To Be Naruto [DISCONTINUED]

De valloyard11

13K 778 158

Apa jadinya jika seorang OC bermulut pedas, banyak berpikir, dan penggila estetika masuk ke dalam tubuh Narut... Mai multe

00 » What The Hell!?
01 » Banshee, Duckbutt, and Cyclop
02 » Preparation
03 » The Bell Test
04 » Slipped Memories
05 » Wave Mission!
06 » The Attack
08 » Battle on the Bridge
09 » Other's View
10 » More Training and Bonding!
11 » Sand Siblings and The Begining of Chūnin Exam
12 » Of The Plan and The Feel
HIATUS (I'm Sorry)
Up For Adoption??

07 » Training and Pain

750 50 14
De valloyard11

Aku memperhatikan Kakashi yang tertidur di futon dengan damai. Kotak pertolongan pertama terbuka di sebelahku. Aku sengaja membawanya karena aku tahu pasti akan ada yang terluka dalam misi ini. Tapi ternyata tidak berguna juga pada Kakashi, karena jika aku ingin memeriksanya, aku harus melihat seluruh tubuhnya yang itu berarti aku harus melepas masker nya. Dan aku tidak mau karena itu salah satu pelanggaran privasi.

Dengan lembut aku menyeka gel pendingin di dahi Kakashi, lalu menggantinya dengan yang baru. Tanganku beralih dari dahi menuju ke rambut perak yang menantang gravitasi itu.

Yang mengejutkannya, mereka lembut. Aneh! Sungguh aneh! Dan sangat tidak adil. Bahkan rambutku dulu tidak selembut ini...! Bagaimana mungkin rambut yang tak mau turun ini ternyata lembut begini?

Aku terus menerus memainkan rambut Kakashi, sampai kelopak mata Cyclop itu bergerak gerak.

"Kashi-sensei!" Aku dengan ceria menyambut nya ke alam sadar. Awalnya Kakashi agak terdisorientasi, lalu mulai terbiasa saat melihatku.

"Ugh, Naruto..." dia mencoba bangun, tapi aku langsung menahannya.

"Kau tidak boleh memaksakan diri dulu, sensei! Kau harus banyak istirahat!" Aku memarahinya dan memaksanya untuk kembali berbaring di futon.

Suara kerasku sepertinya berhasil mengundang yang lain. Karena Sasuke dan Sakura langsung memasuki ruangan untuk melihat Kakashi.

"Kau sudah bangun, sensei." Kata Sakura dengan lega. Dia menghembuskan napasnya dengan ekspresi puas. "Sharingan adalah hal yang menakjubkan. Tapi jika jadinya seperti ini, aku tidak tahu apakah itu baik atau buruk."

"Maaf semua..." Kata Kakashi.

"Kau tahu, sensei," kataku, memulai sebuah topik yang baru. "Aku merasa aneh dengan hunter-nin itu,"

"Dan apa itu, Naruto-chan?" Mata arang Kakashi menatapku.

"Ku pikir, hunter-nin itu agak aneh. Cara dia mengambil mayat Zabuza dengan hati hati, itu aneh." Ya, hanya itu yang dapat aku katakan. Itu aneh.

"Kau benar, Naruto. Hunter-nin hanya butuh kepala untuk pembuktian ke Desa mereka kalau mereka telah mengeliminasi target." Kakashi bergumam dengan wajah berpikir. "Juga, senjata yang dia pakai perlu dipertanyakan."

"Itu hanya senbon..." Sasuke berhenti sejenak, lalu kedua mata nya melebar, menyadari sesuatu. "Apa itu berarti..."

"... Zabuza masih hidup?" Sakura melanjutkan perkataan Sasuke, dan dia membeku karena apa yang dia katakan sendiri. "Tapi kau sudah mengecek nya sendiri, sensei! Bagaimana bisa!?"

"Senbon, jika digunakan dengan benar, akan dengan mudah menempatkan seseorang dalam keadaan hampir mati." Kakashi menjelaskan dengan tenang. "Pertama, dia membawa mayat Zabuza meskipun sudah jelas Zabuza lebih berat darinya. Kedua, dia menggunakan senjata dengan tingkat kefatalan yang rendah. Dari dua point itu, dapat dipastikan tujuan ninja itu adalah untuk membantu Zabuza, bukan membunuhnya."

Aku menghela napas kuat dan lelah. Aku sudah tahu itu, tapi memikirkan akan menghadapi Zabuza lagi, ditambah Haku, membuat tubuhku menangis sedih. "Jadi apa yang kau rencanakan untuk kami, sensei?"

"Senang kau bertanya, Naruto." Kakashi tersenyum. Sasuke dan Sakura mendekat ke arah Kakashi. "Aku akan memberitahu kalian apa itu..."

Mereka berdua mendekat lebih lagi.

"... besok."

Dan kedua suami-istri masa depan itu mendengus kesal, sedangkan Kakashi terkekeh karena terhibur.

Meh, Cyclop itu suka sekali kalau mengacau dengan kami.

  
»»»

  
Keesokan harinya, Kakashi membawa kami bertiga ke hutan terdekat untuk menjelaskan latihan apa yang akan kami lalui.

Kami sudah melatih ketahanan tubuh kami selama dua minggu ini, dan Kakashi memutuskan untuk melatih kami dalam membentuk chakra dalam tubuh kami. Dia menjelaskan semua tentang 'apalah itu' yang membuatku bosan karena aku sudah membacanya saat hari pertama aku masuk di dunia Naruto.

"Meskipun kalian bisa membentuk sejumlah chakra, jika kalian tidak bisa mengontrol nya, jutsu yang akan kalian keluarkan hanya akan setengah berfungsi, atau tidak berfungsi sama sekali."

Hmm, I wonder. Apakah ini alasan kenapa segel peledak yang aku buat sendiri tidak dapat berfungsi saat pertama kali nya aku buat? Karena aku tidak bisa mengontrol chakra dengan benar? Sepertinya iya.

Kami bertiga memulai latihan memanjat pohon secara vertikal dengan chakra. Sakura berhasil dalam sekali percobaan, Kakashi memanas-manasi Sasuke karena itu, membuat Sasuke menjadi kesal dan secara brutal terus menerus mencoba memanjat pohon.

Kalian tahu? Mengontrol chakra ternyata menyebalkan. Aku sangat kesusahan dalam membentuk chakra yang pas di telapak kaki ku supaya bisa menempel pada batang pohon. Entah terkadang itu terlalu sedikit, atau terlalu banyak. Yang pasti, mengontrol chakra dengan baik dan benar bukan spesialis ku.

Aku dan Sasuke berlatih hingga matahari terbenam sempurna, sebelum kembali ke rumah Tazuna. Dan seakan Tuhan memberkati, kami berdua sampai disana tepat saat makan malam telah disiapkan.

Makanan apapun akan terasa enak jika kau dalam mode kelaparan tingkat tinggi, dan itulah yang kurasakan sekarang. Aku tidak tahu kalau berlatih mengontrol chakra akan se-melelahkan ini T-T

"Jadi, bagaimana latihan kalian hari ini?" Kakashi bertanya sembari memainkan gelas berisi teh nya.

"Kami berdua sudah mencapai setengah dari tinggi pohon kami, 'ttebayo!" Kataku dengan bangganya. Yeah, Kakashi bilang bahkan seorang Chūnin masih kesusahan melakukannya, maka dari itu aku harusnya bangga, bukan?

"Bagus sekali," Kakashi tersenyum menampakkan eyesmile nya.

"Kalian semua menyedihkan," suara kursi yang ditarik, dan tapak kaki kecil mengikuti. Itu Inari, sudah pasti.

"Inari!" Ibunya, Tsunami, memarahinya. Tapi anak cengeng itu tidak peduli dan tetap berjalan pergi dari ruang makan.

"Dia terbentur di kepala atau apa?" Tanyaku, mengerutkan dahi menatap kepergian Inari.

"Naruto! Jangan kasar!" Sakura mencoba memukul belakang kepalaku, tapi aku dengan cepat menghindari nya. Kalau saja tidak di meja makan, mungkin aku sudah menendang bokongnya sekarang.

"Maafkan atas ketidaksopanan dia," Tsunami menundukkan kepalanya minta maaf. "Dia selalu seperti itu sejak..."

"Sejak..?" Kakashi bertanya, menekan halus supaya Tsunami melanjutkan perkataannya.

Bukan Tsunami, tapi Tazuna lah yang melanjutkan. Dia bercerita tentang pria bernama Kaiza yang selalu Inari anggap seperti ayahnya sendiri dan bagaimana Gatõ membunuhnya di depan semua orang. Yeah, cerita yang sudah aku tahu.

"Semenjak hari itu, Inari berubah. Dia tak lagi ceria seperti dulu, dan bahkan tak percaya pada konsep pahlawan lagi."

"Kalau begitu dia anak terbodoh yang pernah ada," jawabku dengan refleks. Semua orang menatapku terkejut. "Tidak percaya pada konsep pahlawan dan menganggap itu konyol, itu artinya dia menganggap ibunya sendiri konyol, dan kelahirannya di dunia ini adalah hal yang konyol."

Aku tertawa. Ya, benar benar tertawa karena hal yang ku katakan barusan. Lalu pergi ke ruangan tempat aku dan Sakura berbagi untuk tidur.

Konyol sekali hari ini.

  
»»»

  
Aku menatap langit di atasku dengan kosong.

Hari hari di lalui dengan berlatih memanjat pohon. Aku sudah hampir mencapai puncak sebenarnya. Tapi memilih untuk beristirahat sejenak karena kelelahan. Sasuke sudah pergi ke rumah Tazuna untuk makan siang, dan aku sedang tidak mood bertemu semua orang karena perkataanku sendiri tadi malam.

Disini, semua terlihat damai. Burung burung berterbangan, nyanyian merdu dari gesekan daun, siulan angin yang saling bersahutan. Menikmati estetika alam di sini membuatku lupa bahwa dunia yang sekarang aku hidupi adalah dunia yang penuh pertumpahan darah secara brutal.

Waktu ternyata berlalu sangat cepat. Perasaan baru kemarin aku terbangun di rumah sakit dan berada di tubuh Naruto, dan sekarang aku sudah berada di negeri Ombak untuk misi C-rank pertama yang berubah menjadi A-rank. Dan pastinya aku akan melihat pembunuhan pertamaku.

Oh, ya? Bagaimana kalau aku mencegah agar Zabuza dan Haku tidak terbunuh. Dengan begitu aku tak perlu menyaksikan pembunuhan.

Ah, tapi Gato harus dibunuh, sih. Kalau tidak, dia pasti akan membuat sengsara yang lain setelah negeri Ombak. Ya, jadi tidak ada jalan lain untuk menghentikan ku dari melihat pembunuhan pertama ku di misi ini.

Saat pikiranku kembali ke asal tentang alam, sebuah kepala muncul begitu saja dari atasku. Sepasang mata coklat abu-abu hangat menatapku dengan penasaran. Dan aku memekik kaget.

"Astaga!" Aku cepat cepat bangun dari tidur ku, dan melihat orang yang baru saja muncul di atas kepalaku.

"Oh, maaf. Aku membuatmu terkejut, ya?" Itu Haku, tidak salah lagi. Dia memakai kimono merah muda dengan lingkaran lingkaran di beberapa tempat, dan juga tangannya memegang sebuah keranjang berisi tanaman tanaman yang Aku yakin pasti tanaman herbal.

"Tidak apa apa, aku juga yang terlalu larut dalam pikiranku." Kataku, menggaruk belakang kepalaku dan tersenyum malu kepada laki laki cantik didepanku. "Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan disini, nii-san?"

Haku berkedip, lalu kembali tersenyum dan menjawab. "Aku sedang mencari tanaman obat,"

"Biar aku bantu! Aku juga sedang tidak melakukan apa-apa," kataku dengan antusias. Aku ingin bersama Haku selama beberapa saat saja. "Tapi kau harus beritahu aku, ya. Soalnya aku tidak terlalu tahu mengenai tanaman obat. Hehehe..."

"Tentu," dia mengangguk dan memberitahu tanaman obat dan bagaimana bentuknya. Setelah aku mengerti, kami berdua mulai memetik tanaman tanaman yang dia butuhkan.

"Sebenarnya buat apa kau mencari tanaman obat sebanyak ini, nii-san?" Aku bertanya, meskipun sudah tahu apa jawabannya. Yeah, aku hanya ingin mengobrol dengannya, itu saja.

"Seorang temanku terluka," jawab Haku, sembari memasukan segenggam tanaman herbal yang baru ia bersihkan dari tanah. "Aku sedang membantu nya untuk sembuh."

"Kau baik sekali mau membantunya,"

"Dia adalah orang yang sangat berharga untukku, tentu saja aku akan membantunya." Jawab Haku sederhana. "Kau punya seseorang yang berharga untukmu?"

Aku berkedip, mencerna apa yang baru saja anak laki laki itu tanyakan. "Seseorang yang berharga?"

"Ya. Jika seseorang memiliki sesuatu yang berharga untuk dilindungi, saat itulah mereka akan menjadi benar benar kuat."

Seseorang yang berharga?

Pikiranku langsung tertuju pada keluarga ku di kehidupan lama ku. Mama, Papa, dan Kakak. Lalu ada sahabat sahabatku yang selalu bersamaku. Ya, mereka semua berharga untukku. Tapi mereka tidak disini. Tidak di kehidupan yang sekarang ku jalani.

Lalu pikiran ku tertuju pada Kakashi, sandaime-jiji, Iruka, dan kedua teammates ku. Mereka adalah orang orang yang berharga bagi Naruto. Tapi bagiku? Entahlah.

"Aku... tidak tahu." Jawabku, masih dengan menerawang. "Tapi nantinya, aku pasti akan menemukan seseorang yang berharga untukku, kan? Setelah itu, aku pasti akan menjadi kuat untuk melindungi mereka semua!"

Ya, aku yakin itu. Karena sekarang aku hidup di dunia ini, bukan lagi di dunia lama ku. Aku harus menjalani dengan benar kehidupan ku disini, menjadi berguna dan akan terus dikenang saat aku mati nanti. Aku menolak untuk menjalani kehidupan biasa seperti dulu.

Lagipula, aku juga memang tidak bisa mendapat kehidupan biasa dengan menjadi Naruto.

Haku berdiri, mengambil keranjang penuh tanaman obat milik nya. "Ya, kau akan menjadi benar benar kuat nantinya."

"Ah, aku lupa bertanya siapa namamu," bagaimana bisa aku lupa tentang hal dasar seperti itu?!

"Namaku Haku," jawabnya.

"Aku Uzumaki Naruto! Jangan lupakan namaku, ya!" Kataku dengan antusias. "Kelak, namaku akan di kenal di seluruh penjuru dunia sebagai kunoichi hebat sepanjang masa!"

"Tentu, aku tidak akan melupakannya." Haku terkekeh, kilatan terhibur ada dalam mata hangat nya. "Terima kasih karena telah membantu ku, semoga kita dapat bertemu kembali di masa depan."

Kita akan. Aku tahu dan dia tidak diragukan lagi tahu juga mengenai hal itu.

"Daah, Haku nii-san!!"

Aku memperhatikan punggung Haku yang semakin mengecil di sana. Rambut panjang nya yang tertiup angin, dengan penampilannya yang terlihat sangat muda.

Aww, man! Aku tidak ingin Haku mati! Dia anak yang baik, dan dia juga masih muda. Lebih muda dari umurku yang sebenarnya juga! Tapi bagaimana aku mencegah kematian nya? Dia pasti akan melakukan apa saja untuk melindungi Zabuza. Zabuza adalah segalanya untuk Haku.

"Oi, Vixen!"

Aku menoleh ke atas, dan mendapati Sasuke yang berdiri menjulang dihadapan ku. "Ng?"

"Kau melupakan makan siang mu," kata Duckbutt itu, tangannya memegang sekotak bekal dan mengarahkannya ke hadapanku.

"Thanks, Duckbutt." Aku mengambilnya sembari mendengar jawaban "hn" dari Sasuke.

Aku makan dengan Sasuke yang duduk disebelah ku. Ditemani kesunyian yang nyaman, kami duduk menikmati estetika alam bersama sama. Itu menenangkan. Sudah lama aku tidak memiliki teman hanya untuk duduk dan diam, tanpa harus membuat percakapan atau apa.

  
»»»

  
Aku dan Sasuke melanjutkan latihan kami hingga matahari terbenam, dan bulan dan bintang muncul menggantikannya. Kami sudah sampai di ujung pohon kami masing masing.

"Ayo pulang, Duckbutt!" Sasuke di seberang sana hanya mengangguk.

Latihan hari ini membuat badanku sakit sakit semua. Aku kesulitan untuk bergerak dan berakhir dipapah oleh Sasuke dalam perjalanan ke rumah Tazuna.

"Kenapa dengan kalian?" Tanya Tazuna, melihat kami dengan dahi mengkerut. "Kalian seperti habis diterjang badai."

"Kami..." aku menarik napas banyak banyak, lalu menghembuskannya kuat. "... sudah sampai ke puncak pohon, 'ttebayo!"

"Bagus," Kakashi berkata dengan nada bangga. Waw. "Kalian bisa ikut menjaga Tazuna besok."

"Oke..." ya ampun, aku benar benar lelah. "Sasuke, tolong bawa aku kesana. Aku rasa aku akan tumbang jika berdiri lebih lama lagi."

Sasuke tidak menjawab dan hanya melakukan apa yang aku minta barusan. Begitu bokong ku menyentuh kursi, kepalaku langsung jatuh diatas meja. Aku merasa sangat lelah bahkan hanya untuk memperhatikan apa yang sedang dibicarakan oleh yang lain di meja dan lebih memilih untuk memainkan gelas kosong yang ada di jangkauan ku. Aku benar benar ingin tidur tanpa bermimpi apapun, jadi aku bisa beristirahat dengan tenang.

"Kenapa..." suara kecil terdengar, dan aku dapat merasakan seisi meja menjadi diam. "Kenapa kalian bekerja keras mati matian sampai seperti itu!? Tidak akan mungkin kalian bisa menang melawan orang orang Gatõ! Tidak peduli se-keren dan sebanyak apa kalian berusaha, yang lemah akan selalu kalah melawan yang kuat!"

Aku menatap datar ke arah Inari yang terus menangis dan berteriak. "Melihat kalian membuatku muak! Melakukan sesuatu tanpa tahu apa yang terjadi pada negeri ini, kalian hanya berlaku sembrono tanpa mengerti apa itu rasa sakit!"

Apa katanya? Tanpa mengerti apa itu rasa sakit?

Aku tertawa. Benar benar tertawa lepas sampai aku yakin aku menjadi gila. Ya, bahkan orang orang disekitarku melihat ku dengan shock.

Bangsat!

"Lalu apa dengan menangis terus seperti itu akan membuat mereka berhenti, begitu!?" Aku bertanya dengan marah, melupakan semua tawa histeris yang baru saja aku keluarkan. "Buka matamu dan bangunlah dari mimpi kecilmu itu! Hanya karena kau kehilangan orang yang kau sayangi, bukan berarti kau menjadi orang yang paling menderita di dunia ini!! Di luar sana bahkan masih banyak yang lebih parah namun tetap berjuang dengan keras! Kau itu masih memiliki Ibu dan Kakek mu! Berhentilah menjadi menyedihkan dan syukuri apa yang kau punya! Kau pikir ayahmu akan senang melihatmu menangis dengan menyedihkan dan memberi punggungmu pada masalah yang terjadi disini!?"

"Naruto! Jangan menjadi kasar seperti itu!"

"Diam!" Aku membentak Sakura, dan tanpa sadar menghancurkan gelas yang ada di tanganku dengan menghantamnya ke meja. Aku tidak menghiraukan ketakutan yang berkilat di mata emerald nya, dan kembali menatap Inari. "Kau tidak percaya pada konsep pahlawan dan menganggap itu konyol, kan!? Lihat ibumu disana! Ibu mu adalah pahlawan karena telah mengandung mu dan mempertaruhkan nyawa nya hanya untuk melahirkanmu! Harusnya kau malu karena telah menghina ibumu seperti itu! Dan jika kau terus menerus berprilaku menyedihkan dan menjadi beban seperti ini..."

Aku mengepalkan tanganku kuat kuat, mengabaikan bau amis yang tercium dari sana. "... maka matilah. Hanya itu hal berguna yang dapat kau lakukan."

Aku pergi dari ruang makan setelah melampiaskan rasa frustasi yang selama ini terpendam. Aku tahu apa yang barusan ku katakan adalah hal yang tidak baik, buruk malah, sangat buruk. Tapi aku tidak bisa hanya diam dan membiarkan anak itu berlaku seolah dia yang paling menderita di dunia ini.

Aku juga kehilangan. Aku kehilangan Mama, dan merasakan sakit selama bertahun tahun karenanya. Ditambah keluarga ku yang merenggang dan seolah menjadi orang asing yang tinggal dalam satu rumah.

Lalu tiba tiba aku bangun di tempat asing dan dikelilingi orang orang yang aku kenal sekaligus asing buatku. Secara tiba tiba tidak dapat lagi bertemu dengan Papa, Kakak dan teman temanku lagi.

Aku menatap ke telapak tanganku yang berdarah. Sebuah bayangan tangan kecil yang memegang pisau datang ke dalam pikiranku. Tangan kecil itu bergetar dan ingin memotong pergelangan nya sendiri. Dia mencoba untuk bunuh diri.

Ini... bukan aku. Aku tak pernah mencoba untuk bunuh diri sesakit apapun yang aku rasakan. Ini....!

Naruto. Ini ingatan Naruto. Dia pernah sangat depresi dan ingin mengakhiri hidupnya sendiri.

'Matilah!'

'Iblis rubah!'

'Kau tak pantas untuk hidup!'

Aku merasakan rasa sakitnya. Kesedihan. Ketakutan. Depresi. Dia ingin semua berhenti. Tapi mereka tidak melakukannya.

Aku tidak bisa bernapas.

Ini semua terlalu banyak untuk dirasakan oleh anak kecil. Bagaimana orang orang itu bisa menjadi se-gila itu pada nya!?

Aku tidak bisa bernapas. Oksigen. Oksigen. Dimana mereka!?

"Naruto!"

Aku mendengar suara meneriakkan nama nya. Aku tidak bisa berpikir. Aku tidak bisa bernapas! Kenapa bernapas menjadi sulit sekali!?

Sepasang tangan kuat mendekapku dari samping. "Tenangkan pikiranmu. Semua baik baik saja, okay?"

Apanya yang baik baik saja!? Semua tidak baik, tahu!

"Bernapas secara perlahan," sebuah tangan mengelus punggungku secara perlahan. "Jangan khawatir, semua pasti akan baik baik saja."

"Ayo, tarik napas mu dan hembuskanlah secara perlahan."

Aku mengikuti instruksinya. Perlahan tapi pasti, oksigen kembali memenuhi paru-paru ku. Aku mulai dapat berpikir kembali dan mengolah apa yang baru saja terjadi padaku.

Apa? Apa yang baru saja terjadi padaku?

Aku melihat ke atas dan mendapati satu mata arang yang gelap menatapku dengan khawatir.

"Kashi... sensei?"

Kakashi hanya diam, dan memilih untuk membaringkan ku di futon terdekat. "Tidurlah, kau pasti lelah."

Aku menurut, dan mencoba menyamankan tubuhku di futon yang entah bagaimana bisa terasa sangat lembut begini.

Kakashi mengambil tangan kanan ku yang penuh dengan darah, dan membersihkannya dengan lembut.

"Sudah sembuh, sensei. Dia sudah mengatasinya." Kataku, mencoba untuk tidak membuatnya khawatir.

"Dia?"

"Hm..." aku menguap. Sungguh, lelah sekali. "Si bola bulu oranye berekor sembilan itu."

Mataku terasa memberat dan aku tak lagi dapat melihat Kakashi dengan jelas. Lama kelamaan, kegelapan menyapa dan aku tertidur tanpa bermimpi, seperti yang ku harapkan.

   

»»»

   
Guys, aku lagi buntu mau nulis untuk chapter selanjutnya. Aku lagi terjebak dalam dilema dan butuh saran kalian semua.

Menurut kalian, apakah Zabuza dan Haku harus diselamatkan nyawanya? Apa cuma salah satunya? Atau dibiarkan supaya kayak di canon?

Ku butuh saran kalian... T^T

Continuă lectura

O să-ți placă și

1.8M 60.3K 73
In which the reader from our universe gets added to the UA staff chat For reasons the humor will be the same in both dimensions Dark Humor- Read at...
105K 9.3K 111
"You think I'm golden?" "Brighter than the sun, but don't tell Apollo" Dante hates Rome's golden boy. Jason doesn't even remember him. Right person w...
467K 31.6K 47
♮Idol au ♮"I don't think I can do it." "Of course you can, I believe in you. Don't worry, okay? I'll be right here backstage fo...
64.5K 1.3K 47
*Completed* "Fake it till you make it?" A messy relationship with a heartbroken singer in the midst of a world tour sounds like the last thing Lando...