Heartbeat

By itslianim

24.7K 3.1K 761

"Who made your heart beating so fast?" "Why is my heart beating so fast?" ©itslianim 2019 #1 in Jaeminju (191... More

00. Intro
01. Moving in Day
03. White Mask
04. Dream
05. Who is He?
06. Smile
07. Reason
08. 415
09. Autumn
10. Nickname
11. Someone
12. Candlelight
13. Dinner
14. Hidden Trainee
15. His (not fully) Stories
16. Banana Flavor
17. Caramel
18. Jelly
19. Movie Date
20. It's Mistake?
21. Yes or No?
22. Not Paparazzi
23. A Hug
24. His Mom
25. Her Memories
26. Thank You
28. See You Again

02. Fall in Love

1.2K 181 75
By itslianim

Aku terbangun dari tidur siangku karena ponsel yang ku taruh di atas nakas bergetar panjang. Dengan mata setengah mengantuk, aku melirik ponselku. Ada panggilan masuk dari Yujin, temanku sejak bangku SMP.

Aku menggeser tombol hijau, menjawab telepon dari gadis pengganggu tidur siangku.

"Halo?"

"...."

"Kemana?"

"...."

"Sekarang?"

"...."

"Aku baru saja bangun,"

"...."

"Iya..iya..aku butuh waktu 30 menit untuk bersiap."

"...."

"Hmm, okay."

Aku memutuskan sambungan telepon dari Yujin seraya bangun dari tidurku. Setelah menaruh kembali ponselku di atas nakas, aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap.

Yujin mengajakku untuk menemani dirinya belanja untuk kebutuhan menjadi seorang mahasiswa baru. Padahal ujian perguruan tinggi saja belum dibuka, namun gadis itu sudah semangat duluan dalam membeli perlengkapan yang akan dibutuhkan untuk menjadi mahasiswa baru.

Setelah membersihkan diri dan mengeringkan tubuh serta rambutku, aku membuka lemari geser kayuku, mengeluarkan kaos putih bertuliskan sebuah kata berwarna merah dan rok kotak-kotak selutut.

Sehabis berpakaian, aku duduk didepan meja rias, menyisir rambut panjangku, mempoles wajah ku dengan make-up tipis, terakhir mengambil sling bag-ku yang tergantung dibelakang pintu sebelum melangkah keluar kamar.

"Bu..aku pergi keluar ya," ujar ku begitu sampai di ruang tengah apartement kami.

"Kemana? Sama siapa?" ibu muncul dari dapur.

"Ke Hongdae bersama Yujin." Jawabku seraya menghampiri ibuku. Aku memberi kecupan singkat di pipi ibuku. "Aku tak akan pulang malam, janji." Ucapku kemudian.

Ibuku hanya memberikan tatapan kurang percaya terhadapku, aku hanya terkekeh melihatnya. "Sampai nanti, bu!" aku berseru seraya berjalan lurus menuju pintu utama apartement kami.

"Minju! Arloji, kau kenakan bukan?"

Aku mengangkat tangan sebelah kananku, menunjukan adanya arloji berwarna pink melingkar manis dipergelangan tangan kananku.

"Hati-hati, nak."

"Hm, aku pergi bu." Pamitku seraya bergegas pergi.

<><><>

Kring!

Bunyi lonceng yang menggantung diatas pintu sebuah café berbunyi begitu Yujin membuka pintunya. Aku berjalan mengekori gadis jangkung di depanku ini. Tanganku—bukan maksudku tangan Yujin sudah penuh dengan berbagai belanjaannya.

Dari mulai baju, cardigan, sepatu, sampai alat tulis dibeli semua oleh Yujin di hari ini. Sedangkan aku? Hanya ada dua paper bag di tangan ku. Satu berisi novel-novel romansa yang kubeli di toko buku dan satunya lagi hanya berisi satu cardigan berwarna abu-abu.

Aku duduk di meja paling pojok café tersebut, menunggu Yujin yang memesan minuman berserta makanan pencuci mulut.

Aku bersandar pada kepala kursi, mengistirahatkan punggungku dan leherku yang terasa sedikit pegal. Aku memejamkan mata, menikmati suasana dingin café karena pendingin ruangan mereka menyala.

Kring!

Lonceng yang menggantung di atas pintu café kembali berbunyi, yang berarti ada pelanggan lainnya yang baru saja masuk kedalam café ini.

Aku membuka kedua mata dan menegakkan punggungku. Kulihat dari kejauhan, dua orang pemuda berjalan menuju meja order. Kedua pemuda itu memakai kaos yang sama. Berwarna hitam.

"Kemarin juga ada tiga oran---"

Beep!beep!beep!

Lagi-lagi arlojiku berbunyi tanpa sebab. Aku mengerjap kaget.

Aku meliriknya, melihat heart rate-ku.

110 BPM.

Seperti biasa, tangan kiriku menyentuh dada sebelah kiriku.

Deg..deg..deg...DEG...DEG..DEG

Manik ku melebar, baru saja jantungku berdetak semakin cepat bukan?

Kulirik lagi arlojiku.

120BPM.

"Eoh? 120BPM?!"

Bunyinya pun semakin kencang, berhasil membuatku menjadi pusat perhatian di café ini.

Aku masih menatap bingung arlojiku.

Tidak sesak napas.

Tidak pusing.

Tidak ada rasa sakit di dada.

Aneh.

Ini aneh.

"Kim Minju! Kau tak apa?!"

Yujin datang dengan tergesa-gesa. Gadis berambut sebahu itu datang dengan tangan kosong, sepertinya ia mendengar suara arlojiku sampai-sampai melupakan nampannya di meja pick up sana.

"Aku baik-baik saja, Yujin-ah." Ujarku seraya tersenyum ke arahnya.

"Tapi arloji mu..." Yuji meraih pergelangan tangan ku. "Lihat! Jantung mu berdenyut secepat ini!" paniknya.

"Iya..tapi aku baik-baik saja. Dadaku tidak sakit. Napasku berhembus normal. Kepalaku tidak pusing." Aku menarik tanganku yang digenggam Yujin.

"Tapi kenapa jantungmu bisa berdetak secepat itu?"

Aku mengangkat bahu. "Kemarin juga aku mengalami hal yang sama dan aku baik-baik saja."

"Serius? Kau tidak sedang berbohong bukan?"

Aku mengangguk mantap. "Untuk apa aku berbohong. Lihat saja buktinya. Aku masih sadar seratus persen. Tidak ada tanda-tanda aku akan pingsan bukan?" seruku menyakini gadis di hadapanku ini.

Dan pada saat itu juga suara yang ditimbulkan arlojiku perlahan memelan dan berhenti.

Aku melirik ke arlojiku, 

89 BPM.

Detak jantungku kembali berdetak normal.

"Lihat! Kembali normal lagi bukan?" aku menunjukan arlojiku kepada Yujin seraya tersenyum lebar.

Yujin melihat sebentar, memastikan, kemudian helaan napas lega berhembus keluar dari hidungnya.

"Kau membuatku terkejut, Kim Minju." Ucap Yujin dengan raut wajah khawatir.

"Maaf. Tapi aku benar-benar, baik-baik saja Ahn Yujin. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Aku tersenyum tipis.

"Aku ambil pesanan kita dulu ya," Yujin memutar tubuhnya. Kembali berjalan menuju meja pick up, dimana dia meninggalkan pesanan kami.

Aku menghelakan napas. Melirik arloji ku kemudian menyentuh dada sebelah kiri ku. Merasakan denyut jantungku yang normal ini.

Ada yang aneh.

Apakah aku sudah sembuh? Atau Arlojinya yang rusak?

Sepertinya besok aku harus bertemu dengan dokter Kim.

<><><>

"Jadi americano 4, choco 2?" Jaemin memastikan pesanan para membernya sebelum pria itu keluar dari mobil.

Kelima pemuda itu mengangguk secara bersamaan.

"Hyung kau ikut denganku bukan?" Jaemin bertanya kepada manajernya yang duduk di kursi pengemudi.

Manajer mengangguk.

"Aku juga." Ujar Jeno.

"Kenapa? Tidak biasanya?" celetuk Haechan.

"Mau beli roti." Jawab singkat Jeno.

"Kalau begitu kita berdua saja, hyung. Kau tak perlu ikut turun." Ucap Jaemin mengambil keputusan.

Manajer hyung hanya mengangguk. "Tapi aku akan menunggu di luar café."

"Okay."

Jaemin dan Jeno pun berjalan masuk kedalam café tersebut.

Kring!

Lonceng yang menggantung di atas berbunyi.

Jaemin dan Jeno terus berjalan lurus menuju meja order.

"Kau mau roti apa?" tanya Jaemin kepada Jeno.

Manik Jeno menyipit, pemuda itu memiliki pengelihatan yang buruk jika tidak memakai kacamatanya.

"Apa ya...hm, injeolmi."

"Itu saja?"

Jeno mengangguk.

Jaemin pun berjalan maju, melakukan pemesanan di meja order sedangkan Jeno diam menunggu di belakang.

Saat sedang asyik menyebutkan apa saja pesanannya sebuah bunyi entah darimana asalnya berhasil menarik perhatian Jaemin.

Pria itu menoleh, mencari asal bunyi 'beep' dalam tempo yang cepat itu.

Hingga sebuah sekelebat bayangan berlari melewati sudut mata pemuda itu, membuat Jaemin sedikit terlonjak kaget.

"Apa itu barusan?" gumam Jaemin.

"Ada lagi pesanannya?" suara pegawai wanita dihadapannya membuat Jaemin kembali terfokus dengan kegiatan awalnya. Yaitu, memasan minum dan makanan.

"Roti injeolmi nya dua."

"Baik, ada lagi?"

Jaemin tersenyum manis seraya menggeleng. "Tidak, itu saja."

"Totalnya 18.000 Won."

Jaemin pun memberikan sebuah kartu debit.

Setelah melakukan pembayaran, Jaemin dan Jeno pun menunggu di meja pick up dan bunyi itu masih terdengar di telinganya.

"Kau dengar juga kan, Jeno?"

Jeno yang sedari tadi diam melamun, menoleh. "Dengar apa?" tanyanya.

"Itu. Suara, bip,bip,bip." Jawab Jaemin.

"Ah, itu. Suaranya berasal dari jam gadis yang duduk dipojok sana. Dari tadi dia sudah jadi pusat perhatian orang-orang café." Jeno mengedikkan dagu ke arah gadis itu berada.

Jaemin menoleh, pemuda itu mempertajam pandangannya.

Maniknya berhasil menangkap sosok gadis berambut panjang kecokelatan sedang tersenyum ke arah gadis berambut hitam pendek.

"Sebentar..bukankah di---"

"Pesanan atas nama Dream!" suara pegawai pria mengejutkan Jaemin dan berhasil membuat pemuda itu tidak melanjutkan kembali perkataannya.

Jaemin dan Jeno mengambil pesanan mereka dan melangkahkan kaki. Saat mendekati pintu café. Jaemin menghentikan langkah kakinya sesaat, ia menoleh ke arah gadis berambut panjang kecokelatan itu.

"Iya..benar, tidak salah lagi." Batin Jaemin sebelum benar-benar pergi dari café tersebut.

<><><>

Setelah membuat janji dengan dokter Kim semalam, aku langsung bergegas ke rumah sakit pagi ini. Rasa penasaranku lebih besar dibandingkan dengan rasa takutku.

Aku menekan tombol panah keatas di depan lift. Ujung sepatuku menghentak-hentak pelan lantai yang sedang kupijaki.

Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan dokter Kim. Banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan kepada beliau.

Pintu lift terbuka, aku langsung masuk kedalam lift dan menekan angka 6.

Pintu lift kembali terbuka dilantai enam. Aku langsung melangkah keluar dan berjalan menuju bagian specialis jantung.

Aku membungkuk hormat kepada perawat yang duduk di belakang meja resepsionis. Kami sudah saling kenal, karena keseringanku bolak-balik rumah sakit.

Setelah sampai di depan ruangan yang tertera nama Kim Bumsoo, ahli kardiologi di pintunya.

Aku mengetuk dua kali pintu tersebut.

"Masuk."

Aku membuka pintu dan melangkah masuk. Indera penciumanku langsung disambut dengan bau antiseptic khas rumah sakit.

Dokter Kim tersenyum menyambut kedatanganku. Beliau duduk di belakang meja kerjanya. Aku pun mengambil posisi duduk di kursi depan meja kerjanya.

"Ada apa kau sampai-sampai buat janji di pagi hari ini, Kim Minju? Dan itupun tanpa kedua orangtuamu." Dokter Kim membuka percakapan.

Aku berdeham pelan. "Ada yang aneh denganku—maksudku dengan jantungku belakangan ini, dok."

"Huh? Lusa kemarin kau baru saja melakukan check-up dan itu tidak ada yang ane—"

"Jantungku suka berdetak cepat secara tiba-tiba tanpa sebab dan lebih anehnya lagi setelah beberapa detik aku tidak merasakan gejala-gejala yang biasa ku rasakan saat penyakit jantungku kambuh, dok. Ini aneh. Sungguh aneh." Aku memotong perkataan dokter Kim dengan cepat.

Kerutan muncul di kening pria yang seumuran dengan ayahku itu.

"Maksudmu?"

"Aku tidak berlari, tidak naik tangga, tidak melakukan hal-hal secara berlebihan. Tapi tiba-tiba jantungku berdetak cepat dengan sendirinya." Aku memperbaiki posisi dudukku. "Ada yang aneh bukan dok? Atau jangan-jangan aku sudah sembuh?" lanjutku kemudian.

Aku yakin, pasti sekarang mataku sedang berbinar penuh harapan.

Ya, siapa yang tidak ingin terbebas dari penyakit mematikan?

Dokter Kim tersenyum tipis. "Coba lihat sebentar arlojimu."

Dengan semangat aku melepas arlojiku dan memberikannya kepada dokter Kim.

Pria berjas putih itu pun langsung melakukan pembedahan pada arlojiku.

Setelah lima menit, beliau mengembalikan arloji itu kepadaku. "Tidak ada yang aneh bukan dengan arloji ku?!" tanya ku dengan nada setengah senang setengah berisi harapan.

Dokter Kim menyatukan kedua tangan diatas meja. "Iya, arlojimu baik-baik saja."

Senyuman lebar terulas diwajahku.

"Berarti aku sudah sembuh?" tanyaku lagi kali ini dengan nada penuh semangat.

"Hmm...kalau itu..."

"Apa? Apa dok?" desakku.

"Penyakitmu tidak bisa sembuh begitu saja, Kim Minju."

Pundakku melemas, bibirku mengerucut, ada sedikit rasa kecewa di dalam diriku.

"Lalu? Aku kenapa?" tanyaku dengan nada yang melemah.

"Jantungmu berdetak cepat secara tiba-tiba?"

Aku mengangguk.

"Tanpa sebab yang jelas?"

Aku mengangguk lagi.

"Tanpa rasa sakit di dada, rasa pusing di kepala, bahkan sesak napas pun juga tidak?"

Aku mengangguk sekali lagi.

"Jantungmu semakin lama semakin berdetak cepat dan kemudian memelan setelah beberapa menit?"

Aku lagi dan lagi mengangguk.

Dokter Kim menarik napas kemudian menghembuskannya pelan. Beliau memperbaiki posisi duduknya.

"Minju-ya..."

"Iya dok?"

"Kau..."

"Aku...?

"Kau sedang jatuh cinta."

"Aku sedang jatuh cin---APA?! JATUH CINTA?!"

To be continued.

Salam dari Jaemin dan Jeno :)

Continue Reading

You'll Also Like

75.5K 8.8K 38
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
282K 21.9K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
63.2K 13.4K 151
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
95.9K 11.7K 37
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...