Dua minggu telah berlalu semenjak meninggalnya Hyerin, bayi yang mereka tunggu selama sembilan bulan lamanya meninggalkan mereka. Belum sehari mereka berjumpa, Hyerin sudah di nyatakan meninggal karena suhu tubuhnya yang rendah akibat dari faktor Sepsis. Dokter menyatakan jika bayinya terkena sepsis neonatorum onset awal, Jenis sepsis ini terjadi ketika bakteri menyerang bayi pada saat proses melahirkan normal.
Selama upacara pemakaman Joohyun tak berhenti menangis, bahkan wanita itu pingsan saat upacara pemakaman berlangsung.
Selama dua minggu itu pula Joohyun lebih banyak melamun, berdiam diri di kamar yang belum sempat Hyerin tempati. Menangis dalam diam sembari memeluk baju-baju yang belum juga Hyerin sempat pakai. Selama dua minggu ini pula Junmyeon tak pergi kekantor karena melihat kondisi Istrinya yang membuatnya khawatir.
Seperti saat ini Junmyeon hanya menatap Joohyun yang duduk di salah satu sofa kamar Hyerin, wanita itu nampak melamun namun air matanya terus mengalir di pipinya yang nampak tirus.
Junmyeon mendekat dan duduk di lantai tepat di hadapan Joohyun, menyentuh jemari Joohyun perlahan.
"Sayang." Panggil Junmyeon dengan lirih.
Joohyun seperti tersadar dari lamunannya dan mengusap air matanya dengan senyuman palsu menghiasi wajahnya, senyuman yang malah membuat hati Junmyeon tersayat melihatnya.
"Kau lapar ? Mau ku buatkan sarapan ?" Tanya Joohyun beruntun dan sedikit linglung.
Junmyeon menggelengkan kepalanya dan lebih memutuskan untuk memeluk tubuh ringkih itu, entah harus sampai kapan dia menghadapi Joohyun yang seperti ini. Dalam diam pria itu pun menangis ketika Joohyun telah terlelap dalam tidurnya, disini bukan hanya Joohyun yang terpukul namun dirinya pun begitu terpukul. Tapi jika dia terus berlarut-larut dalam kesedihannya, siapa yang akan menenangkan Joohyun seperti ini.
Joohyun memeluknya erat dan kembali menangis, tangisannya terdengar pilu bagi Junmyeon. Pria itu hanya memejamkan matanya, mengusap surai rambut Joohyun dengan lembut. Membiarkan istrinya tenang dan tertidur, lelah karena banyak menangis.
Junmyeon melepaskan pelukannya dan membawa Joohyun dalam gendongannya, melangkah keluar dari kamar milik Hyerin. Memasuki kamar milik mereka berdua yang berada di samping kamar Hyerin, letak kamar mereka memang di apit oleh kamar Naeun dan Hyerin agar mudah ketika berkunjung. Fikir mereka saat ini.
Junmyeon merebahkan tubuh Joohyun perlahan di atas kasur, menyelimuti tubuh Joohyun yang nampak lebih kurus tersebut. Memberi kecupan di keningnya cukup lama.
"Aku merindukanmu yang dulu, sayang." Lirih Junmyeon.
Junmyeon menjadi semakin benci dengan yang namanya rumah sakit, karena tempat itu banyak memakan orang yang dia sayangi. Yang pertama adalah Appa nya, kemudian Yoona dan saat ini adalah Hyerin. Entah apa yang telah di rencanakan oleh sang penguasa atas semua kejadian ini. Junmyeon menggepalkan tangannya cukup kencang.
Naeun menyembulkan wajahnya di balik pintu melihat kearah sang Ayah yang tengah menunduk.
"Appa." Panggilnya lirih.
Junmyeon mengangkat wajahnya, pria itu segera beranjak dari duduknya. Dia hampir lupa jika masih ada Naeun di hidupnya. Junmyeon menyunggingkan senyumnya dan membawa Naeun dalam gendongannya.
"Kenapa sayang ?"
"Naeun mau makan, tapi tidak ada siapa-siapa di meja makan." Ujarnya sedih.
Junmyeon tersenyum kemudian melangkah keluar kamar dan menutup pintu, menuruni anak tangga menuju dapur. Menemani Naeun makan. Selama dua minggu ini pun Joohyun tak pernah makan di ruang makan bersama mereka, Junmyeon selalu membawakan makanan paada Joohyun dan menyuapkan makanan pada istrinya itu.
Joohyun tak banyak bicara, wanita itu hanya diam. Jika bicarapun seperti tadi, dia linglung. Fikirannya berkelana entah kemana. Junmyeon semakin khawatir melihat kondisi Joohyun.
*********
Waktu seakan cepat berlalu, satu tahun lebih telah mereka lalui setelah meninggalnya Hyerin. Tak banyak berubah, Joohyun pun kembali mengajar di sekolah yang dulu. Kesibukan membuatnya lupa akan kesedihan, setidaknya bersama anak-anak membuatnya bahagia dan Junmyeon pun mengizinkan hal itu selagi Joohyun merasa senang.
Minggu siang, suara bel rumah menghentikkan kegiatan Joohyun yang sedang membuat kue kering di dapur, wanita itu segera mencuci tangannya dan berjalan kearah pintu depan, membuka pintunya dan menampilkan Wendy dengan batita berusia satu tahun di gendongannya.
Joohyun menggembangkan senyumnya, mempersilahkan Wendy masuk dan kembali menutup pintunya.
"Kenapa gak ngabarin mau kesini ? Pipinya nambah chubby saja." Joohyun mengusap lembut pipi Park Yeonjun, anak laki laki tersebut tersenyum dan menampilkan lesung pipinya.
"Woah! Benar-benar mirip Chanyeol."
Wendy terkekeh kemudian mengangguk. "Begitulah, udah begitu sifatnya tengil kaya Appanya."
Orang yang di bicarakan pun tepat di belakang mereka, Chanyeol menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tentu saja mirip denganku, karena Yeonjun anakku."
"Iya tidak sayang ?" Lanjutnya kemudian menciumi putranya itu dan mengambil alih Yeonjun dan gendongannya.
"Noona, hyung dimana ?"
Joohyun tersenyum. "Ada di halaman belakang bersama Naeun."
Chanyeol mengangguk kemudian pria tinggi itu melenggang pergi dari hadapan Joohyun dan Wendy. Joohyun pun melangkah kearah dapur diikuti oleh Wendy di belakangnya, mereka berdua pun asik dalam membuat kue sembari berbincang.
"Sudah setahun, eonnie tidak mencoba untuk hamil lagi ?" Tanya Wendy hati-hati.
Joohyun tersenyum sembari memasukkan adonan kue kedalam pemanggang, kemudian melepaskan sarung tangannya. "Kami sudah mencobanya Wen, mungkin belum waktunya aja. Lagipula Naeun tak merenggek ingin adik."
Wendy mengangguk, kemudian melihat kearah Joohyun.
"Aku masih menikmati waktu-waktu bertiga, bersama Junmyeon dan Naeun." Lanjut Joohyun, kemudian wanita itu meraih teko bening berbahan dasar kaca. Membuat es jeruk sepertinya enak di siang hari yang panas ini.
"kau mau memberikan adik untuk Yeonjun ?" Tanya Joohyun, wanita itu terkekeh saat melihat Wendy yang gelagapan.
"Aish, Yejun masih kecil tak mungkin aku memberikannya adik."
"Mungkin saja seperti itu."
Wendy menggelengkan kepalanya. "Tunggu Yeonjun 5 tahun dulu, tak tega aku membiarkan dia terlantar."
Joohyun menganggukan kepalanya setuju, jemarinya mulai memeras jeruk dan menuangkannya kedalam teko bening yang telah berisi es batu di dalamnya dan cairan gula.
meraih beberapa gelas dan dia susun di atas nampan, membawa nampan tersebut ke halaman belakang di ikuti oleh Wendy yang membawa teko.
Rupanya Chanyeol dan Junmyeon tengah berbincang di Gazebo, Joohyun menyimpan nampan tersebut ditengah-tengah mereka berdua.
"Asik nih seger." Ujar Chanyeol.
Junmyeon menoleh kearah Joohyun dan tersenyum.
"Cih udah tua gitu, masih aja senyum-senyum lirik-lirikan." Desis Chanyeol.
Tatapan tajam langsung Chanyeol dapati dari Junmyeon, pria bertelinga lebar itu mencenggirkan giginya. "Aku hanya bercanda hyung."
"Tak aku maafkan dirimu, Chanyeol."
"Yaish hyung, hidup jangan di bawa serius. Bawa santai aja." Ujarnya kemudian menerima segelas penuh air es jeruk dari Wendy. Pria itu mengucapkan terimakasihnya pada istrinya itu, Wendy mengangguk dan duduk di sebelah Chanyeol.
"Terserah dirimu saja."
"Mau kemana ?" Tanya Junmyeon saat Joohyun hendak kembali masuk kedalam rumah.
"Mau liat kue nya sudah matang belum."
Junmyeon mengangguk, kemudian Joohyun kembali melanjutkan langkahnya masuk kedalam rumah.
*******
Joohyun terbangun dari tidurnya saat dia rasa tak ada Junmyeon di sampingnya itu, Joohyun melihat kearah jam yang menunjukan pukul enam pagi dan Junmyeon sepertinya sedang mandi. Joohyun menyisir rambutnya menggunakan jemarinya dan mengusap wajahnya, beranjak dari duduknya. Membenarkan letak selimut dan bantal seperti semula, hal ini rutin di lakukannya setiap hari.
"saeng-il chuka hamnida, saeng-il chuka hamnida saranghaneun Hyunie, saeng-il chuka hamnida." Suara lembut khas Junmyeon mengalun merdu dari belakang tubuh Joohyun, Joohyun segera menoleh dan mendapati Junmyeon yang tersenyum dengan sebuah bolu di kedua tangannya.
"Jun.."
Junmyeon tersenyum lebar, kondisi kamar yang hanya di terangi oleh kedua lilin angka 3 dan 1 karena Joohyun belum sempat untuk menyibak gorden. Hari ini dia berusia tiga puluh satu tahun, dia hampir lupa akan hal itu.
"Make a wish." Bisik Junmyeon lembut.
Joohyun tersenyum dan memejamkan matanya, merapalkan beberapa doa yang dia panjatkan kemudian meniup kedua lilin tersebut. Satu kecupan mendarat di kening Joohyun.
"Selamat ulang tahun sayang."
Joohyun mengecup pipi Junmyeon. "Terimakasih karena kamu aku bertahan hingga saat ini."
Junmyeon menyalakan saklar lampunya, ruangan menjadi kembali terang. Pria itu menyimpan bolu tersebut di sampingnya dan memeluk Joohyun erat, mengecupi pucuk rambut Joohyun. Joohyun menggembangkan senyumnya, kemudian Naeun mendekat kearah keduanya dengan membawa sebuah kotak di tangannya.
"Selamat ulang tahun, eomma." Ucap Naeun dengan senyum lebarnya.
Joohyun melepaskan pelukan Junmyeon dan membungkukan tubuhnya agar sejajar dengan Naeun, mengecup pipi putrinya itu berulang kali.
"Terimakasih sayangku."
"Sama sama, ini kado dari Naeun. Naeun memilihnya sangat susah, jadi eomma harus memakainya."
Joohyun tersenyum, kemudian membuka kotak tersebut yang berisi syal berwarna coklat dan di pojok kirinya terdapat rajutan namanya. Joohyun eomma. Joohyun menggembangkan senyumnya dan mengecup pipi Naeun.
"Kajja, sekarang makan bolunya." Ucap Junmyeon dan di angguki oleh Naeun dengan sangat antusias.
"Kajja!" Joohyun mencabut lilinnya, meraih pisau dan memotong bolu tersebut.
Suapan pertama diberikannya pada Naeun, anak itu tersenyum lebar sembari mengunyah. Suapan kedua pun di berikan pada Junmyeon dan Junmyeon menyuapkan bolu pada Joohyun. Ketiganya menikmati bolu tersebut dengan senyuman yang terukir di bibir ketiganya.
**********
Maaf ya kemaren pada kecewa sama alurnya 🙏
Setelah liat komen-komen kemaren aku ubah lagi part 41 ini menjadi seperti ini, tadinya sih bukan kaya gini.
See u next part