Ten Million Dollars

By padfootblack09

50.5K 7.7K 2.5K

Min Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika... More

Prolog
Chapter 1 Min's Planning
Chapter 2 After All this Time
Chapter 3 That Son Seungwan
Chapter 4 Two Years in Anger
Chapter 5 First Meeting
Chapter 6 the Wedding
Chapter 7 First Day
Chapter 8 New Staff
Chapter 9 Do Kyungsoo
Chapter 10 On Call
Chapter 11 Uninvited Guest
Chapter 12 Slapped too Hard
Chapter 13 Reality
Chapter 14 Jeju the Disaster Island
Chapter 15 Worst Night in Jeju
Chapter 16 Secretary Wendy
Chapter 18 maeu pyeon-anhan
Chapter 19 Unreasonable Reasons
Chapter 20 Two Schedules
Chapter 21 Vacation in italic
Chapter 22 Worse Prediction
Chapter 23 Sick's Problem
Chapter 24 Yoongi's Reason
Chapter 25 Old but More Hurt

Chapter 17 Cruise Ship Vacation

1.6K 291 107
By padfootblack09


OKAY... HERE IT IS!!!


                Keesokan paginya, pukul delapan lebih tiga puluh menit, Yoongi dan Seungwan sudah berada di ruangan rapat. Rapat internal yang sudah direncanakan Yoongi beberapa minggu yang lalu itu akan diadakan dalam tiga puluh menit. Yoongi mengawasi Seungwan yang sedang menyesuaikan lagi file presentasi yang akan Yoongi bawakan. Ini adalah rapat perdananya setelah ia mendapatkan perjanjian dari Max dan Yunho minggu lalu. Ia juga sudah mengumumkan kepada semua karyawannya untuk bersiap.


Pada pukul Sembilan tepat, semua orang sudah berkumpul di ruangan besar itu, dan Seungwan selaku moderator, membuka rapat perdana itu. Yoongi memimpin rapat itu dengan perencanaan garis besar mengenai event, pembiayaan, dan beberapa kolega yang akan bekerja sama dengannya. Empat jam selanjutnya, setiap kepala divisi mempresentasikan ide-ide mereka untuk event besar itu di hadapan Yoongi.


Selama empat jam penuh itu pula, Yoongi menganggukkan kepalanya, merasa puas dengan ide-ide yang disampaikan oleh karyawannya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, semua kepala divisi sudah menyampaikan proposal mereka, dan Yoongi juga sudah menutup rapat internal perdana itu. Tetapi, yang mengherankan Yoongi adalah, semua karyawannya belum juga meninggalkan ruang rapat. Terdengar bisik-bisik di sekitarnya.


Yoongi yang awalnya sedang mengawasi Seungwan mengetik sesuatu di laptopnya kemudian mendongakkan wajah, melihat karyawannya yang sedang berdiskusi, atau mungkin berdebat. Dalam bisikan kecil, Yoongi bisa mendengar mereka mendorong satu sama lain untuk berbicara. Mereka bahkan bermain gunting batu kertas untuk menemukan yang kalah, menodongnya dengan mic di atas meja.


"Apa lagi?" itu suara ketus Yoongi yang terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Ia mengetuk-ngetuk mic untuk menghentikan keributan. Yoongi mengulangi perkataannya, sembari mendelik kearah mereka, "Apa lagi?"


Seseorang yang sepertinya bernama Jaehwan berdehem dengan gugup. Ia tadi kalah dalam permainan batu gunting kertas. "Itu, sajangnim—"


Yoongi berdecak. Ia bersadar di kursinya dan bersedekap, sama sekali tak menyukai orang yang bertele-tele. "Katakan sekarang atau pergi segera dari sini."


Jaehwan mengumpulkan seluruh keberaniannya, dan berkata, "Sajangnim berjanji akan mengadakan liburan di kapal pesiar untuk kami jika perjanjian dengan tuan Max berhasil."


"Apa?" ulang Yoongi, tak bisa mendengar Jaehwan yang berbicara sangat cepat.


"Liburan kapal pesiar." Cicit Jaehwan tak berani.


Yoongi langsung ingat. Ia bersender sekali lagi, berusaha untuk tidak mengumpat melalui mic. Ia memang pernah menjanjikan seluruh karyawannya untuk berlibur dengan kapal pesiar. Jika ia bisa mendapatkan perjanjian dengan Max dan Yunho. Tapi sampai sekarang ia sama sekali lupa. Salahkan Seokjin yang mengompori karyawannya untuk meminta liburan kapal pesiar.


Rapat tiga bulan lalu yang juga mengikut sertakan Seokjin—kakaknya yang juga berperan penting akan adanya event bazaar ini. Yoongi mengatakan kepada semua bawahannya bahwa perjanjian itu sangat penting dan dapat membawa nasib perusahaan barangkali lima tahun ke depan. Kemudian muncullah Seokjin dengan mulut sembarangannya. Mengompori karyawannya untuk berlibur dengan kapal pesiar jika perjanjian itu bisa didapatkan. Semua karyawannya otomatis bersorak dan Yoongi terpaksa mengatakan iya.


Ketika selesai rapat, Yoongi mengomeli Seokjin yang dengan seenaknya berbicara dan mengompori karyawannya. Pada saat itu Seokjin hanya berkata seperti ini, "Berlibur dengan kapal pesiar hanya mengluarkan sepeser dari seluruh uang perusahaanmu, Min Yoongi. Tapi itu bisa sangat berarti bagi semua bawahanmu. Mereka mungkin akan bekerja lebih keras untuk mendapatkan perjanjian ini—lagi pula, karyawanmu juga butuh liburan."


Yoongi langsung cemberut. Kesal tapi tak bisa menyangkal perkataan kakaknya.


Tapi masalahnya sekarang adalah ... Yoongi lupa. Dan menyewa kapal pesiar tidak semudah menyewa sebuah mobil SUV untuk bepergian di luar negeri.


Tersadar kembali dari lamunannya, Yoongi berdecak, lalu ia bicara lagi, "Masih sempat membicarakan liburan? Di saat-saat seperti ini?"


Semua karyawannya langsung menciut di tempat. Dilihatnya boss mereka yang menautkan alis, mungkin bisa meledak kapan saja.


"Dipikir mudah memesannya?" Yoongi melanjutkan.


Tak ada yang berani menjawab, jadi Yoongi mengangkat wajah dan memperhatikan satu persatu karyawannya, sedang menatapnya penuh harap. Yoongi jadi ikut terdiam. Sebagian besar karyawan yang ada disini sudah mengabdi padanya sejak ia pertama kali menginjakkan kaki disini. Melihat wajah mereka sekali lagi, Yoongi kemudian menghela nafas, kekesalannya mereda. Dia mungkin kejam dan terkadang menyakitkan, tapi dia tak mau mengingkari janjinya sendiri.


"Okay, then." Kata Yoongi kemudian, melalui mic.

.

.

.

Yoongi berharap tidak akan menyesal telah mengiyakan liburan dengan kapal pesiar itu. Tepat setelah mengatakan 'oke' tadi, karyawannya langsung bersorak riuh, kesenangan. Yoongi tak bisa tidak menikmati atmosfer itu. Kebahagiaan mereka merambat ke dalam diri Yoongi, dan bahkan Yoongi tadi tersenyum.


Setelah keriuhan itu mereda, dan semua orang meninggalkan ruangan rapat, Yoongi baru menyadari mungkin keputusannya salah. Seharusnya ia menggantinya dengan trip ke Eropa atau ke Hawai. Atau melakukan liburan berkedok field study ke Amerika. Bukannya melakukan perjalanan laut ke negara-negara Asia di atas kapal pesiar. Setidaknya memesan tiket pesawat jauh lebih mudah.


Yoongi bersandar di kursinya, mengurut pangkal hidungnya, berusaha mengingat-ingat dengan siapa ia pernah melakukan perjanjian yang mengikut sertakan kapal pesiar. Sepertinya dua tahun yang lalu. Atau lima tahun yang lalu. Yoongi lupa. Lagi pula ia tak pernah ingin berkoneksi dengan orang-orang itu—ia tak mengira akan membutuhkannya.


"Sudah ada ide untuk kapal pesiarnya, boss?" suara lembut Seungwan yang menyadarkannya, bahwa masih ada Seungwan di ruangan besar itu. Seungwan duduk di samping Yoongi, masih menghadap laptop yang menyala, dan sekarang tersenyum ke arahnya. Wajahnya sudah penat tetapi masih memancarkan semangat.


Yoongi kemudian mengalihkan pandangannya. Tidak menjawab pertanyaan Seungwan, ia sibuk scroll-up dan down daftar kontak bisnisnya. Mencari-cari mungkin ada sesuatu disana.


"I know someone." Kata Seungwan kemudian, melihat Yoongi yang tidak menjawabnya. "It's Jungkook."


Seharusnya Yoongi bisa bereaksi mendengar nama itu. Jeon Jungkook. Terkenal karena bekerja di salah satu perusahaan kapal pesiar, banyak orang mendapatkan kapal pesiar melalui Jungkook. Atau paling tidak Seungwan berharap Yoongi melirikkan matanya, tapi Yoongi hanya menanggapi, "I know him too."


"Dia suami sahabatku." Lanjut Seungwan.


"Kau paham 'kan sesulit apa mengontaknya dan berapa lama kita harus mengantri untuk mendapatkan satu saja?" Yoongi membalas.


"But he is my best friend's husband." Kata Seungwan, lagi.


"It has no effect." Kata Yoongi. "Banyak orang berkoneksi dengannya dan itu tidak termasuk aku. Aku juga tidak masuk ke club pesiar manapun."


"I know that too—" Sahut Seungwan kalem, yang memang sudah mempunyai list orang-orang yang berkoneksi dengan Yoongi, dan itu sama sekali tidak ada yang berhubungan dengan kapal pesiar.


"Then why did you even asking." Desis Yoongi.


"You are the one who told me that—"


"You better leave this room. Wendy." Potong Yoongi ketus.


"Let me help you. This one." Kata Seungwan tak mau beranjak.


Yoongi tak mau menjawab. Berharap Seungwan tahu bahwa itu artinya adalah tidak. Tapi sepuluh menit kemudian, Seungwan tidak juga beranjak dari tempatnya. Bahkan Yoongi bisa melihat Seungwan menatapnya sungguh-sungguh, melalui sudut matanya. Menghela nafasnya, Yoongi membatin mungkin ia perlu memberi tahu Seungwan gestur-gestur tertentu yang biasa Yoongi gunakkan. Seungwan pintar dan cekatan dalam hal lain kecuali kepekaan terhadap kode dan gestur tubuh Yoongi yang berbicara mewakili mulutnya. Atau mungkin Seungwan tahu, tapi terlalu keras kepala untuk mematuhi.


Yonogi meletakkan ponselnya, ia mengurut pangkal hidungnya lagi sambil berpikir. Sepuluh menit berlalu itu juga Yoongi belum punya ide untuk mengontak siapa. Penawaran Seungwan yang tak masuk akal tiba-tiba terlintas di kepalanya. Ia yakin sekali kalau Seungwan tak akan bisa mendapatkan melalui Jungkook. Yoongi paham sepadat apa jadwal orang itu. Ia melirik kearah Seungwan, masih kukuh dengan pendiriannya, bahkan tersenyum begitu Yoongi meliriknya. Yoongi berdecak, lagi pula ia tak punya pilihan lain. Akhirnya Yoongi berkata, "Aku mengijinkanmu hanya karena aku tidak mau membaca list kontak sialan itu lagi, ingat?"


Seungwan yang mengangguk penuh semangat. Bibirnya melengkung ke atas, pipinya naik dan binar mata cemerlangnya. Yoongi memperhatikan itu semua. Ketika Seungwan mulai bicara, ia mengalihkan atensinya. "Saya pernah membantu Jimin mendapatkan kapal melalui Jungkook."


"Good." Komentar Yoongi singkat.


Seungwan langsung cemberut. Bukan ini reaksi yang diinginkan dari bossnya. "Boss seharusnya bangga memiliki sekretaris seperti saya."


Yoongi nyaris merotasikan bola matanya. Ia hanya mendengus sambil membuang muka, mengetukkan jarinya di atas ponsel Seungwan. "Diam dan tunggu saja balasannya."


Seungwan mencibir di belakang kepala Yoongi. Ia meletakkan ponselnya diatas meja, kemudian duduk bersandar, menyilangkan kaki. Sementara itu Yoongi duduk persis di sebelahnya sambil memejamkan mata. Sama sekali tak mengharapkan apa-apa dari Seungwan.


Keduanya duduk seperti itu dalam keheningan. Sampai lima belas menit kemudian, keheningan itu dipecahkan oleh sorakan Seungwan.


"Boss!!!" Seungwan berseru. Yoongi otomatis membuka kelopak matanya, netranya langsung menatap wajah Seungwan yang sumringah. "Jungkook mengatakan ya!"


Kelopak mata Yoongi melebar. Ia merebut ponsel Seungwan, membaca dengan cepat chatroomnya dengan Jungkook. Jungkook mengiyakan dan katanya nanti akan mengonfirmasi jadwal kosongnya. Yoongi otomatis tersenyum—senyum kecil tak kentara khasnya—, matanya beralih ke wajah Seungwan, yang sekarang sedang nyengir dengan bangga.


"Nice." Kata Yoongi singkat, menaikkan kedua bahunya. Sementara kedua netranya menangkap Seungwan yang mencibir di hadapannya. Biasanya Yoongi akan memukul wajah karyawannya dengan setumpuk kertas tebal kalau ketahuan mencibir di depannya. Tapi Yoongi bahkan tidak protes, memperhatikan bibir Seungwan yang manyun lucu, senyum simetris Yoongi yang sangat langka muncul tanpa Yoongi sadari.


"Sudah kubilang, saya pasti bisa." Kata Seungwan tak bisa berhenti membanggakan diri. "Junmyeon juga pernah bertransaksi dengan Jungkook dan itu berhasil. Junmyeon pula yang merekomendasikan saya pada Jimin. Lagi pula Jungkook tak akan menolak saya. Dia—"


Seungwan terus berceloteh. Yoongi tak begitu mendengarkan. Lagi-lagi ekspresi berseri Seungwan dan bibirnya yang manyun lucu memecah kosentrasinya. Yoongi mengerenyit sendiri, merasa aneh.


"Boss?" tegur Seungwan. "Apa ada yang salah dengan wajah saya?" tanyanya serius.


Yoongi mengalihkan atensinya pada ponsel. "Tetapkan tanggalnya. Pertemuan dengan Jungkook." Katanya. Masih enggan melihat Seungwan, ia menunjuk jarinya, mengode Seungwan untuk keluar.


"Okay boss. Sampai jumpa besok. Jangan lupa ada surat atas nama Min Yoongi, dari Dr. Zhang. Sudah kuemail tadi pagi."


Yoongi hanya bergumam menanggapi. Ia mendengar Seungwan beranjak dari kursinya, sebelum akhirnya ketukkan heelsnya dengan lantai bergaung perlahan menjauhi Yoongi. Pada saat itulah Yoongi baru mengangkat wajahnya, memperhatikan punggung Seungwan yang menjauh, sampai sosoknya menghilang di balik pintu—


"Oh, ponselku!" Wajah Seungwan muncul lagi dari balik pintu bahkan sebelum Seungwan menutup pintu. Yoongi buru-buru mengalihkan pandangannya, kedua pupilnya bergetar, bergerak ke segala arah kecuali kearah pintu masuk.

.

.

.

Gimana gimana gimana????

.

.

OKAY.

Sebelumnya.

Ini ngeditnya ngebut.

Apalagi scene terakhir ini baru banget selesai kuedit. nggak ada sejam yang lalu. 

Nggak tahu kalian bisa ngerasain atau enggak.

Yang penting ... enjoy yah semuanya I LOVE YOU

Continue Reading

You'll Also Like

44.3K 3.2K 48
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
69K 6.9K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
35K 7.2K 10
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
124K 8.9K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote