[✓] Blank Marquee • KOOKV

Autorstwa adlaidh

46.6K 3.6K 118

karena bagi jeongguk, taehyung adalah prioritas. +kookv drabble to oneshot collection. +various theme (not re... Więcej

the truth untold
pillowtalk
run devil, run
i'm not the only one
love me like you
rumor has it
something just like this
video games
blue jeans
shape of my heart

what can i do

2.4K 240 25
Autorstwa adlaidh

I just don't know what I'm doing wrong

.

"Hyung, what did I do wrong?"

Semenjak kedatangannya di mansion yang luar biasa megah dan angkuh, Yoongi sudah dihadiahi segumpal Taehyung yang menyedihkan, hidung memerah karena menangis, serta tatanan rambut awut-awutan. Lelaki yang lebih kecil itu bahkan harus memaksa adik sepupunya bebersih diri—tentu dengan iming-iming di luar akal; apabila kau ingat jumlah umur Taehyung dan statusnya.

"You did nothing wrong, Taehyungie. Nothing."

Di balik penampilannya yang macam kucing siap cakar apabila diusik, Yoongi memiliki soft spot tersendiri untuk adik sepupunya. Terlebih saat berita menggemparkan hampir seluruh negara (tidak maksud berlebihan, tapi pemilik mansion ini memang punya pengaruh segitu besar) pecah. Yoongi harus mengambil izin cuti tiga hari dari kantor karena Taehyung terus-terusan merengek disusul demo mogok makan.

Sekarang pun, setelah semuanya ketok palu dan keputusan sudah sah, Taehyung masih senang mencuri waktu demi mengganggu sang kakak. Entah dengan alasan ingin bertemu, rindu suasana rumah, dan yang paling mujarab sampai Yoongi tak akan menolak adalah—

"Aku tak tahu di mana salahku, apakah ini benar-benar sebuah kesalahan, hyung?"

Mendengus tak suka akan keadaan sang lawan bicara, Yoongi menggeleng. "Kau tidak salah, Tae, tidak sama sekali. Kau dengar aku?" tanyanya dengan nada final. "You know if I can, I would happily knock some sense into his head. Tapi itu mustahil, Taehyungie, kau tahu sendiri."

Taehyung menerima sodoran handuk kering dari Yoongi; masih dengan mata sembab dan hidung merah. Sang kakak sudah memastikan takaran suhu airnya pas, jadi Taehyung—yang notabene mudah masuk angin—akan baik-baik saja.

Keduanya menyeret langkah di atas karpet berbulu, mengabaikan tetes air peninggalan sesi berendam beberapa saat lalu.

Yoongi tak melewatkan ekspresi murung Taehyung yang kembali membayangi wajah kala langit di luar jendela berangsur gelap. Pun saat lelaki itu mencuri pandang ke arah jam di nakas.

"What mood are you in today, Tae?" Yoongi berdiri di tengah-tengah walk-in closet, berkacak pinggang di depan lautan pakaian kelas atas. Hell, ia tak bekerja sebagai fashion designer for nothing.

"Don't know. Gloomy?" Taehyung menjawab malas; masih mengenakan bath robe dan sibuk mengeringkan rambut. "Dia pikir dengan menghadiahkanku pakaian baru lalu mendiamkanku setelahnya akan membuat ini baik-baik saja. Bullshit."

"Yeah, yeah, I know you're thirsty and need to get laid. I know, muffin."

"Can I marry you instead, hyung?"

Kepala Yoongi menyembul dari balik pintu walk-in, dahi mengerut dan ekspresi jijik—dalam arti harfiah. "Gross. Aku mengenalmu sejak kau sulit dipakaikan popok, Tae, dan aku seringkali membantu ibumu untuk itu. Bocah bandel. Diam dan pakai ini." Setelahnya, satu setel baju melayang. "Dia memang hanya memandangmu sebelah mata, tapi kau harus membuat manik yang lain tertuju padamu, oke?"

Bibir Taehyung maju; tipikal seseorang yang tengah merajuk dan tidak mau pergi ke mana-mana.

"Tidak suka perhatian," rengeknya.

"Tae ... jangan buat segalanya semakin sulit, hm? Try to win his heart, maybe? Setidaknya supaya rumah ini tidak dipenuhi oleh aura canggung penghuninya."

Merasa perkataan Yoongi benar, Taehyung memeletkan lidah. "Aku masih bisa mengobrol dengan para maid dan penjaga kebun."

"Terserah. Aku pernah dengar dia itu orangnya posesif."

Taehyung tertegun. Buka mulut ingin bicara, namun mengatupkannya lagi. Buka mulut lagi, tutup lagi.

Begitu terus.

Hingga akhirnya tawanya meledak.

"Lucu, hyung, dan ia juga suka permen kapas."

Sarkas.

"Terserah."

Yoongi lupa, jika Taehyung dapat dengan mudah memanipulasi orang-orang. Apalagi jika hal demikian berhubungan dengan ekspresi wajah dan intonasi bicara. Well, Kim Taehyung tidak mendapatkan nama besar di teater for nothing.

Adik sepupu yang beberapa jam lalu masih tak berhenti merengek, hidung memerah dan sangat berantakan; kini berubah seratus delapan puluh derajat kala presensi individu lain muncul. Outfit yang dikenakan juga turut andil, sih, tapi Yoongi tetap dibuat takjub dengan bagaimana Taehyung membawa dirinya detik ini.

Tanpa aba-aba, manik Yoongi berjengit tak suka, begitu pintu kamar Taehyung dibuka tergesa.

"Tentu saja ada kau." Kalimatnya terdengar simpul—Yoongi menegakkan diri dari posisinya duduk bertumpu kaki di kursi rias.

Ia menoleh pelan, berhura dalam hati karena Taehyung pun masih sibuk membenarkan anting-anting panjang yang bergoyang anggun.

"Sepupuku membutuhkanku, Mr. Jeon Jeongguk, kau bilang acaranya penting." Yoongi berujar datar; senyum tipis Taehyung membuat keduanya seolah berlaku kurang ajar.

Mengabaikan kalimat Yoongi, sang pemilik mansion lantas meniti langkah. Ia berdiri tak jauh dari Taehyung yang masih menyibukkan diri di depan cermin tinggi, di dalam walk-in closetnya.

"Terlihat dari bagaimana kau mendandani sepupumu sendiri." Kalimatnya mencibir, sejenak mengakibatkan Taehyung tertegun hingga menghentikan sebentar aktivitasnya. "You want him to be consumed by public's eyes? Membiarkan orang-orang bebas memandangnya tanpa batas."

"Untuk ukuran seseorang yang sering memenuhi lemariku dengan baju, kau sungguh tidak tahu caranya memberi apresiasi pada para designer, Jeongguk." Ia berkata lirih; masih sedikit syok lantaran kalimat Jeongguk sebelumnya terasa menyindir. "Aku akan handle dari sini, Yoongi hyung, terima kasih. Kau pulanglah, maaf aku menahanmu hingga sore begini." Taehyung dan bakatnya lagi; memenuhi suasana canggung itu dengan dua intonasi berbeda. Ia melempar senyum pada Yoongi, seolah mengirim permintaan maaf karena telah menyeretnya dalam kondisi tak mengenakkan.

Sepeninggal Yoongi, Taehyung membalik tubuh. Ia tak berkata apa pun, namun orang paling tidak peka saja seharusnya tahu; hazelnya menyiratkan kekecewaan. Mungkin stok sabarnya benar-benar sudah limit, tapi siapa tahu Taehyung punya cadangan—karena ia masih sempat menghela napas dan meleburkan seluruh atensi pada Jeongguk.

"Tolong jangan katakan hal menyakitkan pada Yoongi hyung. Aku tidak ingin dia terlibat di sini. Cukup kau dan aku saja," katanya, tidak berusaha menyembulkan nada persuasif di setiap kalimatnya. "Throw it all on me, I'll be fine. But not hyung. Please not hyung."

"Even when he made you dressed like this?" Jeongguk mengangkat sebelah alis; menantang.

"Define 'this'." Taehyung berucap; menyedekapkan lengan di depan dada. "If by this you mean like a slut, tell me. If you're not going to give me attention, I'll happily sought it from someone else." Rahang Jeongguk mengeras; nada Taehyung mulai terdengar panas. "Who knows, mungkin kau memberikan perhatianmu untuk jalang lain selama aku bermain-main dengan hadiah-hadiahmu."

Taehyung literally melonjak kaget saat Jeongguk menutup sebelah pintu walk-in closetnya dengan gerakan buas. Pandangannya getir; dan Taehyung tak mungkin melewatkan bagaimana napasnya pendek dan sulit.

"You don't talk to me like that." Ujung jarinya menuding Taehyung dengan telak. Nadanya rendah. Jeon Jeongguk yang terkenal dingin dan tak berperasaan kini benar-benar menunjukkan wujudnya di hadapan Taehyung. "You don't talk to me when I'm the one who—"

Gerakan tangan Taehyung bergerak lebih cepat dibanding akal sehatnya.

"I hope you have enough pride walking around your guest with my handprint on your face."

Mansion keluarga Jeon tak hanya memamerkan kekayaan dan arogansi pemiliknya, namun menyiratkan pula apa yang kau sebut kesendirian. Patung gargoyle di pintu utama menyambut para tamu dengan kerling matanya yang menakutkan; seolah memberi peringatan pertama untukmu agar tak bermain-main dengan pemilik mansion kehormatan.

Setelahnya, dua hingga delapan penjaga berjejer; menyambut pula, tapi setidaknya dengan sedikit keramah-tamahan. Berpuluh-puluh mobil mewah melintas di depan tangga pualam; lantas beriring-iringan dibimbing ke taman parkiran.

Jeon Jeongguk menyaksikan semuanya dari ujung tangga paling atas, ekor anak tangganya melingkar hingga ke ruangan utama tempat perjamuan dilaksanakan. Tidak akan ada makan malam yang digelar—semua yang berbau formal sudah dilaksanakan sehari sebelumnya di mansion utama. Tempat ini adalah milik Jeon Jeongguk seorang; menolak mentah-mentah usulan orangtuanya untuk tetap tinggal di kediaman mereka.

Begitu tamu terakhir dinyatakan masuk, penjaga di pintu memberi bungkukan pendek lalu menutup dua bilah besar tersebut; menyisakan hall utama penuh orang-orang berbusana necis. Musik klasik mengambang di udara, pelayan berseragam berkeliling menawarkan minuman cuma-cuma.

Taehyung muncul di sebelahnya tanpa suara; seperti biasa. Siap sedia kapan pun Jeongguk melangkahkan kakinya di setiap acara.

Apa yang Jeongguk takutkan sedetik setelah ia menemukan Yoongi di kamar barusan, terjadi sudah. Pasang mata yang tertuju ke arahnya—bukan, kepada Taehyung, sebenarnya. Dan bagaimana cara lelaki itu membawa diri sungguh membuat Jeongguk sakit kepala. Beberapa jam yang lalu mereka bersitegang, dan Jeongguk tak berbohong waktu ia bersumpah menyaksikan hazel Taehyung tampak berkaca-kaca pun diakhiri dengan sapaan pedih di pipi kanannya.

Tapi, well, lihat sekarang. Siapa yang menyapa seluruh tamu dengan senyum dan attitude mahal. Bungkukan kecil dilanjut sesi obrolan formal.

Taehyung mungkin tak pernah secara penuh dikelilingi suasana macam begini walaupun keluarganya tak jauh berbeda dari Jeongguk, tapi untuk ukuran seseorang yang memaksa memisahkan diri dari kehidupan demikian, caranya membawa diri sudah lebih dari cukup.

Tapi tetap, Jeongguk tak bisa tidak emosi apabila mengingat apa yang Taehyung lakukan beberapa jam ke belakang.

Pipinya masih terasa panas omong-omong. Mungkinkah tamparan itu benar-benar menghasilkan bekas, ia tak tahu.

Later that night, setelah aliran darah orang-orang dipenuhi alkohol; tawa dan obrolan sedikit menyerempet lebih jujur dan terbuka, Jeongguk menyadari akan satu hal.

Ini bukan kali pertama orang-orang mengenal Kim Taehyung sebagai tunangannya, bukan kali pertama pula chaebol lain seumuran dirinya bertemu Taehyung. Sejak detik awal keluarga Jeon mengenalkan Taehyung ke publik pun, Jeongguk sudah menangkap beberapa pandangan yang dilempar. Memuja, menggoda, dan membenci. Di samping banyak orang-orang mengagumi, tak sedikit pula yang jelas-jelas menuding Taehyung dengan segala macam tuduhan negatif.

Salah satunya terjadi kala Im Nayeon, putri satu-satunya kolega terdekat keluarga Jeon berpapasan dengannya. Ia dan ayahnya sungguh dekat, ehm, beda dengan Jeongguk yang akan tetap menggunakan kalimat kelewat formal seperti di perusahaan walaupun tengah berada di rumah.

"Terlihat mengundang pertanyaan dan perhatian, well, no?" Senyum Nayeon. "Kupikir Jeongguk-ssi lebih menyenangi sesuatu yang bersifat privasi."

Di luar dugaan Jeongguk, yang kala itu sedang secara frontal dibicarakan, justru mengulas senyum. "I'll take that as a compliment, Miss," katanya. "Walaupun agak berat kukatakan mungkin kau berharap bisa berdiri di posisiku sekarang?" Pasang mata Im Nayeon melebar, jelas tak bisa membalas balik ditambah ayahnya yang tengah sibuk dengan obrolan di kelompok lain. "Ayo ke belakang, Jeonggukkie, aku haus."

Yang lengannya digenggam tidak merespons balik; ia hanya meletakkan tangannya yang bebas di punggung Taehyung. Dia bohong apabila panggilan Taehyung barusan memunculkan sebaris anak landak di perutnya.

Dan selama beberapa saat ke depan pula, Jeongguk menyadari bahwa kalimat Taehyung sedikit lebih lembut, manja pun meminta. Pegangan di lengannya menguat pun rengekan kecil yang satu, dua kali dilontarkan.

Alkohol, Jeongguk mengingatkan dirinya sendiri.

Hingga pada akhirnya ia benar-benar harus ke kamar mandi, Jeongguk terpaksa meyakinkan Taehyung untuk menunggunya. Ia bahkan melupakan sejenak harga dirinya dengan menangkup wajah Taehyung di tengah-tengah tamu.

"I'll be back in a few, okay?"

"I'll go with you." Sungguh, Taehyung yang tengah memajukan bibirnya itu ilegal. Jeongguk harus menabrakkan kepalanya dengan dinding; sekarang juga.

"Taehyung ...."

"I'm lonely. And you never pay attention to me."

Oke. Sekarang segalanya terasa berputar balik. Jeongguk perlu ke belakang; menyelesaikan apa pun itu urusannya di toilet dan mendinginkan kepala.

Demi Tuhan.

Ketika Jeongguk selesai, ia tak melihat Taehyung di mana pun.

Tidak di tempat terakhir ia meninggalkannya, di meja punch, pun di dekat kedua orangtua mereka yang tengah berbincang. Awalnya ia kalut, lantaran sempat berpikir hubungan yang semula tak sehat dapat diselamatkan. Tapi tidak; tidak kala Jeongguk mendapati punggung sempit Taehyung tengah mengolok keberadaannya.

Oh.

Apakah ia melihat Park Hyungsik di sana? Berdiri tegap layaknya seorang gentleman dan menebar senyum seolah hal demikian adalah kewajibannya setiap hari.

Jeongguk tak dapat melihat wajah Taehyung sekarang, namun ia seratus persen yakin lelaki itu tengah berada dalam kendali alkohol.

Langkah kakinya bergerak lebih cekatan daripada pikirannya; dan tahu-tahu Jeongguk sudah ada di tengah-tengah keduanya dengan sebelah lengan memegangi tubuh Taehyung yang mungkin bisa tumbang sewaktu-waktu. (Jeongguk sengaja memunculkan cibiran kecil ke arah Hyungsik saat Taehyung menyambutnya dengan mata berbinar).

"Well, kuharap kau tertarik dengan ajakanku menghabiskan akhir minggu di padang golf pribadi keluarga kami, Taehyung-ssi." Hyungsik bertutur, gelagatnya sopan dan sedikit bumbu ajakan. "Sepertinya Jeongguk-ssi di sini terlalu diributkan oleh urusan kantor, no?"

Senyum Taehyung miring—hampir menyiratkan bahwa ia benar-benar telah meringkus Hyungsik dalam pesonanya.

"Well, pernyataanmu tak sepenuhnya salah, Hyungsik-ssi. Tapi; you see, Jeonggukkie loves to take me to his office. It's more private and he'll make sure I'm not bored to death." Setelahnya, ia mengerling; meleburkan atensinya pada Jeongguk yang belum berkata apa pun (mungkin terlalu syok). "Right, Gukkie?"

Sialan.

Ke mana perginya Taehyung yang tadi sore menampar wajahnya?

"Gukkie?"

"Yes, yes Tae. Do you need something?"

Hyungsik berdeham; ia memegang gelas sampanye miliknya kelewat tegang. Pun ketika jemari kurus Taehyung—entah dalam pengaruh alkohol atau tidak—menebar garis abstrak dari ujung bahu hingga ke tengah dadanya, lelaki itu bernapas pendek-pendek.

"Ini adalah ajakan eksklusif, Kim Taehyung-ssi." Nadanya berubah persuasif; sebuah gerakan kecil dan lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di punggung tangan Taehyung. "Ingin mengikuti pelajaran golf sebelumnya?"

Oh, benar-benar bedebah.

"We'll make sure to use a time." Jeongguk memotong dengan kalimat pendek. Ia sungguh tak melewatkan Taehyung yang kala itu tersenyum ke arahnya lantas menarik tangan dan kembali memeluk lengannya. "For now, may you excuse us."

Taehyung menarik lengan Jeongguk sekilas. Melempar senyum terakhir pada Hyungsik, dan berjinjit mendekati telinga Jeongguk.

"Take me out of here, Gukkie. I'm tired."

Taehyung selalu tidak kuat minum.

Entah itu soju ataupun sampanye biasa, ia akan dengan mudah terpengaruh aliran alkohol dalam darahnya. Dan jika ia sudah ada di bawah pengaruh demikian, bicaranya akan sedikit lebih longgar dan kontrol akan dirinya pun bubar.

Taehyung yang tengah sadar tidak akan pernah merengek pada Jeongguk minta digendong, melarang Jeongguk pergi bahkan hanya untuk menutup pintu, dan memaksa lelaki itu menjadikan pahanya sebagai bantal; sementara Taehyung berbaring memunggunginya.

Awalnya ia kira semuanya mimpi; kala tekanan lembut menyapa puncak kepalanya serta gerak gemulai jemari menyisiri surainya. Tapi tidak; tidak ketika suara Jeongguk yang kelewat kecil dan sarat akan insekuriti memenuhi rungunya dengan manis.

"I'm sorry."

Hazel Taehyung terbuka, dalam sekian milisekon kesadarannya terpampang di depan mata. Ia tak bergerak, berharap Jeongguk melanjutkan kalimatnya. Well, bukan rahasia kalau Jeon Jeongguk adalah a man of few words; ia mungkin kesulitan merangkai kalimat dan hanya berakhir dengan gestur-gestur kecil saja.

"I love being in a situation like this." Sejemang ruangan itu hening, Taehyung buka suara. Seluruh tubuh Jeongguk menegang—Taehyung dapat merasakannya karena gerakan lelaki itu di kepalanya berhenti sejenak. "Hanya di saat-saat seperti ini kau membiarkan dirimu lengah selama berada di dekatku."

"Taehyung—"

"Aku tahu; the breakfast on a bed, an aspirin and bath tub full of warm water, it's all you wasn't it? Satu hari ketika pesawatku tiba tengah malam dari Praha dan keesokan harinya seluruh maid memanjakanku, itu ulahmu 'kan?" Ada seberkas senyum dari cara Taehyung berbicara walaupun ia masih memunggungi Jeongguk. "Aku tak akan memasukkan hadiah-hadiahmu; tapi perlakuan-perlakuan itu, Jeongguk, terima kasih.

"Kau bahkan mengingat bagaimana aku menyukai rotiku tanpa pinggiran."

Jeongguk telak dibuat tak bersuara, pun gerakan jarinya berhenti di tengah-tengah. Bahu Taehyung bergetar, Jeongguk lagi-lagi membiarkan kesedihan itu menyebar.

"Maka dari itu aku minta maaf." Taehyung berkata lirih. "Aku tidak bisa menggagalkan rencana ini karena hanya inilah cara kecil yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan Dad. He's all I have right now, Jeongguk, only him. I'm not strong enough to watch him breaking his bones to death working to keep the company. Dan ketika tawaran ayahmu datang, aku menyetujuinya tanpa berpikir dua kali.

"I'm sorry if I'm being too selfish." Taehyung berdeguk dalam airmatanya sendiri, menggulung dirinya sekecil mungkin, dan membuang jauh-jauh harga dirinya dengan memperlihatkan kondisi terlemahnya di hadapan Jeongguk. "I'm sorry Jeongguk, for being needy and clingy. I—I swear tonight's the last. I'll keep my distance for now. But one thing you should know, you make it hard for me not to love you."

Selama beberapa saat yang menyakitkan, ruangan itu hening. Taehyung berusaha menormalkan desau napasnya walapun bahunya masih kentara bergetar. Jarum jam di ujung ruangan bergeser pelan, seolah tidak ingin mengganggu privasi dua entitas yang kala itu mengokupasi sofa besar yang menghadap ke pintu.

—karena Taehyung merengek kepalanya terlalu sakit jika dilanjutkan ke tempat tidur. Ia hanya ingin berbaring dan bersama Jeongguk.

Sejemang kemudian, Jeongguk menyelipkan lengannya di bahu Taehyung. Dengan gerakan paling lembut yang dapat ia tawarkan, Jeongguk mengangkat tubuh sang lawan bicara; sejenak membiarkan ibu jarinya mengusap sisa-sisa airmata di kanan kiri pipi Taehyung.

"Jeon ...?"

Yang namanya dipanggil lantas mendudukkan Taehyung di pangkuannya; ujung lutut lelaki itu memerangkapnya di sofa. Walaupun Taehyung bersikeras tidak ingin memperlihatkan kondisinya pada Jeongguk, sang pemilik mansion lebih cepat dalam bertindak.

Entah kenapa, kedua tangannya terasa hangat di wajah Taehyung.

"You make it hard for me to hate you." Jeongguk berkata pelan; tatapan onyxnya intens. "Aku berkutat dengan pikiranku sendiri demi alasan untuk membencimu, tapi nihil, Taehyung. I fucking can't. There are times that I hope I can throw away my pride and swarm you with love, but who am I?

"Jadi aku pikir, aku hanya bisa menyenangkanmu dengan materi. Gucci? Aku tahu kau tergila-gila pada brand yang kurang ajar mahalnya itu," ia tersenyum singkat lantas melanjutkan, "dan kau selalu benci jetlag. Kupastikan para maid merawatmu dengan baik. Karena aku tak tahu apakah bisa mengontrol diri jika aku yang berada di sana lalu memanjakanmu."

Tanpa aba-aba wajah Taehyung basah. Lagi. Sejenak, Jeongguk hendak merutuki dirinya sendiri karena telah memperkeruh keadaan tapi toh akhirnya Taehyung balas meremat kemeja Jeongguk dan membenamkan wajahnya di leher lelaki itu. Masih sesenggukan, namun ada satu, dua hela tawa yang ia keluarkan.

"Tell me those are happy tears?" Suara Jeongguk bergema langsung di cuping telinga Taehyung. "I can't forgive myself if I make you cry again, Tae. I know you cry yourself to sleep because of me. I'm sorr—"

"No more apologies." Taehyung tersentak, pegangannya di leher Jeongguk mengerat. Lucu, sebenarnya, menjadi saksi Taehyung yang masih sesenggukan lantas memaksa bicara; jadi Jeongguk hanya melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang Taehyung sedikit lebih erat, dan membuka telinganya lebar-lebar. Manatahu Taehyung menggumamkan hal yang lucu. "Make it up to me."

Oke, sekarang ia merajuk. Dan Jeongguk sungguh tak bisa tidak merasa gemas.

"Oh, I'll make it up to you, Tae. I'll take you on dates, million dates. Memotong pinggiran rotimu, memenuhi lemari pendingin dengan es krim stroberi favoritmu, atau kau ingin aku memanjakanmu setiap kau selesai dengan pentasmu di teater, hm?"

Taehyung tertawa dengan sebaris airmata. Ia mengangkat wajahnya kemudian, terpaksa bersembunyi lagi lantaran Jeongguk menghadiahinya kecupan singkat di dahi. Tawa Jeongguk yang kemudian menggelegar di udara, sementara Taehyung mati-matian merengek karena malu.

Ketika akhirnya suasana kembali menghangat dan hening, Jeongguk mengangkat dagu sang lawan bicara. Dahi keduanya bertemu di tengah. Pun suhu ruangan yang terasa seratus kali lebih gerah.

"Can I kiss you?"

Taehyung tak menjawab pertanyaan prianya secara verbal. Hanya anggukan kecil; yang dianggap Jeongguk sebagai jawaban.

Rasanya tidak ada bullshit seperti kembang api yang merekah, ataupun perasaan yang membuncah. Taehyung hanya mencicipi sekelumit aroma sampanye dan kehangatan; serta bagaimana Jeongguk mencoba menyalurkan permintaan maaf dan pernyataan akan perasaannya.

Dan Taehyung? Ia menerimanya dengan suka cita.

"I thought we're supposed to christen the bed after a wedding."

Di sebelahnya, berbaring tanpa suara, Taehyung meloloskan tawa. Ia menumpu pipinya pada lengan Jeongguk yang kala itu menatap langit-langit kamar di tengah euphoria. "You make us christen the whole room, Gukkie."

"I said, I'll make it up to you, don't I?" Jeongguk bertanya dengan nada pelan; menyingkirkan anak-anak rambut yang jatuh membingkai dahi tunangannya (oh Tuhan, rasanya candu sekali menyebutkannya).

"Jadwal berikutnya ... kencan?"

Mendaratkan ucapan selamat malam di dahi Taehyung, sang putra bungsu keluarga Jeon menyanggupi dengan anggukan.

"Tentu, angel. Untukmu."

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

438K 34.3K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
45.9K 4.6K 5
Jungkook memiliki dua malaikat tak bersayap yang selalu siap berada di sisinya kapan saja. KOOKV. Parents!taekook. Family!au
5K 749 3
Title : Y̶A̶M̶O̶ Writen : @DiazOktaFiqi Inspirs: Drama Song ........................ Description| Rasa Obsesi Jeon JungKook yang semakin hari s...
4.5K 482 4
"Kau sinting?" Tawa pun keluar dari bibir jungkook, dia menggaruk hidung menggunakan jari kelingking nya. "Kau lah yang membuat ku menjadi sinting"...