INEFFABLE; hyunjin ft. felix...

By amaryleteal

15.9K 1.4K 418

🔮 [adj.] Too great or extreme to be expressed or described in words. ... Berisi kumpulan oneshot tentang hal... More

1: Ocean Nymph
2: Petals
3: Eternal
4: Heading Home
6: Kataware-doki; Forget
7: I Swear I'll Never Leave Again
[cuplikan] 8: To Your Eternity

5: Blooming Tears

1.4K 175 49
By amaryleteal

Felix mengetahui hal ini dari buku yang ia temukan di perpustakaan waktu itu. Bahwa, jika seseorang sudah mencintai, maka akan sulit baginya untuk melupakan.
Memang cuma barisan kata dari novel usang yang kebetulan tenggelam di rak buku yang salah, namun ketika itu Felix langsung memikirkan Hyunjin.
.

.

.

Ini adalah kelanjutan dari Petals.
.

.

.

🔮 Seminggu usai pemakaman Hyunjin.

Hasil dari rinai gerimis adalah membasahi puncak ubun-ubunnya. Namun itu tidak cukup untuk sekedar memadamkan amarah dalam diri. Tangan Felix yang terkepal menyematkan sebuket bunga. Bunga putih. Lambang duka.

Huruf yang tercetak di batu nisan itu mencekik Felix bersama kenyataan. Hwang Hyunjin. Ia mengeja dalam hati. Merapal doa sambil memejam erat-erat.

Felix tinggal seorang diri di depan pekuburan Hyunjin yang masih baru. Tanahnya kian menghitam menyerap air, dan kantung mata Felix yang sembab tak kalah gelapnya.

Nisan Hyunjin bisu, tapi itu terasa mengolok Felix. Ada suara-suara yang berlarian, menudingnya kenapa datang terlambat. Ada putaran klise memori lama yang menyakiti kepala. Gerimis sudah berhenti, namun kulit Felix masih merasakan tusukan jarum tiada berwujud. Sebuket bunga putih masih tergenggam dalam katupan jemari yang bergetar, Felix maju selangkah, wujud makamnya terasa membesar. Baru ketika secara mendadak hujan deras datang mengguyur, air mata dan tetes hujan di wajah Felix tak dapat dibedakan.

Felix tersungkur di atas makam.
Mulutnya memuntahkan kelopak Marigold.

Hwang Hyunjin masuk rumah sakit selama tiga hari. Tidak sadarkan diri. Koma. Awalnya tidak ada yang tahu dan tidak ada yang peduli. Felix sendiri mulanya juga berpikir jika itu hanya bagian dari kemalasan Hyunjin—hei, dia bahkan pernah ambil jatah kuliah seminggu penuh, kan?
Tapi tetap saja, naluri sebagai kawan membujuknya untuk menuntaskan rasa penasaran.

Hari di mana Felix menghampiri kediaman Hyunjin membuahkan dengusan. Kosong melompong. Layaknya tidak terjamah mahasiswa super ribut seperti Hyunjin. Tidak ada yang bergelung demam dalam selimut atau parahnya rebahan santai sambil malas-malasan. Lalu, seolah kebetulan, ada panggilan telfon yang datang.

Hyunjin. Rumah sakit. Hanahaki. Kronis.

Banyak tangisan dari suara seorang ibu-ibu di seberang. Kepala Felix terlalu beku untuk menyerap detailnya. Jadi otaknya meresume beberapa kata-kata penting, yang kemudian menjadi alasan ia buru-buru menyetop taksi dan menyuarakan alamat rumah sakit tersebut.

Saat Felix sampai, itu juga adalah waktu di mana Hyunjin dinyatakan benar-benar mati. Siang bolong dengan matahari yang terik. Secerah figur Hyunjin sendiri yang Felix tahu. Reaksinya saat itu mungkin adalah yang paling heboh. Tidak pernah merasa se-tidak-terima itu pada kenyataan selama ini. Hyunjin mati? Rasanya seperti lawakan. Tapi Felix meraung-raung di depan pintu kamar rawat Hyunjin.

.

.

Felix tergugu di samping Hyunjin. Lelaki itu tertutup kain putih. Rasanya masih tidak percaya jika yang terbaring kaku di depan sana adalah seorang teman yang telah menjadi mayat. Felix sempatkan untuk menyibak kainnya dan menangis begitu kulit wajah Hyunjin sudah sepucat ubin. Bibirnya berwarna kusam, kelopak matanya layu. Dan ia tidak bergerak, tidak bernafas, benar-benar menggarisbawahi fakta kepergian dan kehilangan.

'Hyunjin mengidap Hanahaki. Sudah kritis. Tapi sampai akhir ia kerasan tidak ingin melakukan operasi.'

Yang Felix tahu, Hanahaki adalah penyakit yang muncul ketika orang mencintai seseorang, namun cintanya bertepuk sebelah tangan.

Hyunjin menyukai siapa? Hyunjin jatuh cinta pada siapa?

'Hyunjin bilang, dia tidak ingin kehilangan perasaannya. Ia tidak ingin lupa.'

Felix menutup lagi wajah Hyunjin dengan kain. Matanya memejam berat. Tangan mengepal kuat.

'Hanahaki bisa menyebabkan kematian jika cintanya tidak berbalas.'

"Kamu dengan bodohnya mencintai siapa, sih? Sampai sebegininya."

Bahkan di kondisi nyawa Hyunjin yang telah terlepas dari badan, Felix masih betah mengomelinya dengan suara sengau akibat tangis.

Uhuk.

Felix memegangi leher, kemudian menutup mulutnya. Tiba-tiba kerongkongannya sakit. Dadanya sesak. Ia terbatuk sekali, dua kali, tiga kali, lagi lagi lagi. Hingga matanya membola kaget begitu tampak di telapak tangannya terdapat dua kelopak bunga.

Kenapa?

"Aku tidak pandai memilih. Coba ini saja."

Tangan Felix menyambar botol kecil yang Hyunjin ajukan. "Harus feminin, tapi manis. Ini udah yang seperti itu, kan? "

Hyunjin mengangguk singkat.

"Kenapa wajahmu tidak ikhlas begitu?"

Hyunjin mendengus. "Ikhlas kok, Ikhlas!"

Felix terkekeh. Ia bergumam dalam hati. 'Kakak pasti suka.'

Hyunjin berdiri di depannya. Tampang tidak berminat Hyunjin tak tertangkap oleh Felix.

"Tapi, Felix. Itu mahal." lelaki itu berkomentar begitu mendengar berapa angka-angka yang harus dibayarkan Felix.

Wajah tidak terima Hyunjin ditepisnya dengan kibasan tangan santai,

"Ini sih tidak seberapa karena aku sayang dia."

.
.

Tampang Hyunjin sudah seperti menahan hasrat untuk menendang sesuatu.

"Kamu yakin mau ambil yang ini?" Lelaki jangkung itu berusaha menekan kegusaran dalam suaranya.

Felix mengangguk semangat. "Iya lah!"

"Tapi ini besar... banget. Apa tidak terlalu heboh?"

Felix otomatis mendelik tidak suka. Ia meneliti buket di tangannya lagi, lalu tersenyum.

"Cantik, kok?"

Hyunjin mengerinyit syok, matanya intens menjamah seluruh permukaan buket bunga besar di tangan Felix. Bahkan rangkaian kembang itu seolah bisa menenggelamkan lelaki pirang di depannya.

"Norak."

Felix mendengus terang-terangan tapi mencibir Hyunjin dalam hati.

Lelaki yang lebih kecil membatin, 'Ini bunga buat mamaku, lho. Bisa-bisanya kamu bilang begitu.'

Felix memegang kunci kediaman sewa Hyunjin. Ia turut datang untuk bantu mengemas barang. Barang-barang lelaki itu akan di bawa ke rumahnya hari ini. Orang tua Hyunjin ada di luar rumah berdiskusi dengan sopir mobil pengangkut barang. Sebagai anak satu-satunya, kehidupan Hyunjin sangat cukup, namun tetap tidak berlebihan. Itu sebabnya furnitur lelaki itu sangat layak guna dan cukup lengkap.

Felix membuka pintu biliknya. Kamarnya rapi selayaknya yang Felix temukan ketika terakhir kali kemari. Saat hari Hyunjin dikabarkan mati.
Felix menahan gemetar di jemari begitu tangannya bersentuhan dengan pakaian laki-laki itu yang akan ia masukkan ke dalam koper, tapi ia sendiri tidak bisa menghalau getar yang merayapi jantung.

Ia mengepak buku-buku kuliah Hyunjin. Melipat sprei dan selimutnya. Semua gantungan diturunkan.

Sekiranya banyak hal yang dirasa telah beres, Felix iseng membuka beberapa laci di meja. Sekedar untuk memeriksa apakah ada yang tertinggal. Rupanya tidak ada hal yang penting bahkan nyaris kosong. Felix baru tertegun begitu mendapati satu toples kaca di dalam lemari nakas samping ranjang. Ukurannya sedang. Penuh kelopak bunga beragam kelirnya.

Rasa penasaran Felix terpancing dengan mudah. Di dalam toples penuh kelopak bunga, terdapat sebuah kertas yang terlipat. Warnanya putih, agak mencolok di antara kelopak beragam warna. Felix putuskan mengambil benda itu. Hatinya was-was karena siapa tahu jika itu rahasia. Tapi karena itu milik Hyunjin, harusnya tidak ada rahasia di antara sahabat. Benar, kan?

Lipatan kertas terbuka. Di dalamnya juga terdapat beberapa potong bunga kecil kuning berlapis percikan darah yang sudah mengering.

Manik Felix terbuka lebar, dia tahu itu Akasia.

Tulisan Hyunjin tercetak tinta pulpen. Rasanya sudah lama tidak melihat tulisan lelaki itu karena Felix tidak lagi pernah meminjam catatan mata kuliahnya.

[Aku tidak pernah berpikiran bahwa tulisan ini akan kamu temukan, Felix.
Kalaupun kamu menemukannya, mungkin aku sudah tidak ada.

Kamu cuma harus membacanya. Tidak ada omelan, oke?

Kamu bilang aku perokok yang bakal cepat mati. Kayaknya aku memang akan cepat mati. Tapi, apa kamu tahu? Ada hal yang lebih berbahaya daripada kematian akibat Nikotin.

Itu adalah cinta yang tidak berbalas.

Aku cinta kamu.

Aku menyayangimu setiap saat.

Sampai rasanya mau mati.

Tidak tahu sejak kapan.

Yang kutahu, sejak aku mulai sering batuk dan memuntahkan bunga-bunga, saat itu aku paham kalau kamu tidak sama denganku.

Kamu tidak memiliki perasaan yang sama untukku.

Kita sering memandang ke arah yang sama, lalu aku akan menyempatkan diri menoleh ke arahmu. Tapi kamu tidak pernah balik menatapku. Kamu maju lebih dulu, meninggalkan aku di belakang. Sendirian memandangi harapan yang lepas pergi.

Kamu dekat, tapi terasa susah sekali dijangkau.

Kamu tidak tahu, kan, rasa sakit yang timbul ketika kita bersama? Atau bahkan ngilu di dada hanya karena kita yang bertatapan sebentar. Dan bagaimana bisa aku menjelaskan banyak darah yang sudah kumuntahkan akibat nama 'Felix'?

Aku memimpikanmu setiap malam.
Aku takut kamu kesepian.

Aku selalu ingin kamu bahagia.

Apa kamu juga begitu padaku, Felix?

Aku menyayangi orang-orang. Tapi belum pernah menyayangi dengan cara seindah yang kulalukan untukmu. Aku bahagia mengingat semua hal yang kita lakukan, tapi itu juga menyakitiku sangat parah.

Mencintai kamu adalah suatu hal yang indah. Seperti banyaknya bunga yang kumuntahkan. Bunga-bunga cinta. Bunga-bunga sedih. Beragam warna. Mereka cantik, tapi aku tidak tahu jenis apa mereka semua. Aku banyak mengumpulkan mereka. Aku sayangi mereka. Tapi bohong jika tidak menyakitkan.

Lalu terakhir kali sering muncul Akasia kuning, dengan darah. Akasia bunganya kecil, tapi berduri. Dan ketika aku memeriksanya, durinya memenuhi paru-paruku. Bunganya melilit jantungku. Kamu tahu? Akasia kuning artinya cinta yang diam-diam. Super sakit.

Aku akan dibunuh oleh cintaku yang terpendam.

Kamu lihat? Kamu lebih berbahaya, Felix. Kamu juga bisa membuatku mati.

Tapi, meski akhirnya aku pun mati, itu tidak masalah. Karena aku akan mati bersama perasaanku untukmu.]

Surat Hyunjin ia remas kuat-kuat. Ia barusan seolah ditampar. Felix berteriak. Tidak peduli jika akan terdengar sampai ke luar rumah. Suaranya tangisnya kian berat. Ia menabuh dadanya sendiri yang sesak tertusuk kata-kata Hyunjin.

"Bodoh banget! Sialan!" umpatan Felix meloncat disusul isakan. Dalam gamang ia merasa ruang kamar Hyunjin bergetar kuat, tapi itu hanya akibat dari matanya yang memendam genangan basah.

Felix lagi-lagi terbatuk. Terbatuk dengan hebat. Toples Hyunjin jatuh ke lantai, terguling, kelopak bunganya berserakan.

Banyak kelopak Marigold yang berhamburan dari mulut Felix.

"Felix, kamu menyayangiku tidak?"

"Tentu saja. Kamu temanku."

Waktu itu, jawaban yang Hyunjin mau bukan yang seperti itu, kan?

.

.

"Hyunjin, aku juga sakit. Tepat ketika kamu mati, kelopak pertamaku keluar."

Nisan Hyunjin masih bisu. Terasa lebih beku ketika Felix mengusapnya. Basah karena hujan.

"Kita sering bersama. Kita suka bercerita. Tapi kenapa tidak sekalipun kita bisa mengutarakan hal ini? Kenapa aku juga sangat terlambat menyadari?"

Vokal Felix berlapis gesekan daun akibat angin. Angin dingin yang juga menampar wajahnya.

"Tidak seperti kamu, aku cuma memuntahkan Marigold, Hyunjin. Monoton, tidak seperti bunga-bungamu. Kamu tahu arti bunga Marigold, kan?"

Ada banyak embun di udara. Kabut yang tercipta kian menebal. Jarak pandang terkikis keburaman. Tapi makam Hyunjin masih jelas terlihat.
Masih baru.

"Kamu sudah tidak ada. Kamu tidak mungkin hidup lagi lalu membalas perasaanku, kan? Lalu bagaimana?" Felix menggigit bibirnya sendiri. Ada rasa asin akibat sisa air mata yang merembes. "Apa aku akan mati juga?"

.

.

Bunga Marigold melambangkan cinta yang sedih. Cinta yang terlambat. Cinta yang tidak berbalas.

Akasia kuning artinya cinta diam-diam. Cinta terpendam.

Baik bunga ataupun orangnya, sama-sama tidak berjodoh.

Fin.

Saling nggak peka itu bahaya gaes :")
Saling insecure duluan juga bahaya :")

Kalau Hanahaki beneran ada, kalian udah sakit berapa lama?

Continue Reading

You'll Also Like

364K 38.2K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
63.8K 10.4K 15
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
99.5K 8.4K 83
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
77.3K 10K 106
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜