LIMERENCE; hyunjin ft. felix...

By amaryleteal

19.6K 2.2K 681

šŸ‘‘ Semesta mereka masing-masing berputar; Felix dan segala presensinya adalah suatu estetika bagi Hyunjin. At... More

Limerence-00
Limerence-01
Limerence-02
Limerence-03
Limerence-04
Limerence-05
Limerence-06
Limerence-07
Limerence-09

Limerence-08

1.6K 182 73
By amaryleteal

👑 Tepat dibatasi satu selat cukup luas, berdiri satu kerajaan yang letaknya paling dekat dengan Amethyst. Wilayahnya tak sehijau Amethyst, namun juga tidak gersang. Kerajaan dengan roda perekonomian digerakkan oleh tambang minyak berlimpah. Kerajaan yang kaya dan juga maju.

Amaranth namanya.

Raja Amaranth hanya mempunyai dua anak dari sang Ratu. Anak sulung adalah Pangeran Mahkota, Minho. Dan yang kedua adalah Putri Shia, terlahir setelah Pangeran Minho berumur tiga tahun, sekaligus persembahan terakhir ibu mereka untuk negeri itu. Amaranth berduka karena Ratu mereka meninggal saat melahirkan Putri Shia.

Hal itu menyebabkan Amaranth hidup tanpa Ratu untuk waktu yang cukup lama karena Raja tidak ingin menikah lagi atau pun mencari selir.

Dalam ramalan kepercayaan kerajaan itu, lambang kelahiran Pangeran Minho adalah four-leaf clover; semanggi berdaun empat; keberuntungan.

Dia adalah Pangeran terbaik dari semua generasi yang pernah ada. Otaknya sangat pandai hingga tak jarang membuat pengajarnya kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan, mahir beladiri, dan sifatnya juga tenang. Karena pemikirannya yang lebih dewasa dari pada umurnya sendiri menyebabkan figurnya begitu bijak pun disegani. Itulah kenapa simbol kelahirannya yang memang sudah diramalkan bukan sekedar isu belaka.

Pangeran Minho adalah semanggi berdaun empat-nya Amaranth. Pangeran Minho membawa keberuntungan untuk Amaranth. Sungguh ramalan yang positif.

Itu sebabnya penerus tahta Amaranth juga harus mendapatkan seorang gadis yang berkualitas sebagai Ratunya kelak. Harus memiliki segala kelayakan agar pantas bersanding bersama calon Raja Minho.

Tepat di umurnya yang menginjak angka dua puluh satu, Pangeran Minho diikat bersimbol cincin pertunangan dengan gadis paling cantik di Amethyst, kerajaan tetangga. Kabar mengenai Putri itu memang telah tersebar ke mana-mana. Gelar wanita paling cantik di negeri itu masih dipegang sang Ratu, namun anak gadisnya yang sudah mencapai keelokan sempurna di usia tujuh belas adalah satu-satunya orang yang akan mewarisi julukannya. Sikapnya terjaga, kecerdasannya memikat dan figurnya mempesona. Apa mau dikata? Putri-putri lain yang cuma gemar bersolek bisa apa?

Tapi yang membuat pangeran Minho merasa spesial adalah, mereka sudah saling kenal sejak lama. Selain karena kerajaan mereka yang berelasi kuat, Minho juga adalah teman akrab Pangeran pertama Amethyst, Chan. Mereka sering berkirim surat dan rutin saling mengunjungi setahun sekali. Dengan kedudukan yang sama-sama anak pertama membuat mereka bisa mengerti banyak hal satu sama lain. Ikatan mereka dimulai dari status pewaris tahta.

Dan tentu saja, ketika Minho berkunjung ke kastil Amethyst, ia juga akan bertemu dengan bungsu keluarga kerajaan itu. Di awal pertemuan mereka, Putri Felix adalah gadis kecil yang pemalu. Umurnya empat tahun lebih muda dari Minho. Seiring berlalunya waktu, mereka menjadi akrab, sering mengobrol di beberapa kesempatan. Putri Felix memang ramah dan cukup menyenangkan. Dia juga jujur dengan ekspresinya, itu yang Minho rasakan. Gadis itu hanya akan tersenyum jika obrolan mereka memang terasa menyenangkan dan akan mendebat Minho jika ia tak sepemikiran dengannya.

Dengan hal itu, meski rencananya terkesan tiba-tiba dan tanpa diketahui olehnya, Minho cukup menerima pertunangannya dengan Felix.

Karena jika calon Ratu Amaranth adalah seseorang seperti Felix, maka tidak akan ada masalah.

Karena mereka berdua sudah menerima perjodohan itu.

Ralat, ada satu masalah sepertinya.

Menerima bukan berarti suka.

Minho tidak pernah memastikan perasaan gadis itu secara langsung.

Ketukan pada pintu kamarnya menghentikan aktivitas Felix yang sedang merias diri. Felix mematut wajahnya di cermin, perona pipinya baru disapukan dengan tipis, tidak kelihatan sama sekali. Felix berdehem pelan sebelum ia kembali menambahnya sembari berseru,

"Masuk."

Kemudian terdengar pintu yang terbuka lalu ditutup kembali. Diikuti setelahnya bunyi derap langkah yang pelan dan hati-hati, mendekat ke arahnya, Felix tentu tahu siapa yang punya.

"Ada apa?"

"Maaf, Yang Mulia," wanita berseragam rapi berumur kisaran empat puluhan itu berjalan mendekati Felix, "Pangeran Lino memberi hadiah kepada anda."

Dengan itu segala pergerakan Felix berhenti. Matanya menatap pantulan di cermin riasnya yang berisi seorang pelayan bersama satu kotak asing di atas tangannya yang menadah.

Dahi Felix sedikit mengerinyit, hadiah? Tapi harusnya Felix tidak terlalu terkejut akan hal yang sudah menjadi rutinitasnya seperti itu.

"Taruh saja di meja," titahnya. Felix lanjut memoles pewarna bibir, tapi alisnya berjinjit karena pelayan itu sama sekali belum beranjak. "Kenapa masih berdiri di sana?"

"Uhm… m-maafkan saya, Yang Mulia. Tapi, Pangeran Lino berpesan agar anda langsung memakainya,"

Apa?

Perkataan wanita itu membuat Felix mengerutkan dahinya cukup dalam.

Kenapa juga Felix harus memakainya?

Felix bebas melakukan apa saja pada benda yang sudah menjadi miliknya, kan?

"… karena pangeran Lino ingin bertemu dengan anda pagi ini dan melihat anda memakai hadiah pemberiannya."

"Apa? Menemuiku?"

Pelayan itu mengangguk sembari menunduk menerima volume gadis itu yang naik satu level. Felix buru-buru berdehem kembali.

Felix tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan pangeran Minho. Buat apa dia repot-repot menemui Felix pagi ini, toh nanti juga mereka akan bertemu saat mengantar rombongan Amaranth kembali pulang. Ya, tapi suasananya betulan canggung karena ada Hyunjin juga,  berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Serba salah, sih. Felix jadi terbayang kejadian semalam yang benar-benar drama, dan pagi-pagi tadi Hyunjin sudah tidak ada di sisinya tanpa pamit atau apapun. Memang seenaknya saja.

"Pa-pangeran Lino bilang akan kemari sebentar lagi," tambah sang pelayan, Felix terkesiap mendengarnya.

Hal itu agaknya membuat jantung Felix berdetak cukup keras. Memutuskan bangkit, Felix segera mengambil kotak kecil berkelir putih gading dari tangan si pelayan. Ia ingin tahu apa yang akan dipakainya nanti di dalam kotak itu.

Pipinya merona, maniknya memancarkan pandangan artifisial. Pada sudut pandangnya seperti terbubuhkan filter penuh kilau.

Terbesit satu ingatan lama dalam pikiran…

Terdapat sepasang anting dan kalung berlian dengan bentuk clover mungil berdaun empat yang cantik.

Selera Felix sekali. Dan tiba-tiba itu membuat suasana hatinya membaik.

Di hari yang cerah tanpa sepetak pun langit mendung, Felix mendapati pangeran Amaranth berkunjung ke ruangannya. Sudah rapi, sudah tampan. Wajahnya secerah matahari dengan pandangan mata tajam dan dalam namun meneduhkan.

Memang pelayannya telah menyampaikan berita itu beberapa puluh menit lalu, tepat ketika dia mengantarkan hadiah yang diberikan pangeran Minho ini. Tapi baginya ini tetap hal yang bakal membuatnya gugup.

Satu ruangan dengan pewaris tahta kerajaan sebelah, yang benar saja. Karisma Minho begitu kentara seolah bagai serbuk atom yang memenuhi ruangan ini. Membuat sesak ketika bernapas, dan canggung.

Oh, mungkin itu hanya kilahan dari seorang gadis yang menyandang status sebagai tunangannya. Seorang gadis yang di mana hanya menunggu ketetapan waktu saja untuk menjadi pendampingnya. Seorang gadis yang salah tingkah,  tentu saja.

"Maaf sudah menemuimu pagi-pagi begini." Wicara pangeran Minho memecah nelangsa pagi itu. "Maaf juga tidak sempat menyapamu dengan layak, semalam."

Kau itu calon Raja, batin Felix bersuara. Gampang sekali mengatakan maaf padaku, dua kali pula. Felix nyaris geleng-geleng kepala.

Felix dapat melihat senyum kecil terkembang, menawan sekali. "Tidak apa-apa, Yang Mulia."

Minho ada di hadapannya. Datang dengan niat bertamu. Duduk di sebuah kursi yang serupa dengan Felix. Dia dengan sopan memilih menyambut Minho di kursi depan perapian. Hanya buah dari pemikiran acaknya atau cuma refleks. Karena cuacanya hangat, perapian dimatikan. Tapi sebenarnya ini bukanlah tempat favorit Felix untuk mengobrol.

"Kita bisa ke balkon saja, Yang Mulia." Felix menunjuk pintu kaca besar yang terbuka, melangkahi di mana tempat tidurnya berada. "Suasana pagi ini bagus, kupikir kau akan suka,"

Minho menengok mengikuti arah telunjuk gadis itu. Lirikan mata Felix lagi-lagi menangkap Minho mengulum senyum. Indah sekali.

"Tidak usah. Tempat itu terkesan agak… pribadi."

Oh, tentu saja!

Memangnya Felix tengah bicara dengan siapa?
Felix ingin memukul kepalanya sendiri.

Orang ini adalah calon Raja masa depan yang tata kramanya sangat terjamin. Kesopanannya terbingkai elegan. Felix menunduk segan dibuatnya.

"Maaf atas kelancanganku, Yang mulia." Felix bercicit kecil, kali ini ia yang minta maaf. Hal itu memetik tawa renyah Minho.

Minho melambaikan tangannya sedikit, tidak masalah dengan hal itu. "Ngomong-omong, kau suka hadiahku?"

Oh,

"Tentu, terima kasih." Felix mengelus belakang lehernya, tersenyum canggung. "Walau aku kaget juga karena Yang Mulia menyuruhku memakainya,"

"Memangnya kenapa?" Minho mendengus tawa,

"Aku jarang memakai hadiah, biasanya aku cuma menyimpannya," Felix berucap jujur sembari menyentuh kalungnya, tersenyum sedikit, "tapi, ya, ini cantik sekali."

Minho mengangguk-angguk, telunjuknya menunjuk kalung Felix dan antingnya bergantian. "Itu aku, lho."

"Maaf?"

Lagi-lagi Minho mendengus tawa, "aku semanggi berdaun empat-nya Amaranth, ingat? Itu yang kuberitahu pertama kali padamu dulu, aku juga menjelaskan apa artinya,"

"Ooh, aku mengingatnya, kok." Felix tertawa kecil, "kau seperti seorang kakak ketika menjelaskannya,"

Minho tersenyum tenang. Kakak, ya? "Itu dulu, kan?"

"Ya?"

"Apa sekarang aku masih seperti kakak bagimu?"

Felix mengulum senyum, terasa gamang yang asing pada dirinya ketika Minho menanyakan itu.
Ini adalah pertemuan secara langsung mereka yang pertama kali setelah satu tahun, dan tadi Felix juga sempat tidak berminat, siapa sangka suasananya akan jadi seringan ini?

Tapi seperti ada yang janggal dengan pertanyaan Minho barusan,

Felix menegakkan punggungnya, menatap lurus-lurus Minho.

"Aku tidak tahu. Yang jelas sekarang, bagiku kau adalah seorang pria dewasa yang terlihat familiar… tapi terasa asing," ujarnya.

Minho mengerinyit tidak paham,
"Dasar, selalu saja memilih rangkaian kata yang sulit." Minho protes tidak terima.

Felix menghela napas kecil. "Aku bukan tipe orang yang senang merangkai kata, Yang Mulia. Aku hanya mengucapkan apa yang terpikirkan olehku, kau tahu itu."

"Ya, ya, terus saja mendebatku. Meski sudah tambah dewasa tapi kau masih tidak mau mengalah padaku,"

Felix tersenyum kecil, "maafkan aku, Yang Mulia. Orang seperti anda terlalu tinggi untuk mendapatkan hal itu dariku."

"Baiklah," Minho bangkit duluan, jadi ia yang mengalah untuk kesekian kali, menambah senyumnya lagi, "kau tidak keberatan untuk menemaniku berkeliling, kan?"

Felix menurutinya, menunduk hormat, "tentu saja tidak." meski Felix skeptis mau berkeliling kemana lagi pangeran Minho ini jika faktanya ia sudah tahu seluk beluk kastil ini sebaik Raja Chan.

Derap kaki Hyunjin membawanya menjelajahi banyak kenangan. Entah itu melintasi beberapa istana yang kini kosong (dulu istana itu digunakan sebagai tempat tinggal para permaisuri Raja atau selir, namun semenjak sang Ayah menduduki tahta, beliau tidak membenarkan lagi perbuatan itu sehingga hanya ibu mereka lah satu-satunya Ratu negeri ini) di sekitar istana utama, atau kebun-kebun bunga hingga satu-dua bangunan yang tidak Hyunjin kenali.

Oke, mayoritas kebun bunga yang ada adalah milik mendiang Ratu karena beliau memang sangat menyukai bunga. Dan mengenai satu-dua bangunan tidak familiar yang Hyunjin jabarkan tadi, inilah salah satunya. Terlebih dengan model yang bukan seperti mansion membuat Hyunjin bertanya-tanya.

Hyunjin terpikat satu bangunan asing sedangkan langkahnya terus berlanjut, ia pun mendekati dua orang penjaga di depan pintu. Tepat ketika eksistensinya disadari, ia menerima sambutan seperti biasa.

"Salam, Yang Mulia."

Lelaki jangkung itu mengangguk. "Ini bangunan apa?" Hyunjin langsung berada pada poin bertanya.

Kedua lelaki di depannya kompak saling melirik, Hyunjin mengerinyit sinis dibuatnya, kemudian satu dari mereka buru-buru menunduk.

"Ini perpustakaan pribadi Tuan Putri Felixia, Yang Mulia. Sebagai hadiah untuk ulang tahun beliau yang ke-lima belas."

Hyunjin mengangguk mengerti. Pantas saja bangunannya baru, pikirnya. Sampai terakhir kali Hyunjin berada di istana ini, memang sudah banyak sekali yang berubah. Namun apapun itu, Hyunjin tertarik untuk masuk ke dalam yang satu ini.

Mungkin karena pemiliknya? Hyunjin menertawakan dirinya sendiri akibat Felix yang selalu menjadi alasan untuk rasa keingintahuannya.

"Biarkan aku masuk." titahnya tegas. Kedua penjaga tadi segera bergerak membuka jalan. Tapi sebelum Hyunjin benar-benar melangkah ke dalam ruangan, ia sempatkan bertanya, "apa ada orang lain di dalam?"

Penjaga lain di sebelah kanan Hyunjin segera menjawab. "Ada, Yang Mulia. Namanya Eugene, yang ditugaskan untuk menjaga buku-buku di dalam perpustakaan. Yang Mulia bisa menanyakan apapun padanya."

"Begitu. Terima kasih."

Dengan itu, Hyunjin berlalu ke dalam.

Buku.

Segala penjuru yang dapat di tangkap mata Hyunjin memang hanya buku. Dengan banyak variasi sampul dan ukuran yang beragam. Tatapannya terus mengadah naik, hingga sampai pada langit-langit berestetika tinggi sampai Hyunjin jadi kagum tidak main-main dibuatnya.

"Ini semua adalah koleksi Tuan Putri Felixia sejak dia mulai belajar membaca buku."

Suara dari belakang tubuhnya memancing pergerakan Hyunjin untuk memutar. Seketika lelaki itu dihadapkan dengan pria tegap bersetelan rapi dengan senyum ramah di wajah. Hyunjin tidak bereaksi, ia tidak kenal. Peka akan hal itu, lelaki muda di depan sana berinisiatif merendahkan tubuhnya sedikit dan memperkenalkan diri.

"Mohon maaf atas kelancangan saya, Yang Mulia. Anda bisa memanggil saya Eugene. Saya yang bertanggung jawab untuk perpustakaan Tuan Putri Felixia."

Oh, ini yang namanya Eugene. Hyunjin tadi berpikir justru ia akan menjumpai sesosok pria berumur lanjut dengan rambut klimis dan sudah memiliki uban. Tau-taunya si Eugene ini masih muda, mungkin hanya sedikit lebih tua dari dirinya. Entahlah, Hyunjin juga tidak terlalu peduli.


"Aku tadi sudah mengetahui tentangmu dari penjaga yang berjaga di depan pintu." Hyunjin menanggapi.

Woojin tersenyum lebih lebar, ia menunduk hormat, "suatu kehormatan bisa menyambut Yang Mulia datang kemari, dan sampai mengenali saya."

Hyunjin tersenyum seadanya. Woojin menegakkan diri bersama kurva bahagia yang tidak luntur sama sekali.

"Jadi... Semua yang ada di sini milik adikku?"

"Benar, Yang Mulia." Woojin tersenyum bangga. Pandangannya mengedar ke banyak sisi, "Tuan Putri adalah gadis yang sangat cerdas. Ia suka membaca buku sejak kecil."

Hyunjin mengangguk-angguk. Ia lanjutkan untuk mengapresiasi. Untuk beberapa lama suasananya menjadi sepi, namun Woojin kembali buka suara,

"Saya mendengar kabar jika Pangeran Mahkota dari Amaranth datang menghadiri pesta Baginda Raja tadi malam. Sepertinya nanti beliau juga akan datang kemari."

Mendengar satu oknum sensitif yang disebut pemuda ini barusan, sebelah alis Hyunjin menukik tajam. Maksudnya Pangeran Minho, kan? Tentu ia kaget mengetahui fakta yang satu itu. Tapi Hyunjin mengatur kembali air mukanya agar netral setelahnya.

"Memangnya Pangeran Lino sering ke sini?"

Woojin mengangguk kemudian menyuguhkan senyum maklum yang ganjil. "Setiap kali berkunjung, maka beliau dan Putri Felixia akan menghabiskan waktu beberapa saat di perpustakaan ini, Yang Mulia. Mungkin karena keduanya memiliki ketertarikan yang sama dengan ilmu pengetahuan, jadi mereka suka berdiskusi atau hanya sekedar mengobrol saja. Semacam itu. Mereka berdua memang sangat cocok."

Hyunjin meringis mendengarnya. Terasa seperti hatinya habis tercubit kuat hingga ngilu sampai sekujur tubuh. Kalimat merestui seperti itu ibarat menyipta api di telinganya. Panas. Tapi lagi-lagi, Hyunjin bisa komplain apa?

"Oh, begitu."

Bertepatan dengan itu, terdengar suara pintu yang terbuka. Baik Hyunjin maupun Woojin kompak menghadap sumber suara. Namun tampaknya, itu akan jadi hal yang disesali Hyunjin begitu ia melihat Felix melenggang bersisian dengan seorang lelaki tampan, sangat dekat, dan parahnya laki-laki itu bukan Hyunjin.

Penampakan itu akan sangat membekas.

"Salam, Yang Mulia." Woojin di sebelahnya buru-buru menghampiri. Lelaki itu pun langsung mengenali Minho. "Salam untuk anda juga, Pangeran Lino."

Felix tidak sempat untuk mengiyakan sapaan Woojin terlebih dahulu namun langsung membeku begitu menyadari kehadiran Hyunjin tidak jauh dari tempatnya berhenti.

Matanya langsung terperangkap manik tajam Hyunjin.

Felix tergemap menahan napas.

Kok rasanya, seperti kau tertangkap basah sedang selingkuh, sih?

Long time no see~
I miss you 😭

Ayo stream double knot yah!!! 💪

Note:
Ilustrasi gambar di atas adalah Admont Abbey Library di Austria.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 11.2K 20
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!šŸ”ž YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...
659K 27.5K 48
Tiba-tiba punya 3 kakak ganteng? Ā°Ā°Ā°Ā° Jean Willona. Gadis yang dibesarkan oleh seorang singel mother tanpa sosok ayah. Namun, saat bundanya meninggal...
202K 19.2K 71
Freen G!P/Futa ā€¢ peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
89.5K 6.7K 47
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote