More | JJH ☑️

By koplakjae

772K 80.5K 5.9K

"Lo tampan, mapan, punya segalanya. Mana ada orang waras mau di jodohin di era milenial gini?" "Saya mau." 'c... More

0.0
01. Hi, Wife!
02. Awkward
03. Red Rose or Dandelion?
04. Premonition
05. I'm Not Ready Yet
06. Not Over Yet
07. Why?
08. Just A Little
09. Him
10. Her
Be Friends!
11. Afraid
12. Ours
13. Warmth
14. Why Won't You Love Me?
15. Shall We?
16. S-Sorry..
17. Slightly
19. Let's Try...?
20. To Be A Father?
21. Piano and Memories
22. Past and Now
23. Me and My Feeling
24. Who Is She?
25. Don't Call Me "Rey"
26. The Taste Of Orange Juice
Pansos
27. Please Don't Change
28. Isn't Hallucination
29. It's Good Time for Goodbye
30. The Potato Kids
31. Her Students
32. Blue Navy for Ours
33. What Agains? Putri?
34. I Want To Try Again
35. Life Is But A Dream..
36. This is My Fault
37. Life is A Bastard
38. Slapping
39. Is This The End?
Will You Read This?
40. Thoughts On You
41. Love Sick
42. A Little Surprise
43. I Loved You
Sur?Prise.
44. Our New Life
45. Lil Jeffrey and Kinanti
Pengumuman
Nanya?

18. Jeff and Rey

14.4K 1.6K 44
By koplakjae

Can't feel my fingers
Still feelin' you
Won't you come figure
Out what I could do
For you.


***


Jeffrey

Ini terhitung sudah hampir 2 bulan lebih selama pernikahan gue, gue baru merasakan sensasi masak bareng Ibu lagi di dapur.

Dapur yang sejak kecil selalu jadi tempat gue merengek minta telur mata sapi setengah matang sama Ibu.

Dulu Ibu pernah melarang gue untuk makan itu karena gue terkena bisul di kaki sebelah kiri gue. Untung bukan di pantat juga guys. Ya ini semua gara-gara gue yang hampir setiap hari minta Ibu untuk buatin gue telur mata sapi setengah matang itu.

Tapi beranjak remaja gue jadi lebih suka indomie. Pernah sampai Ayah marah sama gue karena ketahuan makan indomie 3 kali dalam sehari gak makan nasi dan besoknya berujung di rawat karena tifus.

Badung banget emang gue dulu.

"Gimana?" Lagi-lagi pertanyaan Ibu menjurus kearah itu.

Gue tersenyum sembari semasukan beberapa bahan makanan kedalam panci.

Dari kecil gue memang senang membantu Ibu seperti ini.

"Bo'yo di program ngonon toh le" Lanjut Ibu, "Jangan terus-terusan bilang kamu belum siap. Rejeki itu ndak boleh di tolak."

Gue memang selalu bilang bahwa gue yang belum siap bukan Kinanti.

"Jeff masih pengen pacaran dulu sama Kinan bu."

"Yooo, pacaran sambil momong anak juga enak kok. Kan jadi lebih rame."

"Masa pacaran rame-rame sih bu? Pacaran mah berdua aja." gurau disertai cekikikan ringan gue membuat ibu memukul ringan bahu gue.

"Kamu nih."

"Ini udah semua bu?" tanya gue sembari sedikit mengaduk sup yang berada didalam panci.

"Iya, tinggal tunggu mendidih aja."

Gue mengangguk ringan sembari melepas apron yang tersangkut di leher gue.

Gue mendekatkan diri gue kearah Ibu, sedikit menatapnya sebelum berkata, "Emang Ibu pengen banget ya bu punya cucu?"

Ibu menoleh, "Ya kamu nih, Ibu mana yang ndak mau liat anaknya momong bayi toh?"

"Ibu mau kan nunggu sampe aku siap?"

Aku disini maksudnya Kinanti.

"Ibu mau kan nunggu sampe semuanya tepat?"

Semuanya disini maksudnya hati Kinanti.

"Ibu mau kan nunggu sampe sempurna?"

Sempurna disini maksudnya gue dan Kinanti. Rumah tangga gue dan dia.

Ibu tersenyum kearah gue, matanya memancarkan sebuah kebahagiaan yang sulit untuk gue gambarkan, "Iya. Ibu ndak maksa. Tapi, kalo bisa cepat kenapa harus di tunda?"

Gue tersenyum. Kali ini tulus. Sangat tulus.

"Kayaknya supnya udah mateng deh bu." Gue langsung mematikan kompor dan mulai memindahkan sup itu kedalam mangkuk.

"Ini biar Jeff aja yang bawa." Kata gue lalu membawa mangkuk berisi sup yang masih panas itu.

Gue menaruh sup itu diatas meja makan lalu berjalan ke ruang tengah untuk mendapati Max dan Kinanti yang sedang berbincang.

Serius banget?

"Ayo makan. Itu sup nya udah mateng." Ucap gue sontak membuat mereka menoleh terkejut.

Ini abis pada ngomongin apaan sih?

"Ayo! Kok malah pada bengong?" Lanjut gue.

"Ah! Yeah! Sup! Hahahahah Max laper banget." kicau Max dengan sangat absrud.

Gue meliriknya dengan tatapan bingung

"Gue mau makan, Mas! Iya! Iya! Mau makan. Hahahahahah." ucapnya sambil berlalu menuju meja makan.

Kenapa sih?

Gue berjalan kearah Kinanti, "Kenapa sih?" tanya gue pada Kinanti.

Kinanti hanya mengidikan bahunya.

"Ayo!" Gue merangkul bahunya menuntun dia berjalan menuju meja makan.

"Ayo ayo makan. Ayo Kinanti makan yang bayak." Ibu sangaaaaat ramah pada Kinanti sampai-sampai dia mengambilkan lauk di piringnya Kinanti.

"Yah, sayang banget ya, Ayah di luar kota." Max menyambar.

"Yaudah makan aja sih Max." Ujar gue dengan cepat.

"Dih, Mas Jeff sewot banget coba bu, mentang-mentang tadi istrinya nyaman ngobrol sama aku."

"Hush! Nyaman-nyaman, ngawur aja kamu tuh!" Sulut Ibu.

Kinanti hanya tersenyum pahit saat itu sambil menatap gue dari seberang meja.

Ada apa?

"Ini sup kesuakaannya Jeff." Kata Ibu sambil menuangkan sup itu kedalam mangkuk di sebelah piring Kinanti, "Tapi katanya sekarang sup buatan kamu yang jadi paling favorite." Lanjut Ibu.

Iya. Gue berbohong waktu itu. Sup buatan Kinanti dari mana? Orang dia gak pernah masak buat gue dan gak jago masak juga. Tadi aja kayaknya gimik doang mau bantuin Ibu masak.

Bohong terus lo Jeffrey Aditama. Belom aja lo di kutuk jadi batu.

Kinanti menatap mata gue yang tepat ada di seberangnya itu dengan datar. Iya, gue bersebelahan dengan Max dan Kinanti bersebelahan dengan Ibu. Jadi kami berseberangan.

Gue membalas dengan senyum yang terpaksa. Lalu mulai menghabiskan seluruh makanan yang sudah tersedia di dalam piring gue.

Gak lama sih, karena sekarang gue sudah berada di lantai 2.

Gue seolah sedang bernostalgia pada kamar sederhana yang bertuliskan "Let's Dreaming!" di depan pintunya.

Iya, itu kamar gue.

Kamar semasa bujangan. Kamar yang juga penuh kenangan di dalamnya.

Kamar yang bernuansa serba putih dan abu ini menyimpan seribu kenangan indah dan sejuta kenangan pahit yang membuat gue terdiam mematung ketika melihat sudut dari setiap lekuk kamar ini.

"Rey, maaf tapi aku gak bisa." Gambaran wanita 3 tahun lalu muncul kembali di hadapan gue.

Saat itu rumah memang benar-benar sedang kosong. Hanya ada gue dan wanita ini. Max sudah di U.S sedangkan Ayah dan Ibu sedang pergi ke Solo mengunjungi Mbah Kakung dan Mbah Putri.

Saat itu gue memegang tangan wanita ini dengan sangat erat. Tatapan gue gak pernah berubah sama sekali selama 2 tahun kita berpacaran.

Dan setelah 2 tahun berpacaran, tepat 3 tahun yang lalu, wanita itu memutuskan untuk pergi meninggalkan gue. Di kamar gue sendiri.

"Maaf, Rey.."

"Aku janji gak bakal ngekang kamu lagi. Aku janji bakal support apapun yang kamu lakuin. Aku janji. Tapi jangan tinggalin aku, please. kamu sayang kan sama aku?"

"Aku sayang sama kamu, Rey. Tapi aku gak mau sampe Papi tau kalo kita masih berhubungan dan dia bisa berbuat hal yang di luar nalar kita."

"Aku bisa hadapin semuanya. Aku gak takut. Asal kamu tetep sama aku."

"Gak bisa, Rey. Papi udah jodohin aku sama anak kolega bisnisnya. Aku gak bisa nolak."

Gue masih ingat bagaimana cara wanita itu berbicara, nadanya bahkan tatapannya masih tampak dengan jelas di bayangan gue.

"Jeff?" Suara Kinanti berhasil membuyarkan lamunan gue.

Gue menoleh untuk mendapati dia yang sedang memandang gue diambang pintu dengan tatapan datar.

"E-em, kenapa?" tany gue kikuk sembari menggaruk tengkuk gue yang gak gatal itu.

Dia berjalan menghampiri gue dan duduk di pinggiran ranjang tepat di sebelah gue.

"You okay?"

Hah?

Kenapa dia nanya kayak gitu? Apa dia bisa baca perasaan gue?

Gue mengerutkan kening gue, "Why not?" lanjut gue sembari mengelus rambutnya, "Kenapa nih tumben istri aku nanya-nanya kayak gini?" I giggle.

Hening.

Saat itu hanya mata kami yang saling berbicara. Dia menatap gue dalam hening yang cukup lama dan tangan kanannya memainkan tangan yang satunya.

Kini dia sudah menundukan pandangannya.

"Kenapa?" lagi-lagi gue bertanya kenapa.

Dia menggeleng ringan sebelum tangannya meraih tangan gue dan di genggamlah tangan gue oleh tangan kecil miliknya itu. "Maaf."

Kata itu lagi. Kata yang selalu dia ucapkan entah untuk apapun dia selalu meminta maaf pada gue belakangan ini.

Hanya sekedar maaf yang gak tau akan merubah apa pada hubungan kami kedepannya. Karena dari sekian banyak ucapan maaf yang dia lontarkan pada gue, hanya ada satu kemungkinan terbesar di dalamnya. Dia menyesal. Iya. Tapi gue gak tau, menyesal karena apa dan untuk apa?

Karena yang gue tau, gue bisa dengan mudah menyembunyikan rasa sakit gue pada wanita yang 3 tahun lalu adalah satu-satunya wanita yang gue cinta, sedangkan dia gak bisa sama sekali.

Dia selalu seperti ini.

Semua penyesalan selalu tampak di wajahnya. Wajah yang selalu mengingatkan gue pada wanita 3 tahun lalu.

Apa gue dan pria masa lalunya sangat berbeda sehingga dia sangat sulit untuk menerima gue seutuhnya untuk berada di hidupnya seperti yang sudah gue coba selama ini pada dia?

***

10.40 PM

ASDFGHJKL RANDOM BANGET UPDATE JAM SEGINI HEHEHEHEHEHEH

semoga ini adalah titik terang ya sayang sayangku. tolong aku pusing banget ini 22nya kenapasih masalalunya udah kayak korea roemit. bikin pusing hueeee

aku greget bgt sama mereka gak menemukan titik terang mulu.

capek bep:(

selamat bobok. mimpiin indahnya jung jaehyun berjamaah yukkk. sapa tau di mimpi berjodoh kan ye heuheuuuu tapi jaehyun nya gak mau wkwkwk

have a nice dreams para telor itik!🐣

Continue Reading

You'll Also Like

26.2K 2.8K 42
Direbutin sama enam cogan pusing ga Pusinglah masa engga JUDUL AWAL : Six For One ❌ One For Six RANGKING : #1 Nayeon ( 31 - 08 - 2019 ) #8 seu...
6.1K 747 55
Menyenangkan mencintai seseorang yang Juga mencintai Kita Hanya saja, Setiap orang memiliki cara mencintai nya masing-masing yang mungkin Cukup, Ber...
1M 134K 40
(𝐟𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧) ❝𝐻𝑒 𝑜𝑛𝑙𝑦 𝑔𝑖𝑣𝑒 𝑚𝑒 𝑎 𝑤𝑜𝑢𝑛𝑑, 𝑆𝑤𝑒𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑤𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑖𝑛 𝑚𝑦 𝒉𝑒𝑎𝑟𝑡.❞ Ketika dua insan disatukan kare...
103K 13.6K 52
Oh Sehun tidak lebih dari Psikopat yang mempunyai segalanya. Harta, Tahta dan Dunia dibawah kakinya. Sedangkan Jung Yoonhee tidak lebih dari Wanita t...