Surga Di Balik Jeruji | Senja

By NailaAfra

233K 37.7K 4.6K

Kehidupan Daffa Raffan berubah ketika dia terbebas dari penjara. Ia menjadi seorang mahasiswa, seorang pegawa... More

2. Hari Daffa Raffan
3. Hari Alya Sahira
4. Sebuah Keluarga
5. Kerisauan Hati
6. Yang Tak Termiliki
7. Mengejar Luka
8. Alya Di Sini
9. Fajar Bercahaya
10. Sulit Bersembunyi
11. Benang Kusut
12. Kekacauan di Tengah Pesta
13. Takdir Yang Sama
14. Dia Yang Tak Kembali
15. Rasa Kecewa
16. Cukup Hadirmu
17. Rumah Yang Terenggut
18. Pelarian Senja
19. Menyatukan Hati
20. Kebencian Tersirat
21. Keluarga Handoko
22. Luka di Balik Sebuah Nama
23. Harga Yang Harus Di Bayar
24. Sebuah Pilihan
25. Suara Menghakimi
26. Senja Azhar Di Pohon Perbatasan
27. Bom Waktu
28. Hanya "Akhir"
29. Layak di Miliki
30. Terpenjara Kembali
31. Senja Yang Menghilang
32. Teruntuk Kematian
33. Sebuah Pengecualian
34. Surga Mentari
35. Tiada Dalam Rindu
36. Pada Yang Mati
37. Jejak Kenangan
38. Alasan Untuk Bertahan
39. Rumah Terkutuk
40. Maaf, Aku Pulang
41. Kekesalan Keluarga Guntur
42. Balas Budi Atas Nyawa
43. Tugas Alya Sahira
44. Arti Saudara
45. Suatu Sore Bersama Angkasa
46. Akhir Perang Dingin
47. Menyembuhkan Luka
48. Janji Terikat
49. Tak Sanggup Kehilangan
50. Amarah Senja
51. Senja Untuk Mentari
52. Tentang Kepercayaan
53. Terimakasih Untuk Segalanya
54. Yang Berkehendak
55. Detik Waktu
56. Bila Masa
57. Arti Kehadiranmu

1. Prolog

16.3K 1.1K 95
By NailaAfra

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Kali ini hatiku yang terpenjara, oleh amarah, oleh kecewa. Dan aku tidak tahu bagaimana cara untuk melepaskan diri untuk kali ini”

***

Rinai hujan turun dengan lebat, petir menggelegar sedang kilat membelah langit. Alya mengelus dada dengan penuh rasa takut, pandangan mengabur digenangi airmata.

Wiper mobil bekerja keras, berusaha menghalau rintik hujan yang menerpa kaca depan mobil. Sungguh, hujan kali ini membuat Alya merasa tak berdaya, di tengah malam, di antara gelap, Alya dihadapkan pada perasaan akan kehilangan kembali.

Ponsel berdering. Alya menepikan mobil dan bergegas menjawabnya.

“Alif? Lo menemukannya? Sudah menemukan Daffa?” Alya langsung bertanya. Dengan suara tercekat, hampir menangis.

Harapan yang tadi Alya lambungkan harus dihempaskan kembali saat Alif memberikan jawaban yang tidak ingin dia dengar.

“Belum menemukannya? Dia belum pulang sama sekali? Astagfirullah hal adzim.”

Ponsel terjatuh dari genggaman tangannya yang melemah. Dia menelungkupkan wajah di setir mobil sedang tubuh gemetar hebat. Alya tidak sanggup lagi untuk menyetir mobil.

“Daffa kamu di mana?” kata Alya dengan suara lirih. “Aku harus menemukan kamu di mana lagi?”

Rintik hujan jatuh dari langit dan menerpa atap mobil membuat suara gemuruh yang tiada henti. Menambah ketakutan Alya yang semakin menjadi-jadi.

Daffa tiba-tiba saja menghilang...

Sudah lewat tengah malam. Tidak! Ini sudah hampir menjelang subuh tapi Daffa sama sekali belum pulang ke rumah. Terlebih lagi...

“Ayolah, tolong jawab telpon kamu sayang!” Alya mendesak, isak tangis tak mampu dia tahan saat dia mencoba menelpon Daffa untuk kesekian kali. “Kamu janji sama aku! Nggak akan meninggalkan aku...”

Begitu frustasinya Alya sehingga dia memilih keluar dari mobil. Terasa sesak di dalam. Dia tidak bisa bernapas dengan baik. Bahkan dia membiarkan hujan membasahi tubuhnya segera. Membantunya untuk berpikir dengan jernih.

“Bantu hamba ya Allah. Bantu hamba,” ucap Alya sembari berputar di tempat. Pada jalanan yang sepi, gelap tanpa penerangan.

Tidak ada satu pun pengendara. Hanya mobilnya dengan dua sorot lampu terang sebagai cahaya. Alya berdiri di bawah rinai hujan, menengadahkan wajahnya langsung pada langit subuh.

“Tolong hamba! Tolong bantu hamba,” pintanya dengan memilukan. “Dia di mana?”

Kedua kaki Alya terasa lemas. Dia jatuh terduduk. Bersandar di sisi mobil dengan memeluk kedua lutut. Dia membenamkan wajah di balik dua lengan yang terlipat di atas lutut.

Waktu lama berlalu.

Hujan tiada pula berhenti.

Dan kemudian Alya mengangkat kepala. Dia ingat. Dia tahu kemana harus menemukan Daffa Raffan.

“Dia di sana! Daffa di sana.”

Alya berdiri. Dia memandang ke sekitar, sungguh sangat aneh. Dia menyetir mobil ke arah tempat itu, seakan Allah menuntun, seakan Allah yang membimbingnya. Tanpa merasa ragu lagi. Alya berlari, di tengah hujan lebat di malam yang gulita, dia berlari ke dalam satu komplek yang sunyi. Di mana semua rumah masih mematikan lampu, di mana jalan beraspal sudah tergantikan oleh tanah berlumpur. Alya beberapa kali hampir terjatuh namun dia tidak peduli. Dia terus berlari hingga ke tempat di mana rumah-rumah tidak ada lagi terlihat. Hingga hanya derai hujan yang terdengar.

Alya mengeluarkan ponsel, mencoba menelpon Daffa lagi.

Nada dering…

Alya mendengarnya. Nada dering dari ponsel Daffa Raffan.

Jantung Alya berdetak cepat saat kakinya yang berlari menuntun ke sebuah ke pemakaman umum. Ke sebuah TPU di mana nisan-nisan langsung menyambutnya.

“Daffa!”

Alya berteriak, mengatasi gemuruh hujan. Dia melangkah di antara batu-batu nisan.

“DAFFA RAFFAN!”

Alya memanggil lagi. Memaksakan tenggorokannya yang lelah untuk berteriak memanggil nama itu.

“SENJA AZHAR!”

Dan dering ponsel semakin jelas terdengar. Alya mengedarkan pandangan dengan cepat, sulit melihat di tengah gelap dan hanya mengandalkan senter cahaya dari ponsel. Namun Alya menghentikan langkahnya segera. Dia menghela napas dengan berat kemudian.

“Sayang...”

Alya memanggil dengan lembut.

Akhirnya dia menemukan orang yang memenuhi doanya saat ini. Menemukan Daffa Raffan. Menemukan suaminya. Alya melangkahkan kakinya ke tempat di mana Daffa duduk diam. Di bawah rinai hujan yang menerpa tubuhnya sedang kedua mata lelaki itu tidak beralih pada satu makam. Tidak berkedip seakan jiwanya telah terbawa jauh dari raga.

Alya berhenti di depan Daffa kemudian duduk di sampingnya. Walaupun gelap, Alya bisa melihat betapa pucat wajah Daffa, bisa melihat betapa biru bibirnya serta tubuh menggigil kedinginan. Entah berapa lama, Daffa berada di sini, di bawah rinai hujan.

Alya menolehkan wajah Daffa. Dia melihat lekat paras lelaki itu, memuaskan hati karena sangat ketakutan akan kehilangan dirinya hari ini.

“Sayangku?” panggil Alya. Kedua tangan Alya merasakan pipi Daffa yang sedingin es.

Mata sendu itu akhirnya menatap Alya. Terlihat sepi. Terlihat kosong kembali...

“Kamu kemana saja? Kamu membuat aku khawatir. Jangan seperti ini. Kamu membuat aku takut,” pinta Alya. Hatinya semakin terluka saat melihat linangan airmata jatuh dari mata suaminya.

“Kupikir...”

Suara Daffa begitu lemah. Begitu menyakiti Alya.

“Aku berpikir!” Daffa menarik napas dalam. Tampak sulit untuk berkata. “Setelah aku terbebas dari penjara maka tidak ada lagi jeruji besi yang mengurungku. Tapi!” Dia tiba-tiba saja memukul dadanya.

“Tapi!”

Seperti ada yang memuncak dan mengganjal di hati sehingga lelaki itu terus memukul dadanya dengan keras.

“Jangan lakukan itu aku mohon,” pinta Alya. Dia menarik pergelangan Daffa yang berhiaskan gelang tasbih. “Jangan sakiti diri kamu. Aku mohon.”

Daffa membenamkan wajah dalam telapak tangan, tanah berlumpur mengotori wajahnya. Alya teringat kembali pada Senja Azhar, pada Senja Azhar yang menentang dunia dan sering menghujat Allah karena penderitaannya.

“Daffa...” Alya berlutut di depan Daffa dan menarik lelaki itu ke dalam pelukan, mencoba mengambil semua sakit yang lelaki itu rasakan. “Sayang.”

Mata Alya menatap nisan yang semalaman Daffa hadapi. Pada makam dengan kayu nisan yang lusuh. Pada nama ‘Fajar Azhar’ yang terukir, tampak tidak menjelas lagi termakan oleh waktu.

“Kupikir aku telah terbebas. Aku pikir aku tidak terpenjara lagi.” Daffa menyandarkan kepalanya di pundak Alya, dengan tubuh gemetar hebat, dengan tangis yang menyaingi hujan. “Tapi aku salah!”

Alya mengelus belakang punggung Daffa. Menenangkannya walaupun itu tidak akan pernah bisa. Daffa Raffan terluka hebat untuk kesekian kali. Dan Alya tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menyembuhkannya.

“Kali ini hatiku!” Daffa memukul dadanya lagi. “Kali ini hatiku yang terpenjara...”

“Oleh amarah, oleh kecewa! Oleh luka!” Daffa merasakan sesak. Merasa sulit bernapas. “Aku terpenjara lagi. Bagaimana ini? Aku melihat jeruji besi lagi! Aku melihatnya dengan jelas. Di hati. Jeruji besi itu mengurung hatiku dengan kejam.”

Dia memukul dadanya yang tak kunjung merasa lega.

“Dan aku tidak tau...”

Seketika lelah menerpa tubuh Daffa. Seketika saja semua menjadi gelap lebih gulita dan derai hujan menjadi samar-samar terdengar.

“Aku tidak tau! Bagaimana untuk melepaskan diri untuk kali ini...”

“Di dalam jeruji besi,” ucap Daffa dengan suara melemah. Dia bahkan tidak memukul dadanya lagi. “Hatiku terkurung oleh jeruji besi.”

Mata Daffa memberat dan dia menutup kelopaknya. “Tolong aku. Tolong selamatkan aku...”

Tangan Daffa terkulai dan tubuhnya terjatuh ke dalam pelukan Alya yang segera mendekap sebelum terjatuh ke tanah. Alya memangku Daffa dengan rasa takut dan cemas.

“Sayang? Daffa!” Alya mengguncang tubuh suaminya. “Astagfirullah hal adzim...” Dia memandang ke sekitar dengan panik. “Tolong! TOLONG SAYA.”

Berharap menemukan seseorang. Namun sepi. Tidak akan ada menolongnya. Tidak akan ada yang datang.

“Daffa bangun, aku mohon,” pinta Alya. “Jangan seperti ini. Buka mata kamu. DAFFA RAFFAN!”

Dia menangis. Memeluk tubuh Daffa begitu erat, tidak ingin dia lepaskan.

“Aku mohon! Bangunlah...”

Bersambung…


Siap menyambut Surga Di Balik Jeruji 2?

Siap sakit dan hancur bareng?

Kali ini tentang masa lalu Daffa

Tentang asal usulnya

Jangan lupa follow Instagram nay naila_afra21 (link ada di bio) untuk info dan update terbaru tentang Surga Di Balik Jeruji 2

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 214K 48
[ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ!] ʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - sᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...
249 99 33
TERBIT AE PUBLISHING Sebuah kisah cinta antara Rei dan Adiva yang diberikan bumbu penyedap rasa. Aku tahu, aku jatuh cinta padamu. Sejak saat itu! de...
348K 75K 39
[LENGKAP] Zul dan Zul. Kisah mereka dimulai sejak insiden tabrakan dimana saat itu Zulfan sedang mencari jodoh di pinggir jalan. Karena tidak fokus m...
6.5M 458K 58
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...