Send(u) ✔

By artizalanela

940 287 134

[Tidak Revisi] Di terbitkan oleh Guepedia Penerbitan #Rank 3 sukaduka (30 desember 2019) #Rank 4 anaktiri (30... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
pengumuman
Info

Chapter 3

47 22 9
By artizalanela

Aku dan yang lainnya telah sampai di sekolah pada malam hari sekitar jam delapan.

"Bangun Rin" ucap Affan sambil menggoyangkan tubuhku pelan.

"Uda nyampe ya Fan" ucapku yang nyawaku masih belum terkumpul.

Affan hanya mengangguk dan membawa tasku keluar dari bus. Aku masih duduk dan menyetabilkan peredaran darahku agar tak gontai ketika berjalan. Ku usap kedua mataku dan kumatikan ponsel serta kulepas earphone dari telingaku dan berjalan keluar dari bus.

"Aku anter kamu pulang ya?" Ajak Affan.

"Tapi.." ucapanku menggantung.

"Udah gapapa dari pada nunggu jemputan nanti kelamaan, kan besok juga sekolah" Jelas Affan.

Aku mengangguk mengiyakan.

Dengan mata setengah mengantuk, aku duduk di kursi depan mobil dekat Affan. Affan menarik pelan kepalaku hingga menyandar di bahunya. Aku hanya pasrah dan kemudian tertidur lagi.

Tiin tiiinn.

Suara klakson mobil Affan pun berbunyi. Ibu dan Ayahku cepat keluar untuk menyambutku.

"Airin tidur tante, tadi dia habis jatuh" ucap Affan sambil menyalami kedua orang tua itu.

Dengan sigap, ayahku membuka pintu mobil dan menggendongku masuk ke rumah.

"Makasih ya nak uda nganterin Airin?" Ucap ibu.

"Iya tante saya langsung pamit pulang" ucap Affan kemudian menyalami ibu dan masuk kedalam mobil.

•••

Aku duduk di meja makan dan memperhatikan ibu yang sedang mengoleskan selai pada sepotong roti.

"Bu, semalem kok aku bisa ada di kamar ya?" Tanyaku heran.

"Ayah kamu yang gendong" ucap ibu dan memberikan sepotong roti oles selai di atas piringku.

"Oh iya Rin kamu mau dianter ayah apa naik angkutan umum aja?" Ucap ayah.

"Dianter ayah juga boleh" ucapku.

Tiiin tiin!

Terdengar suara klakson mobil dari luar. Aku bergegas mengecek itu mobil siapa dan mengapa berhenti di depan.

Dibalik kaca berwarna hitam telihat paras tampan yang tak asing bagiku. "Affan" ucapku.

"Hai Rin keadaan lo gimana. Kan lo abis jatoh" ucap Affan yang masih berada di mobil dan menurunkan kaca mobilnya.

"Gue gapapa ini uda pakek seragam mau sekolah" ucapku. "Eh mau masuk dulu, gue lagi sarapan" sambung aku.

"Boleh deh sekalian pamit sama orang tua lo" ucap Affan.

Affan membuka pintu mobilnya dan keluar lalu menutupnya lagi. Dia mengekori langkahku sampai ke meja makan.

"Pagi om, tante" sapa Affan sambil tersenyum sopan.

"Pagi, namamu siapa nak? Kamu kan yang nganter Airin tadi malam?" Ucap ibu.

"Iya bu saya yang nganter Airin. Nama saya Affan"

Setelah selesai sarapan, aku dan Affan menyalami tangan ayah dan ibu untuk berpamitan sekolah karena sudah jam enam lebih seperempat.

Ibu mengantar kami sampai depan pintu dan melambaikan tangan begitu mobil Affan mulai melaju. Terbesit satu pertanyaan dalam pikiranku. Untuk pertama kalinya Affan main kerumah dan menjemputku untuk berangkat bersama.

Apa ini langkah awal dari perjuangan, atau memang karena persahabatan kami yang sudah terjalin cukup lama menjadikannya alasan untuk mencemaskan keadaanku. Entah biar nanti ku tanya sendiri pada Affan.

Sepanjang perjalanan hanya ada suara mesin mobil dan radio yang dinyalakan dengan volume yang sangat kecil. Tidak begitu terdengar lagu apa yang diputar di radio tersebut. Aku fokus memandang jalanan ke arah depan tanpa menoleh ke Affan sekalipun karena ia sedang fokus menyetir.

Tidak memerlukan waktu lama. Kurang lebih delapan menit kami sampai di sekolah dan Affan langsung memarkirkan mobilnya sementara aku turun lebih dulu dan menyusuri koridor sendirian. Bukan tak mau berterima kasih, hanya saja ucapan terima kasih sudah tidak berlaku dalam hubungan persahabatan kami.

Mengucap kata makasih dianggap sebagai sebuah kecanggungan karena terlalu formal. Rumput bergoyangpun tak pernah berterima kasih pada hujan yang telah memberinya nutrisi. Karena rumput bergoyang tak pernah bicara bahkan hanya bisa bergoyang karena tiupan angin.

Lupakan rumput bergoyang.

Aku berhenti sejenak di kantin untuk membeli minuman karena merasa haus. Entah sejak kapan Affan berdiri dibelakangku, secepat itu ia menyusulku dari parkiran menuju kantin.

"Bagi minumannya Rin" tanpa menunggu sepatah kata keluar dari mulutku, Affan menyambar botol minuman yang baru saja ku bayar bahkan belum sempat ku minum.

Aku berdecak kesal "Ck, dikulkas masih banyak air Fan ngapain ngambil airku"

Affan hanya tersenyum miring dan mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dari sakunya. Lalu menyodorkan ke ibu kantin "Bu, air mineral satu botol buat Airin" ucapnya.

"Ini aku ganti Rin minumnya" ucap Affan sambil membuka tutup botol minuman untukku.

Aku langsung menyambar botol tersebut dan meneguknya telak hampir separuh.

"Lagi haus neng?" Ucap Affan.

"Udah ayo ke kelas keburu bel" ucapku dan menarik tangan Affan menuju kelas.

Kelepasan, aku menggandeng tangan Affan hingga masuk ke dalam kelas. Semua pasang mata memandangiku heran. Aku tersadar dan sontak melepaskan genggaman tanganku pada Affan. "Padahal anget digandeng sama lo" cengir Affan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Aku menghentakkan kaki ku kesal dan duduk di sebelah Dira.

Kriiinnggg!!

Bel istirahat telah berbunyi. Aku masih duduk di bangku dan merapikan buku yang tercecer di meja lalu dimasukkan kedalam tas.

Affan menghampiriku dengan senyum laknatnya, yang sialanya mampu membuatku menuruti perkataannya. Dia meletakkan tangannya diatas tanganku lalu menyuruhku berdiri dan menggandeng tanganku. Entah dia mau kemana, aku hanya bisa pasrah mengikuti Affan.

Di kantin yang ramai, dalam suasana kantin yang bising karena banyak teriakan dari siswa siswi yang mengantri. Dira dan Nando sudah berada di meja dan memesankan siomay untuk kami berdua.

Nando melambaikan tangan memberi isyarat agar kami duduk disana.

"Makasih ta Fan uda di traktir" ucap Nando.

"Di trakktir? Dalam rangka apa ? Ultahnya Affan uda lewat kan?" Tanyaku heran.

"Bukan ultah tapi pajak jadian" ucap Dira.

"Oh Affan jadian, selamat ya Fan gue gak nyangka ternyata lo bisa pindah ke lain hati juga" ucapku bersemangat.

Tanpa berkata apapun, Affan menyenggol tanganku dan melihat gelang kami yang kembar sepasang.

"Lo kok gak ngeh si Rin. Itu gelangnya samaan, pasti tanda jadian kan" ucap Nando.

"APAH?" teriakku.

"Apa lagi sih Rin. Lo mau ngarepin REVAN hidup lagi dan nembak lo?" Ucap Affan.

Aku tertunduk bingung, lidahku kelu secara tiba-tiba jika sudah menyangkut tentang Revan masalaluku. Aku hanya terdiam dan menoleh ke arah Affan, terlihat senyumnya yang memancarkan kebahagiaan dan rasanya tak tega jika harus menyakitinya.

Mungkin belajar mencintai adalah hal yang tepat untuk memecahkan masalah ini.

"Kita uda lama bersahabat Rin, kita uda sama-sama ngerti sifat masing-masing jadi lo mau kan jadi pacar gue?" Ucap Affan.

Sekali lagi aku tidak bisa berkata apa-apa. Hanya tersenyum kecut ke arah Affan dan mengangguk pelan. Memang benar, untuk apa terlalu mengharapkan Revan yang sudah tiada.

Jangan lupa ada tombol bintang di bawah ⬇⬇

Salam santuy. Tetep santuy ye kan.

Continue Reading

You'll Also Like

21.9K 2K 10
# ONGOING Jake Shim adalah siswa yang baru saja pindah ke Future Perfect High School. Ia menyadari bahwa kelas yang ia tempati sekarang terlihat begi...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
13.4M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...