Nara menggeliatkan tubuhnya, berguling pada ranjang king size berusaha menemukan sosok Yoongi yang ia kira masih tertidur pulas di sampingnya.
Sudah berkali-kali ia berguling, meraba-raba sisi ranjang dengan tangannya. Tapi ia tak mendapati sosok Yoongi di sana.
Ia mengerjap beberapa kali, sesekali melirik jam dinding pada tembok depan.
Ternyata sudah siang.
"Sial! Aku bisa terlambat bekerja,"
Nara, gadis itu buru-buru bangun dari tidurnya. Menyabet kaos dan kemeja kotak-kotak yang tergeletak di lantai, tak peduli kemeja itu bau atau tidak, yang pasti sudah tak ada waktu lagi untuk ia memilah pakaian.
Ia mencepol rambutnya asal, lalu mengeprotkan parfum wangi sabun yang ia beli beberapa hari lalu.
Ia mengambil tas dan meloncat ke luar kamar. Begitu terkejutnya ia ketika melihat Yoongi yang kini duduk sendiri di lantai ruang tengah.
Ada yang aneh dengan pria itu. Ia terlihat lebih pucat dengan tatapan kosong ke depan.
Penasaran, Nara pun menghampiri seraya memegang pundak lemah Yoongi.
"Yoon, kau baik-baik saja?"
Yoongi tak menjawab, ia terlihat seperti mayat hidup dengan wajahnya yang datar tersebut.
"Yoon, kau tidak tidur?"
Kini sedikit ada kemajuan, kepala Yoongi bergerak ke kanan dan ke kiri.
"Ada yang ingin kau ceritakan padaku?"
Yoongi menggerakkan leher pendeknya itu, memutar kepala hingga bertemu pandang dengan Nara. Matanya yang hitam dan sayu membuat secuil ketakutan muncul di benak Nara.
"Aku bermimpi ...." ucapnya hampir tak bisa terdengar oleh Nara.
"Bermimpi?"
"Aku bermimpi, mantan ke kakasihku datang ke sini."
Tentu dahi Nara mengernyit tak mengerti.
"Mantanmu yang mana? Yang kau putuskan karena membeli barang couple itu?"
Yoongi menggeleng, "bukan, tapi mantan kekasihku yang ada di Jerman."
Nara menelan salivanya kuat, entah mengapa jantungnya kini merasa sakit.
"Lalu, kenapa kau seperti ini sekarang?"
"Mimpi itu seperti nyata. Ia datang ke sini memintaku untuk menikahinya."
"La- lalu kau jawab apa?"
"Aku bingung, karena kau ada di sini."
Yoongi menunjuk jarinya pada dada sebelah kiri.
Nara tersenyum, sepertinya Yoongi sudah bisa membuka hati untuk dirinya.
"Kenapa kau bingung, bilang saja kalau kau mencintaiku."
"Aku tidak bisa,"
"Kenapa?"
"Karena saat melihatnya, perasaanku kembali tumbuh dan semakin membesar. Aku tidak mau melepasnya lagi."
Raut kekecewaan dari wajah Nara begitu ketara terlihat. Ia marah, ingin rasanya ia memukul wajah melas Yoongi saat itu juga. Tapi Nara tak mau gegabah, karena yang Yoongi ceritakan hanyalah sebuah bunga tidur semata.
"Itu hanya mimpi, Yoon. Hanya bunga tidur!" ketus Nara.
"Kalau itu benar terjadi bagaimana?"
Nara melengos, malas mendengar lagi ocehan Yoongi yang tak berfaedah tersebut.
Nara pun beringsut hendak pergi, tapi langkah kakinya terhenti karena suara ketukan pintu mulai memenuhi ruang apartemen.
Nara kembali melirik Yoongi, menyuruhnya untuk membuka pintu. Berjaga-jaga jika ibu Yoongi datang kembali.
Yoongi pun menurut, ia berjalan begitu gontai ke arah pintu. Lalu tak lama ia membukanya.
"Yoongi,"
Betapa terkejutnya Yoongi saat tahu siapa yang datang ke apartemennya.
"Chae? Chae Young?"
Nara yang awalnya bersembunyi di balik pintu dapur pun buru-buru keluar saat Yoongi memanggil seseorang yang ada di depan.
Nara tak kalah terkejutnya saat melihat mantan kekasih Yoongi itu tiba-tiba ada di pintu masuk apartemen.
"Yoon, aku merindukanmu."
Dada Nara naik turun saat melihat wanita tersebut memeluk tubuh Yoongi begitu erat. Di tambah lagi Yoongi yang membalasnya.
"Yoon, kau mau kembali lagi padaku 'kan? Aku minta maaf karena dulu sempat mengecewakanmu. Aku minta maaf. Aku masih mencintaimu."
Nara menatap sendu mereka berdua yang kini saling melempar tatapan cinta. Mengepal tangannya, berusaha menyalurkan seluruh emosinya.
"Chae, aku juga masih mencintaimu."
Hati Nara mencelos saat kata-kata itu keluar dari bibir manis Yoongi.
Bahkan mereka kini saling berciuman, menyalurkan rasa rindu mereka tanpa memperdulikan Nara yang kini sudah banjir dengan air mata.
Sudah cukup geram Nara melihat mereka berdua saling bercumbu mesra. Gadis itu pun mengampiri dan melepas tautan mereka.
"Kau sejahat itu padaku, Yoon? Kau ingat apa yang sudah kita lakukan selama tiga tahun ini? Kau tidak ingat?!"
"Nara,"
"Kau tahu? Aku mencitaimu. Aku bahkan rela melepas keperawananku hanya demi kau!"
"Nara,"
"Aku membencimu. Dasar brengsek!"
"Nara, sadarlah!"
"Dasar kau bajingan!"
"Nara!"
Plak!
"Aw ... akh ...."
Nara terkejut, sekujur tubuhnya berkeringat membasahi kaos dan seprei kasur.
Napasnya memburu, lalu ia meraba wajahnya yang juga kini basah karena air mata.
"Aish ... kau ini kenapa?!"
Nara menengok ke sisi ranjang dan melihat Yoongi yang kini tengah mengusapi pipinya.
Gadis itu pun buru-buru mendudukkan dirinya, mengambil tisu pada nakas untuk membersihkan sisa air matanya.
"Kau kenapa?"
"Kenapa? Kau tidak sadar tadi sudah memukulku?"
"Memukul?"
Yoongi memutar mata jengah, lelah karena sepertinya Nara masih belum sadar penuh dari tidurnya.
"Kau mimpi buruk? Saat kau tidur, kau menangis tersedu-sedu. Lalu saat aku membangunkanmu, kau malah memukulku."
Nara melihat ke sekelilingnya. Berusaha sadar bahwa dirinya yang ini tidak sedang dalam di alam bawah sadar.
"Jadi, tadi aku hanya bermimpi? Coba cubit aku, Yoon."
Yoongi menepis tangan Nara, lalu menoyor kepala kosong Nara itu dengan keras.
"Kau tidak sedang bermimpi bodoh!"
"Aish ... kau ini, sakit tahu. Oh? Sakit? Aku benar-benar sudah bangun?"
Yoongi melengos, ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Nara yang cukup bodoh itu.
Tapi belum sempat keluar, tubuhnya tertahan karena Nara yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Aku senang, ternyata kejadian tadi hanyalah mimpi. Aku takut, jika kau benar-benar pergi dariku."
Yoongi bergeming mendengar perkataan Nara yang sangat lirih. Bertanya-tanya tentang apa yang gadisnya itu mimpikan sampai-sampai ia menangis dan berkata seperti tadi.
Yoongi mengusap lengan Nara yang melingkar di perutnya. Melepaskan ikatan tangan Nara dan menariknya agar bisa ia peluk dari depan.
"Can you trust me?"
Nara mendongak, menatap mata jernih Yoongi yang membuatnya mabuk kepayang.
"Kau tak perlu takut selama aku ada di sampingmu."
Nara tersenyum, memeluk prianya itu semakin erat. Seolah-olah tak ingin prianya itu pergi darinya.
"Kau mengerjaiku ya?"
Yoongi mengernyit tak mengerti.
"Kenapa?"
"Kau sering bicara memakai bahasa Inggris juga Jerman sekarang. Aku 'kan tidak mengerti. Mentang-mentang sebentar lagi kau mau pergi ke Jerman. Jadi belaga bagai turis."
Yoongi terkekeh dalam pelukan Nara. Gadisnya itu benar-benar menggemaskan, inilah alasan Yoongi gemar sekali mengerjai Nara.
"Makanya belajar salah satu dari bahasa itu. Setidaknya bahasa inggris agar kau tak mudah dibodohi."
"Untuk apa belajar, jika kau selalu bersamaku. Benarkan?"
.
.
.
.
.
.
Eeeyaaaa ... iyah tau lagi rajin. Seneng dong seneng... 🤣🤣🤣 pede dikit gak papa yah
Tuh voment, jadi aku semanget lanjutinnya.. voment loh voment... 😘😘
💕💕💕
J_Ra