Ten Million Dollars

By padfootblack09

50.7K 7.7K 2.5K

Min Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika... More

Prolog
Chapter 1 Min's Planning
Chapter 2 After All this Time
Chapter 3 That Son Seungwan
Chapter 4 Two Years in Anger
Chapter 5 First Meeting
Chapter 6 the Wedding
Chapter 7 First Day
Chapter 8 New Staff
Chapter 9 Do Kyungsoo
Chapter 10 On Call
Chapter 11 Uninvited Guest
Chapter 12 Slapped too Hard
Chapter 13 Reality
Chapter 15 Worst Night in Jeju
Chapter 16 Secretary Wendy
Chapter 17 Cruise Ship Vacation
Chapter 18 maeu pyeon-anhan
Chapter 19 Unreasonable Reasons
Chapter 20 Two Schedules
Chapter 21 Vacation in italic
Chapter 22 Worse Prediction
Chapter 23 Sick's Problem
Chapter 24 Yoongi's Reason
Chapter 25 Old but More Hurt

Chapter 14 Jeju the Disaster Island

1.4K 284 160
By padfootblack09

Seungwan sudah membiasakan diri untuk terusik dengan pernyataan Rose tempo hari. Bahwa Yoongi tidak mengada-ada. Bahwa Jenny Kim benar-benar ada. Bahwa Jenny Kim adalah mantan kekasih Min Yoongi. Bahwa keduanya hampir menikah dua tahun yang lalu.

Walaupun sejak saat itu, Seungwan jadi lebih sering melamun. Sering merasa sesak sendiri. Sering merasa sendirian, tak dikenal dan tersingkir ... bagi orang-orang di sekitar Yoongi.

Percakapan Seungwan dan Rose kemarin tidak berhenti pada topik bahwa Jenny merupakan mantan kekasih Yoongi—hampir menikah dua tahun yang lalu. Tapi hal-hal lain mengenai Jenny, lingkaran pertemanan mereka dengan Yoongi, hubungannya dengan keluarga Yoongi, serta betapa serius hubungan mereka dahulu.

Rose dan Jenny merupakan sahabat dekat. Mereka berdiri di satu lingkaran pertemanan yang sama sejak duduk di bangku kuliah. Dan Seungwan cukup terkejut saat tahu bahwa Jenny-lah yang merekomendasikan Rose untuk bekerja di perusahaan Yoongi. Tapi Seungwan tak bisa lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa Jisoo, istri Min Seokjin yang berarti merupakan kakak iparnya, adalah salah satu orang yang juga masuk ke lingkaran pertemanan itu. Mereka berempat, satu orang lagi yang belakangan Seungwan ketahui bernama Lisa, adalah gank perempuan eksklusif di Kyunghee University pada masanya. Keempatnya sudah mengenal dan dekat dengan gank eksklusif Yoongi pada saat itu.

Mengetahui semua kenyataan itu, membuat Seungwan merasa hanya menjadi sebutir debu diantara mereka semua. Terlebih jika ia mau menyaingi Jenny Kim, yang mana—menurut Seungwan—adalah hal yang mustahil.

Yoongi tak berbohong tentang Yoongi yang sangat mencintai Jenny Kim dan tak ada yang pernah bisa menggantikannya—melihat watak Yoongi yang seperti es, Seungwan pikir Yoongi tak bisa jatuh cinta, atau paling tidak begitu, sampai ia jatuh cinta pada Jenny Kim dan berkencan dengannya selama tiga tahun penuh.

Seungwan bukan tandingan Jenny Kim.

Sama sekali bukan.

Seungwan tersenyum getir dalam lamunannya.

Suara pramugari dari loudspeaker pesawat yang Seungwan tumpangi memaksa Seungwan untuk kembali ke realita. Ia mengerjapkan matanya, berusaha untuk tidak jatuh melamun lagi. Pramugari mengumumkan pesawat yang ditumpangi Seungwan telah sampai di Jeju International Airport. Seungwan kemudian membereskan barang-barangnya; ponsel, headset, dompet, kemudian membangunkan Yoongi yang masih tertidur di sampingnya.

"Kita sampai." Ujar Seungwan padanya. Yoongi terbangun di tempatnya. Sementara itu Seungwan menengok ke kursi depan—dimana ayah mertua dan ibu mertuanya duduk, keduanya telah bersiap-siap untuk turun.

Nyonya Min menengok sebentar ke belakang untuk melihat anak dan menantunya—memastikan keduanya untuk turun. Ia membuang wajah saat matanya tak sengaja beradu pandang dengan Seungwan.

Berbicara tentang Nyonya Min, ibu mertua Seungwan—yang dahulu tidak menyukai Seungwan dan mengabaikan Seungwan, sikapnya sama sekali belum berubah—bahkan setelah berbulan-bulan Seungwan resmi menjadi menantunya. Nyonya Min masih membalas perkataan Seungwan dengan ketus, masih mengabaikan keberadaan Seungwan ketika seharusnya ia tidak, masih tidak menganggap Seungwan sebagai menantunya sendiri.

Pergi ke Jeju bersama dengan kedua mertuanya serta suaminya sendiri seperti sebuah bencana untuk Seungwan. Tuan Min tak peduli, Nyonya Min mengabaikannya dan Yoongi menganggapnya tak ada—Seungwan harus berada di tengah-tengah mereka. Tapi karena Yoongi-pun tak bisa menolak permintaan ayah mertuanya untuk pergi ke Jeju, otomatis Seungwan tak bisa berbuat apa-apa.

Keempat orang itu memasukki ruang tunggu bandara, dimana, sesuai perjanjian, Seokjin akan menjemput mereka. Seungwan dapat melihat sosok Seokjin dan keluarga kecilnya begitu ia menjejakkan kaki ke ruangan itu.

Istri Seokjin yang bernama Jisoo itu melambaikan tangannya dengan ceria, wajah cantiknya bersinar cerah. Serta Min Jinna, bocah perempuan berusia empat tahun yang merupakan putri Seokjin berjingkrak kegirangan dalam pegangan ibunya.

Kedua sudut bibir Seungwan otomatis tertarik keatas. Merasa gembira hanya karena melihat bocah perempuan cantik yang sedang bertingkah itu.

"Samchoon!! Samchoon!!" Min Jinna berlari-lari kecil kearah Yoongi. Kucirannya yang tinggi melonjak-lonjak, sampai akhirnya balita itu terangkat ke udara—Yoongi mengangkatnya tinggi-tinggi. Seungwan sejenak takjub, melihat senyum yang terpampang di wajah Yoongi—ekspresi yang baru pernah Seungwan lihat seumur hidupnya. Senyumnya yang simetris, kedua matanya yang berbinar, juga gummy-smile yang tampak mengagumkan di mata seorang Seungwan.

Mata Seungwan lekat memperhatikan interaksi antara paman dan keponakannya itu—membicarakan sesuatu seperti es krim, sampai Seungwan tak sadar Jisoo sudah berdiri di sampingnya.

"Mereka memang sangat dekat." Ujar Jisoo mengikuti pergerakan mata Seungwan.

Seungwan menengok untuk melihat Jisoo, kemudian kedua perempuan itu berangkulan—seperti dua sahabat yang baru bertemu setelah sekian tahun, padahal ini pertama kalinya Seungwan bertemu Jisoo setelah pernikahannya.

"Aku tidak memperhatikannya saat acara pernikahanku berlangsung saat itu." ujar Seungwan, masih melihat kearah keduanya.

Jisoo tersenyum kecil. "Ya. Mereka tidak banyak berinteraksi saat itu—Jinna enggan padanya."

"Enggan?" tanya Seungwan.

Rombongan keluarga besar itu berjalan beriringan menuju tempat parkir bandara. Diawali dengan Seokjin dan kedua orang tuanya, Min Yoongi dan Jinna dalam gendongannya, serta Jisoo dan Seungwan diurutan belakang.

Jisoo mengangguk. "Yoongi sedang dalam mood yang kurang baik—kau pasti pernah mendengar kalau anak kecil, balita atau mungkin bayi, mempunyai sensitivitas yang lebih dibanding orang dewasa."

"Mengenai apa?"

"Mereka bisa menilai bagaimana mood orang itu—mereka cenderung mendekati orang-orang dengan suasana hati yang baik, kupikir suasana hati Yoongi sedang tidak baik saat itu—Jinna terus merengek dalam gendongannya." Kata Jisoo.

Melihat perubahan wajah Seungwan yang tiba-tiba menjadi mendung, Jisoo buru-buru menambahi, "Aku tidak menyalahkanmu—atau Yoongi, kau tahu 'kan? Seungwan?"

Seungwan kemudian melihat kearah Jisoo—sedang tersenyum tulus padanya, kemudian ia mengangguk—dalam kegetiran.

"Aku harap Yoongi berbuat baik padamu—atau paling tidak, ia tidak menyakitimu." Kata Jisoo kemudian.

"Ia tidak menyakitiku." Kata Seungwan kemudian menggigit bibirnya, "Kau tahu—semuanya?"

"Kalau maksudmu adalah selain kontrak pernikahan kalian—ya, aku tahu." Ungkap Jisoo. "Aku mengenal Yoongi lebih dari dua belas tahun—aku tahu perilakunya, wataknya, dan banyak hal lainnya. Kekhawatiranku sama persis seperti yang Seokjin rasakan."

Seungwan tersenyum kecil. "Terimakasih sudah mengkhawatirkan."

Jisoo balas tersenyum. "Kau tahu 'kan, aku bisa membantumu kapanpun kau mau?"

Seungwan mengangguk. Merasa mempunyai teman—sekaligus anggota keluarga Yoongi yang lain—selain Seokjin, yang menganggap Seungwan ada, dan mengerti keadaan Seungwan.

.

.

.

Pukul enam pagi keesokan harinya, Seungwan sudah bersiap untuk menyiapkan sarapan pagi dengan Jisoo untuk keluarga besar itu. Seungwan merapikan selimut Yoongi yang masih terlelap, kemudian ia beranjak meninggalkannya di pondok kamar mereka.

Rumah yang dimiliki keluarga besar Jisoo berupa pondok-pondok Hanok (Rumah tradisional Korea) yang tertata rapi dalam sepetak tanah dan dibatasi oleh pagar kayu tinggi. Ada pondok utama di tengah-tengah sepetak tanah itu—berguna untuk pertemuan keluarga, makan bersama dan tempat bersantai. Segala perlengkapan dalam pondok itu disetting dengan gaya tradisional Korea, termasuk Kasur futon, pintu geser dengan dinding tipis, meja pendek, sampai kendi-kendi berbagai macam ukuran untuk menyimpan berbagai macam bumbu dan bahan mentah yang terletak di pelataran.

Hanok-hanok masing-masing ditempati oleh sepasang suami istri keluarga besar itu, Yoongi dengan Seungwan, Jin dengan Jisoo dan Jinna serta Tuan dengan Nyonya Min. Seungwan menyukai suasana dan lingkungan rumah keluarga besar Jisoo. Selain karena udaranya yang masih asri dan lingkungan yang tidak bising, Seungwan menikmati tidur berhimpitan dengan Yoongi di Kasur futon minimalis itu.

Seungwan sudah melihat jisoo di pondok utama dapur ketika Seungwan tiba di ambang pintu. Sedang membelakanginya, menghadap sesuatu yang seperti kendi besar—menyibukkan diri disana.

"Apa yang bisa kulakukan?" Seungwan bertanya kemudian.

"Uh, Seungwan—Good morning..." sapa Jisoo sembari tersenyum.

"Good Morning" Seungwan balas tersenyum, ia mendekati Jisoo, memperhatikannya sedang mengambil fermentasi kacang kedelai dalam kendi.

"Ibu menyukai sesuatu yang panas dan berkuah untuk sarapan pagi." Kata Jisoo, kemudian, ia mendekati kompor. Di ujung ruangan.

"Sup?" tanya Seungwan.

"Sup daging sapi?"

"Terdengar lezat."

Keduanya mengangguk setuju. Jisoo mempersiapkan sayuran sementara Seungwan menyiapkan nasi. Keheningan menyelimuti keduanya. Membuat mereka terlarut dalam lamunannya masing-masing. Seperti mempunyai koneksi, keduanya ternyata sedang memikirkan hal yang sama: tentang Nyonya Min, ibu mertua mereka.

"Eum... Seungwan-ah..." panggil Jisoo.

"Hmmm?"

"Eum... aku kemarin melihatmu dengan ibu."

"Ibu? Ibu, Oh, eum—"

"Ibu mertua kita." Kata Jisoo, menggigit bawah bibirnya—merasa ragu.

Jisoo menjeda kalimatnya, menyibukkan diri dengan potongan brokolinya. Sementara itu Seungwan juga pura-pura sibuk mengaduk beras yang sebenarnya tak perlu.

"Sepertinya kalian ... belum cocok." Kata Jisoo mencoba mencari kata yang tepat.

Seungwan memaksakan senyumnya. "Begitulah yang bisa kau lihat, Jisoo-ya."

Jisoo menggigit bawah bibirnya lagi, merasa tidak enak karena harus mengangkat topik sensitive ini, tetapi, ia sudah mendiskusikan ini dengan Seokjin. Keduanya tahu kalau hubungan Seungwan dan Yoongi memang tidak baik, mereka juga tahu kalau mereka tak bisa berbuat apa-apa. Tapi kalau hubungan Seungwan dan ibu Yoongi juga tidak baik, rasanya itu hal yang perlu Seokin dan Jisoo khawatirkan. Maka Seokjin mendorong Jisoo untuk membicarakannya dengan Seungwan—Seokjin menganggap pembicaraan antar perempuan akan lebih berarti ketimbang Seokjin sendiri yang berbicara dengan Seungwan.

"Aku tidak tahu bagaimana ada di posisimu, Seungwan. Tapi, itu pasti sangat berat—"

"Tidak apa-apa, Jisoo." Sahut Seungwan. "Paling tidak aku bisa cocok denganmu, dan juga dengan Seokjin-oppa."

Jisoo tersenyum kecil. "Dia sebenarnya orang yang sangat baik—dan luar biasa—ibu yang hebat."

Seungwan hanya mengangguk menanggapi, belum pernah merasakan ibu mertuanya bersikap seperti itu padanya.

"Dia hanya butuh proses." Lanjut Jisoo.

"Aku harap dia bisa benar-benar membuka hatinya untukku."

"Itu pasti." Jawab Jisoo, kemudian melihat ke wajah Seungwan—yang saat ini kembali murung, sama seperti saat di bandara kemarin.

"Aku hanya ingin memastikan kau tidak menyerah, Seungwan-ah." Kata Jisoo.

Seungwan tersenyum kecil. "Aku tidak akan menyerah hanya karena ibu mengacuhkanku, Jisoo. Aku sudah melewati yang lebih buruk dari pada itu."

"Yoongi?"

"Tak ada orang lain yang sanggup melukaiku sejauh ini—selain suamiku sendiri." kata Seungwan, sangat jujur, ia tersenyum getir.

Jisoo menghentikan kegiatannya, benar-benar memfokuskan diri untuk melihat Seungwan, ia menarik nafasnya, "Seungwan, jangan merasa sendirian, oke?"

Seungwan hanya mengangguk menanggapi.

"Ayah Min memang mempunyai perangai yang seperti itu—dia tidak peduli dan segalanya, karakter aslinya seperti itu, kemudian ibu—ibu sebenarnya sangat lembut, dia sangat penyayang, ia sangat menyayangi Jinna, juga aku, dan juga menyayangimu. Mungkin ibu memang belum mau menunjukkan kasih sayang itu padamu, Seungwan. Tapi suatu saat, kau pasti akan tahu, suatu saat ibu akan membuka hati dan secara terang-terangan menunjukkannya padamu. Jangan lupa kalau ada Seokjin-oppa, dan aku, kami pasti akan mendukungmu. Rumah kami di Seoul memang jaraknya agak jauh dari rumah Yoongi, tapi, Seungwan, kau bisa datang kapan saja, atau kau bisa panggil aku kapan saja—Seungwan."

Seungwan melihat ke mata Jisoo, dan melihat ketulusan disana. Hati Seungwan menghangat, merasa beruntung mempunyai anggota keluarga Min yang sangat mendukungnya—Seungwan mengingatkan dirinya sendiri untuk mengunjungi rumah Seokjin dan Jisoo saat di Seoul nanti.

Seungwan akhirnya tersenyum—senyum terbaik yang bisa ia berikan, kemudian ia mengangguk.

Jisoo merasa puas melihat senyum kelegaan Seungwan. Ia kemudian melihat jam di dinding, dan menyadari bahwa jam bangun tidur Jinna sudah tiba. "Seungwan-ah, aku harus membangunkan Jinna sekarang—"

"Ya, tinggal saja dulu."

"Apa kau bisa olah bumbu dan rempahnya, terlebih dahulu—dengan resep yang biasa—"

Seungwan menghentikkan aktivitasnya, "Resep biasa?" tanyanya melihat Jisoo yang sudah berjalan di ambang pintu.

"Ya. Resep yang biasa—resep keluarga besar Min yang—"

Melihat Seungwan yang tampak clueless, Jisoo kemudian memperjelas, "Resep keluarga besar Min yang turun-temurun diwariskan pada anak cucu mereka, resep yang hanya dimiliki keluarga Min, resep wajib yang harus diketahui semua anggota keluarga Min—biasanya menantu perempuan akan diajarkan oleh ibu mertua mereka ketika anak keluarga Min akan menikah—"

Jisoo menghentikan kalimatnya, merasa bingung sendiri—ia seharusnya tak perlu menjelaskan semua ini. Seakan-akan Seungwan tak mengerti apa-apa. Tapi kemudian, kemungkinan itu menakutkan Jisoo.

"Seungwan..." kata Jisoo hati-hati. "ibu tak mungkin belum pernah mengajarkanmu apa-apa..."

Seungwan meneguk salivanya dengan susah payah. "Aku tidak—ibu tidak—belum mengajarkan aku apa-apa."

Kedua mata Jisoo membulat. "Seungwan... jangan berbohong—"

Jisoo kembali masuk ke dapur untuk mendekati Seungwan—memperhatikan wajahnya, memastikan kalau Seungwan benar-benar tidak tahu.

Seungwan mematung di tempatnya, sama sekali tak menampakkan kebohongan, kemurungannya yang sempat menghilang muncul ke permukaan, Seungwan tak berusaha menutupinya.

"Seungwan..." lirih Jisoo menyesal—Ia terduduk di tempatnya, mengurut pangkal hidungnya—pening menyerangnya secara tiba-tiba.

"Katakan..." Kata Seungwan, masih belum bergerak dari tempatnya, "Ceritakan semuanya, Jisoo-ya. Semua yang bisa kuketahui. Jangan menutupi apapun—"

Jisoo berdiri, ia membimbing Seungwan untuk mencuci tangannya kemudian mengajaknya untuk duduk dengan tenang.

"Itu adalah resep warisan milik keluarga besar Min." Kata Jisoo, mencoba menjelaskan dengan perlahan—sekaligus menghindari kalimat yang mungkin bisa menyakiti Seungwan. "Semua anggota keluarga Min menomor satukan masakan rumah, dan terutama dengan resep ini."

"Semua?"

Jisoo mengangguk. "—ada beberapa catatan untuk masing-masing jenis masakan—dan tekniknya, tidak perlu menghapal semua, tentu saja, tetapi ada beberapa yang penting dan fatal—aku hanya mengahapal dua dari lima jenis itu."

"Itulah mengapa Yoongi selalu menolak semua masakanku..." bisik Seungwan kemudian, ia tersenyum getir. "Ia mengetahui semua yang kumasak bukan dari ibunya—bahkan tanpa mencicipinya, hanya menghirup aromanya. Jadi karena itu..."

"Seungwan...."

"Kapan ibu mengajarkanmu untuk memasak?" tanya Seungwan dengan was-was.

Jisoo memejamkan matanya erat-erat. Apapun yang berusaha Jisoo katakan, itu akan berujung menyakiti Seungwan. "Setelah aku bertunangan dengan Seokjin."

Seungwan memejamkan matanya erat-erat. Mungkin pertahanannya sebentar lagi akan runtuh. Jangankan diajarkan untuk memasak, ibu mertuanya mengajaknya bicara-pun tidak pernah. Perasaan tersingkir itu lagi-lagi menyelimuti hati Seungwan. Sekarang tidak hanya kemurungan yang tampak di wajah Seungwan, perasaannya yang terluka terlihat jelas di matanya.

"Seungwan..." kata Jisoo berusaha menenangkan. "Mungkin ibu lupa mengajarkanmu karena kau dan Yoongi tidak bertunangan. Kalian berdua langsung menikah dan menempati rumah bersama, dan ibu lupa. Lagipula setelah kalian menikah, ibu disibukkan pergi ke satu negara ke negara yang lainnya—"

"Tidak Jisoo." Potong Seungwan, ia menggeleng. Menyangkal justru malah semakin menyakitkan. "Ibu pasti tidak lupa. Hanya—hanya, mungkin—"

Jisoo menggenggam tangannya dengan erat, merasa menyesal untuk kesekian kalinya.

"—hanya mungkin, ibu berpikir aku belum siap untuk menerima itu semua. Atau ibu pikir aku belum pantas—atau—"

"Tapi, Seungwan..." potong Jisoo. "Aku bisa memberitahumu resepnya, Seungwan. tolong jangan katakan kau belum pantas. Ibu tidak pernah punya pikiran seperti itu—tidak pernah. Aku akan ajarkan resepnya. Kau akan sangat memerlukan ini, apalagi kalau nanti Yoongi sakit, dia akan—"

"Tidak Jisoo. Tidak. Resep itu harus diajarkan oleh ibu Min Yoongi—bukan dirimu." Ganti Seungwan yang menggeleng. "Menantu perempuan akan diajarkan oleh ibu mertua mereka—ingat?"

Jisoo yang sudah berkaca-kaca tak bisa menjawab. Ia menunduk dengan lunglai.

"Ibu mungkin tidak berpikir aku belum pantas."Kata Seungwan membenarkan. "Tapi dengan adanya kejadian ini, aku jadi merasa kalau aku memang belum pantas, Jisoo. Aku belum pantas menerima resep itu—aku belum pantas menjadi bagian dalam keluarga ini—"

Air mata mengalir dari kedua mata Jisoo tanpa bisa ia cegah dan Seungwan masih menguatkan diri untuk menyelesaikan kalimatnya. "—aku belum pantas menjadi istri Min Yoongi."

.

.

.

Gimana gimana gimana gaes???

Tolong yang kesel dan pengen mengumpat, ke authornya aja. jangan ke Yoongi, apalagi ke Nyonya Min :"D

By the Way menurut kalian Nyonya Min divisualisasikan cocoknya siapa ya??

.

.

Thankyou so much yang udah nungguin cerita ini. 

Makasih yang kemarin udah komen, vote dan baca cerita ini. I LOVE YOU <3 <3


BY THE WAY RED VELVET SEKARANG LIBUR CHUSEOK TERUS BTS EMANG LAGI LIBURAN ~TERUS AKU NGEHALU~ TERUS AKU SENENG AJA MEREKA BISA ISTIRAHAT. IYAKANN :")

Continue Reading

You'll Also Like

560K 57.2K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
721K 58K 62
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
171K 19.2K 47
#taekook #boyslove #mpreg
75K 8.2K 86
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...