Ten Million Dollars

By padfootblack09

50.7K 7.7K 2.5K

Min Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika... More

Prolog
Chapter 1 Min's Planning
Chapter 2 After All this Time
Chapter 3 That Son Seungwan
Chapter 4 Two Years in Anger
Chapter 5 First Meeting
Chapter 6 the Wedding
Chapter 7 First Day
Chapter 8 New Staff
Chapter 9 Do Kyungsoo
Chapter 10 On Call
Chapter 12 Slapped too Hard
Chapter 13 Reality
Chapter 14 Jeju the Disaster Island
Chapter 15 Worst Night in Jeju
Chapter 16 Secretary Wendy
Chapter 17 Cruise Ship Vacation
Chapter 18 maeu pyeon-anhan
Chapter 19 Unreasonable Reasons
Chapter 20 Two Schedules
Chapter 21 Vacation in italic
Chapter 22 Worse Prediction
Chapter 23 Sick's Problem
Chapter 24 Yoongi's Reason
Chapter 25 Old but More Hurt

Chapter 11 Uninvited Guest

1.3K 258 41
By padfootblack09


Sudah sepuluh hari sejak Yoongi menghubungi Kyungsoo. Ia merasa sangat diuntungkan karena ia mengenal Kyungsoo sebagai staff senior di perusahaan firma hukum terpercaya di Korea. Urusan berkas perceraian tidak serumit yang Yoongi kira. Ia tak perlu repot kesana kemari untuk menyelesaikannya. Melihat posisi Yoongi, sebenarnya ia bisa saja menyuruh Rose atau bawahannya atau mengutus pengacara terkenal keluarganya untuk mengurus itu semua. Tapi Yoongi tak mau, karena ia tak ingin hal ini terdengar sampai telinga Seokjin.


Sepuluh hari belakangan, Yoongi merasa hidupnya damai. Yoongi sangat menikmati keadaan ini seperti ia tak pernah mendapat ketenangan selama berbulan-bulan lamanya. Bukan karena Seungwan berhenti bertingkah aneh. Bukan karena Seungwan berhenti merecokinya untuk sarapan. Atau karena Seungwan menyerah untuk melayani Yoongi sebagai seorang istri. Tapi lebih kepada keadaan hati Yoongi sendiri. Yoongi lebih berlapang dada, membiarkan semua yang Seungwan lakukan untuknya. Setelah melihat semua yang Seungwan lakukan dan membuat Yoongi kesal, Yoongi selalu menenangkan hatinya sendiri, bahwa apapun yang Seungwan lakukan, akhirnya nanti mereka bercerai juga.


Sehari setelah kejadian itu, yang sebenarnya sudah Yoongi kira, Seungwan melakukan semua hal yang biasa Seungwan lakukan. Menyiapkan dasi, kaus kaki, kemeja, yang ngomong-ngomong, tak pernah Yoongi pakai. Seperti malam sebelumnya Seungwan tak pernah ketahuan telah menggenggam tangan Yoongi. Seperti Seungwan tak pernah ketahuan tentang misinya yang baru oleh Yoongi. Seungwan akan selalu mengajak sarapan, tersenyum ceria, memoles lipstick, memakai stiletto, melewati mobil Yoongi untuk mencapai mobilnya sendiri.


"Yoongi. Ayo sarapan." Yoongi mendengar suara Seungwan dari arah dapur. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi dan Yoongi sedang memasang dasinya, bukan dasi yang disiapkan Seungwan di meja.


Yoongi beranjak dari kamarnya, bukan untuk sarapan tentu saja. Tapi hanya untuk melewati Seungwan di dapur dan ruang makan, melenggang terus kearah garasi untuk memanasi mobilnya, tanpa menengok ke arah Seungwan sedikitpun.


Yoongi sekarang tak mau ambil pusing. Tak mau juga menghabiskan tenaganya untuk membuang hidangan yang telah dibuat Seungwan. Tak mau repot-repot melihat kearah Seungwan.


Yoongi hanya perlu menganggap Seungwan tak ada.


Tinggal di rumah selama sepuluh hari berturut-turut sekaligus membiarkan Seungwan bertingkah di sekitarnya mau tak mau membuat Yoongi hapal dengan kegiatan Seungwan. Seungwan akan memakai stilettonya, berjalan melewati mobil Yoongi untuk mencapai mobilnya sendiri, setelah memanasi mobilnya sendiri, Seungwan akan masuk lagi ke rumah, dan mengucapkan—


"Yoongi, hati-hati di jalan ya." Seungwan kemudian berkata dari ambang pintu, tersenyum ceria dan melambaikan tangannya.


Benar sekali, itulah persis yang dikatakan Seungwan.


Yoongi mengabaikan sapaan itu, tak menjawab apalagi menoleh. Ia mendengus ketika Seungwan yang telah berbalik kearah dapur, hampir menirukan lagi ucapan Seungwan yang hapal diluar kepalanya.


Yoongi biasanya akan berangkat ke kantor lebih dahulu, ia tiba pukul delapan tepat, tapi ia selalu sudah melihat Seungwan duduk di belakang meja kerjanya begitu ia tiba. Terkadang membuat Yoongi bertanya-tanya secepat apa Seungwan mengendarai mobilnya.


Pertemuan Seungwan dengan Yoongi di kantor sangat minim. Pada dasarnya Yoongi memang jarang bertemu bawahannya kecuali itu dengan Rose yang merupakan sekretarisnya. Tetapi untuk ukuran sepasang suami istri yang bekerja di atap yang sama, masuk dalam kategori yang sangat jarang untuk bertemu. Sikap Yoongi yang bertingkah seolah tak mengenal Seungwan di kantor-pun membuat banyak karyawan menyangsikan apakah kedua orang itu benar-benar suami istri. Semua orang hampir mencurigai keduanya. Tak mempercayai bahwa Seungwan merupakan istri dari boss mereka, termasuk Rose sendiri.


"Ehem... boss?" Rose menyapa waktu itu. Ia baru saja memberikan jadwal rapat dan juga presentasi yang harus Yoongi ikuti. Memberanikan diri untuk bertanya hal sangat pribadi pada bossnya itu. Rose tahu itu sama saja dengan bunuh diri, tapi dia benar-benar penasaran dengan hubungan bossnya dengan Seungwan, apalagi setelah ia disuruh untuk membuang makanan yang telah Seungwan buat tempo hari.


Yoongi hanya melihat kearah Rose, sepertinya malas untuk membicarakan apapun, apalagi mengenai istrinya. "Apa lagi yang perlu dibicarakan?"


Rose berdehem gugup, "—sepertinya para karyawan mulai membicarakanmu." Kata Rose memulai.


Yoongi mengangkat sebelah alisnya. Tak pernah peduli dengan apa yang sedang karyawannya gossipkan selama ini. "Aku tidak peduli." Katanya.


"Tapi—" Rose berkata, agak ragu, karena Rose tahu kalau gossip yang mereka bicarakan kini membuat Seungwan tak nyaman. Membuat Seungwan tak punya teman selain Rose sendiri. Membuat Seungwan seperti terasingkan. Tapi, alih-alih membicarakan tentang gossip Yoongi, Rose justru bertanya, "Boss, mengapa tidak pernah berangkat bersama Wendy?"


"Bukan urusanmu, Rose." Yoongi menjawab, tanpa melihat kearah Rose, matanya sibuk membaca grafik hasil karya Rose barusan. "Jadi itu yang mereka bicarakan? Menyangkut tentang si Son itu, denganku."


Rose membulatkan kedua matanya. Baru pernah mendengar kata ganti yang Yoongi gunakan untuk menyebut Wendy. Si Son itu. Bukankah itu terdengar kasar?


"Namanya Wendy." Kata Rose agak menggerutu. Tak terima Seungwan disebut dengan seperti itu. Walaupun ia baru mengenal Seungwan, Rose sudah akrab dengan perempuan yang merupakan istri bossnya itu. Seungwan dapat mengimbangi topik yang Rose bicarakan dan karakter keduanya yang terbuka dan hangat sangat memungkinkan keduanya untuk berteman.


"Kalau kau disini hanya untuk merecokiku tentang Son itu—Seungwan, keluar dari sini sekarang, Rose." Kata Yoongi, sekarang melihat Rose di matanya. "Kau mau berjalan sendiri ke pintu keluar atau harus kupanggilkan pihak keamanan untuk menyeretmu keluar?"


Rose langsung undur diri, bergidik, tak berani lagi menanyai tentang Seungwan sejak saat itu.


Seandainya Rose tahu. Bahwa Yoongi bukan hanya bersikap seolah tak mengenal Seungwan, tapi juga menganggap Seungwan tak ada, bukan hanya di kantor, tapi juga di rumah. Kira-kira apa komentar Rose tentang ini? Tentu saja Seungwan tak pernah menceritakan ini pada Rose. Seungwan memendam semuanya sendiri. Itu membuat Seungwan tampak aneh di mata orang lain, tapi seakan Seungwan peduli.


Seungwan mendengar semua gossip di sekitarnya. Orang-orang yang meragukan statusnya sebagai istri Yoongi. Orang-orang yang mengatai Seungwan tak tahu diri karena terus mendekati Yoongi (maksudnya ketika Seungwan terus mengirim box makan ke ruangan Yoongi). Tentu saja itu membuat Seungwan tak punya teman. Semuanya menghindar. Seungwan dari awal sudah menyangsikan ia akan punya teman dengan statusnya yang merupakan seorang istri dari boss berhati es seperti Yoongi. Tapi gossip-gossip itu bahkan memperparah semuanya.


Adanya Rose di tempat itu adalah sebuah keberuntungan bagi Seungwan. Karena perempuan itu tampaknya tidak peduli dengan semua gossip yang sedang dibicarakan teman sekantor mereka. Tetap mau berteman dengan Seungwan walaupun Rose juga mengakui tentang keanehaan hubungan Seungwan dengan bossnya.


Rose dan Seungwan akan berjalan bersama ke lapangan parkir pada pukul empat sore untuk pulang, mencapai mobil mereka masing-masing. Rose suatu kali pernah bertanya pada Seungwan, ketika mereka berjalan di lobi, menuju lapangan parkir. Mengapa Yoongi dan Seungwan bersikap aneh? Mengapa Yoongi tega menolak semua makanan yang Seungwan kirimkan? Mengapa mereka tak pernah satu mobil bersama?


Tapi jawaban Seungwan tidak memuaskan. Ia terkesan menghindar dan enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Hal itu membuat Rose tahu. Bahwa tak semua hal dapat dibicarakan dengan mudah. Dan Rose cukup mengerti untuk tidak membahas topik itu lagi.

.

.

.


Rapat tertutup mengenai sponsor besar dari Jepang yang sudah Yoongi impikan –tak terasa—akan dilaksanakan besok pagi. Sejak sore Yoongi sudah merasakan sensasi berdebar yang menyenangkan, tak sabar untuk menjalani rapat hebat itu. Bagaimanapun, kerja keras Yonggi beberapa bulan ini akan dibuktikan dengan hasil rapat besok pagi. Sponsor besar yang sudah Yoongi incar dua tahun belakangan untuk mengadakan bazaar besar akhir tahun itu merupakan salah satu ambisi terbesar Yoongi selama ia berkarir.


Mood Yoongi yang luar biasa baik tampaknya membuat Seungwan salah paham. Seungwan pikir Yoongi sudah melunak. Atau paling tidak sudah lebih menerima keberadaan Seungwan dari biasanya.


Yoongi pulang lebih awal dari biasanya, ia tiba di rumah pada pukul empat tepat—Yoongi sengaja ingin mengistirahatkan tubuhnya lebih awal untuk rapat besok—, Seungwan otomatis menyapa suaminya itu, sama seperti biasa. Yoongi biasanya tak menganggapnya ada selama dua puluh empat jam penuh. Tapi sore ini berbeda. Yoongi langsung menjawab sapaan Seungwan. Walaupun hanya dengan gumaman.


"Hm..." begitulah kira-kira Yoongi menjawab. Tanpa menengok kearah Seungwan, ia melenggang masuk ke kamar, meloloskan dasi serta kemejanya.


Mata Seungwan otomatis melebar, tangannya yang sedang menyiapkan bahan omelette terhenti di udara, Seungwan hampir berpikir telinganya salah mendengar. Seungwan buru-buru mencuci kedua tangannya, menyusul Yoongi untuk memastikan pendengarannya tidak salah. Tapi langkah Seungwan terhenti di ambang pintu kamar mereka. Seungwan melihat Yoongi tersenyum kecil, sangat kecil, ketika Yoongi sedang bercermin. Kemudian Yoongi juga bersenandung, selama kurang lebih lima detik.


Seungwan tersenyum lebar, ia berbalik ke dapur dan ikut bersenandung. Dua bukti langka itu sepertinya mampu membuat Seungwan besar kepala. Merasa serakah. Entah ide muncul dari mana, tapi Seungwan bergumam pada dirinya sendiri, "Aku akan mulai memberikan box makan lagi, besok pagi."

.

.

.


Rose tak pernah melihat bossnya seantusias ini untuk memimpin sebuah rapat. Tidak pernah. Kecuali hari ini. Rose tahu, bossnya selalu berpenampilan rapi, sekaligus maskulin, tapi hari ini Rose melihat bossnya berpenampilan lebih dari biasanya. Mungkin dasinya baru, atau mungkin sepatu kulitnya yang baru. Entahlah. Yang jelas hari ini Yoongi yang sedang sangat antusias, terlihat sangat menawan, bahkan bagi Rose yang sudah kebal sekalipun.


Semangat membara keluar dari diri Yoongi ketika Rose menyapa bossnya yang baru datang. Rose yakin sekali gambaran animasi Yoongi sekarang adalah seorang dengan kobaran api di belakang punggungnya. Bagaimana bossnya itu mengangguk menjawab sapaan Rose, bagaimana bossnya itu dengan kemauannya sendiri mengecek semua persiapan rapat, dari presentasi data, sampai tatanan kursi yang ada di ruangannya.


Rose tahu seberapa pentingnya rapat hari ini. Bahkan bossnya, yang sangat membenci siapapun masuk kedalam ruangannya, menghendaki rapat itu diadakan di ruangannya sendiri. Rose tidak akan ikut dalam rapat. Rapat hebat itu hanya akan dihadiri oleh perwakilan tamu dari Jepang, U-Know dan Max, ada juga Nakamoto Yuta yang merupakan kenalan Yoongi, Kim Junmyeon dan Park Jimin yang akan ikut serta dalam bazaar besar akhir tahun ini.


Semua orang satu persatu masuk ke dalam ruangan Yoongi, yang disambut Yoongi dengan antusias—seriangainya yang menurut banyak orang sangat berwibawa. U-know dan Max sepertinya tipe orang yang sulit diajak bekerja sama, berpikir seribu kali dan sangat hati-hati untuk memutuskan sesuatu. Dilihat dari cara mereka tersenyum dengan sangat irit, menjabat tangan Yoongi erat-erat, terkesan sedang menantang. Sementara itu teman Yoongi yang bernama Nakamoto Yuta, yang diharapkan dapat melancarkan transaksi besar ini juga tidak jauh berbeda sulitnya dengan U-know dan Max. Bahkan mungkin lebih keras kepala. Rose bisa melihat bossnya yang baru bisa merilekskan tubuhnya ketika Park Jimin dan Kim Junmyeon datang, mewanti-wanti keduanya bahwa rapat kali ini harus berhasil.


Lima belas menit lagi rapat akan dimulai dan Yoongi menyempatkan diri untuk datang ke ruangan Rose. Tepat di depan ruangannya sendiri.


"Berjaga disini sampai rapat selesai." Pesan Yoongi. "Aku akan menghubungimu lewat intercome saat membutuhkan sesuatu." Rose kemudian mengangguk mantap, menyanggupi perkataan bossnya.


"Pastikan tidak ada yang masuk ke ruanganku." Kata Yoongi lagi. Rose mengangguk sekali lagi. Dinding ruangan Rose yang tembus pandang—terbuat dari kaca tebal—didesign bukan tanpa alasan. Rose masih bisa berjaga tanpa keluar ruangannya sendiri—siapapun dapat Rose lihat bukan hanya yang ada di depan pintu ruangan bossnya, tapi juga seseorang yang bahkan baru datang dari lift diujung lorong.


"Aku sangat mengandalkanmu, Rose." Kata Yoongi sungguh-sungguh.


Melihat Yoongi meminta sesuatu dengan raut muka seserius ini membuat Rose yakin bahwa rapat ini benar-benar harus berhasil. Dan keberadaan Rose disini tidak kalah penting demi kelancaran rapat mengingat betapa kerasnya raut wajah U-know dan Max tadi—tak mudah untuk diyakinkan dan sangat kritis. Rapat ini tak bisa diganggu oleh apapun bahkan oleh suara ketukan sepatu dari luar ruangan Yoongi. Rose kemudian bertekad akan menyukseskan rapat hari ini demi bossnya dan demi perusahaan.


Seperti tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Yoongi kemudian meninggalkan Rose di tempatnya, berjalan masuk ke ruangannya sendiri dan menutup pintu besar di belakangnya.

.

.

.

Seungwan baru saja kembali dari rumah. Merelakan jam istirahatnya untuk berkendara ke rumah dan memasak—kembali ke kantor dengan menenteng box penuh makanan untuk Yoongi. Ia sampai di lantai tujuh belas. Mendapati lorong di sekitar ruangan Yoongi sangat sepi. Seungwan mengintip ke dalam ruangan Rose dan tidak mendapati perempuan itu disana. Seungwan langsung menyimpulkan bahwa rapat yang Rose dan Yoongi ikuti belum juga selesai dan mereka belum kembali dari lantai 20 dimana ruang rapat berada.


Berbekal keyakinan itu, Seungwan, yang tidak mau makanan buatannya mendingin karena menunggu Rose, melangkah menuju pintu ruangan Yoongi. Berniat menaruh box itu di meja Yoongi sendiri.


Dengan mantap Seungwan mendorong pintu itu sampai terbuka lebar. Enam orang dalam ruangan Yoongi itu langsung memutar kepala mereka kearah pintu masuk. Seungwan menjatuhkan rahangnya. Melihat Yoongi sedang mempresentasikan sesuatu dengan layar proyektornya—pembicaraannya terhenti karena ulah Seungwan.


U-know dan Max tampak mengangkat satu alis mereka dengan heran. Nakamoto Yuta mendelik. Junmyeon dan Jimin menggigit bawah bibir mereka dengan khawatir. Sementara itu raut wajah Yoongi seperti bersiap untuk membunuh.

.

.

.

Halo famss... ada yang sudah nonton BTS Bring the Soul?? gimana filmnya??

.

.

Ini ngeditnya ngebut parah, jadi maaf kalau banyak kekurangan. segala bentuk komentar dan kritik yang membangun bakal aku terima.

Terimakasih banget kemarin yang sudah menyempatkan baca, vote dan komen. terimakasih yang masih mau menunggu cerita nggak jelas ini. hehe :)

Continue Reading

You'll Also Like

YES, DADDY! By

Fanfiction

305K 1.8K 9
Tentang Ola dan Daddy Leon. Tentang hubungan mereka yang di luar batas wajar
1M 75.3K 56
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
722K 58.1K 63
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...
561K 57.2K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...