[a date-nomin]

698 113 13
                                    

[nomin, kating!au]

[jeno as kating. jaemin as maba]

***

Malam ini, akhirnya mereka bertemu, selepas kuliah yang memusingkan kepala juga berbagai laporan yang harus dikerjakan sebagai mahasiswa baru, Jaemin meluangkan waktunya untuk sekadar memenuhi ajakan makan dari Jeno—salah satu seniornya di jurusan.

Alunan suara Rara Sekar mengisi indera pendengaran saat ia menapakkan kaki di sebuah kafe bergaya klasik, gambar grafiti di tembok juga hiasan lampu membuatnya merasa betah. Namun, bukan itu tujuan utamanya.

Seorang pemuda berkemeja flanel biru sudah melambaikan tangan, di depannya dua cangkir americano tersaji.

"Maaf ya Kak, agak lama soalnya harus ikut rapat hmj dulu."

Jeno—pemuda itu, tersenyum simpul, menyodorkan buku menu pada Jaemin.

"Aku nggak tahu kamu suka dessert apa," katanya.

"Uhm, red velvet aja."

Tangan pemuda itu terangkat, lalu seorang pramusaji menghampiri dan mencatat pesanan mereka.

Ada jeda diam yang panjang, Jeno hanya menatap wajah Jaemin dari balik cangkir kopi, sedangkan yang ditatap fokus pada ponsel yang sedari tadi bergetar.

"Gimana kuliah, baik?"

"Sejauh ini lumayan sih, nggak susah nggak gampang juga." Ponsel diletakkan lalu memfokuskan wajah pada Jeno yang menyimpul senyum manis.

"Belum homesick?"

Pertanyaan itu sontak membuat Jaemin tertawa. "Agak? Aku baru kali ini jauh dari rumah, baru dua bulan padahal. Lemah amat Jaemin."

"Enggak kok," timpal Jeno, sembari menyodorkan satu piring red velvet ke depan Jaemin, "Dulu Kakak juga gitu, homesick parah di semester awal sampai bunda nemenin di kost nyaris seminggu."

Jaemin mengangguk, kemudian menyendok red velvet ke mulut, menikmati manis yang menguar dari kue berwarna merah itu.

"Semua butuh adaptasi, kan, ya kak?"

"Iyaa."

Keduanya diam, sibuk menikmati makanan dan minuman yang tersaji di atas meja. Lamat-lamat, alunan lagu berganti, kali ini Senandung Senja-nya RusaMilitan, membuat Jaemin menganggukkan kepala mengikuti nada.

"Suka musik indie, Jaem?"

"Enggak juga sih, kadang denger tergantung suasana hati."

"Musisi favorit?"

"Indo apa barat, Kak?"

"Indo aja."

"Letto. Gila ya mereka bikin lagu kayak bikin puisi, liriknya bagus banget huhuhu."

Jeno terkekeh, Jaemin benar-benar ekspresif dan hangat. Tak heran jika dulu sewaktu ospek fakultas, beberapa kating seangkatan Jeno membicarakan pemuda itu.

"Kalau Kak Jeno suka indie kah?"

"Ya lumayan, alasannya sama kayak kamu, lirik mereka sederhana dan mudah dipahami."

"Pantesan," gumamnya kecil.

"Apa?"

"Milih ketemunya di kafe ini. Nuansa indienya kerasa banget. Kurang doi aja nih biar bisa update snapgram, kopi, senja dan kamu, kayak orang-orang aciaaa."

"Apaan sih Jaem." Jeno mendengkus, padahal telinganya sudah memerah.

Tak bisa dipungkiri jika tujuannya mengajak Jaemin bertemu hari ini adalah ingin mengenal lelaki itu lebih jauh. Senyumnya yang menawan sudah membuat hati Jeno tertawan.

"Oh iya kak, jadi ada apa nih? Kayaknya penting banget ya sampai ngajak berkali-kali."

Tawa Jeno kembali berderai. "Enggak kok, emang pengen ngajak kamu aja biar nggak nugas mulu."

"Iya sih, aku butuh refreshing nih."

"Jalan mau?"

"Jalan kemana?"

"Kemana aja? Nonton, makan, apa aja?"

Dahi Jaemin mengerut, "Date?"

Jeno patah-patah mengangguk.

"Kak Jeno ngajak aku ngedate?" suara Jaemin naik beberapa oktaf, membuat pengujung lain menatap mereka heran.

"Ssstt."

"Hahahaha," tawa itu berderai, indah dan renyah, "Ya ampun. Aku harus jawab apa ini?"

"Mau apa enggak?"

"Kapan dulu, nanti pas aku ada kuliah Kak Jeno ngajak kan nggak bisa."

"Lusa mau?"

Jaemin berpikir sejenak, mengingat kembali jadwal kuliahnya minggu ini, lalu menimbang dalam hati perihal ajakan kakak tingkatnya ini.

"Eh ini beneran kan Kak?"

Bola mata Jeno bergulir malas. "Iyalah."

"Yaudah, boleh. Aku juga mau nonton frozen 2 hehe."

"Kujemput di kost apa langsung jalan dari kampus?"

"Lusa aku freenya jam tiga kak. Langsung dari kampus nggak apa-apa?"

"Boleh, lusa juga kakak ada kuliah sampai jam satu."

Jaemin mengangguk kecil, kembali menyuap sepotong kecil red velvet ke mulut.

Sedangkan Jeno memerhatikan di depan pemuda itu. Ia ingin mengenal Jaemin—bukan karena parasnya yang di atas rata-rata, atau keramahannya yang tak lagi diragukan. Tapi, ada satu perasaan dalam hatinya yang mengarahkan ia pada sosok pemuda itu.

"Nggak apa-apa nih kita ngedate?"

"Selaw kak, aku kosong kok."

"Kosong dalam artian apa?"

Jaemin mengangkat alis, "Kosong kuliahnya lah, emang apa?"

"Kalau hatinya?"

"Errrr," bola mata itu berotasi lucu, "Maunya sih ada yang ngisi. Kak Jeno mau?"

Kali ini, Jeno yang mati kutu.

***

poubelleWhere stories live. Discover now