Y A D O N G

By Amipansi

239K 4.3K 182

Berada dalam satu rumah yang sama dengan pria kelewat mesum semestinya sudah menjadi alasan yang cukup releva... More

PROLOGUE
πŸ’ Part. 1
πŸ’ Part. 2
πŸ’ Part. 3
πŸ’ Part. 4
πŸ’ Part. 5
πŸ’ Part. 6
πŸ’ Part. 7
πŸ’ Part. 8
πŸ’ Part. 9
πŸ’ Part. 10
πŸ’ Part. 11
πŸ’ Part. 12
πŸ’ Part. 13
πŸ’ Part.15
πŸ’ Part. 16

πŸ’ Part. 14

8.2K 118 12
By Amipansi

BEGIN

Should We Started or Finished?


🍁

Memangnya apa yang bisa Jungkook harapkan dari seorang gadis labil seperti Saehee. Salah paham sedikit, pasti ujung-ujungnya merajuk. Disalahkan benar pun nanti pasti akan menyalahkan orang lain juga akhirnya.

Berakhir di kedai Tteokbokki di tengah malam mungkin agak sedikit terlihat biasa. Apalagi di dalamnya tidak begitu banyak pengungjung dari ruangan kedai yang lumayan luas itu. Hanya ada dua pasang anak muda yang sedang bermain poker di pojok ruangan dan dua orang pria tua yang sedang bercerita panjang, serta Jungkook dan Saehee juga tentunya.

"Ini tergolong ramai."

Baiklah, Jungkook hanya mengiyakan apapun yang Saehee katakan sedari tadi. Gadis itu sedang merajuk, lebih tepatnya bukan hanya sekedar merajuk, ia juga kesal atas penyataan Nenek tentang alasan Jungkook meneyeretnya untuk masalah pencairan dana warisan. Lebih lagi penilaian Nenek terhadap dirinya juga cukup menyakitkan.

"Nenek bilang payudaraku tidak tumbuh dengan baik, Nenek bilang aku ini gadis labil, Nenek bilang aku hanya alat untuk melancarkan penurunan harta warisannya untukmu." ucap Saehee mengerutkan dahi kesal.

Seorang pelayan terlihat mengantarkan pesanan Tteokbokki yang sepasang manusia ini pesan beberapa menit lalu. Tak lupa dengan dua botol menengah beer.

Suasana menjadi diam sejenak ketika asap makanan hangat mengudara di depan wajah keduanya. Alunan musik ringan nan santai juga turut hadir, dingin udara malam kala itu juga sangat terasa.

Jungkook memandang ke luar kedai, ia melihat butiran-butiran embun yang menempel di kaca pintu. Tiba-tiba saja romanya merinding melihat fenomena lumrah tersebut, entah mengapa. Jungkook kembali mengingat ucapan-ucapan Nenek tadi. Jika dipikir-pikir memang perkataan Nenek cukup menyakitkan hati. Tetapi mengapa ia merasa Nenek tengah memberinya separuh dukungan?

"Buktikan padaku jika dia benar-benar calon istrimu."

Jungkook jadi berpikir, apakah secara tidak langsung Nenek sebenarnya sudah memberikan restu. Hanya saja Nenek butuh hal yang lebih meyakinkan. Masalahnya seperti apa hal meyakinkan tersebut?

"Sae, menurutku Nenek tidak sepenuhnya menentang kita." ucap Jungkook kembali mengawali.

Sedangkan Saehee saat ini hanya bersibuk menyalin Tteokbokki ke dalam mangkuk miliknya.

"Sae, kau dengar aku tidak?"

"Iya Ahjussi, sebentar."

Melihat kegiatan Saehee, Jungkook juga melakukan hal yang sama. Menyalin Tteobbokki ke dalam mangkuk miliknya kemudian juga menuangkan beer ke dalam gelas.

"Nenek bilang, aku harus membuktikan dengan bukti yang kuat jika kau benar-benar calon istriku." ujar Jungkook setelah menyuap suapan pertama Ttekbbokkinya.

Saehee juga melakukan hal yang sama, "Lalu? Aku harus apa?"

"Mari kita lanjutkan ini," ajak Jungkook antusias, "Mari kita lanjutkan kemudian setelah berhasil, kita akan bagi hasil. Jika aku sudah mendapatkan apa yang aku mau."

Setelah menyuap makanan, Saehee malah menghentakkan sumpitnya di luar mangkuk yang menimbulkan bunyi cukup nyaring. Ekspresinya mulai terlihat kesal, walau hanya sembari mengunyah. "Bagi hasil? Kita lanjutkan lalu bagi hasil?" Saehee pun berpikir, apakah perannya hanya sebatas alat untuk mendapatkan harta? "Aku tidak mau lagi melakukannya."

Jungkook seketika menyerngit, "Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Nenek tidak benar-benar menentang kita, kok."

"Memang tidak menentang, tapi apa kau tidak kasihan pada Nenekmu nanti? Saat beliau tahu kita hanya berbohong? Lebih baik kau bawa saja pacarmu untuk dinikahi. Kau sudah jelas mencintainya begitupun juga dia." terang Saehee.

Jujur saja kalimat yang Saehee lontarkan membuat Jungkook termenung. Mencintai? Jungkook masih mecoba menelan maksud tajuk mencintai yang Saehee katakan. "Aku mencintainya?"

"Kau ini bodoh atau bagaimana Ahjussi?" mata Saehee menyipit, menatap Jungkook penuh intimidasi.

"Kalau boleh berkata jujur, atensiku mulai teralihkan semenjak kita bertemu, Sae. Aku jadi ragu tentang masalah apakah aku mencintai kekasihku atau tidak. Bahkan Delancy sudah tidak menarik lagi di mataku."

Saehee melepaskan napasnya kelewat besar, sepertinya menerima pernyataan seperti yang Jungkook utarakan lama-lama bisa membuatnya lupa bagaimana menjadi seorang remaja. Masalah yang ia hadapi adalah masalah orang dewasa yang notabenenya Saehee belum pernah merasakannya sebelumnya.

"Ahjussi, sekarang aku sudah tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Jadi terserah padamu saja apa rencana selanjutnya." begitupun Saehee sudah lelah untuk mengurus apapun tentang sandiwara pernikahannya dengan Jungkook.

🍁

Seutuhan tubuh Jungkook baru mendarat di empukan futon yang sudah di sediakan nenek di salah satu kamar.

*Futon; kasur lantai lipat di Korea

Perutnya terasa begitu kenyang setelah menghabiskan satu porsi party Tteokbokki, membuat engahan kelewat payah pun akhirnya Jungkook memilih bangkit kembali dan menghampiri Jimin yang tengah duduk di tepi undakan sambil bermain gitar, undakan terbuka di bagian samping kamar mereka.

Jungkook duduk

Di samping Jimin, tentunya.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Jimin. Kepalanya masih tetap fokus meneleng memerhatikan petikan jemarinya pada senar gitar.

Jungkook sejujurnya sedikit jengkel akan pertanyaan yang, ya, selalu ada ketika mereka tiba-tiba saling berdekatan. "Memangnya kau saja yang boleh duduk di sini?" tanyanya balik, sinis.

Taburan bintang tampak mendominasi langit, walau keberadaan bulan sedikit menyisih ke arah selatan langit, tentu tidak sampai merusak keindahannya saat itu. Bahkan Jungkook akui jika suasana desa Neneknya memang sangat menenangkan.

Jungkook sedang berpikir sampai mana sandiwaranya akan berlanjut. Ia yakin bahwa harta Neneknya akan jatuh ke tangan Taehyung suatu saat, jika ia tak segera mendapatkan seseorang untuk dinikahi.

"Hyung," panggilnya pada Jimin.

Sang empu pun menoleh sekilas lalu menaikkan sebelah alisnya kemudian melanjutkan kegiatan.

"Kau tidak tertarik dengan harta Nenekku?" tanya Jungkook spontan.

Jimin berdecih, "Tidak. Aku tidak hobi melombakan apa yang sudah menjadi hak orang."

Kesal. Ya, Jungkook kesal lagi dengan cara Jimin berbicara. Tapi mau bagaimana lagi?

"Tidak usah sombong begitu. Aku juga tahu kalau kau sudah berhasil memperluas daerah pertambangan kita dan berinvestasi banyak dengan beberapa kolega bisnis." Jungkook menggantung kalimatnya lalu sedikit merapatkan posisi duduknya dengan sang kakak. "Kalau kau jadi Taehyung Hyung, kau akan berusaha mendapatkan harta warisan dari Nenek?"

Jimin mendadak memandang lurus ke depan, ia juga mulai menjauhkan gitar dari tubuhnya, "Jika itu harus, mungkin aku akan melakukannya." jawab Jimin singkat.

Jungkook memilih mengangguk, mencoba mencerna maksud perkataan kakaknya, "Lalu, jika Hyung jadi aku, Hyung akan melakukan apa?"

"Aku akan membawa seorang gadis kecil, lalu memintanya untuk menjadi istriku." Jimin berkata sembari setelahnya melepaskan tawa cukup besar. Pertanda sedang meledek mungkin.

Mendadak Jungkook memberikan aksi wajah kesal, kesal sekali. Padahal sedari tadi ia sudah fokus mendengarkan. Sia-sia saja tutur kata sopannya beberapa detik yang lalu. "Dasar pendek, kau manusia atau bukan?!" ia merotasi bola matanya jengkel. "Aku sedang serius, bodoh!"

"Kau yang bodoh! Bukankah kau punya kekasih? Lalu kenapa kau malah membawa remaja polos seperti Saehee ke hadapan Nenek? Tidakkah kau merasa sedang memperumit keadaan?" terang Jimin.

Benar sekali. Secara tidak sadar Jungkook sudah memperkeruh keadaan dengan bertindak bodoh. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Mengapa ia begitu mudah menarik seseorang ke dalam masalah pribadinya yang malahan akan memperkeruh keadaannya sendiri?

"Delancy tidak menarik lagi bagiku." ucap Jungkook asal.

"Kuharap kau tidak bersungguh-sungguh mengatakannya, Jeon Jungkook."

Jungkook paham jika ia tak sedang serius mengatakan jika ia tak tertarik lagi pada Delancy. Tapi tak bisa pungkiri juga bahwa Delancy sudah turut andil dalam perjuangan karirnya selama ini. Ia mencintai wanita bule tersebut dengan tulus, Jungkook paham benar akan hal itu. Tapi pertemuannya dengan Saehee mendadak merusak pikirannya.

Entah mengapa

Hanya datang begitu saja

Jungkook tiba-tiba melamun, sekedar memikirkan apa sekiranya rencana selanjutnya. Apakah mau berterus terang pada Nenek dan memulangkan Saehee pada keadaan sebelum mereka bertemu, kemudian membawa Delancy untuk dijadikan istri sesungguhnya. Atau ia ingin tetap melanjutkannya dengan Saehee

🍁

"Ayo bangun tukang tidur."

Suara serak seksi itu mengalun tiba-tiba saja. Saehee tidak sadar akan presensi seseorang di hadapan wajahnya. Hanya terasa hembusan napas panas menyapa puncak hidungnya kala itu, sampai akhirnya ia membuka mata perlahan.

Mata bulat yang menatap penuh serta hidung mancung yang nyaris saja menyentuh hidungnya. Saehee tahu persis dan sadar sekali bahwa yang saat itu menatapnya adalah Jeon Jungkook. Senyum pria itu mereka begitu indah, menemani cahaya matahari pagi yang menyelinap masuk dari jendela.

Tanpa sadar Saehee juga ikut tersenyum

"Kau kenapa pagi-pagi sudah menggangguku?" tanyanya sebagai pembuka dialog.

Jungkook mencubit pucuk hidung kecil Saehee gemas, gigi kelincinya menyembul begitu saja ketika melihat gadis kecil itu menatapnya dengan wajah polos, dan khas sekali bangun tidurnya.

"Tidak kok, hanya saja kau terlihat lebih cantik saja saat tidur." ucap Jungkook spontan.

Saehee tak mau memberi reaksi seperti apapun, walau di hatinya ia sudah berteriak ingin melompat kegirangan ketika pria di hadapannya mengatakan hal tersebut. Tetapi ia tak mau terlalu percaya diri, karena seingatnya wajahnya ketika bangun tidur tak secantik itu juga. Ia terkadang masih memiliki bekas aliran sungai beku di samping sudut bibir, ada hasil ekskresi mata juga. Sangat normal. Hanya saja sedikit tidak enak dilihat.

Gadis dengan piyama bermotif Spongebob ini bergerak mendorong dada bidang Jungkook yang tertutup kaos oblong bewarna putih. Ya Tuhan, jujur saja bulatan kecil yang menyembul dari kain dengan dasar kaos, tepat di dada Jungkook itu sangatlah mengganggu matanya. Daripada ia kelepasan, lebih baik ia menjauhkan diri dari kemungkinan yang bisa terjadi.

"Ahjussi, kau mau kemana hari ini?" tanya Saehee mulai mengikat asal rambutnya.

"Mau mengajak seseorang jalan-jalan." jawab Jungkook.

Tidak sadar raut Saehee mulai berubah masam. Seperti ia barusaja melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ia inginkan. "Oh." responnya sangat terdengar buruk.

Jungkook pun diam-diam menutupi senyum jahilnya. Bagaimana bisa ia tertawa hanya karena melihat wajah kesal Saehee yang tiba-tiba muncul karena pernyataan kelewat biasa yang ia lontarkan barusan. Lagi pula Jungkook belum menyebutkan siapa orang yang akan ia ajak jalan-jalan bukan?

"Jangan membuat reaksi seolah kau benar-benar menyukaiku, Kim Saehee." utara Jungkook masih menyimpan senyum jahilnya.

"Ahjussi kira aku cemburu?" sinis Saehee setelah mendengar utara Jungkook. "Jangan bersikap seolah kau sedang mempermainkanku ya, atau aku akan lari dari sini dan persetan dengan harta warisanmu yang gagal kau dapatkan." ucap Saehee percaya diri.

Jungkook tersenyum sekilas, ia teringat akan pembicaraannya dengan Jimin semalam. Dan sebelum tidur ia juga sudah memikirkan apa rencananya ke depan, "Jangan sampai lari juga."

Sukses membuat wajah Saehee jadi lebih angkuh lagi. Dia tidak akan rela jika harta warisan dari Nenek akhirnanya jatuh ke tangan saudara angkatnya. Kini gadis itu mengerti apa kelemahan pria bernama Jeon Jungkook ini, harta warisan saja diperebutkan. Dia kurang kaya apalagi? Pikirnya.

"Kau tidak perlu repot-repot lari dari sini, Kim Saehee. Aku akan mengantarmu pulang siang ini juga. Maaf karena sudah membawamu masuk ke dalam masalah pribadiku." ucap Jungkook.

Mendadak ucapan Jungkook terdengar sangat sulit dimengerti.

Apa?

Jungkook menyerah?

Saehee gelagapan dan menoleh pada Jungkook yang tengah terduduk di belakangnya. Pikirannya mendadak kacau dan nanar. Penglihatannya berubah buram dan sangat mengganggu ketika ia menatap ke arah Jungkook.

"Kau tidak membutuhkanku lagi, Ahjussi?"

🍁

To be Continue...

Jungkook be like; "Gue ngomong apaan sih, ke Saehee?"

🍁

Holla guys,,, maaf lama nungguin yaa... Jujur aku lagi sibuk bangt kuliah. Jadi, tetep semangat yahh...

Tetep semangat bestiii kan ada 7 suami yang nyemangatin... :v :)

"Sini-sini, lompat ke om Jimin."

Continue Reading

You'll Also Like

296K 14.2K 92
Riven Dixon, the youngest of the Dixon brothers, the half brother of Merle and Daryl dixon was a troubled young teen with lots of anger in his body...
374K 12.6K 74
𝐛𝐨𝐨𝐀 𝐨𝐧𝐞. gilmore girls universe. π™š | B L U E Λ–βΊβ€§β‚ŠΛšβ™‘Λšβ‚Šβ€§βΊΛ– ─── blue eyes like the sea on a cold, rainy day ❝ π˜‰π˜“π˜œπ˜Œ π˜Œπ˜ π˜Œπ˜‹ π˜‰π˜Œπ˜ˆπ˜œπ˜›οΏ½...
258K 8.3K 37
[COMPLETED] I entered the club and after minutes of searching for Jungkook, I finally found him drinking at the bar, alone. I pulled up my mask to...
721M 11.4M 114
Tessa Young is an 18 year old college student with a simple life, excellent grades, and a sweet boyfriend. She always has things planned out ahead of...