Inseparable Love ✔ (SUDAH TER...

Bởi steffyhans_

134K 8.2K 1.5K

#1 Racing (20-04-2020) Di balik kematian ayahnya, tersimpan sebuah rahasia besar yang mengungkap identitas Ki... Xem Thêm

Pemenang Balapan
Valdo Dibunuh
Penyelidikan Polisi
Pertemuan Pertama
Part 5
Part 6
Part 7
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Cast (Alfrey)
Cast (Kimberly)
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
INFO
OPEN PO

Part 8

2.9K 238 31
Bởi steffyhans_

Hari ini sungguh melelahkan bagi Kim. Usai mandi, Kim langsung merebahkan diri ke atas ranjangnya dan memejamkan matanya. Dia sama sekali tidak berniat untuk makan malam. Yang dibutuhkannya saat ini adalah beristirahat.

Saking lelahnya, Kim hampir saja terlelap dalam tidurnya. Namun, suara ketukan pintu dari arah luar telah mengganggu istirahat Kim dan membuat Kim terpaksa membuka matanya. Tubuhnya enggan bangkit dari tempat tidur, namun suara ketukan di pintu kamarnya semakin terdengar kencang dengan ritme yang cepat.

"Kakak, buka pintunya! Jika malam ini Kakak tidak ikut makan malam, maka tidak ada jatah makan malam untuk besok malam," ucap Miranda dengan suara yang tinggi.

"Ya, tunggu sebentar!" sahut Kim pelan.

Kim membuka pintu kamarnya, lalu berjalan keluar menuju meja makan. Kim menarik kursi di samping Miranda. Kim mengambil sedikit nasi dan dua macam lauk yang tersaji di atas meja makan, lalu memakannya. Baru beberapa suapan nasi masuk ke mulutnya, tiba-tiba kepala Kim terasa sangat pusing. Kim mengunyah nasi sembari memegang kepalanya.

Apa yang terjadi denganku? Kim membatin cemas.

Lorenza dan Miranda saling bertukar tatap sejenak, lalu menatap wajah Kim yang nampak lesu dan memucat.

"Kenapa kau pulang awal hari ini, Kim?" tanya Lorenza dengan nada datar.

Kim memejamkan matanya seraya menahan rasa sakit di kepalanya. Sedetik kemudian, Kim terjatuh ke lantai dengan kondisi tidak sadarkan diri membuat Lorenza dan Miranda terlonjak kaget.

"Kim... ," pekik Lorenza terkejut seraya beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menghampiri Kim yang tergeletak di lantai.

Miranda hanya berdiri di samping Kim dengan menyilangkan kedua tangannya ke depan dada tanpa berniat untuk mengangkat tubuh kakaknya itu. Sedangkan, Lorenza menepuk-nepuk pipi Kim seraya berseru, "Kim, bangun! Hei, buka matamu! Bangunlah, Kim! Jangan berpura-pura pingsan! Ayo, buka matamu!"

"Astaga, Mom. Kakak itu tidak sedang berpura-pura. Dia benar-benar pingsan," ucap Miranda dengan nada santai.

Lorenza mendelik tajam ke arah Miranda yang hanya berdiri saja. "Kau sudah tahu dia benar-benar pingsan, tapi tidak berbuat apa-apa. Ayo, bantu Mom angkat tubuh Kim ke kamarnya!"

Miranda mendengkus kasar. "Merepotkan sekali!"

Lorenza dan Miranda berusaha sekuat tenaga mengangkat tubuh Kim dan membopongnya sampai ke kamar. Usai membaringkan tubuh Kim ke ranjangnya, Lorenza berseru pada Miranda. "Hubungi dokter terdekat, Mir!"

Miranda yang sedang memijat-mijat lengannya seusai membantu ibunya membopong tubuh Kim, lantas menyahut dengan nada tegas. "Apa, Mom? Harus aku yang menghubungi dokter? Tidak! Aku tidak mau!"

Lorenza menggeram kesal seraya menepuk kuat lengan Miranda. "Kau ini! Mom menyuruhmu baik-baik, kau malah menyahut ucapan Mom. Ayo, cepat hubungi dokter!"

"Oke! Oke! Aku akan menghubungi dokter," balas Miranda dengan raut wajah yang merengut kesal. Seraya menghentakkan kedua kakinya ke lantai, Miranda berjalan keluar dari kamar Kim.

Setengah jam kemudian, seorang dokter wanita datang ke rumah Kim dan langsung memeriksa kondisi Kim yang terbaring lemah di ranjangnya.

Usai memeriksa Kim, dokter itu berkata dengan raut wajah yang serius. "Maaf, Nyonya. Apakah Kim ada mengeluh sesuatu sebelum dia pingsan?"

Lorenza dan Miranda bertatapan sekilas. "Tidak ada, Dok. Wajah Kim terlihat pucat, lalu dia memegang kepalanya. Tiba-tiba, dia pingsan dan langsung tergeletak di lantai," jelas Lorenza.

Dokter itu mengangguk pelan. "Aku akan memberikan resep obat," ucapnya seraya menulis di buku kecilnya, lalu menyobek selembar kertas dan diberikan kepada Lorenza. "Ini resepnya, Nyonya! Anda bisa membelinya di apotek. Jika dalam dua hari kondisi Kim masih tidak membaik, Anda harus membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."

Lorenza menghela napas pelan. "Baiklah, Dok! Terima kasih. Maaf sudah merepotkan Anda malam-malam seperti ini," ucapnya dengan nada lembut.

"Tidak apa-apa, Nyonya. Sudah kewajiban saya sebagai dokter untuk siaga membantu orang yang sedang sakit. Kapanpun dan di manapun." Dokter itu beranjak dari tempat duduknya seraya berjabat tangan dengan Lorenza. "Saya permisi dulu. Selamat malam, Nyonya."

"Selamat malam juga, Dok. Sekali lagi, terima kasih," balas Lorenza dengan tersenyum ramah.

Ketika dokter itu sudah pulang, Lorenza berseru seraya memberikan kertas resep itu kepada Miranda. "Beli obat ini untuk kakakmu di apotek sekarang juga!"

Raut wajah Lorenza merengut kesal. "Kenapa harus aku lagi, Mom?"

"Lalu, Mom harus menyuruh siapa lagi jika bukan dirimu?"

Miranda mengambil kertas resep dari tangan Lorenza. "Oke, aku akan membelinya. Aku pergi dulu, Mom."

Miranda berjalan keluar dari rumah menuju mobilnya. Sesaat kemudian, mobil Miranda melaju meninggalkan area rumah. Tak jauh dari rumah Kim, Tedy menepikan mobilnya dan melihat mobil Miranda melaju keluar dari area rumah.

"Kim sudah pulang atau belum ya?" gumam Tedy seorang diri seraya menatap rumah Kim yang tertutup rapat.

Tedy mengambil ponselnya dan menghubungi Kim. Beberapa kali Tedy mencoba menghubungi Kim, tapi nomor Kim tidak aktif. "Apa kau belum pulang, Kim? Tidak biasanya ponselmu tidak aktif," gumamnya lagi.

Seketika, rasa cemas menyeruak ke dalam hatinya. "Apa aku harus masuk ke dalam? Tapi jika Kim belum pulang, pasti aunty Lorenza yang akan membuka pintunya. Ahh...aunty  'kan tidak suka setiap aku datang." Helaan napas panjang keluar dari mulutnya. "Apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku harus bermalam di dalam mobil seperti ini. Sebaiknya, aku pulang dulu saja sekarang. Biar besok pagi aku datang lagi."

***

Keesokan paginya, Kim membuka matanya perlahan. Setelah terbuka sempurna, Kim menatap sekelilingnya sambil memegang kepalanya yang masih sedikit terasa pusing dan mengubah posisinya menjadi duduk.

"Apa terjadi sesuatu padaku semalam?" gumam Kim, lalu memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya.

"Kau sudah sembuh?"

Kim membalikkan tubuhnya dan menatap Lorenza yang sedang menyiapkan sarapan untuk Miranda di meja makan.

"Kepalaku masih terasa sedikit pusing, Mom," jawab Kim.

"Apa Kakak tahu jika semalam Kakak itu pingsan saat sedang makan malam?"

Pertanyaan Miranda membuat Kim mengerutkan dahinya. "Benarkah?"

Miranda menatap jengah ke arah Kim. "Tentu saja benar. Mau tidak mau, aku dan Mom yang membopong tubuh Kakak ke kamar."

"Maaf sudah merepotkanmu dan Mom," lirih Kim.

"Dan aku juga yang menghubungi dokter dan pergi membeli obat ke apotek," tambah Miranda membuat Kim semakin merasa tidak enak hati.

"Terima kasih," ucap Kim.

"Kakak itu benar-benar merepotkan. Lain kali jika Kakak ingin pingsan, di dalam kamar saja agar aku dan Mom tidak perlu susah-susah membopong tubuh Kakak lagi," sindir Miranda bernada tajam.

Hati Kim terluka oleh sindiran tajam dari Miranda. Dia begitu menyayangi Miranda, tapi adiknya itu justru tidak menyayanginya. Kim membalas sindiran Miranda dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Kakak juga sebenarnya tidak ingin pingsan di ruang makan, Kim. Apalagi, sampai merepotkan kalian. Kakak juga tidak ingin sakit-sakitan seperti ini jika Tuhan memberi kesehatan seumur hidup pada Kakak. Tapi, Kakak bisa berbuat apa jika semuanya sudah diatur oleh Tuhan. Kakak hanya bisa menerimanya dengan ikhlas."

Lorenza tak sedikitpun membela Kim ataupun menyela Miranda. Dia hanya diam dan membiarkan kedua putrinya itu berdebat.

Kim menutup pintu kamarnya, lalu duduk di lantai sambil menekuk lututnya dan membenamkan wajahnya. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya, kini mulai membasahi wajahnya.

Jika diberi pilihan, aku lebih memilih tinggal bersama Dad di sana daripada harus menanggung sakit yang tak berujung seperti ini, lirih Kim di dalam hati.

Kim mengangkat kepalanya dan mengusap air mata di wajahnya. Dia berusaha menguatkan dirinya untuk tetap semangat menjalani hari-harinya yang sulit. Kim beranjak berdiri, lalu bersiap pergi ke kantor Frey.

***

Kim sudah tiba di ruangan Frey dan melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Tapi, Frey malah mengajaknya keluar kantor untuk sarapan dan menyuruh Kim untuk menyetir mobilnya.

"Wajahmu terlihat pucat, Kim. Apa kau sedang sakit?" tanya Frey ketika mereka sudah berada di parkiran mobil.

Kim menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Frey."

"Kau yakin baik-baik saja? Jika kau sakit, sebaiknya kau pulang saja. Beristirahatlah di rumah!" seru Frey yang cemas melihat wajah Kim yang pucat.

Justru aku lebih memilih bekerja daripada harus beristirahat di rumah, Frey, jawab Kim di dalam hati.

"Aku tidak apa-apa, Frey. Kau tidak perlu cemas," balas Kim.

Saat Kim hendak duduk ke kursi kemudi, Frey merebut kunci mobilnya dari tangan Kim.

"Kenapa kau mengambil kuncinya, Frey?" tanya Kim.

"Biar aku saja yang menyetir! Kau duduk di sebelahku saja," jawab Frey seraya menarik tangan Kim untuk keluar dari mobilnya.

"Tapi, Frey...aku--"

"Aku tidak tahu apa alasanmu tidak ingin beristirahat di rumah. Jelas-jelas wajahmu itu sangat pucat, Kim! Aku tidak mau terjadi hal yang buruk pada kita nantinya jika kau yang menyetir. Sudahlah, hari ini aku saja yang menyetir."

Kim menghela napas pelan. "Baiklah!"

Kim berjalan setengah memutar mobil Frey dan duduk di kursi sebelah Frey. Frey menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan area parkiran menuju restoran.

Di tengah perjalanan, Frey merasakan ada hal yang tidak beres dengan mesin mobilnya. Tiba-tiba saja mobilnya tidak berjalan teratur hingga berhenti di tengah jalan. Frey mencoba menyalakan mesin mobilnya berulang kali, tapi mobilnya tidak bereaksi apapun.

"Ada apa, Frey?"

"Entahlah! Mesinnya tidak mau menyala."

"Coba kau lihat dulu mesinnya!"

Frey membuka sabuk pengamannya, lalu keluar dari mobilnya. Frey membuka bagian depan mobilnya dan memeriksa apa yang membuat mesin mobilnya tidak mau menyala.

Beberapa menit berlalu, Kim yang duduk di dalam mobil, mengeluarkan kepalanya lewat kaca jendela. "Bagaimana, Frey? Apa masih belum bisa?"

"Belum, Kim. Entahlah, aku jadi bingung apa yang salah dengan mesinnya."

Kim keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Frey. "Kau minggirlah dulu, biar aku yang memeriksanya!"

Frey menaikkan kedua alisnya. "Sungguh?" Frey tertawa ringan. "Kau yakin bisa memperbaiki mesin mobil?"

Kim tersenyum miring kepada Frey. "Kau meragukan kemampuanku?" sindirnya seraya membuka satu per satu kancing kemeja yang membalut tubuh rampingnya.

Frey membelalak terkejut. "Apa yang akan kau lakukan, Kim?"

Sebelah alis Kim terangkat ke atas dan maju beberapa langkah ke arah Frey hingga menyisakan jarak beberapa sentimeter saja. "Menurutmu?"

***

Seneng deh kalo adegan-adegan kayak gini di-cut...🤣🤣🤣 menurut kalian, apa yang akan dilakukan Kim??😁😁

Vote n komentarnya ya 😉😉 makasih 😍😍

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

3.4M 36.3K 28
Cerita ini diprivate untuk menghindari kejahatan plagiat cerita. Jika ingin membaca cerita ini, silahkan follow akun babybun40, kemudian delete cerit...
1M 18.1K 6
Apakah kalian pernah membayangkan seluruh kegiatanmu selalu diikuti para paparazzi? Apakah kalian pernah membayangkan bahkan ketika kau makan ice cre...
2.3K 158 33
Awalnya Ruby mengira bahwa ia dan James dapat mengatasi segala hal bersama-sama. Namun, ketika keluarga James tertimpa musibah, dia harus menyadari b...
15.8K 981 11
"kaka please boleh yaa" "kaka bilang ga ya ga paham ga sih kamu jinan?" bxb toxic 18+ homophobic dilarang baca tidak menjelekan nama idol aku ngerub...