PROTAGONIST

By Elderwrite

150K 20.4K 7.4K

[DIBUKUKAN] Kara bukanlah sosiopat. Dia barangkali hanya pemeran utama yang lahir sebagai pemilik kata paling... More

00. Intro; Dark
01. The Devil
02. Who Are
03. Shit
04. Loser
05. Demon
06. Bastard
07. Damn
08. Hell
09. Badworld
10. Beside
11. Moon
12. Sweat
13. Fall
14. WME
16. That's A Joke
17. Lotte
18. Will gets Lost
19. You?
20. Sicken
21. Loka Mini
22. Reason
23. Dua dari akhir
24. Nyaris Ujung
25. Kau dan Sekat [END]
PRE-ORDER 03

15. Bitch

4.7K 833 452
By Elderwrite

Taehyung nyaris gila ketika Kara mulai menghindarinya sejak malam itu, terlebih lagi benar ia pun putuskan untuk bungkam lebih lama dan reaksioner lebih cacat. Ia bahkan tak tegur meski rindu pada petala hatinya mulai memakan lebih banyak domisili hingga terasa sesak, bahkan sering mengancam untuk mendobrak keluar-merengkuh Kara atau setidaknya memberikan tubuh kurus itu dua kali bantingan pada lantai agar tidak begitu congak mengabaikan eksistensinya.

Taehyung bukannya bodoh, maka dari itu ia sadar bahwa selama ini dirinya mencintai Kara dengan cara pelunasan afeksi yang begitu sengit. Ia berikan segala perhatiannya dalam konteks paling jahat, dan terus diktatorial. Ya, Taehyung akui itu, tetapi baginya menghadapi Kara memang harus lakukan hal demikian atau segala puing plan yang ia susun dari jauh-jauh hari hanya akan terus menjadi deretan daftar yang tak dapat diaplikasikan. Kara keras, maka Taehyung perlu lampaui gadis itu dengan lebih pongah.

Taehyung sering berpikir bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang salah, tetapi tak lama selepasnya justru bahakkan tawa paling mutlak dan faktual. Taehyung adalah pengecualian kekejian yang paling benar, ia adalah iblis paling etis. Bahkan sekali pun semesta antagonistis, Taehyung akan tetap injak asumsi tersebut keras-keras dan mengesahkan dengan angkuh segala hal yang telah dirinya komidikan semasa ini.

Begitulah, Taehyung adalah kebangsatan yang tak menerima paradoks. Dan Kara adalah budak yang harus menerima perisai paling kuat darinya. Substansinya hidup harus seperti itu, setidaknya bagi Taehyung. Egois? Ia tidak peduli pada konteks-konteks sejenis itu.

Nyaris sepekan terlewati dengan tanpa hitungan hari tetap, keduanya-baik Taehyung sendiri mau pun Kara-memilih untuk bunuh waktu mereka secara personalitas; tidak saling mengganggu, atau pun muntahkan kuriositas masing-masing dengan menelan segalanya pada lambung. Taehyung sendirian obati luka aktualnya yang didapat pada hari senin, sedang Kara memilih mencuci bersih otak hingga steril kembali di dalam bathup dalam waktu yang teramat sialan. Hubungan keduanya dirasa semakin jauh bahkan setelah mengerti endapan afeksi masing-masing.

Semesta memang tidak pernah kehabisan cara untuk fertilkan tambahan kebencian di antara mereka. Begitu pun Taehyung yang semakin gemas ingin pukul tempurung Kara menggunakan batu di taman belakang rumah, atau akan terasa baik jika memutilasinya sekalian.

"Apa lagi yang kau lakukan hingga dapatkan luka ini, hm?" Jukyung oleskan salep dengan pelan, kendati sebenarnya Taehyung tidak keluhkan apa pun apalagi keluarkan ringisan menjijikkan.

Taehyung tidak meminta tandangan seperti ini dari Jukyung, tetapi rupanya gadis tersebut tidak kekurangan alasan untuk jumpainya kapan pun saja. Maka di sinilah mereka sekarang, di dalam hampa rumah yang biasa Taehyung jadikan ruang kerja pribadi, meski akan lebih cocok jika dikatakan sebagai perpustakaan lelap. Di ruang itu pula ia sering siksa Kara dengan penuh cara, dan malam ini lelaki tersebut begitu benci ruangan dingin dan senyap ini. Mengapa ia selalu lakukan segala hal di lokasi kesukaannya?

"Kau bahkan tidak pergi mengajar selama sepekan ini. Padahal aku selalu menunggu di kampus," susulnya kemudian.

"Maaf, sedang malas."

"Begitu?" Jukyung naikkan satu alisnya. "Bukan karena ingin memastikan bahwa Kara tidak dapat pergi darimu?"

Taehyung diam pada awalnya, menatap pintu ruangannya lurus-lurus, seakan pastikan lebih dulu bahwa tak ada malaikat baik yang tengah tontoni dirinya diam-diam, atau legakan pikiran bahwa Kara tak ada dibalik pintu untuk dengarkan apa yang terjadi dalam kepengapan ini, ia pastikan tidak ada tusukan dosa pada ambang pintu sebelum daratkan kecupan pada labium lawan bicaranya dengan begitu lembut. "Aku tidak beratkan itu, ada hal yang tak akan pernah bisa menjadi bagian dari ketakutanku."

"Apakah Kara tidak termasuk bagian itu?"

Taehyung statis sejenak, telan saliva yang menumpuk di atas lidah membuat benjol seukuran biji salak yang menumpang gelantung di lehernya bergerak sistematis ke atas dan ke bawah. Mengapa sulit hanya untuk keluarkan suara dari pita jika akhirnya ia katakan juga?

"Tidak."

Jukyung sunggingkan senyum lebar, kemudian duduk ke atas meja depan Taehyung, memutar tubuh lelaki tersebut untuk menghadapnya, agar hanya memberikan atensi secara penuh pada dirinya. Tidak masalah, sekalipun pada iris itu masihlah dominan wajah Kara dibanding dirinya, Jukyung tidak peduli. Ia hanya perlu berusaha lebih keras lagi untuk hapus tilas afeksi itu dengan menjadikannya hak milik untuk dirinya sendiri. Keduanya habiskan pandangan untuk tatapi wajah lawan yang rasanya begitu dekat meski masih terbekas sekat di antara keduanya. Taehyung makan habis kekesalannya tentang Kara, dan kini berusaha fokuskan pikir pada eksistensi Jukyung yang kelihatan manis dengan balutan rok akronim lipat-lipat.

"Bagaimana denganku?"

Taehyung selalu membenci pertanyaan yang terus berhubungan dengan Jukyung, tetapi sayangnya gadis tersebut terus tanyai tentang dirinya sendiri, sedang ia tak miliki alasan untuk bungkam sementara ada tuntutan sahut di tiap tanya tersebut. Terlebih jika harus membandingkan antara dua gadis yang kini sama-sama memenuhi rasionya dalam setiap menit, rasanya Taehyung tak dapat tentukan siapa yang bisa menjadi dominan dari afeksi-afeksi yang kini mulai merambat ke mana-mana.

Maka, usai memberi jeda selama sepuluh detik, dengan tatap meminang yang Jukyung pakai untuk kawini otak lelaki tersebut, akhirnya Taehyung mulai kembali sekatkan labium dan fungsikan pita suara dengan benar. "Kau mau posisi yang bagaimana?"

Lantas Jukyung terkekeh manis sekali, begitu subtil rengeki gendang telinga Taehyung yang mulai menyepi beberapa hari terakhir. Ah, Taehyung menyukai gadis muda. "Aku ingin menjadi bagian dari ketakutanmu, Tae. Takutlah untuk kehilanganku," sahut Jukyung berselip senyum

Rasanya semakin banyak yang akan menjadi ketakutannya dari hari ke hari. Taehyung tersenyum, manis sekali, dan jika saja Kara lihat itu, barangkali ia akan merobek mulut Taehyung sebab telah berani berikan mesem sehangat itu pada orang lain, sementara ia sendiri tak pernah mendapat keajaiban kurva selain seringai. Namun Taehyung memanglah Taehyung, lelaki yang tak dapat diterka paradigmanya oleh siapa pun.

"Kalau begitu, berusahalah," balas Taehyung sembari letakkan tangan besarnya pada paha dingin gadis di depannya. "Buat aku menginginkanmu lebih besar lagi, sehingga aku merasa takut mengalami kegagalan untuk meraih itu."

Bahkan Taehyung selalu tahu, bahwa ia adalah eksistensi paling tak nalar yang meretakkan hatinya sendiri usai kencingkan kalimat seperti itu dari mulutnya. Ironis sekali, bukan? Taehyung bolongi hatinya hanya agar dapat benarkan segala komidinya yang tanpa nurani.

*****

Kara terburu-buru ketika kenakan pakaiannya-yang hari ini hanya berupa kaus tipis longgar dipadukan dengan celana akronim sedikit di bawah bokong-untuk ia kenakan ke universitas. Ada jam kuliah pagi, dan Kara sengaja bangun lebih awal-walau sejujurnya ia nyaris tidak pejamkan mata semalaman-demi menghindari kontak apa pun dengan Taehyung yang barangkali masih tidur di kamar sebelah.

Ada sedikit lingkar hitam pada bagian bawah kantung mata yang membengkak, indikasi bahwa Kara memang kehilangan lebih banyak jatah pejam lantaran kesulitan bermimpi sebab hampa ranjang di sisinya. Tidak ada Taehyung di kamar selama sepekan, dan Kara nyaris alami insomnia darurat karena hampir-hampir biarkan rasionya terus bekerja rodi siang-malam. Kebanyakannya adalah tentang kubus rahasia Taehyung yang ia telisik isinya diam-diam serta pelan. Ya, Kara masih coba temukan alasan mengapa Taehyung berlaku demikian kepadanya? Meski sebagian besar adalah tentang ketidak-warasan yang menjadi dominan.

Gadis itu mandi pagi sekali, bahkan ketika otaknya yakin Taehyung belum sempat fungsikan telinganya untuk dengar suara berisik yang ia obrolkan dengan percik-percik air dingin di ruang yang suhunya serupa lemari pendingin. Kara hanya ingin lekas pergi dari peti mati berukuran besar ini, mendahului segala penghidu yang masih berfungsi kelewat normal dengan teratur. Kara ingin curi segala kedinginan di luar sana agar tak ada manusia lain yang dapat rasakan bagaimana kesejukan itu meliliti seluruh epidermisnya dengan nyaman, singkirkan segala kelesah yang tempeli tiap pori-pori miliknya, jika perlu bekukan mereka semua agar ia tak dapat rasai eksistensi galau pikirannya lewat bukaan pori-porinya sendiri. Kara bosan setengah mati, ia ingin bunuh segala kuman yang terus berbisik untuk temui Taehyung sesegera mungkin guna tuntasi rindu yang mengeruk hingga ke tulang-tulang, ia ingin basmi bakteri yang kerap lantangkan nyanyian rasa di setiap pembuluh darah. Sayang, Kara sedang enggan bertemu dengan sahabat-sahabatnya lewat goresan pisau yang diolah jemarinya sendiri.

Usai pasang tali sepatu dan raih tas jinjing miliknya, Kara melangkah dengan durasi yang cepatnya nyaris kalahi adu alat yang terjadi di dapur. Sekarang apa lagi? Rupanya sia-sia saja ia dilecuti air dingin es pagi buta begini, sebab Taehyung barangkali telah lebih dulu kalahi niatnya untuk kakukan galau lewat angin pagi yang dingin. Rupanya, Taehyung bahkan lebih dulu ambil alih semesta pagi ini lewat hela napasnya yang sialan, Kara geram bukan main, untuk apa parfum mahal milik Taehyung yang ia semprotkan pada tubuhnya jika ia tetap kalah dahului lelaki iblis itu?

"Ah, panas!"

Bagus sekali, Kara nyaris percaya bahwa dirinya tengah alami delusi berlebihan sebab menderita insomnia mendadak selama sepekan. Namun nyatanya, asumsinya dibenarkan ketika suara gerak tergesa yang ia yakini adalah milik Taehyung menyusul jeritan nakal yang baru saja rangseki telinga Kara tanpa ucapkan salam selamat pagi yang benar. Untuk apa Jukyung di sini pagi buta begini?

"Sudah kukatakan untuk diam dan duduk saja di sana. Coba kulihat, apakah melepuh? Kemari, basuh dengan air lebih dulu. Apakah sakit?"

Kara kepalkan tangan, denyut dalam dadanya bertambah setelah dengar suara panik Taehyung mengudara barusan. Jadi, apakah begitu? Apakah begitu cara paling asli ketika Taehyung coba salurkan afeksinya? Apakah selalu semanis itu interaksi dua makhluk yang kini mungkin sedang saling lecehi epidermis tangan satu sama lain? Apakah Taehyung seperti itu? Dan apakah semesta akan berbaik hati untuk berikan sedikit momen seluar biasa itu padanya? Bukan, nyatanya Kara tidak akan pernah mendapat agresi rasa sesak bahagia ketika Taehyung sebegitu perhatian pada dirinya, hingga langit berganti warna kelabu menuju biru dan kroma kulit jeruk, Kara hanya akan terus mendapat serangan sakit berjuta kali sebab mustahilnya perlakuan manis dari iblis seperti Taehyung. Jelas sekali, maka jangan ada harapan yang seperti itu.

"Makanannya akan segera jadi, sayang. Kenapa tidak duduk saja dan biarkan aku yang sajikan segalanya untukmu?"

Dua tusukan di pagi buta, sakitnya kalahi kerinduan yang Kara endapkan selama sepekan. Bodohnya, mengapa ia biarkan afeksi sinting itu penuhi raganya jika tahu bahwa Taehyung tidaklah benar-benar miliknya? Bahkan keegoisan pun rasanya kalah telak pagi ini, coba dengarkan bagaimana desibel itu penuh cemas ketika kesayangannya terlukai? Kara bahkan hanya mampu keraskan rahang di induk anak tangga dengan kepalan tangan percuma. Ia tidak lihat adegannya, tetapi suara berat Taehyung justru lebih ampuh untuk robek-robek serpihan hatinya untuk lebih lembut lagi eksistensinya. Begitu jahatnya Taehyung bawa selingkuhan ke rumah. Begitu kejamnya Taehyung komidikan segala inginnya tanpa pikir waras. Serta akan terus jadi kebodohan jika Kara tetap diam saja dengarkan segalanya sementara hatinya kehilangan bentuk nyata?

Maka, tatkala ia temukan lagi nalar yang sebelumnya lalai hidup akibat resan yang cambuki ulu hati, Kara langkahkan kaki dengan mantap menuju dapur sembari entakkan tungkai keras-keras pada marmer di bawahnya yang dingin mengkilap. Dua makhluk yang kini saling adu pandang mesra di pantri dapur sontak kecurian atensi, dua-duanya pusatkan pandangan pada presensi baru yang kelihatan muncul dengan begitu galak dari balik dinding. Begitu rapi dan kelihatan siap segera pergi sementara cuaca masih begitu gelap sedini ini, wewangian yang bercampur udara langsung semerbak pada penghidu mereka, Jukyung kenali itu, aroma parfum yang Taehyung sekali. Apa keduanya berbagi banyak konteks di rumah sempit ini?

"Kau akan keluar sepagi ini?" Taehyung adalah pemilik suara pertama yang langsung isi lubang telinga ketiganya dengan suara sarkastis luar biasa.

Kara sunggingkan sebelah bibirnya sebelum membuka pintu kulkas dan menjawab kalem, "Iya, ada janji."

"Dengan Jimin?"

"Bukan, dengan Jungkook."

Taehyung mendesis pelan sembari bentuk kurva miring di wajahnya. "Menjalangkan diri lagi? Ketagihan, hm?"

Ada yang tak bisa kalahkan kesenangan yang meledak dalam dada Kara mengingat bahwa keduanya kembali tukar suara pagi ini setelah sepekan. Namun, ketika mundur lagi beberapa langkah, bukankah senang seharusnya bukan hal bagus mengingat siapa yang kini duduk santai di antara keduanya? Ada satu makhluk bertanduk merah yang menatapi bergantian dua presensi yang sekilas saling lemparkan tatapan sengit satu sama lain.

Kini Kara tunjuk Jukyung dengan botol soda dalam genggamannya dengan santai. "Apa kau membicarakan perempuan di depanmu itu, Kim?"

"Apa?" Jukyung buka suara juga, picingkan mata untuk soroti Kara lebih nyalang. Ia rasakan tangan Taehyung pada pahanya yang telanjang mengelus pelan, coba redakan kemarahan yang membakarnya.

"Menjalangkan diri, kupikir Taehyung baru saja menyindirmu?" Kara menyeringai.

Jukyung terkekeh sembari telengkan kepala. "Tak sadar diri, ya?"

"Ya, seharusnya cicak yang tak punya otak pun dapat melihat siapa yang tak tahu diri paling benar? Ada satu jalang yang pagi-pagi buta sudah coba rayu suami orang di dalam rumahnya pula. Waah, iblis zaman sekarang lincah sekali, ya?"

Jukyung bahkan terlihat begitu bersemangat untuk raih pisau di dekatnya untuk ditancapkan pada dada kiri Kara yang terekspos sempurna akibat kaus kebesaran transparan yang ia pakai. Namun Taehyung cegah semua itu dengan keluarkan suara paling galaknya sepagi ini untuk Kara yang berdiri sembari bersedekap dan sesekali meneguk soda dalam genggamannya.

"Rupanya aku terlalu lama lalai menghukummu, ya? Bagaimana dengan pisau? Jarum tumpul sepertinya tidak berarti apa-apa untukmu," katanya.

"Terserahmu saja, sih. Tapi jangan sekarang, dan jangan nanti malam. Sepertinya aku akan menghabiskan waktu dengan Jungkook seharian penuh. Mungkin kau bisa memutilasiku besok?" Kara terkekeh seperti perempuan gila, mengabaikan ekspresi Taehyung yang bukan lagi tidak baik-baik saja, melainkan sorot matanya penuh dengan intimidasi yang mematikan, ia ternyata cukup tahan mencintai lelaki sejenis dia, ya?

"Masuk ke kamarmu!" titah Taehyung dingin. "Kau mendengarku, dan lakukan perintahku segera!"

"Oh?" Kara berpura-pura terkejut di sana, melirik arlojinya yang mati sejak kemarin. "Sepertinya aku akan terlambat, lanjutkan obrolan kalian berdua, ya. Aku ada urusan penting yang tak bisa ditukar dengan keributan murahan seperti ini."

Bahkan Jukyung tak habis pikir bagaimana bisa Taehyung lekas tinggalkan dirinya hanya untuk kejar langkah Kara yang mulai menghilang menuju pintu utama? Gerak murka yang terburu-buru itu mengikis cepat disparitas yang Kara lahirkan sembari menyeringai lebar-lebar. Ia bukannya tak menyadari bahwa Taehyung memilih mengejarnya ketimbang statis bersama Jukyung di dapur sana, tetapi Kara tahu bahwa kepatahannya pagi ini tak sebanding dengan kerinduan yang dipupuk tiap menit selama sepekan. Maka, ketika Taehyung berhasil tarik tangannya yang hendak putar kenop pintu, Kara lekas tarik kembali pergelangannya dengan kasar. Saling memelototi dengan galak.

"Beraninya kau bertingkah seperti itu pada suamimu? Kau benar-benar bukan manusia, tak miliki otak."

Kara terkekeh sebelum tengadahkan tangan seakan meminta, "Beri aku uang, Kim," katanya. "Biar aku bantu dirimu membeli kaca agar dapat leluasa tontoni kecacatan dirimu sendiri. Jangan menilaiku seakan kau miliki sayap lembut di balik punggungmu seperti malaikat, kau bahkan lebih berbau busuk daripada aku. Dan biar kuberitahu satu hal lagi, aku memang bukan manusia, kau pun juga. Kita ini... sampah, paham?"[]

Rindu, tidak?

Continue Reading

You'll Also Like

BEDROOM [✓] By 𝐢.

General Fiction

209K 39.6K 45
Di antara banyak ruang yang pernah ia tempati. Hanya ada satu ruang di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri. Ruang yang kemudian memutuskan untuk per...
254K 21.9K 28
『 SUDAH DI BUKUKAN! 』 Kim Yerim mau tidak mau harus berurusan dengan Detective tampan tapi cuek, saat dirinya dituduh sebagai penyebar obat terlarang...
283K 22K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
79.4K 9.2K 39
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...