Someone You Loved

By ZeenMou

2.2K 763 493

Apa jadinya ketika pewaris tunggal Keluarga Adithama harus rela hidup dibawah tekanan materi dan terjebak dal... More

PROLOG
BAB 2 | Pemuda Jeruji Besi
BAB 3 | Sang Ketua Megaleon
BAB 4 |Awal dan Akar
BAB 5 | Professional Mermaid
Bab 6 | Tentang Prasangka

BAB 1 | Dua Pemuda

435 134 82
By ZeenMou

Kamu yang tersesat di temaramnya masa lalu, lihatlah! Aku disini. Tidakkah kau ingin menyapaku dan menanyakan kabarku?

-Anonim-

Adakah aksara antara rasa dan jarak?

~SOMEONE YOU LOVED~

Bug!

Bug!

Dua bogeman sekaligus berhasil mendarat sempurna di tubuh pemuda berponi itu, gurat sakit begitu menguar dari ekspresi yang diperlihatkannya.

Merasa ditindas, pemuda berponi itu menendang perut si pemukul menjauh.

"Kakak gue nggak sepenuhnya salah!" Teriaknya sembari memegangi perut.

Si pemukul yang tengah tersungkur tersenyum sinis, "Omong kosong!" dirinya kembali bangun dan menendang dada sang pemuda tanpa perlawanan. Pemuda itu tersungkur.

"Pembelaan lo itu nggak masuk akal! Sampai kapanpun, gue akan tetep nuntut keadilan dari kesalahan kakak lo, bajingan!"

Setelah mengatakannya laki-laki itu mengendarai motor yang terparkir tak jauh dari tempatnya adu jotos barusan. Membiarkan pemuda berponi tersungkur di jalanan selayaknya korban dari perbuatan yang tak berperikemanusiaan.

Motor itu melesat cepat membelah aspal berembun malam, jalanan kota metropolitan ini tak menunjukkan suasana sepi sekalipun larutnya malam membelenggu semua insan tuk memejamkan mata guna meluruhkan semua lelah yang ada.

Dari balik helm, danau itu kembali mengubangi pelupuk elangnya. Sesak di sudut hatinya begitu sarat akan kerinduan dan luka. Semesta begitu tega merajamnya begitu dalam, jika bisa memilih, maka dirinya lebih baik mati daripada harus hidup dalam belenggu luka ini. Entah sampai kapan dirinya akan mampu bertahan dengan keadaan. Iya, keadaan yang seolah tak pernah merestuinya untuk bertahan.

Motornya berhenti di depan sebuah rumah kecil minimalis di kiri jalan yang jauh dari jalan raya dan pemukiman. Memarkir motor dan membuka pintu rumah adalah hal yang dilakukannya untuk kemudian gelap kembali menyapa.

Dinyalakannya saklar lampu yang terletak di samping pintu, potret itu kembali tersenyum padanya.

Rumah ini hanya berisikan sebuah foto berukuran sangat besar yang menghadap pintu utama. Layaknya gudang, tidak ada perabotan rumah satupun yang mengisi kekosongan.

Gadis itu tersenyum padanya, sangat manis. Iya, potret yang berisikan seorang gadis berambut sebahu dengan dirinya yang berada disampingnya. Keduanya nampak tersenyum bahagia.

Kenangan begitu menyiksa, hanya dengan melihat potret itu luka dalam hatinya kembali menganga lebar, menyisakan kegetiran yang begitu memilukan.

Tubuh itu terjatuh, hisakan tangis terdengar samar. Dimanakah dirinya yang brutal? Dimanakah dirinya yang tak memiliki nurani?

Selalu, dan akan selalu seperti ini. Malam yang dirinya lewati tak lebih dari sekedar labirin keputusasaan yang menjebak. Ingin berkata lelah, namun realita yang tak ingin membuatnya mengalah. Realita jika dirinya masih menginginkannya.

Lihatlah, dirinya begitu rapuh.

Dipandangnya potret itu penuh luapan air mata, "Rania... " pelan dirinya menyebut nama gadis yang selalu hatinya gugu dalam sadar maupun tak sadar. Sekarang, sudikah semesta berbelas kasih mengobati luka itu?

~SOMEONE YOU LOVED~

Jauh dari tenangnya kelas pagi para siswa kelas 12 SMA Internasional Dwi Marga, di ruang guru yang hanya menyisakan empat orang itu nampak gusar. Dimana seorang gadis dengan rok selutut berwarna cokelat sekaligus atasan putih terlihat begitu memperhatikan bagaimana Bu Niswa menjelaskan mengenai tes yang akan dia lakukan besok untuk dirinya sebagai siswa baru.

Guru dengan paras jelita itu nampak melirik sekilas adegan keheningan yang terjadi tak jauh dari mejanya. Sungguh, rasa muak begitu membuncah tatkala netranya menangkap sosok siswa yang berdiri di depan Pak Marlan selaku WAKA kesiswaan di sekolah ini.

Andhira, gadis dengan rok cokelat itu mengikuti arah mata Bu Niswa. Dirinya bisa melihat bagaimana Pak Marlan memijat pelipisnya sejenak sembari membenahkan lerak kacamatanya.

"Saya tetap memberikan surat peringatan ke kamu, meskipun saya tahu orang tuamu tidak akan datang kemari." Ini memang suara Pak Marlan. Pria yang terkenal dengan kesabarannya ini memandang pemuda berantakan di hadapannya dengan malas.

Dengan tangan yang dihiasi plester luka sekaligus memar baru itu mengambil surat yang disodorkan Pak Marlan. Cukup santai, dan tidak ada gurat takut sedikitpun. Hal itu bisa Andhira lihat dari wajah datar yang diperlihatkan oleh sang pemuda.

"Nak, tidak ada yang baik dari perkelahian. Kalah jadi abu, menang pun jadi arang."

Kalimat itu, kalimat dengan penuh kelembutan terlontar dari bibir Pak Marlan. Bisa Andhira tangkap, ada kekhawatiran yang menyelubung samar di manik hitam milik guru dengan kacamata itu.

Yang diajak berbicara hanya diam dengan tampang datar yang sudah menemani dirinya selama 1 tahun ini. Benarkah sudah selama itu dirinya terjebak? Terjebak dalam dogma yang begitu mengiris pertahanannya. Terjebak dalam tulisan yang berasa menguliti nuraninya di setiap aksara yang tertera. Tak apa, toh lebih baik menjadi bajingan daripada harus terus terpuruk di sudut kamarnya, bukan? Setidaknya itulah kalimat yang selama ini dia katakan pada dirinya sendiri guna membenarkan apa yang sudah dia lakukan selama satu tahun ini. Miris.

"Kamu boleh ke kelas." Pak Marlan melempar senyum keterpaksaan pada pemuda itu. Setidaknya dengan begitu masih ada kesan peduli yang dia perlihatkan pada pemuda itu.

Sang pemuda berjalan hendak keluar dari ruang guru, namun ketika netranya menangkap bayangan gadis yang membututi, langkahnya mendadak berhenti. Mata elang itu menangkap mata teduh milik gadis yang berada tak jauh darinya. Adalah benar jika mata teduh itu milik Andhira.

Sontak Andhira memutus pandangannya dari sang pemuda dan beralih menatap Bu Niswa yang terlihat sibuk membaca biografi miliknya. Merasa semakin penasaran, Andhira kembali mengarahkan netranya ke tempat pemuda itu berdiri. Nihil, sang pemuda sudah tidak ada disana.

Ada simpati yang menyelubung samar dalam hati Andhira dan dengan segera gadis berperangai manis itu menepisnya jauh.

"Saya suka riwayat prestasi kamu."

Suara Bu Niswa menyadarkan Andhira dari lamunannya, gadis itu tersenyum manis pada Bu Niswa.

"Untuk hari ini kamu belum bisa menempati kelas, karena hasil tes kamu besok yang akan nentuin kamu ada di kelas mana."

Andhira menyimak seksama.

"Khusus hari ini kamu bisa belajar di perpustakaan sekolah atau pulang, terserah. Semoga tes kamu sukses." Bu Niswa melempar senyum manisnya pada Andhira. Cantik adalah kesan yang akan begitu menguar ketika melihat wajah guru berusia 25 tahun ini.

Andhira mengucapkan terimakasih pada guru itu dan keluar dengan kebahagiaan yang membuncah dari hatinya. Iya, sekolah baru adalah hal yang paling disukainya saat ini. Berandai-andai jika dia akan bahagia dengan suasana baru, teman baru, dan guru baru. Begitu sederhana hal yang bisa membuat gadis manis ini bahagia.

~SOMEONE YOU LOVED~

Perpustakaan bernuansa elit itu nampak sepi, hanya di isi oleh penjaga dengan wajah berbinar ketika melihat Andhira masuk. Gadis itu mengangguk seraya tersenyum pada penjaga dengan nama tag Andre itu.

"Kelas Excellent atau Reguler, dek?" Andre bertanya sopan.

Andhira menggeleng pelan, "Saya belum tahu, Pak. Tes saya baru besok."

"Oh, kalau begitu kamu belajar di ruang 'khusus' ya."

Mendengar itu Andhira terperangah, "Ruang khusus?"

Andre terkekeh pelan, "Iya, dek. Di perpustakaan dwi marga ada empat ruang. Ruang sastra untuk kumpulan semua karya sastra, ruang Excellent untuk anak kelas Excellent, ruang reguler untuk anak kelas reguler, dan ruang khusus untuk belajar murid yang mau tes atau olimpiade."

Penjelasan panjang lebar Andre dihadiahi anggukan paham oleh Andhira, "Ruang khususnya dimana?"

Tangan Andre menunjuk lorong yang cukup panjang di depan sana. Di dalam ruangan masih ada ruangan lagi? Setidaknya hal itulah yang dipikirkan oleh Andhira saat ini.

"Adek jalan aja ke lorong sana, nah dikanan kiri lorong ada ruangan yang tadi saya jelasin. Adek bisa masuk ke ruang khusus." Andre tersenyum manis.

"Terimakasih."

"Sama-sama, dek."

Andhira bergegas mencari ruang khusus, tidak sulit bagi Andhira untuk menemukannya karena di atas pintu sudah tertulis nama ruangan.

Tangan Andhira membuka ruangan yang berada di kanan lorong, begitu dirinya masuk matanya begitu terperangah oleh keluasan ruangan ini. Bayangkan, sepuluh rak buku yang Andhira yakin adalah buku pelajaran tertata rapi dengan membentuk lima Shaff. Di sela shaff ada jalan menuju tatanan meja dan kursi yang sudah tertata begitu rapi. Di dinding kanan ruangan adalah kaca besar yang berfungsi sebagai penerang alami ruangan. Dari jendela ini jalanan kota metropolitan begitu nampak dengan hingar bingarnya.

Kini mata Andhira terfokus pada seorang pemuda berjaket hitam yang tengah tidur di salah satu kursi dengan earphone yang menutup sempurna kedua telinganya. Pemuda itu nampak duduk bersandar pada punggung kursi, bersidekap dengan mata tertutup. Entah hanya meutup mata atau tidur, Andhira tidak tahu itu.

Andhira memilih untuk menghampiri pemuda itu, sampai di hadapan sang pemuda Andhira melambaikan tangannya tepat di depan wajah sang pemuda. Tidak ada pergerakan, pemuda itu memang sedang tertidur.

"Tidur saat ada kelas? Kok berani banget ya? Apa dia juga murid baru?" Andhira melihat seragam pemuda itu, "Nggak ah! Dia bukan murid baru. Tapi kenapa dia berani banget tidur di sini?"

Dua hal yang bisa Andhira dapatkan dari wajah pemuda di hadapannya, manis dan ... dingin?

Kepala sang pemuda tiba-tiba bergerak, gerakan kepalanya membuat Andhira sepontan berjongkok, tidak ada niat lain selain bersembunyi meskipun saat pemuda itu bangun pun dia tetap bisa melihat Andhira yang berjongkok di sebelah kursinya. Dan beruntunglah, pemuda itu masih tertidur.

Andhira kembali berdiri dan kini dia merasa penasaran dengan novel tebal di meja pemuda itu. Novel dengan judul 'Citra Rashmi' itu cukup menyita perhatiannya. Tanpa berpikir panjang, Andhira mengambil dengan lancang novel yang dia yakini milik perpustakaan itu dan menduduki bangku kosong untuk mulai membacanya.

Di halaman pertama novel, Andhira sangat tertarik hingga dia memutuskan untuk melanjutkannya.

Menit demi menit berlalu, satu jam sudah Andhira berkutat dengan novel itu dan akhirnya kantuk membuat dirinya harus takluk. Gadis itu tertidur dengan novel yang berada di bawah tangannya.

Ketika Andhira baru saja berlayar menyusuri pulau kapuk, pemuda dengan earphone itu terbangun. Hal yang pertama kali dicarinya adalah novel, lebih tepatnya novel kesayangan. Tidak menemukan benda yang dicarinya, sang pemuda bangkit dan pandangannya tertuju pada gadis yang tengah tertidur dengan novel di bawah tangannya.

Yakin jika novel yang berada di bawah tangan gadis itu adalah miliknya, sang pemuda menghampiri gadis yang tidak lain adalah Andhira itu.

Alih-alih ingin mengambil novelnya, sang pemuda justru memandang teliti wajah gadis manis di hadapannya. Matanya menyipit ragu, ada sekelebat memori di otaknya yang berusaha mengingat sesuatu.

"Dia.... "

Bersambung...

Buat kamu yang udah baca cerita ini, terimakasih banyak😊 jangan lupa vote and... Jgn pernah sungkan buat koreksi...🤗

See you sabtu depan👋👋👋

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 277K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.6M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.5M 398K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
1.3M 122K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...