mengaku bisa melihat hantu, sejak kematian kekasihnya. Orangtua dan kakaknya tidak bosan2 mengajaknya ke psiki...
103K 12.7K 26
"Heh mbak Kun pergi dari sini apa gw tendang lu sampek bolong jadi sinderbolong lu " Muka mbak Kun yg sudah pucat dari awal di tambah perkataan Lula...
8.4K 1.7K 22
Femila merupakan gadis miskin yang serba kekurangan, sifatnya yang urakan sudah menjadi ciri khas dirinya, namun apa jadinya jika tiba-tiba dia terba...