LEGIT! (Namjin-b×b) [End]

By thedaneo

47.3K 3.2K 1K

Tentang Namjoon, Jin dan Naka. More

Intisari yang Abstrak
Author Notes
-L-
-E-
-G-
-T-
-!-
-Epilogue-

- I-

3.5K 359 200
By thedaneo

Naka POV

Kayaknya mata aku ada gangguan deh.

Masak pagi ini aku bangun dan mau ambil minum terus malah liat appa dan Namjoon ahjussi yang tidur sambil pelukan di sofa?

Aku ngucek mataku berkali-kali.
Berharap yang aku lihat cuman mimpi.
Tapi sayangnya,
Ini semua beneran.

Aku jalan pelan-pelan ke arah mereka, takut bangunin appa.
Soalnya kalau appa bangun tiba-tiba, appa jadi serem.
Galak banget kayak ibu ayam yang anaknya diambil.

Aku perhatiin posisi mereka berdua yang rumit banget dimataku.
Tangan Namjoon ahjussi yang satu jadi bantalnya appa, yang satu lagi ada dipinggang appa. Sementara muka appa ga keliatan sama sekali. Badan Namjoon ahjussi lebih gede dibandingin badan appa, appa keliatan kecil di pelukan Namjoon ahjussi.

Aku tarik napas panjang.
Sejujurnya aku marah appa dipeluk orang lain kecuali aku.
Bahkan kalau appa di peluk sama Yoongi samchon aja aku ga rela.
Tapi kayaknya tidur appa lebih nyenyak di peluk Namjoon ahjussi.

Ga cuman appa,
Aku juga suka di peluk Namjoon ahjussi.
Kemarin kayaknya aku tidur dipeluk Namjoon ahjussi tapi kok bangun-bangun malah appa yang dipeluk Namjoon ahjussi?
Apa semalem appa ngiri sama aku karena dipeluk Namjoon ahjussi?
Atau appa ga rela aku dipeluk orang lain jadinya appa aja yang gantiin di peluk sama Namjoon ahjussi?
Appaku emang kadang so sweet banget!

Aku pelan-pelan menjauh dan jalan ke kamar appa. Buka pintu kamar appa pelan-pelan terus buka tas appa. Ngambil hp dari dalamnya dan jalan lagi pelan-pelan ke arah sofa ruang keluarga.

Aku buka hp appa yang ga ada passwordnya dan cari aplikasi kamera.
Dan ga lama aku bisa liat di galeri foto-foto appa di peluk Namjoon ahjussi.

Aku ninggalin dua orang yang masih asik tidur itu dan jalan lagi ke kamarku, ngeluarin printer untuk cetak foto dan ngeprint foto appa di peluk Namjoon ahjussi. Aku cetak 10 lembar dan aku simpan di tempat yang appa ga pernah tau. Aku buru-buru hapus foto tadi dari hp appa dan balikin hp appa ke dalam tasnya.

Kenapa aku hapus fotonya?
Karena kalau aku ketahuan pakai barang appa tanpa izin appa pasti aku dimarahin sama appa dan ditambah di omongin dengan halus namun mendalam sama Namjoon ahjussi.

Selesai melakukan itu semua aku balik lagi ke niat awalku, ambil minum.
Aku sengaja jatuhin gelas plastik supaya ribut, terus pas nengok ke sofa ga ada yang bangun.
Kayaknya emang appa sama Namjoon ahjussi nyenyak banget tidurnya.

Setelah minum aku habis dan lihat jam yang sudah mendekati aku harus siap- siap untuk sekolah, aku ketuk-ketuk tangan Namjoon ahjussi yang panjang.

Terus mungkin karena kaget, Namjoon ahjussi ngangkat tangannya yang jadi bantalnya appa dan ngebuat appa juga bangun.

Bukannya marah appa malah bangun dan senyum ke Namjoon ahjussi. Namjoon ahjussi juga bangun dan senyum ke appa.

Ini kok malah jadi acara senyum- senyuman?
Terus ga ada yang sadar kalau dari tadi aku ngeliatin mereka berdua.

"Ekhm"
Aku berdeham pelan.

Tapi appa sama Namjoon ahjussi masih liat-liatan dan senyum-senyum.
Apakah orang dewasa kalau tidurnya peluk-pelukan pas bangun jadi senyum-senyum dan ga bisa denger?

"Misi bapak-bapak, maaf mengganggu acara senyum-senyumnya. Tapi Naka harus sekolah dan belum bisa nyiapin semuanya sendiri. Boleh Naka minta tolong ke bapak-bapak sekalian?"

Namjoon ahjussi dan appa ngeliat aku sambil senyum dan bilang "eh ada Naka".

Aku ngeliatin mereka dengan bingung.
Sampai raut muka appa dan Namjoon ahjussi yang perlahan berubah.

"ASTAGA NAKA!
SEJAK KAPAN KAMU DISITU?!"
Appa yang terlihat kaget langsung berdiri dan ngejauh dari Namjoon ahjussi.
Namjoon ahjussi juga keliatan kaget dan langsung narik diri ke sisi pojok sofa.

Kenapa pada kaget sih?
Emang aku serem?
"Appa kenapa teriak-teriak kaget gitu sih?"

Appa dari ngeliatin aku tajam terus tarik nafas panjang,
"Maafin appa ya teriak-teriak.
Naka sejak kapan disini?"

Aku ngeliatin appa dan Namjoon ahjussi yang sudah ga kaget tapi raut mukanya jadi senyum-senyum sok baik.
Senyum kayak senyumnya Jimin samchon yang ketauan bandel dan dimarahin sama Yoongi samchon.

Kenapa appa sama Namjoon ahjussi juga senyum-senyum sok baik gini?
Emang mereka abis ketauan bandel kayak Jimin samchon?

Aku yang masih belum ngerti kelakuan aneh orang dewasa akhirnya cuman ngeliatin appa yang ga mungkin bohong sama aku.

Dan appa malah ga mau ngeliatin mata aku.
Appa lagi bohong.
Pertama kalinya appa bohong.

"Appa kenapa ga mau liat Naka?
Appa lagi bohong sama Naka?"

Appa kaget dan langsung ngeliatin aku,
"Appa ga bohong.
Appa... eh... appa..
Ehm... appa...."

Tiba-tiba badanku berputar dan ada tangan besar di lenganku.
"Naka, disini dari kapan?"

Aku mgeliatin Namjoon ahjussi dengan penuh selidik,
"Dari waktu appa sama Namjoon ahjussi tidur sambil pelukan di sofa"

Namjoon ahjussi menarik nafas panjang dan tersenyum manis ke aku, senyum manis yang sampai ada lekukan bolong di pipi Namjoon ahjussi,
"Naka, pelukan itu sesuatu yang baik seperti meringankan beban orang lain.
Kategori berpelukan hingga tertidur antar orang dewasa yang seperti Naka lihat tadi harusnya Naka lihat diantara orang yang punya hubungan. Nah sebagai orang yang meluk appanya Naka, ahjussi mau minta maaf karena sudah berani peluk appanya Naka tanpa kami ada hubungan"

"Ahjussi, kenapa appa dan ahjussi bisa berpelukan tanpa ada hubungan?"
Aku ngelipetin tanganku di depan dada. Perlahan aku ngeliatin appa yang duduk disebelah Namjoon ahjussi.

"Karena terkadang lebih cepat pergerakan hati dibanding pergerakan status Naka.
Seperti Naka yang sudah bisa mengikutin pelajaran Sekolah Dasar tapi status Naka masih siswa Taman Kanak-kanak.
Ahjussi minta maaf karena sudah memperlakukan appanya Naka seperti di tahap sekolah dasar tapi status ahjussi dan appanya Naka masih di tahap taman kanak-kanak"

Ahjussi dan appa berusaha keras untuk senyum dan ngeliatin raut mukaku,
"Naka ga ngerti sekarang status appa dan Namjoon ahjussi apa dan Naka milih Naka ga mau ngerti.
Naka ga mau coba ngerti jalan pikiran orang dewasa yang rumit itu. Naka masih anak-anak dan lebih suka mikirin yang anak-anak harusnya pikirin"

Aku tarik nafas panjang,
"Yang Naka tau, Naka suka liat appa tidur lebih nyenyak di peluk Namjoon ahjussi.
Naka juga seneng liat dan ketemu sama Namjoon ahjussi.
Tapi Naka kasihan kalian malah tidur di sofa yang pasti ga enak banget tidurnya.
Dan yang jelas yang Naka tau, sebentar lagi Naka berangkat sekolah.
Sementara sekarang Naka belum sarapan dan mandi"

Appa ngeliat jam di ruang makan dan buru-buru jalan ke dapur.
Namjoon ahjussi ngerentangin tangannya siap ngegendong aku.
Aku angkat tangan aku dalam seketika aku udah di gendong Namjoon ahjussi.

Namjoon ahjussi noleh sedikit dan berbisik ditelingaku,
"Terimakasih ya Jagoan!
Kita mandi ya?"

.
.
.

JIN POV

Aku mendengar gemericik air dari arah kamar mandi. Terdengar juga tawanya Naka dan tawanya Namjoon.

Namjoon bilang dia tidak mandi karena tidak bawa baju dan hanya akan menemani Naka mandi.
Dan aku yang kikuk malah diam dan bukannya menawarkan bajuku.

Aku berkonsentrasi tinggi memasak masakan mudah seperti nasi goreng ini.
Bayangan tadi malam selalu mengundang senyum dan gerliya aneh ditubuhku.

Entahlah seakan suara berat Namjoon masih berputar di sekelilingku,
"Bohong kalau aku tidak tertarik padamu Jin. Rambutmu sudah kering, gantilah bathrobemu.
Aku akan mengabulkan permintaanmu untuk tidak pulang malam ini, bisakah kamu mengabulkan permintaanku kemarin malam?"

Rasanya hatiku seperti bunga mawar yang bermekaran.
Kelopak mawar yang perlahan terbuka mengeluarkan harumnya yang memikat.
Suaranya yang berat, lesung pipinya, tatapan mata memohonnya sanggup membuat hatiku perlahan terbuka. Menghasilkan senyumku yang susah dihentikan, kupu-kupu yang berterbangan di perutku, detak jantungku yang berdetak sekeras taluan drum.

Aku mematikan kompor dan menarik nafas panjang. Mencoba menghilangkan semua euphoria picisan ini.

Aku mempersiapkan tiga piring dan 1 kotak bekal Naka.
Dan melihat piring ketiga membuat senyumku kembali terkembang.
Rasanya aneh mempersiapkan sarapan untuk orang lain di rumahku.
Rasa aneh yang membuat aku merasa seperti seorang istri yang menyiapkan sarapan untuk suami dan anak.

Astaga!
Hal gila apa yang barusan aku pikirkan?!

"Appa kenapa geleng-geleng kepala gitu? Kepala appa sakit?"
Aku melihat Naka yang sudah rapi memakai baju dan Namjoon memakai bathrobeku.

Hah?
Bathrobe?
Ku?

Mataku membesar untuk benar-benar meyakinkan apa yang kulihat.
Dan yang kuliat tidak salah.
Dada tegap yang sepertinya lumayan terbentuk dengan baik.

"Ah, maafkan aku Jin.
Tadi main air dengan Naka dan jadinya bajuku basah.
Tapi tenang, celanaku tidak basah.
Aku tidak enak mengambil bajumu dan yang ada tadi hanya bathrobe ini.
Maaf aku memakainya.
Boleh aku pinjam bajumu?"

Mataku dengan sangat kurang ajarnya tidak melepas sedikitpun dari melihat dada Namjoon.
Apakah dosen seperti dia punya waktu untuk workout?
Apakah bisa dia tidak terlalu sempurna?
Sudah kaya, pintar, tampan dan sekarang ditambah badannya yang bagus?

Aku beranjak dari dapur dan mengambil baju-bajuku yang lumayan longgar.
Aku kembali sedangkan Namjoon dan Naka sudah duduk dimeja makan.
Aku memberikan baju-bajuku pada Namjoon dan mataku masih melihat dadanya.
Sungguh mataku sepertinya bekerja lebih cepat dari otakku yang sekarang mendadak kosong.

"Yang ini aja Namjoon ahjussi!
Pakai kaus hitam!"
Naka yang entah kenapa sangat aktif pagi ini memilihkan warna terlarang.
Badan bagus ditambah kaus hitam itu adalah sesuatu yang ilegal untuk hati tapi baik untuk mata.

Belum aku ingin menolak Namjoon sudah tersenyum menyetujui Naka.

.
.
.

Aku sudah selesai plating nasi goreng baik di piring maupun di kotak bekalnya Naka.

Namjoon sudah selesai mengganti bajunya dan aku dari tadi sama sekali tidak berani mencuri padang ke arah Namjoon.
Namjoon dan Naka sedang berbincang betapa lucunya perhitungan matematika.

"Nah kita sarapan dulu ya"
Aku memberikan piring Naka dan Namjoon tanpa melihat mereka berdua. Lalu aku mengambil piringku dan duduk disebelah Naka.

"Apakah ada yang salah hingga kamu tidak mau melihat kami, Jin?"
Namjoon dengan pertanyaannya yang polos. Sepolos hatiku yang tidak kuat mendapat vitamin untuk mata terlalu banyak.

Aku memberanikan diri melihat mereka dan mencoba tersenyum.
Dan lagi-lagi mataku menjadi lebih jernih, melihat bisep yang sempurna.

Kaus hitam itu tadi tanpa lengan?
Dadanya sudah tidak terlihat tapi sekarang yang terlihat bisep.
Sungguh lucu sekali hidupku.

"Kapan sih kita makannya?
Appa jangan ngeliatin Namjoon ahjussi kayak mau makan Namjoon ahjussi!
Appa serem ih matanya.
Yang dimakan tuh nasi gorengnya appa, jangan Namjoon ahjussi"
Aku melihat Naka yang menatapku dengan penuh selidik.

"Sudah-sudah ayo kita makan"

Namjoon menyelamatkanku dari pandangan anak kecil yang omongnya terlalu ambigu ini.

.
.
.

"Kamu ngajar pakai kaus itu?"
Aku berusaha memecahkan kesunyian di mobil ini.

Sunyi karena Naka di bangku belakang yang sibuk dengan mainan anehnya,
Sunyi karena Namjoon sibuk memperhatikan jalanan yang memadat ketika pagi hari seperti ini,
Sunyi karena aku dan otakku yang mendadak kosong tapi hati dan jantungku dalam kondisi terbaiknya.

"Ehm..
sepertinya aku akan ke apartemen dulu mengganti baju dan mencuci bajumu.
Kenapa Jin?"
Namjoon menoleh padaku dan menyerit heran. Seakan pertanyaanku tadi adalah sesuatu yang salah.

Dia dan ototnya yang tidak terlihat menakutkan tapi terlihat sempurna.
Tidak terlalu besar tapi pas.

Aku mengedikkan bahuku, heran dengan otakku yang kosong tiba-tiba memikirkan otot-otot Namjoon dan ukurannya.

"Ga papa Namjoon.
Karena akan aneh saja jika ada dosen yang mengajar dengan baju seperti itu"

"Benar juga sih.
Tapi sekali-sekali bisa juga aku mengajar dengan baju seperti ini.
Mungkin mahasiswaku akan lebih berkonsentrasi jika aku pakai baju seperti ini"
Namjoon tersenyum seakan membayangkan mahasiswanya akan lebih semangat jika dia pakai pakaian seperti ini.

Salah tidak sih jika aku tidak ingin ada mahasiswanya Namjoon yang tertarik dengan tampilan Namjoon sekarang?

"Jangan menghayal Namjoon.
Tentu kamu menyalahin kode etik dengan berpakaian tidak sepantasnya"
Aku membuang nafas kasar dan mengalihkan pandanganku ke jendela di sampingku.

"Hei Jin,
Aku hanya membayangkan dan tidak akan melakukannya.
Hei,
Kamu marah?"

Ah pantulan jendela memperlihatkan lampu merah laknat yang pastinya membuat Namjoon sekarang sedang memandangi aku yang menghindari pandangannya.

"Aku tidak marah"

"Appa sedang bohong ahjussi"
Naka dan kesoktauannya yang akurat.

"Ahjussi juga rasa seperti itu, Naka.
Tapi kira-kira apa yang buat appamu marah dengan ahjussi?"

"Ga tau ahjussi.
Mungkin appa juga ga tau kenapa di marah.
Sabar ya ahjussi, appa emang gitu"

Aku memutar tubuhku dan melihat mahluk kecil yang duduk di bangku belakang. Hari ini dia memilih jadi lawan bertengkar.

Baru saja bibirku mau memulai perang tiba-tiba ada tangan besar yang menggenggam tanganku,
"Sudah nanti kalian malah bertengkar.
Aku tidak tau apa masalah yang membuatmu marah, tapi kalau bisa marahnya jangan terlalu lama.
Oke Jin?"

Dan kepalaku mengangguk pelan.
Sebelum tangannya berpindahnya ke persneling, tangan mengusak rambutku dan tidak lupa bilang,
"Baiknya appanya Naka"

Namjoon,
Dengan semua kesempurnaan dan perlakuan lembutnya.
Mungkin tertarik adalah kata yang terlalu rendah untuk mengartikan letupan hatiku.

.
.
.

Namjoon POV

"Ini makan siangmu.
Tumben mengajakku bertemu.
Ada apa?"

Aku melihat sahabatku, Hoseok dengan bungkus makanan cepat saji diantara kami.

"Hoseok,
Bagaimana cara mengajak menikah?"

Hoseok melihat aku dengan kerutan dahinya yang khas,
"Berapa lama kamu mengenalnya?"

"Tiga hari?"
Aku mencoba menghitung berapa jamnya aku sudah bertemu, tapi sepertinya Hoseok tidak memerlukan itu.

"Hemm...
Baru mengenal tiga hari, pasti sekarang kamu dan dia belum ada hubungan dengan dia.
Tapi kamu tidak ingin melalui fase pacaran dan ingin menikahi dia.
Begitu?"

Hoseok dan analisisnya yang luarbiasa. Pantas dia menjadi pembisnis yang sukses besar.

"Iya, apakah itu hal yang aneh?"
Aku mulai mengigit hamburgerku.

"Buku mana yang ingin kamu nikahi?"
Hoseok menggigit kentang gorengnya dan memandangku berusaha menebak.

Mungkin dia dan analisisnya bisa membuat dia menjadi pembisnis yang sukses besar. Tapi tidak dengan kehidupan percintaannya.

"Dia orang Seok.
Bukan buku"

"Serius orang? Dia hidup?"
Hoseok memandangku dengan heran.

"Iya. Dia hidup.
Dia pria dan sudah punya putra"

Hoseok menyeritkan dahinya lagi,
"Dia waras?"

Aku melemparkan pandangan tajamku ke dia. Tatapan psikopat yang siap mencincang korbannya.

"Oke.. oke..
Maafkan aku.
Jadi dia pria yang hidup dan waras serta punya putra.
Kamu baru mengenalnya tiga hari dan mau menikahinya.
Kurasa yang tidak waras adalah kamu.
Mana ada orang hidup sehat dan waras yang mau menikahi orang sepertimu? Memangnya dia sudah siap kamu selingkuhi dengan buku-buku tebalmu? Memangnya dia sudah siap ditinggal tidur sendiri karena kamu lebih memilih bercinta dengan jurnal-jurnal?"

"Apakah kamu tidak punya kaca Hoseok?
Siapa orang yang mau menikah denganmu yang sibuk melihat saham, yang isi otakmu hanya investasi dan hidupnya di toko mainan di pojok salah satu tokomu?"

Hoseok dengan raut muka tidak setuju melihatku,
"Pasti akan ada orang yang akan jatuh hati denganku Namjoon. Lihat saja!"

Aku menghabiskan hamburgerku dan melihat Hoseok,
"Yakin dia lebih mencintaimu dibandingkan uangmu?"

Hoseok melipat tangannya dan melihatku tajam,
"Aku kesini untuk bertemu denganmu bukan bertengkar denganmu.
Pertanyaanku ini jangan kamu balas lagi dengan menyudutkanku,
Kamu yakin menikahi pria?"

Aku melipat kertas bungkus hamburgerku,
"Dihidupku tidak ada keyakinan yang 100%, Hoseok.
Akan sama saja halnya dengan menikahi wanita ataupun pria tidak akan menimbulkan keyakinan 100%.
Yang aku tau, dia satu- satunya lebih indah dibanding halusnya lengkungan isoterm adsorpsi Langmuir di mataku.
Memandang dia seperti memandang Mobius strip, tidak bisa berhenti.
Salahkah aku hanya ingin memilikinya hanya untuk diriku?"

"Dude, kamu baru kenal 3 hari dan ingin memilikinya?
Kamu seperti mahasiswa baru masuk kampus 3 hari tapi minta langsung sidang disertasi.
Segala sesuatunya butuh proses Namjoon."

Aku meminum air mineral dan melihat Hosek lagi,
"Dia baru tertarik kepadaku, Seok.
Proses diskusi tentang komitmen akan sangat panjang dan makan waktu"

"Namjoon, makanan cepat saji saja butuh proses pembuatan.
Apakah dia lebih rendah dibanding makanan cepat saji?
Kamu tau Namjoon, jika kamu menggenggam terlalu kuat terhadap sesuatu, sesungguhnya kamu menyakiti dirimu sendiri.
Jangan gila dengan berani memaksa dia lalu dia tersakiti dan akhirnya kamu yang tersakiti."

Aku menatap sahabatku, si sukses yang selalu sederhana.
"Sejujurnya aku takut di tolak, Hoseok"

Hoseok meminum minumannya yang berwarna aneh dan menatapku,
"Ditolak oleh yang sedarah daging saja kamu tidak takut, sekarang kamu takut ditolak oleh orang yang kamu kenal 3 hari?"

Aku tersenyum menatap sahabatku yang juga rekan kerja kakakku. Dia bisa berpenampilan sangat mahal jika bertemu kakakku, tapi bisa hanya memakai kaus dan celana pendek dari secondstreet jika bertemu denganku.

"Entahlah, Seok.
Jika aku mengatakan aku butuh pelukan dia berdalih ada yang lebih baik untukku. Lalu ketika aku hanya mengeringkan rambutnya, dia bersedia aku peluk.
Aku sepertinya terlalu menyukai dia sampai aku tidak mengerti tentangnya.
Dan menemukan diriku yang takut jika dia pergi dariku"

Hoseok tertawa lalu menarik rambutnya kebelakang. Menampakkan jawlinenya yang sempurna.
"Maka dari itu kamu butuh berproses, sahabatku yang jenius.
Ah, jangan berusaha mengerti pasanganmu, bersikaplah setulus yang kami bisa.
Itu lebih baik dibanding kamu sok tau mengenai dirinya.
Kadang seseorang tidak mengenali apa yang dia mau dan itu tugas dirinya sendiri untuk menemukan apa yang dia mau, bukan tugas pasangannya.
Pasangan itu mendampingi, Namjoon.
Bukan jadi guru TK yang memberitahu setiap langkah pasangannya.
Dan terakhir.
Jangan sampai kamu jadi budak cintanya!"

Aku tertawa melihat Hoseok yang seperti ibu-ibu yang memberi petuah.

"Aku tidak bisa menjamin Seok.
Sekarang saja rasanya aku seperti budak cinta anaknya yang suka rubik.
Rasanya ingin kubeli tokomu untuk dia.
Sayangnya aku tahu itu toko pertamamu yang tidak mungkin kamu jual"

Hoseok melihat awan-awan ruanganku,
"Putranya suka permainan menguras otak? Putranya umur berapa tahun?"

"Hem, kurang lebih 5 tahun.
Dia sangat suka permainan menguras otak.
Kamu tau Seok?
Aku seperti bertemu teman satu spesies"

Hoseok melihat wajahku dengan raut muka kesal,
"Rubik kemarin itu untuk putranya?
Satu spesies denganmu berarti putranya juga jenius?
Lalu dengan otakmu yang jenius itu kamu memberi dia rubik?
Sungguh aku memahami kebodohanmu Namjoon.
Kalau kamu tau dia jenius, kenalkan dia dengan permainan yang melatih sosial, gerak motorik, dan permainan lain yang bisa merangsang keseluruhan otaknya.
Kalau kamu semakin mempertajam otak kirinya dengan mainan, kapan otak kanannya bekerja?
Kamu mau jual otak kanannya karena tidak bekerja?
Sungguh kenapa kamu bodoh sekali sih Namjoon, aku rasa hasil test IQmu itu hanya keberuntungan semata"

Aku memandang heran ke arah Hoseok yang semakin cerewet seperti ibu-ibu. Sepertinya dia terlalu mendalami peran supaya jualannya laku,
"Test IQku terbukti dari aku jadi dosen dan kamu jadi pembisnis Hoseok.
Maka sebagai pembisnis mainan anak-anak yang baik, bisakah aku dan putranya ketokomu?"

"Bawa sekalian dengan ayah putra itu. Aku ingin tau orang seperti apa yang tertarik dengan dosen aneh sepertimu. Dan tidak gratis ya Namjoon.
Aku bukan sahabat yang baik kalau berhubungan dengan uang"

Dan tak lama kami tertawa terbahak-bahak. Tawa yang membahana diruanganku yang tidak terlalu besar.
Diruanganku yang di depan mejaku ada namaku dengan gelar yang panjang, tapi sebenarnya yang duduk di depanku dengan setelannya yang sederhana, juga punya gelar yang panjang.

Sahabatku yang kekayaannya tidak berseri tapi selalu tampak berseri walau hanya dibalut pakaian tidak bermerek.

Rasanya tak sabar mengenalkan Jin dan Naka kepada salah satu orang luarbiasa yang berpenampilan biasa.

.
.
.

Aku mengakhiri kelas terakhirku yang di dominasi pria dengan senyuman basa-basi. Karena aku tau sebenarnya mahasiswaku melihatku dengan tatapan malas. Siapa yang tidak malas jika ada libur panjang di depan mata tapi di beri tugas yang beranak pinak?

Jangan katakan aku dosen tidak berperasaan, justru karena aku tau mahasiswaku mampu dan hanya malas maka aku memberi mereka tugas.
Bukankah tugas mahasiswa itu belajar, mengapa sangat malas jika disuruh belajar? apakah mereka menjadi mahasiswa hanya untuk sekedar status?

Status supaya terlihat mahanya para siswa, tapi nyatanya lebih mudah menjumpai mereka di department store di dekat kampus dibanding menemui mereka di perpustakaan.

Aku memandangi mahasiswaku yang sudah keluar perlahan dengan wajah menunduk.
Menghindari tatap mata denganku.

Sampai ada mahasiswa yang berkacamata agak tebal, berpakaian serba longgar dan berjalan mendekatiku,
"Anak kecil kemarin mana pak?"

Aku memandangi mahasiswaku dari atas sampai ke bawah. Seingatku dia bukan mahasiswa yang aku marahi, lalu buat apa dia menanyakan Naka. Dan seingatku aku tidak pernah melihat dia dikelasku, mahasiswa ini terlalu tampan untuk ada dikelasku.

"Mengapa kamu menanyakannya?
Lagipula kamu siapa? Rasanya saya tidak pernah melihat kamu."

Mahasiswa ini melepas kacamata tebalnya dan menampakan wajah yang tanpa polesan apapun terlihat tampan.

"Nama saya Taehyung pak, Mahasiswa mineral resources tingkat 4 di kampus ini.
Saya sedang menyusun skripsi dan saya belum mengambil mata kuliah wajib non prodi. Akhirnya saya mengambil kuliah wajib non prodi saya di kelas bapak, karena desas desusnya bapak yang terbaik mengajar tentang termodinamika. Saya hanya ingin memahami dari ahlinya, maka untuk mengenali bapak, minggu ini saya mengikuti semua kelas yang bapak ajar.
Tapi pertama kali saya masuk kelas bapak, langsung disuguhi kuis dasar dan diadu dengan anak kecil. Saya jadi tertarik dengan anak kecil itu, dia terlalu pintar untuk anak seusianya.

Ah, alasan saya menanyakan dia karena kekasih saya mengambil kedokteran dan ingin menjadi dokter anak yang fokusnya tentang neurologi anak. Memang masih jauh sih pak, untuk sampai menjadi ahli, tapi ketika saya cerita tentang anak kecil yang menjadi pembanding dikelas bapak, dia sangat tertarik. Ehm, boleh saya dan kekasih saya bertemu dengan anak kecil itu pak?"

Aku memandanginya dengan sangat tajam, berusaha memahami maksud lain dari kenginiannya.
"Serahkan fotocopy kartu mahasiswa, fotocopy KHS dan KRSmu serta kekasihmu, setelah itu baru saya pikirkan kamu bisa menemui anak kecil itu atau tidak"

Mahasiswa itu tersenyum,
"baik pak, saya akan serahkan dipertemuan selanjutnya. Saya permisi pak"

aku mempersilahkan mahasiswa itu untuk jalan terlebih dahulu dan aku melihat seseorang yang telah menunggunya di depan pintu. Seseorang itu menyadari kehadiran aku dan menunduk memberi hormat.

Setelah itu mahasiswa bernama Taehyung itu menggandeng tangan seseorang itu dan mereka saling tersenyum.

Rasanya ada yang janggal, janggal tapi begitu manis.

Janggal karena ada mahasiswa tampan di kelasku, janggal karena dia dan kekasihnya ingin menemui Naka, janggal karena ada seseorang yang menunggunya, janggal karena senyuman manis mereka dan janggal karena seseorang itu laki-laki.

.

.

.

Jin POV

Aku sedari tadi melihat keluar jendela, mencari dan menunggu seseorang yang sedari tadi ditanyakan oleh mulut kecil Naka. Aku sudah memberitahunya kalau Naka menunggu, tapi pesanku hanya dibaca.

Tapi kan orang itu sangat sibuk, apakah dia tidak sempat membalas pesanku karena pesan lain yang lebih penting dan akhirnya pesanku tenggelam?
Apakah aku harus mengirim tim SAR untuk menyelamatkan pesanku yang tenggelam?

Saking asiknya aku dengan pembicaraanku dengan pikiranku sendiri, aku tidak menyadari sebuah mobil mewah yang sudah terparkir dengan baik di depan toko. Netra mataku hanya menangkap sesosok yang keluar dari mobil.

Apakah tidak ada hukum yang mengatur untuk tidak keluar dari mobil dengan sangat tampan?
karena itu mengganggu mata, otak, jantung dan hati orang lain.

Angin diluar yang berhembus cukup kuat membuat cardigan panjang Namjoon berkibar dengan indah. Angin yang sama juga menggerakkan rambutnya dengan halus seperti iklan sampo yang tidak mengijinkan untuk berpaling ke sampo lainnya. Dia berjalan dengan tegap seperti jaksa yang memasuki ruang sidang dengan yakin karena memiliki bukti yang kuat.

Perlahan aku melihat pintu yang terbuka dan melihat Namjoon yang masuk toko dengan penuh senyum. Beberapa pengunjung toko mencuri pandang pada dia dan lesung pipinya yang mengintip malu tapi terlihat sangat manis.

Mata Namjoon sama sekali tidak melihat ke pengunjung yang curi pandang padanya, matanya hanya lurus menatap kemataku dan dia berjalan kearahku.

"Naka dimana, Jin?"

Aku menatapnya tidak percaya.

Setelah semua atraksinya dia di mataku yang ditanyakan Naka?
Setelah kuserahkan senyuman manisku dan mataku yang hanya menatap kematanya?
Setelah aku merasa menang dari semua pengunjung karena matanya hanya menatap kepadaku?

Dan setelah semuanya, mengapa aku merasa akhir-akhir ini aku terlalu drama?

.

.

.

Namjoon POV

Aku melihat Jin yang sedari tadi sibuk menghantar Naka ke kamarnya untuk tidur, mengatur beberapa mainan Naka yang berantakan, menyiapkan aku segelas teh hangat dan kegiatan lainnya yang sukses membuat dia mondar mandir.

Dan entah karena alasan apa, aku tidak diperbolehkan pulang.

"Ah, letihnya!"

Jin duduk di sofa dan menjulurkan kedua kakinya di pangkuanku. Bibir tebalnya maju beberapa senti dan tatapan matanya menatapku dengan penuh harap.

Penuh harap agar kakinya aku pijat.

Aku mulai memijit kakinya dan melihat tatapan matanya yang mulai melembut dan senyum mulai terbentuk dari bibirnya.

"Kamu sungguh sangat mengerti bahkan sebelum aku bicara"

Aku menyerit dan menatapnya,
"Siapa yang tidak mengerti tatapanmu dengan kedua kakimu sudah dipangkuanku"

"Karena aku bukan wanita yang bisa membuat kode yang rumit. Apakah kamu mau aku memberi kode yang rumit?"

Dia dan senyumnya yang indah.

"Tidak. Aku tertarik padamu karena kamu tidak banyak kode tapi begitu misterius dan indah disaat bersamaan"

"Aku? Misterius? dari segimananya?"

"Dari segimanapun. Dari kamu yang pertama menolakku, kemudian kemarin kamu tiba-tiba bilang kamu tertarik dan berakhir tidur dipelukanku, lalu hari ini aku sudah datang cepat tapi dari tadi kamu terlihat marah tapi tidak mengizinkan aku pulang. Aneh saja, kamu hari ini marah tapi kamu menyuruh untuk aku menghantarmu ke rumah, padahal kemarin aku ingin antar pulang kamu tidak mau. Sungguh kamu sungguh misterius Jin, aku tidak bisa menebak lapisan selanjutnya yang kuhadapi, tapi yang bersamaan aku menyukainya. Aku tau aku tidak akan bosan menghadapimu"

Jin bersemu hingga telinganya memerah, sungguh.. manis?
"Hentikan Namjoon. Tubuhku tidak kuat menanggapi semua gombalanmu"

Aku dan dia saling menatap dan saling melemparkan tawa kecil.

"Jin, besok jumat hingga minggu libur, kamu ingin kemana?"

"Ingin mengajak Naka membeli gundam, sepertinya Naka akan lebih bahagia jika aku memberi dia waktu untuk bermain dengan mainan yang dia suka, lagipula dia masih TK yang memang seharusnya bermain bukan belajar. Aku sering heran dengan orangtua yang jika libur anaknya malah disuruh belajar, bahkan ada temen Naka yang dibawa ke kebun binatang setelah itu orang tuanya menyuruh anaknya meringkas semua hewan yang ditemui. Liburan macam apa itu?"

aku melihat raut muka Jin yang sudah berubah marah-marah tak jelas. Aku menikmati semua raut wajahnya, begitu indah dimataku.
Bukankah aku tidak berjanji apa-apa tentang menjadi budak cinta Jin? jadi tak masalah.

"Jin, bolehkan aku tidak hanya sekedar tertarik padamu?"

Jin menatapku dengan heran,
"Hem, kamu harus jatuh hati lebih dalam dibandingkan aku"

"Mengapa, Jin?"

"Aku tidak pernah baik-baik saja dengan perpisahan dan aku mudah jatuh hati karena terbiasa. Jadi kamu harus jatuh hati lebih dalam sehingga tidak akan berpisah denganku"

Aku mencoba memahami caranya berpikir, dia dengan segala keunikannya.

"Kalau aku sudah jatuh hati terlalu dalam, kamu akan bawa aku kemana, Jin?"

"Entahlah, aku tidak suka dengan hubungan yang terlalu cepat.
Bukankah hubungan lebih penting dari pada sekedar status?"

Aku menatap Jin dalam, mencoba mencerna semua yang dia bicarakan,
"Kamu tidak ingin menikah?"

Jin menatapku juga dengan dalam,
"Aku menyukai caramu memandang pernikahan, tapi aku tidak pernah membayangkannya Namjoon. Mempunyaimu saja sudah lebih dari cukup, lalu untuk apa menikah?"

---------------------------------------------------------
Tanda serius jatuh cinta harus menikah?

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 13.9K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.2M 58.3K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
17.4K 1.8K 24
Akankah ada sebuah kisah bahagia untuk nya?
661K 2.2K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...