poubelle

By yourmuses

5.8K 842 95

kumpulan drabble, oneshoot, twoshoot, song fict dengan pair yang tidak menentu. More

[nomin]
[lets not]
[just friend?]
[a date-nomin]
[a date 2-nomin]

[arriverdeci]

694 119 7
By yourmuses

Arrivederci
.
.
.
.
.

***

“Tidak bisa, Jeno. Tidak bisa.”

Jeno menatap mata bulat yang meredup di depannya, hembusan hapas mengisi senyap yang turun di antara mereka.

“Kau tahu kan, aku sangat mencintaimu, Nana-ya.”

Yang dipanggil Nana hanya mengangguk, tangannya menggenggam tangan pemuda di depannya, menatapnya dengan hampa, “Tapi kau juga harus tahu
Jeno kalau aku lebih menyayangi Appaku. Kita tidak bisa menyakiti mereka.”

Jeno mengacak rambutnya, frustrasi.

Mata bulat Jaemin meredup. “Kita selesai di sini, Jeno.”

Jaemin melepas tangannya dari genggaman Jeno lalu berbalik, meninggalkan Jeno yang hanya bisa menatap punggung kecil itu menjauh diiringi salju yang mulai turun.

Ingin rasanya dia berlari, merengkuh tubuh mungil itu dalam pelukannya, lalu menikmati segelas teh hangat di depan perapian seperti dulu. Namun dirinya sadar, sudah ada jurang yang membentang sedemikian dalamnya antara dia dan Jaemin.

***

Renjun menghela napas untuk yang kesekian kalinya sejak lelaki bernama Lee Jeno, yang sayangnya berstatus sebagai sahabatnya mengetuk pintu rumah di sore yang gigil.

Lelaki itu menerobos masuk dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang Renjun tanpa mengatakan sepatah kata pun. Renjun hanya membiarkan Jeno
sebelum menutup pintu dan kembali pada aktivitasnya.

Tapi, ini sudah tiga jam berlalu dan pria itu masih belum bersuara, membuat Renjun menarik napas kesal.

“Aku tahu kau sedang ada masalah Jeno. Tapi, bagaimana aku bisa membantumu kalau kau sendiri enggan bercerita.” Renjun duduk di sisi ranjang, memandang punggung Jeno yang tampak kesepian.

“Kau tahu kan, kau selalu punya kami. Aku, Jaemin, dan Haechan, kau punya banyak bahu untuk bersandar.”

Pintu kamar terbuka, Winwin masuk dengan dua gelas mug berisi coklat panas.

“Terima kasih, Mama.”

Winwin mengelus rambut putranya lalu menggeser kursi belajar Renjun mendekat.

"Jeno-ya, kenapa? Ingin bercerita?”

Tarikan napas panjang terdengar sebelum Jeno berbalik, Renjun dan Winwin terperangah melihat mata sipit itu semakin menyipit karena bengkak.

“Kami sudah berakhir. Aku dan Jaemin. Kami sudah selesai.”

Tiga kalimat itu membungkam dua orang keturunan China yang duduk di sampingnya.

Tangan Renjun bergerak menepuk bahu Jeno, “Jaemin pasti punya alasan kenapa dia memutuskan hubungan kalian. Kau sudah tanya?”

Mata Jeno mengerjap, “Masalahnya ada pada kami berdua bukan hanya aku tapi juga dia. Kami benar-benar tidak bisa bersama, Renjun. Tidak ada jalan untuk itu.”

“Kenapa?” kali ini Winwin yang bertanya.

“Karena ... “

***

“Aku ingin egois sekali saja, Haechanie. Sekali saja dalam hidupku aku ingin berjuang untuk kebahagiaanku sendiri.”

Haechan hanya diam, membiarkan Jaemin menumpahkan seluruh bebannya, tangannya mengelus punggung Jaemin yang terisak.

“Tapi aku tetap tidak bisa. Berapa kali pun aku menyugesti diriku untuk mengatakan hal itu pada Appa, saat menatap matanya aku merasa aku bukan anak yang baik."

“Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku memahami perasaanmu karena aku tidak berada di posisimu. Aku hanya bisa menawarkan telinga dan bahuku untuk bersandar Nana-ya."

"Aku yakin kau sudah melakukan yang terbaik walau itu menyakitimu dan Jeno. Cepat atau lambat, kalian memang harus berakhir, kan?” lanjut lelaki berkulit tan itu.

Jaemin mengangguk membenarkan ucapan Haechan.

Pikirannya mengembara ke suatu malam saat Appanya mengatakan suatu yang hal tidak dia duga, hal yang tidak hanya membuatnya terjaga semalaman tapi juga meremukkan hatinya.

***

“Nana-ya, Appa ingin bercerita sebentar. Bisakah?”

Jaemin yang saat itu sedang mengerjakan tugasnya berbalik, menghampiri sang ayah yang sudah duduk di tepi ranjang.

“Ada apa, Appa?”

“Appa pernah jatuh cinta sekali dalam hidup Appa, saat Appa menata mata paling indah yang pernah Appa lihat selama Appa hidup. Dia seolah menarik seluruh perhatian Appa dan Appa melebur dalam pesonanya. Appa pikir, Appa tidak akan pernah jatuh cinta lagi setelahnya.”

Jaemin menyimak meski sudah tahu ke arah mana percakapan ini bermuara.

“Tapi, seorang bayi mungil yang lahir dari perutnya mematahkan pendapat Appa. Appa kembali jatuh cinta pada tangisannya saat pertama melihat dunia ini. Appa tersenyum dan menangis di waktu yang bersamaan.”

Mata Appanya memerah, “Appa tersenyum untuk bayi lucu yang siap menantang dunia, dan Appa menangis untuk cinta Appa yang telah pergi tanpa sempat melihat terlebih membesarkan bayinya.”

Jaemin beringsut, mendekat pada Appanya yang sudah menangis, tangannya beralih ke pinggang pria itu lalu memeluknya erat.

“Appa ...."

Jaehyun tersenyum, mengelus rambut cokelat putranya yang halus.

"Appa ingin meminta izin pada cinta Appa setelah Eomma, untuk membagi hati Appa pada orang lain. Maafkan Appa yang tidak bisa mencintai Eommamu seperti dia mencintai Appa. Appa sungguh merasa sangat bersalah, Nana-ya. Tapi, Appa tidak bisa membohongi hati Appa lebih lama lagi.”

Hati Jaemin mencelos. Dia sangat ingin mengatakan tidak. Tapi tatapan mata Appanya membuat kalimat penolakan itu kembali tertelan. Bibirnya mengulas senyum sendu.

“Kalau Appa bahagia bersamanya, aku hanya bisa mendoakan kalian.”

Jaehyun memeluk putranya itu dengan hangat, “Appa sangat menyayangimu. Selama tujuh belas tahun dan selamanya kau tetap memiliki tempat tersendiri di hati Appa, sama seperti Eommamu.”

Jaemin terkekeh di pelukan Appanya, “Jadi, kapan aku bisa bertemu dengannya?”

“Lusa. Kita akan makan malam bersama dan Nana-ya, dia juga memiliki putra yang seumuran denganmu, Appa harap kalian bisa menjadi saudara yang saling menyayangi.”

***

Potongan ingatan yang muncul seperti film yang diputar membuat Jaemin mendesah berat, di sisinya Haechan sudah terlelap. Dia sangat berterima kasih pada sahabatnya itu yang sudah merelakan waktunya saat Jaemin menelponnya sore tadi.

Tangannya meraih ponsel yang bergetar pelan, mata hazelnya menyipit tatkala mendapati 15 pesan dan 5 panggilan tidak terjawab dari Renjun.

Injunie~

Nana-ya, r u okay? – 17:30

Nana, Jeno juga terluka. – 18:45

Nana, aku tidak tega melihat kalian saling menyakiti satu sama lain. – 21:00

Dan masih banyak pesan bernada serupa yang masuk ke ponselnya. Jaemin mematikan benda itu sebelum memperbaiki selimut Haechan. Tangannya mengacak rambut cokelatnya dengan kasar lalu membuka gorden jendela.

Tiga bulan berlalu setelah acara makan malam yang penuh aura kecanggungan antara dirinya dan Jeno. Satu minggu lagi sebelum Jeno dan Eommanya resmi menjadi bagian dari keluarganya.

Satu minggu yang sangat menguras batin Jaemin juga Jeno.

Air matanya kembali bergulir. Diam-diam dibalik selimut, Haechan ikut menangis bersama sahabatnya.

***

“Appa ....”

Jeno memandang foto pria yang tersenyum teduh di dalam kaca.

“Tiga hari lagi Eomma akan menikah.” Jeno menggigit bibirnya, “Kau tahu, aku sangat ingin melarangnya. Bukan hanya karena aku tidak ingin ada yang menggantikanmu. Tapi juga aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri.”

Tangannya mengelus permukaan kaca yang dingin, tempat abu dari orang yang paling dia sayang bersemayam.

“Dia akan menikah dengan Jung Jaehyun, laki-laki yang sayangnya adalah Appa dari orang yang kucintai.”

Bibirnya membentuk lengkungan patah, “Aku harus bagaimana Appa? Aku tidak ingin menghancurkan hati Eomma, walau aku harus menghancurkan hatiku sendiri.”

Satu tetes air mata lolos dari matanya sebelum tubuhnya merosot, bersandar pada lemari kaca di depannnya.

“Aku sangat mencintainya, Appa. Sangat mencintainya.”

***

“Nana-ya.”

Jaemin tersenyum saat seorang pria memanggil namanya dengan lembut, pria itu Kim Doyoung, orang yang sebentar lagi akan menjadi pengantin Appanya.

“Kau sudah mencoba tuksedonya?” tanya pria dengan mata kelinci tersebut.

Jaemin menggeleng, “Belum.”

“Ayo kita temui Ten dan coba tuksedomu.”

Jaemin sangat ingin bertanya, di mana Jeno. Tapi antusiasme dari Doyoung dan juga Ten yang bertanya ini itu mematahkan niatnya.

“Jeno kemana?”

Telinga Jaemin menangkap suara Appanya.

“Sedang mengunjungi Appanya, Jaehyun-ah.” Jawab Doyoung dengan senyum kecil.

Hati Jaemin mencelos. Benar kata Renjun, bukan hanya dirinya yang hancur, Jeno pun sama hancurnya.

***

Hari itu akhirnya tiba. Jaemin terbangun dengan hati yang hampa, semalam dia baru bisa terlelap pukul tiga, matanya memandang tuksedo biru navy yang dijahit oleh teman ibunya, bibirnya menyeringai, ibu Jeno yang kini menjadi ibunya juga.

Dengan enggan dia beranjak menuju kamar mandi, membasuh dirinya sebelum bergegas ke gereja. Tempat di mana ayahnya dan ibu Jeno memulai kisah mereka. Sekaligus menandaskan cintanya dan Jeno.

“Nana?”

“Haechan?”

Haechan tersenyum, “Hai? Aku bersama Mark-hyung.”

Jaemin menyilakan mereka masuk.

“Nana, kau baik-baik saja?”

“Kau pikir saja sendiri, hyung.”

Jawaban itu membuat Haechan mendelik sebal pada kekasihnya. Jaemin memutar bola mata melihat pasangan sejoli di depannya berdebat.

“Sudahlah, ayo ke gereja. Pemberkatannya akan di mulai pukul sepuluh.”

Kalimat Jaemin semakin membuat Haechan merasa sedih, tangannya merangkul lengan sahabatnya dengan erat, “Kau harus kuat, Nana.”

***

“Saya Kim Doyoung, mengambil engkau Jung Jaehyun menjadi suamiku dan berjanji untuk tetap setia mengasihi engkau dalam suka maupun duka, serta tidak akan meninggalkan engkau dalam keadaan mujur ataupun malang. Bahwa saya akan memelihara engkau dengan penuh kasih sayang seperti yang saya wajib perbuat kepada Tuhan.”

Jeno memalingkan wajahnya saat pendeta di depan menyilakan pasangan itu untuk bertukar cincin.

Sayangnya, mata sewarna arang miliknya malah bertabrakan dengan hazel milik Jaemin. Jeno melempar sepotong senyum sendu yang dibalas lengkungan serupa oleh Jaemin sebelum lelaki itu meremas erat tangan Haechan, mencari kekuatan.

Di sisi kanannya, Jeno mendapati Renjun yang menghela napas kemudian menepuk bahunya.

“Astaga, kisah kalian benar-benar tragis.” Bisiknya.

***

Ketukan di pintu kamar menyadarkan Jaemin dari lamunan panjang, dia membuka pintu dan mendapati Jeno berdiri di sana. Ingin rasanya Jaemin menghambur ke pelukannya, menenggelamkan tubuhnya di dada bidang pria itu.

“Sarapan sudah siap, Namdongsaeng.”

Matanya kembali berair melihat Jeno menuruni tangga tanpa meliriknya sedikit pun.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1M 38.1K 90
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
522K 18.7K 94
The story is about the little girl who has 7 older brothers, honestly, 7 overprotective brothers!! It's a series by the way!!! ๐Ÿ˜‚๐Ÿ’œ my first fanfic...
1.2M 45.7K 30
just another nomin soulmate au -> [ warnings ] - there will be cursing - there may be some smut - mainly Nomin focused but there may be side ship...