Library Date

By kucinggendut__

1K 108 38

Kim Seokjin merasa kekasih sempurnanya, Kim Namjoon, sedang menghindarinya. Apa salahnya? More

Library Date

1K 108 38
By kucinggendut__

"JOON? Hei?" Sudah ketiga kalinya Kim Seokjin menggoyangkan telapak tangan di hadapan wajah Kim Namjoon. Namun kekasihnya ini seperti sedang tidak ada di tempatnya, pandangannya kosong dengan bahu yang menegang. Sudah seminggu. Dan Seokjin bukanlah lelaki yang penyabar.

"Kim Namjoon." Dengan itulah―nada tegas, dingin, dan formal―lelaki bernama Namjoon dapat kembali memfokuskan penglihatannya pada pria di hadapannya, kakak kelasnya. Kekasihnya.

"E-eh? Ya, Kak?"

"Tsk. Kau melamun lagi. Ada masalah apa sebenarnya, hmm?" Kim Seokjin menutup laptopnya sembarangan lalu menggenggam telapak tangan lawan bicaranya. Ia mengusapkan ibu jarinya perlahan, mengindikasikan jika ia mampu mendengarkan apa saja yang akan lelakinya katakan.

"Ah, uhm. Maaf, Kak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya kelelahan. Tugas studio drained me well." Namjoon meringis sambil menarik tangannya yang sedang digenggam Seokjin dengan gestur tergesa. Ia menggaruk kepala belakangnya kikuk. Kim Seokjin masih menatapnya dalam diam. Namjoon tidak suka itu. Tatapan Seokjin yang menelanjanginya itu terlalu mengintimidasi. Ia tidak nyaman.

"Aku pamit ke studio ya, Kak. Akan melanjutkan tugasku di sana. Permisi." Tanpa menoleh pada wajah Seokjin yang masih terlalu kaget, Kim Namjoon membereskan seluruh peralatan tulisnya dari atas meja mereka berdua lalu membungkuk memberi hormat selayaknya junior pada senior kampus. Setelahnya, Seokjin hanya dapat melihat punggung lelaki jangkung kesayangannya semakin mengecil dan hilang dari pandangan dengan langkah cepatnya.

Permisi.

'PERMISI' KATANYA!?

Kim Seokjin menggebrak meja sambil mendengus keras yang tanpa sadar membuat beberapa pengunjung perpustakaan kampusnya menoleh kepadanya. Ia lalu segera membungkukkan badan sambil menggerakkan bibirnya dengan permintaan maaf berulang pada orang-orang di sekelilingnya.

***

MIN Yoongi menjadi korban pertama Kim Seokjin kali ini.

"Setelah seminggu dia sulit dihubungi di chat, dia meninggalkanku di tengah library date kita sambil membungkukkan tubuhnya di hadapanku dan pamit dengan bilang 'permisi', Yoon, bayangkan! PERMISI!" Ujarnya sambil menggusak rambutnya kalut dengan tangan kanannya, dan menenggak soju langsung dari botolnya di tangan kirinya.

"Mmhhh..." makhluk yang meletakkan kepalanya di atas paha Yoongi menggeliat tak nyaman. Kemungkinan besar ia terkena efek dari suara Kim Seokjin yang melengking dan menggema ke seluruh dinding ruang tengah apartemen Yoongi yang tak begitu luas.

"Sshhh, it's okay, Little Birdie, I'm here... Kak Jin, chillax, okay?" desis Yoongi tajam sambil mendelik. Satu lengannya kembali bergerak mengusap puncak kepala dan sisi tubuh kekasihnya yang baru bisa terlelap setelah menyelesaikan deadline tugas dari dosennya.

"Urghh, I want to cuddle Namjoon too! Can I borrow Jiminie tonight, Yoon, pretty please?" Ujar Seokjin sambil memasang wajah imut seperti marmut yang membuat Yoongi semakin mendelik. Dengan sekuat tenaga ia melemparkan bantal sofa ke arah Seokjin di pantry yang tak jauh dari tempatnya duduk.

"Kau yang tidak becus berkomunikasi dengan kekasihmu lalu kau mau mengambil kekasih orang, begitu? Mimpimu!" Yang diomeli hanya terkikik geli. Sambil memeluk bantal sofa yang tadi dilemparkan padanya, Seokjin kembali mengerang merana,

"Mom, I miss Namjoon... Please ask him to marry meee..."

"Oh dear God..."

Min Yoongi yakin, malamnya kini akan dihabiskan dengan pahanya yang keram, dan telinganya yang panas. Ia yakin itu.

***

SORE itu Kim Seokjin mengganti lokasi mengerjakan tesisnya ke lorong Fakultas Teknik S1. Lumayan jauh dari kantin gedung Fakultas Teknik magisternya, apalagi dari perpustakaan kampus langganannya. Namun, ia merasa harus melakukan ini demi Kim Namjoon―lelaki tampan berlesung pipi yang sudah mengisi harinya hampir sebulan terakhir ini.

"Kak Seokjin, mau tidak jadi pacarku?"

Tepat sebulan lalu, Kim Namjoon memintanya menjadi kekasihnya. Setelah beberapa kali bertemu di perkuliahan umum mengenai Konstruksi Bangunan Tinggi. Anak lelaki berlesung pipi dengan tatapan mata yang hangat tersebut sanggup menjadi penarik perhatian karena ia selalu menjadi peserta termuda di kelas tersebut. Jarang sekali ada mahasiswa S1 yang mengikuti kelas magister, dan Kim Namjoon melakukan itu.

Kim Seokjin tidak bisa dibuat lebih takjub lagi ketika Kim Namjoon menjelaskan bagaimana ia mengolah hasil sondir tanah terhadap titik pancang sehingga dapat pas dalam sekali percobaan untuk digunakan sebagai penopang gedung yang lebih dari sepuluh lantai. Untuk mahasiswa tingkat tiga awal yang baru mempelajari teknik konstruksi dasar, pola kerja Namjoon dan caranya mengurai masalah cukup membuat kelas terkesan. Ia dapat melihat teman-teman kelasnya memancarkan tatapan penuh kekaguman terhadap lelaki manis berlesung pipi ini. 

Mulai dari sana, Kim Seokjin selalu memperhatikan gerak-gerik kecilnya. Bagaimana matanya hilang ketika ia tersenyum, bagaimana makan siangnya selalu berhamburan mengotori meja kantin, bagaimana pipinya bersemu ketika disanjung, bagaimana kedua tungkai kaki jenjangnya terlihat begitu anggun ketika melangkah, bagaimana pundaknya terlihat begitu kokoh untuk dijadikan sandaran, dan banyak lainnya. Menebak apalagi yang akan seorang Kim Namjoon lakukan untuk membuatnya kembali terpesona itu selalu menarik.

Sampai pada sore dimana Seokjin sedang mengembalikan buku yang ia pinjam di perpustakaan, Kim Namjoon menghampirinya. Berkata jika ia sudah lama memerhatikannya mengerjakan tugas, membaca buku, atau hanya mencoret-coret buku catatannya di ruangan besar itu. Saat itu Kim Namjoon meminta maaf jika perkataannya membuat Seokjin ngeri. Namun kebalikannya, Seokjin merasa tersanjung.

Diperhatikan sebegitunya lalu diminta secara sopan untuk menjadi kekasih manusia jenius yang berparas manis ini adalah sebuah sanjungan bagi Seokjin. Saat itu ia tidak membalasnya dengan kata-kata. Dengan lembut Seokjin mengelus sebelah pipi Namjoon (yang membuat anak itu menegakkan badannya dengan kaku), ia lalu mengangguk sambil tersenyum. Sesaat setelahnya, Kim Namjoon dibuat terbelalak dengan wajah semerah delima atas kelakuannya.

Sore itu, satu rasa penasaran Kim Seokjin terjawab : lesung pipi Kim Namjoon rasanya manis sekali.

Kembali pada sore ini, Kim Seokjin tidak bisa fokus dengan ketikan tesisnya sama sekali. Kepalanya mendongak dan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari kemungkinan lelaki jangkung kesayangannya berjalan melewati. Namun nihil. Perasaannya semakin tidak enak. Ini bukan keadaan dirinya yang sedang dikerjai di monthversary-nya―kalau saja istilah ini memang ada―sendiri kan? Paling parah, ia tidak sedang diprospek untuk diputuskan secara sepihak, kan?

Kim Namjoon, ada apa ini?

***

DING. Bunyi notifikasi dari ponselnya sendiri membuat Kim Seokjin hampir menjatuhkan botol vodka-nya ke atas laptopnya sendiri. Besar harapannya jika pesan yang datang berasal dari Sang Pujaan Hati. Namun ketika yang dilihat adalah nama dari profesornya, Seokjin kembali melengos merana.

"Jungkookie! Aku akan membawa pulang Taehyungie! Taehyungie temani aku!" Teriaknya dari ruang tengah unit apartemen sepupunya.

"Astaga Kak Jin bisa tenang tidak? Taeby baru saja minum obat dan dia butuh tidur, oke? Dan tidak, tidak ada yang boleh membawa dia keluar di bawah pengawasanku. Setidaknya sampai demamnya turun." Jeon Jungkook keluar dari kamarnya sambil mendesis dengan nada rendah, memastikan jika kekasihnya yang sedang menjadi pasiennya tidak terganggu di dalam kamarnya.

"Dasar sepupu galak! Pacar posesif! Pelit!" gerutu Seokjin sambil menenggak habis botol di hadapannya, lalu dengan santai berniat menggapai membuka botol yang baru―sebelum adik sepupu kekarnya menyabotasenya.

"Enough, Big Brother. Ini sudah botol keenam. Aku tidak mau kau mati kembung dan semakin bodoh. Kau sama sekali belum makan. Aku akan buatkan pancake, jangan kemana-mana." Kim Seokjin memberengut tak suka. Ia tak mau mengakui, tapi melihat bagaimana adiknya telah berubah menjadi lelaki dewasa yang bertanggung jawab; repot memasak bubur untuk kekasih manisnya yang sedang sakit dengan celemek hitam yang tak lepas dari tubuhnya semenjak ia menginjakkan kaki di apartemennya ini. Anak bungsu itu membuatnya terharu juga. Padahal sepertinya baru kemarin ia mengajari anak itu gerakan-gerakan dasar taekwondo di sekolah dasar.

"Ugghhhh, fineeee!" Lagi-lagi laptopnya yang menjadi korban kekerasan Seokjin, ia menutup benda elektronik itu dengan penuh amarah. Lagi-lagi tesisnya tidak mencapai kemajuan yang berarti.

"Kak Jin..." Jungkook memanggilnya dari arah pantry tanpa memalingkan wajah. Kedua tangannya terlihat sibuk dengan spatula di kanan dan gagang wajan anti lengket di kirinya.

"Hmm?"

"Sudah ada kabar dari Kak Nam?" Tanya Jungkook hati-hati.

Joon, sudah sampai apartment?

Joon, hari ini bimbingan?

Joon, aku tadi duduk di sekitaran gedungmu tapi tidak melihatmu. Apa kau membolos?

Joon, sibuk ya? Balas aku ketika sudah senggang, yeah?

Joon?

Adik sepupunya tidak mendapat jawaban. Ia lalu menolehkan kepalanya, dan melihat kakaknya yang tertunduk sambil berfokus pada ponselnya. Jungkook menghela napas panjang sambil menggerutu dalam hati. Baru kali ini ia melihat seorang Kim Seokjin, lelaki yang bisa berganti pasangan dengan jentikan jari, terlihat begitu carut marut kini. Menggelikannya lagi, ini karena cinta. Payah sekali.

Jeon Jungkook menjadi korban kedua Kim Seokjin kali ini.

***

"ASTAGA omong kosong macam apa ini, Kak? Aku tidak berkencan dengan Joonie di belakangmu, okay? Kita teman baik, sangat baik! Tidak lebih!" lelaki dengan rahang tajam di hadapannya melotot kaget sembari tersedak sodanya sebelum berbicara.

"Tetap saja, kalian pernah berkencan." Jawab Seokjin dingin sambil melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap lurus ke dalam mata lawan bicaranya. 'Joonie' katanya, huh. Ia tak bisa menutup rasa mendidih yang semakin menggelora di dalam dadanya.

"Di sekolah menengah pertama, Kak, astaga. Kita tahu apa soal cinta saat itu..."

"Bukankah cinta pertama sulit dilupa?" Seokjin menggedikkan bahu lebarnya tak peduli, membuat lawan bicaranya kembali mengerang lelah sambil menyandarkan punggungnya ke tembok di sudut kantin.

"Ya Tuhan..." Seokjin dapat mendengar tepukan lumayan kencang dari pertemuan paksa antara telapak tangan dengan permukaan epidermis kening

Kali ini Jung Hoseok. Primadona tingkat akhir di Fakultas Teknik yang menjadi korban kesemena-menaan Kim Seokjin yang sudah lima hari ditinggal kekasihnya tanpa kabar.

"Kak, dengar. Satu, aku tidak akan pernah berkencan dengan seseorang yang sudah memiliki partner. Dua, apa kau sudah mencoba berbicara baik-baik dengannya secara langsung dan bertanya mengenai masalahnya? Maaf, aku tidak bermaksud ikut campur, tapi Joonie sahabatku. Aku tahu terkadang ia memiliki kecenderungan untuk lari jika ada masalah dan beranggapan masalahnya akan hilang dengan sendirinya..."

Kim Seokjin akhirnya mengalah. Ia menekan keras egonya untuk dapat mendengarkan masukan sahabat slash mantan dari kekasihnya. Ditanya seperti itu, membuatnya terpaksa mengingat kapan terakhir kali mereka benar-benar mengobrol dengan Namjoon. Sudah lama sekali. Tepatnya seminggu lalu. Setelah mereka berkencan ke Lotte World... dan tak sengaja... bertemu dengan... Lee Jaehwan.

Mantan kekasihnya.

"DAMN IT!" tiba-tiba Seokjin menggebrak meja dengan kepalan tangannya.

"Sudah tahu jawabannya, Kakak Tampan?" Menahan keterkagetannya, Jung Hoseok berlagak santai menenggak minumannya seperti manusia yang beberapa detik lalu tidak nyaris tersedak soda kedua kali.

"I'm not sure, Jung, but I guess I know?" Kini Kim Seokjin bergegas membereskan barang-barangnya dari atas meja kantin. "Maafkan aku sudah menuduhmu yang tidak-tidak, Jung. Tapi demi Tuhan, dimana-mana mantan memang selalu membawa petaka..."

"Whoa, stop it right there before I throw this soda can into your head, ya, Kak!" balas Jung Hoseok sambil mendelik jenaka. Seokjin hanya mendecak malas sambil menepuk bahu kanan Hoseok sebagai gestur berpamitan.

"Kak..." panggilan lembut Hoseok tak ayal membuat Seokjin menoleh.

"Please be gentle with him? You are 'the first' for him, you know. Not me. Aku bisa merasakan perasaannya yang sangat tulus padamu karena tiada hari yang dia ceritakan tanpa ada Kim Seokjin di dalamnya. He is THAT whipped so, please?" ujar Hoseok dengan mata berbinar-binar yang inginnya Seokjin cubit saja kedua pipinya dan dikecup juga puncak kepalanya. Ia hanya menjawabnya dengan anggukan yang dibarengi dengan cengiran khasnya.

Ia tahu kemana harus menuju sekarang. Pojok kanan perpustakaan kampus, bagian non fiksi, literatur modern. Sudut favorit Kim Namjoon.

Stay put okay, Joon? I'll be there in a sec!

***

Di sinilah Kim Seokjin sekarang. Bukan sedang berduaan dengan Kim Namjoon di sudut perpustakaan dikelilingi buku-buku favorit mereka, melainkan terkapar di atas sofa apartemennya sendiri, dengan tulang kering kaki kanan yang di-gips kayu di dalam perban berwarna kulit yang melilit kuat betisnya.

Entah mengapa ia bisa berguling dan hilang keseimbangan di tangga penghubung kantin dan parkiran kampusnya. Padahal sudah jelas alasannya karena ia terlalu antusias untuk bertemu dengan kekasihnya dan meminta maaf untuk semua ketidaknyamanan yang tidak perlu dalam kurun waktu hampir seminggu ini.

Perlahan ia mendudukkan dirinya, berniat mengambil es kopi susu kesukaannya di dalam pitcher bening yang telah disiapkan Jungkook beberapa saat lalu sebelum anak itu kembali ke kampus.

Sampai ia mendengar pintu unitnya yang dibuka secara sembrono―

"Kak Jin! Kak Jin, ya Tuhan, Kak Jin―"

Kim Namjoon dengan rambutnya yang acak-acakan merangsek masuk ke dalam ruang tengah. Berlutut di hadapan Kim Seokjin, mengelus kedua lututnya hati-hati dan meremas kedua lengannya gusar. Kim Namjoon sedang memindai keadaan fisik manusia kesayangan di hadapannya sambil memberi jarak aman dengan tungkai kaki kanan Seokjin.

Manusia yang sekian lama menghilang ini akhirnya muncul di hadapan Kim Seokjin yang masih syok sambil membelalakkan kedua bola matanya. Ia masih terlalu sibuk mencerna semuanya, mencerna tubuhnya yang direngkuh hati-hati, telapak tangannya yang diremat kuat lalu dikecup berulang, mencerna jika mahkluk berbau matahari di hadapannya ini benar-benar Kim Namjoon.

Kim Namjoon-nya.

"Harus tunggu kakiku retak dahulu kan baru kau mau berbicara lagi padaku, hmm?" sebenarnya Kim Seokjin ingin sekali membalas semua sentuhan Namjoon, namun entah mengapa ia ingin memberi sedikit 'souvenir' sebelum mereka benar-benar berbaikan. Mendengarnya, Namjoon tercekat dan otomatis melepaskan genggamannya pada kedua telapak tangan kekasihnya (Seokjin mengumpat dalam hati pada alam dan seisinya ketika melihat adik kelas favoritnya ini menunduk dalam).

"Maafkan aku, Kak Se―" Seokjin memotong cicitan Namjoon sembari membenarkan posisi sandarannya di sofa.

"Panggil aku 'Sayang'."

"Maafkan aku Kakak S-sayang. Aku terlalu bingung dengan perasaanku dan aku tidak tahu bagaimana harus bersikap. Aku selalu takut salah jika itu berkaitan denganmu..."

"Please elaborate..." jawab Seokjin sambil membenarkan helaian rambut Namjoon yang teracak. Sepertinya anak itu berlari sembarangan karena ingin cepat-cepat sampai di apartemen kekasihnya ini. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya berdebar. Manis sekali.

"Kau selalu bilang aku sempurna, Kak. Pernahkah kau lihat dirimu? Jurnalmu selalu diterbitkan tabloid desain ibu kota. Profesormu tidak akan berpikir dua kali untuk mempromosikanmu ke perusahaan mana pun, ke program S3 dimana pun..." Hampir tidak bernafas ketika berbicara, kali ini Namjoon mengambil satu napas panjang. Ia menyandarkan pipinya di ujung lutut kiri Seokjin sehingga kakak kelasnya itu tidak dapat melihat wajahnya yang menatap ke samping.

"Keluarga besar Kakak masing-masing memiliki posisi penting di negara ini, seperti sudah ditakdirkan sebagai keturunan yang akan mengatur seluruh negri. Keluargaku biasa saja, Kak. Tidak ada yang istimewa. Hampir seluruh fakultas mengenal Kakak sebagai lulusan terbaik, lelaki tertampan, former Casanova, am I right? Aku merasa terlambat sekali mengenalmu. Aku tidak tahu apa-apa mengenaimu..." Seokjin dapat mendengar hembusan berat napas Namjoon, penuh beban yang tak disangka-sangka Seokjin karena, demi Tuhan, Kim Namjoon selalu ceria dan penuh kasih sayang di hadapannya.

"Rasa itu semakin bertumpuk ketika kita tidak sengaja bertemu Senior Lee di Lotte World... Bagaimana kalian banyak sekali memiliki momen untuk dibagi dan dikenang. Pun Senior Lee terlihat masih menaruh rasa padamu. Tatapannya mengatakan demikian. Hhhh, aku benci mengatakan ini tapi sungguh kalian terlihat sangat serasi. Dibandingkan denganku, kalian berdua terlihat sangat tampan, cerdas, memiliki karir cemerlang, dari keluarga terpan―"

"Cukup, Kim."

Mendengar nada dingin itu, Kim Namjoon menegakkan tubuhnya dan menjauhkan tubuhnya dari Seokjin. Posisinya masih bersimpuh di atas karpet, kini ia berdiri dengan kedua lututnya. Menengadahkan wajahnya sedikit untuk dapat menyejajarkan matanya dengan senior di hadapannya. Tahu betul jika kekasihnya begitu menyukai kontak mata di atas apapun, terlebih ketika mereka sedang bercengkrama.

"Biarkan aku yang bicara sekarang, okay?" ujar Seokjin. Satu tangannya menyangga tubuhnya untuk duduk tegak, satu tangannya mengelus lembut helaian rambut tebal Namjoon yang mengangguk perlahan.

"Aku mencintaimu, Joon. Menyayangimu sampai mampus, sama sekali tidak mau berbagi Kim Namjoon dengan orang lain. Hampir seminggu ini tanpamu membuatku rindu sampai kebas rasanya. Aku tidak sedang merayu saat berkata aku tidak berfungsi maksimal tanpamu, Joon. Lihat, kakiku buktinya..." ujarnya sambil tertawa renyah. Matanya menghilang dan bibir penuhnya melengkung sempurna.

Kim Namjoon lagi-lagi dibuat terpesona.

"Mendengarkan semua luapan perasaan yang kau pendam selama ini membuatku ngilu. Mendengarkanmu mengecilkan dirimu sendiri membuatku sakit. You are special and just only one. I also love your family, they're so warm just like you. Please don't say such things again, okay, Baby? Aku dan kau sama-sama memiliki kekurangan dan we're working on it together. Please don't compare ourselves with others, yeah? Semuanya berproses dan tidak ada seorang pun yang sempurna. But, heck I will still choose you. Mengerti, kan? Sayangku?" ucapnya lembut sambil mengusap lembut pipi kekasihnya yang mengangguk samar.

"I'm glad you're telling me all of your feelings, Joon. I love to listen to your voice more..." tutupnya sambil mengecup dahi kekasihnya lama. Namjoon tersenyum sambil memejamkan kedua matanya. Kedua lengannya ia lingkarkan longgar di bahu lebar kekasih yang dua tahun lebih tua darinya.

"Should I need to be more insecure so you could flirt to me everytime like this, Kak?" Tanya Namjoon dengan nada merajuk sambil tetap tersenyum. Membuat wajahnya habis dikecup-kecup gemas oleh Seokjin. Lalu ia menarik Namjoon ke dalam dekapannya, di tengah kedua kakinya.

"You brat! All you have to do is just ask, Sayang. I'm all sweets for you, you know..." Seokjin merasa lega. Namjoon-nya telah kembali dalam pelukannya. Dengan rakus ia menghirup aroma kekasihnya yang tidak sempat ia nikmati beberapa hari ini.

"Sambil baca buku boleh?" ujar Namjoon sambil melepaskan pelukan dan bertanya dengan kedua mata yang berkilauan seperti balita yang baru diberi mainan baru.

"Tentu boleh, Cintaku... Library date as usual. Make it as our regular meals. Just, please don't get bored on me?" jawab Seokjin sambil mencubit kedua pipi Namjoon ke kanan dan ke kiri. Tidak mudah mendapatkan manusia yang tidak menyadari akan potensi brilian dirinya sendiri. Dengan otak super jenius yang dianugerahi kepadanya tanpa yang punyanya sadari sepenuhnya, Seokjin merasa ia berkewajiban untuk mendampingi Namjoon dalam prosesnya.

Kim Seokjin lagi-lagi dibuat terpesona.

"Mana ada aku bosan padamu." Ujar Namjoon sambil mengecup kilat bibir lelaki di hadapannya.

"Kak, ayo pindah ke kamar..." gumamnya lagi hampir tidak jelas, sambil menarik ujung t-shirt kakak kelasnya. Seokjin hanya mengangkat satu alisnya dengan wajah jahil―walau dalam hati berteriak gemas.

"Cuddle, Kak, cuddle! Memang hanya kau yang boleh merindukanku. Aku juga, tahu?!" perlahan Seokjin mengangkat tubuhnya dibantu oleh Namjoon. Ia melingkarkan lengannya di bahu bidang Namjoon, sedangkan anak itu melingkarkan lengannya di pinggang Seokjin.

"Lagipula kakimu masih sakit jika mau yang lainnya..." bisik Namjoon malu-malu di dekat telinganya, yang seketika memerah.

"Oh, Kim Namjoon, you evil  sinister. SEMBUHKAN AKU SEGERA, SEMESTA! SEGERA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA!" Teriak Seokjin sambil berjalan tertatih di samping Namjoon yang tak henti tertawa lepas. Masa bodoh jika suaranya akan terdengar oleh tetangga apartemennya.

Menyenangkan memiliki beruang Teddy pribadi yang polahnya imut seperti Namjoon.

Tidak akan ada yang mengerti selain Kim Seokjin.

***

Tikkkkk, NataliaTika I finally published this story. Although #NamjinWeek2019 is long gone but heck, this is for you! Hope you'll love it, huhu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 49.9K 95
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
688K 33.9K 24
↳ ❝ [ ILLUSION ] ❞ ━ yandere hazbin hotel x fem! reader ━ yandere helluva boss x fem! reader ┕ 𝐈𝐧 𝐰𝐡𝐢𝐜𝐡, a powerful d...
3.9M 158K 69
Highest rank: #1 in Teen-Fiction and sci-fi romance, #1 mindreader, #2 humor Aaron's special power might just be the coolest- or scariest- thing ever...