Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

219K 18.1K 725

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Terungkap!

2.9K 256 8
By askhanzafiar

Author Pov.

Malam telah menunjukkan pukul delapan malam. Namun, tidak ada tanda-tanda kepulangan Dira ke rumah.

"Seharusnya gua enggak ninggalin Dira di sekolah! Bodoh!"

Brugh ....

Muhzeo menonjok tembok dengan keras. Semua sama-sama kaget dan bingung ketika hingga petang seperti ini, Dira belum juga pulang.

"Sudah, Ze. Jangan begitu." Elsa mencoba untuk menenangkan Muhzeo yang sudah tampak kalap dengan cara mengelus pundaknya perlahan.

"Gua bodoh, 'kan? Gua enggak punya otak sama sekali! Udah tau dia lagi diincar, kenapa dengan bodohnya gua ninggalin dia sendiri?!" Semua mulai sedikit terkejut saat melihat Muhzeo menangis.

Semua sama-sama paham kalau hilangnya Dira menjadi sebuah malapetaka. Apalagi pembunuh Hila belum dapat diketahui.

Dari situ semuanya mulai tau kalau Muhzeo benar-benar mencintai gadis yang tengah dicarinya ini. Ia tak pernah sedikit pun terlihat menangis hanya karena hal sepele.

"Argh!"

Kami sama-sama menoleh ke arah Paman yang nampak memegangi-lebih tepat meremas-kepalanya.

"E-enggak! Enggak mungkin!" Ia terlihat sedikit frustasi.

Saat itu juga kami langsung mengerubungi dan membawanya untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Ada apa, Kak?" Violin terlihat bermata sembab. Sedari tadi ia hanya bisa menangisi anak perempuan yang sangat dicintainya itu.

"Anakmu! Anakmu, Violin!" Tubuh Paman terlihat sedikit gemetar. Kami semakin panik dengan apa yang ingin Paman ucapkan.

"Cepat ucapkan, Paman!" Kak Kenan juga telah menangis. Semua mulai panik dan bingung harus mencari ke mana lagi.

"Dia ... dia dalam bahaya. Bahaya ini lebih parah lagi dari yang biasanya. Rohnya akan diambil jika kita tidak bergerak cepat!" Sehabis mengucapkan itu, tubuh Paman menjadi lemas seketika.

"Astaghfirullah!"

Mamah terlihat panik luar biasa dan menutup mulutnya.

"Kita harus bertindak cepat!" Sedari tadi Elsa juga terlihat panik. Semua teman dekat Dira-selain dirinya-dihubungi satu-persatu.

Berita malam ini.
Telah ditemukan sesosok mayat dengan ciri-ciri memakai baju seragam yang sudah tidak utuh habis terlindas truk minyak bermuatan setengah ton. Sampai saat ini, kami belum mengetahui di mana keluarganya. Identitasnya sedikit terbatas.

"Jangan-jangan itu ... Dira!" Hilmi menunjuk pada layar televisi yang sedang menyala.

"Hus! Enggak mungkin! Dira pasti masih hidup!" Paul membantah perkataan Hilmi walau pada kenyataannya, ia sendiri pun tak tau keadaan Dira.

"Bismillah, lebih baik kita berpencar! Muhzeo dan Elsa, ikut paman cari di mana Dira. Violin, Kenan, Paul dan Hilmi, coba kamu telusuri ke TKP kejadian kecelakaan itu. Tolong kerjasamanya, ya! Dira sedang dalam bahaya." Setelah adik iparnya memberikan air putih, Paman terlihat mulai segar bugar kembali.

Kami sama-sama mengangguk dan segera pergi melaksanakan tugas masing-masing.

👀

"Kamu pintar dan manis. Kita akan dapat penambahan umur setelah ini, hahah." Ucapan seseorang wanita berjubah merah membuat tersandera semakin panik.

"Dan tentunya kita akan makan besar!" ujar si pembunuh Hila.

"Waktu tinggal tiga jam lagi. Siapkan diri kalian untuk melakukan ritual ini! Kita butuh banyak energi yang akan terkuras. Demi Iblis, aku akan bertambah cantik lagi tentunya, hahahah!" Semua yang ada di dalam sana sudah bersorak-sorai gembira.

Sesajen dan lilin kecil telah tersedia di satu ruangan temaram. Pada hiasan di sudut ruangan terdapat tulang-tulang kering yang hampir rapuh. Ditambah dengan darah berbau busuk mengalir dari sisi kendi yang agak terbuka.

Horornya, ada banyak jenis kapak menggantung pada dinding-dinding yang mulai tampak mengeropos. Jejak hitam pun memenuhi lantai yang berwarna putih tulang.

Kumpulan jubah hitam ini sudah mulai diam dari lima menit yang lalu. Salah satu jubah hitam yang paling tinggi dan memiliki kuku panjang menyuruh yang lainnya untuk mengangkat Dira ke atas tempat persembahan.

👀

"Alhamdulillah, Ya Allah! Ternyata yang terlindas tadi bukan Dira." Violin sujud syukur saat mengetahui bahwa seragam sekolah yang dipakai korban kecelakaan itu tidak sama sekali mirip dengan seragam yang dipakai Dira .

"Lalu di mana Dira, Mah?" Tak hanya Violin, Kenan juga sudah mulai frustasi karena tak kunjung menerima kabar dari adiknya.

"Sayang, berdoa yang terbaik untuk adikmu, ya? Mamah sering mengalami ini berdua dengan Papahmu. Tolong jangan panik! InsyaaAllah, tidak akan terjadi apa-apa." Walaupun dalam hati panik, Violin tetap berusaha tegar di mata anak lelakinya itu.

"Paul, Hilmi, coba kalian hubungi yang lain. Cari tahu perkembangannya, ya." Wajah Violin kini telah memucat. Mungkin karena faktor dinginnya angin malam juga.

"Tante, tenang saja, ya. Kita bantu doa terus, kok. Semoga tidak terjadi apa-apa." Paul turut prihatin dengan semua kejadian ini. Ia mengelus pundak Violin dan berusaha untuk menenangkan keadaan.

"Terima kasih, Paul, Hilmi. Semoga Dira selalu dilindungi Allah." Violin terlihat sedikit memperlihatkan senyuman yang semula tak terlihat sama sekali.

Drt ... Drt ....

"Halo, Asalamualaikum, Pah." Violin mengangkat panggilan di ponselnya yang ternyata sudah berdering selama beberapa kali.

"Waalaikumussalam. Bagaimana keadaan Dira, Mah? Apa sudah ditemukan? Ini papah sedang dijalan ingin pulang. Papah sangat khawatir. Sekarang sedang zamannya kasus penculikan dan pembunuhan, Mah."

"Mamah hiks ... belum tau keadaannya, Pah hiks .... Mamah takut Dira kenapa-kenapa, Pah. Mamah harus bagaimana, Pah?" Suara Violin terdengar sangat pilu. Kali ini dia benar-benar sangat panik dan tak kuasa lagi untuk menahan tangisnya.

"Mamah, tenang, ya! Papah segera ke sana. Kita doakan yang terbaik untuk Dira."

"Iya, Pah. Cepat, ya."

👀

Sat-persatu tangan dan kaki Dira diikatkan pada ujung tempat persembahan. Sekitar enam orang pemakai jubah hitam telah mengerubungi tempat persembahan dengan tertib.

"Ini baru permulaan. Apa kalian sudah menyiapkan kemenyan untuk kalian pegang satu-persatu?" Seseorang dengan tatapan garangnya mengarah pada semua pengikut aliran itu.

Mereka mengangguk perlahan.

"Baiklah. Saatnya kita mengeluarkan sedikit darah dari gadis ini untuk kita oleskan pada kening masing-masing." Saat sang pemuka hampir mengenai pisau ke arah lengan Dira ....

"BIADAB KAU KEPARAT!"

Prak ....

Seseorang melompat dengan cekatan dan langsung menyingkirkan pisau itu menjauhi lengan mulus milik Dira.

"Hei, anak kecil! Jangan campuri urusan kami jika kamu tidak ingin mati saat ini juga!"

"Sungguh aku tidak akan takut dengan ancamanmu wahai pemuja iblis! Tuhanku lebih mulia dibandingkan kotoran macam kalian!"

"Sialan. Akan kubuktikan kami yang paling kuat!"

"Silakan saja! Aku tidak akan pernah takut! Allah selalu ada di sampingku!"

"Peduli apa aku pada Tuhanmu!"

"Diriku juga bodo amat dengan sesembahanmu. Kafir! Ahli neraka! Sesat!"

"Iblis akan mengantarkan kami ke surga!"

"Dongeng dari negeri mana, huh? Makanya kalau tidur doa dulu, cakep. Setiap mau tidur nontonnya bis tayo Mulu, sih! Mengigau saja kerjaannya!" kelakar gadis itu di tengah suasana panik yang melanda.

"Jangan main-main kau anak kecil!"

"Cih! Pede banget lo pengen diajak main-main. Tikus aja ogah main petak umpet bareng lo!"

"Kamu akan mati malam ini juga!"

"Lo bukan Tuhan gua! Enggak usah sok tau kapan gua mati!"

"Berani sekali kau. Sombong!"

"Yang sombong lo atau gua?! Punya Tuhan kok nyembah iblis! Idih!"

"Bunuh anak itu!" Wajah dari sang pemuka sudah sangat memerah akibat murka.

Mereka menyerbu ke arah gadis itu.
Sosoknya tampak tak takut ataupun gentar.

"Cih! Cepil! Brugh ... brugh ... brugh ...."

Semua yang menghadang gadis itu langsung tepar seketika.

"Cemen lo semua! Mana iblis lo?! Mau aja dibodohin sama iblis! Sudah tau derajat lo lebih mulia dibanding mereka!"

"Keparat kau anak kecil!" Pemuka jubah hitam itu langsung turun tangan mengarahkan pisau ke arah gadis itu.

"Gak takut, wle! Allahu Akbar!" Dengan cekatan, tangan gadis kecil itu berhasil mengambil alih pisau yang ada di tangan pemuka jubah hitam walaupun ada beberapa luka sayatan yang ia terima. Tak ada sedikit pun nampak wajah takut yang terlihat.

Blak ....

Gadis itu berhasil menghunuskan kapak yang ada di sekitarnya ke arah perut sang pemuka jubah hitam.

"Argh!"

"Selamat menuju ke neraka, pemuja iblis!" Gadis itu tersenyum miring dengan sakit di tangan yang dengan mudah dapat ia tahan.

Gadis itu langsung berusaha menggotong Dira keluar dari tempat yang baginya sangat mengerikan.

"Bertahanlah! Akan kupastikan kau selamat. Atas seizin Tuhanmu,"ujarnya kepada Dira.

Gadis itu membawa Dira ke arah ruang depan dan menguncinya secara perlahan. Waktu menunjukkan dua puluh menit lagi sebelum bulan purnama datang. Ia harus membatalkan rencana busuk para pemuja iblis tersebut.

Tangannya telah sibuk mengotak-atik ponsel dan bersiap menghubungi salah satu kontak.

"Hai, halo, halo!"

"Eum, iya ada apa? Apa kamu tau keadaan Dira? Waktu hampir menunjukkan pukul dua belas malam."

"Dira bersamaku. Tolong! Kami dalam bahaya!" ucap gadis itu kepada seseorang dari seberang telepon.

DOR ... DOR ... DOR ....

"Aku tau kau ada di dalam sana!"

DOR ... DOR ... DOR ....

"KELUAR!" Teriakan seseorang dari luar terdengar sangat menggelegar.

"Di mana kamu? Siapa itu? Suara siapa di sana? Apa kamu dan Dira baik-baik saja?!"

"Tolong pergi ke arah selatan sekolah sejauh 1,5 kilometer. Kau akan temukan rumah gaya Eropa di dekat pohon beringin besar. Tolong cepat ke sini! 10 menit saja kamu tidak di sini, kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami."

DOR ... DOR ... DOR ....

"Sudahlah mengaku saja kalau kau akan kalah!"

Tut ... Tut ... Tut ....

"Ya Tuhan! Kenapa bisa lowbat?!"

👀

"Mati!" Hilmi terlihat kacau saat ia berusaha menghubungi nomor tadi, tetapi ternyata nomor tersebut sudah tidak aktif.

"Sambungan teleponnya mati?" tanya Muhzeo untuk sedikit memastikan.

"Iya! Kita harus segera ke sana!" Hilmi mulai menggendong tasnha.

"Jangan mudah percaya! lo ingat kan kalau dia termasuk ke dalam salah satu dari empat tersangka pembunuh Hila?" Muhzeo nampak sangat khawatir.

"Ze!" Wajah Paman nampak sangat serius ke arahnya.

"Ini bukan waktunya untuk berprasangka buruk. Setidaknya kita harus berusaha. Masalah di sana, itu sudah garis yang Allah takdirkan." Ucapan Paman berhasil membuat Muhzeo meminta maaf dan segera mengiyakan ajakan Hilmi.

"Ayo kita menuju ke sana sekarang!" Tanpa basa-basi lagi, Sofyan langsung menyalakan mobilnya.

"Jangan pakai mobil! Kita pakai motor saja agar lebih cepat. Kenan dan Violin, tolong kamu telepon polisi untuk segera pergi ke TKP!" Aba-aba dari Paman didengarkan dengan baik oleh semua yang ada di sana.

Mereka sama-sama mengangguk dan bergegas untuk segera menuju tempat yang disebutkam oleh gadis tadi.

👀

"Auh," gadis itu terlihat mengeluh saat merasakan kepalanya sakit yang teramat sangat.

Terakhir yang dia ingat adalah pintu tadi berhasil didobrak dan sang jubah hitam masuk sembari memukul kepalanya dengan kayu yang keras.

"Ya iblis! Sebentar lagi akan kupersembahkan dua manusia yang bisa kau ambil rohnya." Ucapan seorang jubah hitam tadi berhasil membuat kesadaran gadis tersebut pulih.

"KEPARAT kau!" Gadis itu berusaha bangkit. Namun, apa daya tangannya sudah diikat kencang oleh rantai. Di sebelahnya ada Dira yang masih tidak sadarkan diri.

"Wahai gadis sombong! Pasrah saja. Kau tidak akan bisa selamat. Percayalah padaku!" Suara dari seorang perempuan dapat dikenali dengan baik oleh gadis itu.

"Jangan bersembunyi di balik topeng princess! Dasar keparat! Licik! Kalau satu sekolah tau kau pembunuh, mereka akan membenci dirimu seumur hidup!"

"Oh, tentu saja itu tidak akan mungkin terjadi. Karena aku yang akan memutar balikkan fakta seolah-olah kau lah yang akan mati sebagai cap pembunuh, hahaha!" Tawanya terdengar melengking.

"Ternyata busuk lo itu jauh banget dari sifat topeng lo! Jijik!"

"Hei, biarlah! Iblis lebih menjanjikan segalanya kepadaku dibanding Tuhanmu!"

"Manusia laknat! Istighfar lo!" Sang gadis mulai habis kesabaran.

"Untuk apa? Hahah!"

"Malam ini, wahai Tuan iblis, akan kupersembahkan dua insan yang akan membuatmu senang. Saksikanlah! Saksikanlah ini!"

Brag ....

Gadis pemuja iblis itu langsung tergeletak karena didorong oleh salah seorang lelaki.

"Astaghfirullah! Gua gak nyangka sama lo! Lo yang pintar agama, ternyata tega melakukan semua ini?!" Muhzeo tampak terkejut melihat kenyataan yang terjadi.

"Iya benar! Gua Hania Hinayatullah! Gua cuma pura-pura nyembah Tuhan lo demi mendapatkan status baik di depan semua orang! Dan tentunya gua gak sendiri. Gua dibantu oleh orang yang kalian anggap baik juga!"

Brugh ....

Muhzeo terkapar di lantai karena tendangan keras dari Hania.

"Rasakan akibatnya karena telah mencampuri urusanku. Hiaa!!!"

DUARRRR ....

"Argh!" Suara rintihan kecil dari mulut Hania keluar karena terkena tembakan dari polisi yang baru saja datang.

"Ini dia komunitas penyembah iblis yang selama ini kami cari-cari!"

Bunyi ambulans dan suara mobil polisi berdengung kencang.

"Bawa mereka ke rumah sakit, Sekarang!" Aba-aba dari pak polisi itu langsung ditanggapi cepat oleh yang lain.

Paman segera menggotong Dira ke arah mobil. Sementara Violin dan Sofyan membantu memapah Dahlia yang kondisinya mulai melemah.

Ya, dia lah yang membantu Dira sedari tadi.

DUAR ... DUAR ... DUAR ....

"Ke luar kalian semua!" Beberapa polisi lain menggeledah seisi ruangan. Hingga ditemukanlah seorang yang mereka kenal dengan nama ....

"Ningsih?!" Semua anak langsung terkejut ketika melihat hal tersebut.

"Ternyata lo juga bagian dari mereka?" Elsa nampak memperlihatkan wajah merahnya karena tak kuasa menahan emosi.

"Maaf," ujar perempuan itu dengan lirih.

Brug ....

"Wanita licik! Busuk! Munafik!" Air mata Elsa langsung turun.

"Gak cukup lo bantu Hania buat bunuh sahabat lo sendiri? Dan sekarang lo berniat bantu dia untuk membunuh sahabat gua?! Apa arti sahabat dalam hidup lo, sih?" Elsa mulai membayangkan jika Dira pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Dia yang selalu ada untuk gua! Dia yang selalu bantu gua ketika susah. Dia yang selalu percaya di saat orang lain gak percaya sama gua. Dan Lo! Lo dengan mudahnya mau membunuh sahabat gua?! Di mana hati nurani lo?! Apa bagi lo sahabat diciptakan untuk disakiti?!" Napasnya nampak tak beraturan lagi. Ia hanya ingin mengeluarkan seluruh unek-uneknya. Hanya itu saja.

"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Dira, gua Jami lo bakal membusuk di penjara! Pegang omongan gua Ningsih!" Elsa menonjok bagian tengkorak Ningsih dengan jurus andalannya.

Ningsih mengaduh kesakitan. Ia memegang kepalanya yang pasti sudah terasa sangat pusing.

"Sudah-sudah, pisahkan!" perintah salah seorang polisi.

"Bawa mereka semua ke kantor!"

👀

"Dira! Hiks ... lalu apa yang bisa saya lakukan untuk sahabat saya, dok? Saya tidak ingin dia kenapa-kenapa." Perempuan bernama Elsa itu sudah sangat putus asa dan hanya bisa menangis sembari memegang tangan sahabatnya itu.

"Koma yang dialami Nadira bukanlah koma yang dirasakan orang pada umumnya." Ucapan dokter tersebut membuat semua yang ada di sana sedikit mengerti.

"Muhzeo, tolong panggilkan kyai dan juga ustadz, ya!" titah Paman.

"Baik, Paman." Muhzeo berjalan gontai ke luar dari ruangan dengan matanya yang sudah tampak sayu.

Kami sama-sama menangis. Dira sudah berada di ambang kematian. Napasnya sudah tak teratur. Badannya sudah kaku dan dingin.

Dahlia mulai memapah Elsa menuju ruang tunggu.

"Dahlia, maafkan aku yang sudah menuduhmu waktu itu. A-aku tidak bermaksud." Wajah Elsa terlihat sudah sangat pucat dengan kedya mata yang bengkak.

"Sudahlah, Elsa. Aku sudah memaafkanmu." Dahlia memeluk Elsa perlahan.

"Ngomong-ngomong, Hiks ... dari mana kamu tau kalau Dira bersama Hania dan Ningsih?" tanya Elsa sedikit penasaran.

"Sebelumnya perkenalkan, nama asliku adalah Gerlina Dahliani Stephanie."Dahlia tersenyum sembari memperlihatkan sebuah kartu nama.

"Apa?! Kau polisi yang sangat terkenal itu, 'kan?! Bagaimana kau bisa sekolah di sini?"

"Umurku di atasmu setahun. Namun, karena otakku yang terlampau cepat, aku hanya mendapatkan pembelajaran sekolah dasar selama empat tahun, Sekolah menengah pertama dua tahun, dan sekolah menengah atas selama satu setengah tahun." Senyumnya benar-benar sangat memukau. Kharismanya kini terlihat sangat gagah.

"Polisi memang cita-citaku. Dan ketika mengikuti sekolah kepolisian pun aku bisa menyelesaikannya dalam kurun waktu satu tahun setengah. Terlalu ajaib memang kalau gadis berumur 17 tahun sudah bisa dipanggil dengan sebutan polisi," ujarnya sambil terkekeh.

Elsa mangut-mangut setuju.

"Hila adalah saudaraku, El" Dahlia menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Aku pindah ke sini karena ingin menyelamatkannya dari Hania yang memang sudah kuketahui sifat busuknya."

"Lalu kenapa kau tidak memberitahu pada kami?!" ujar Elsa dengan sedikit geram.

"Itu sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup Hila."

"Hingga akhirnya Tuhan berkehendak lain. Hila dipanggil dengan usia yang lebih muda dariku." Tak terasa air matanya telah jatuh mengenai pipi. Ia mengusapnya sembari melanjutkan ceritanya.

"Perjuanganku tak berhenti sampai di situ. Karena aku tahu bahwa Hania adalah penganut ajaran iblis dan akan mencari tumbal selanjutnya," ungkapnya.

"Hingga akhirnya aku mengetahui ternyata Ningsih pun ikut membantu dalam tragedi terbunuhnya Hila. Aku sempat syok karena setahuku bagi Hila, Ningsih adalah sahabat terbaiknya."

"Dan kemarin aku melihat Hania menelpon Ningsih untuk membereskan tempat persembahan karena akan ia gunakan untuk ritual penyembahan Dira kepada iblis yang dia puja. Aku ingin mengingatkan kepada kalian, tapi salah satu dari kalian tidak ada yang membalas pesanku. Jangankan membalas, membacanya pun tidak." Dahlia terlihat menahan tangisnya kembali.

"Aku tahu bagaimana rasanya jika sahabatmu sedang berada pada ujung sakaratul maut. Aku akan selalu menguatkanmu, Elsa. Anggaplah aku temanmu jika memang aku tak pantas jadi sahabatmu." Dahlia berusaha menguatkan Elsa kembali dengan sebuah pelukan sederhana.

"Terima kasih, Dahlia. Aku minta maaf karena aku sudah berlaku buruk padamu."

Ceklek ....

"Elsa, Dahlia, Dira sekarang .... "

To be continued ✨
Terima kasih sudah membaca ceritaku sejauh ini. Semoga selalu terhibur dan suka! Doakan aku semoga bisa terus menghasilkan cerita-cerita yang lebih menarik lagi!♥️
Ssth! Nantikan kelanjutan ceritanya, ya!
Oh iya, katanya Paul kangen tuh, hehe..
Btw, ini special update untuk AiraMazaya cenullta
Oke jumpaa lagi, ya!

Continue Reading

You'll Also Like

164K 468 6
(FIKSI) Vivi terbangun dari tidurnya dalam kondisi tanpa busana... cairan lendir yg masih merembes dari Lubang surgawi miliknya membuat gadis itu pah...
17K 1K 38
Awal publis 5 februari 2021 dan tamat pada 15 april 2021:) seorang anak baru yang sepertinya mempunyai kelainan dari teman temannya yang lain. banyak...
78.5K 4.1K 42
Dia hilang sejak satu tahun yang lalu dan sekarang kembali untuk menyelesaikan semuanya yang belum sempat terselesaikan. Dendam yang mendalam. "A-aku...
22.2K 4.7K 200
(BL Terjemahan) Title: I Became a God in a Horror Game Status: 589 Chapters (Complete) Author: Pot Fish Chili Genre: Action, Adventure, Horror, Matur...