My Love From The Past

By PriskaSavira

5.8M 199K 4.6K

Pernikahan yang sangat dinantikan oleh Ferlyn Edwardo. Menikah dengan pria yang dulu di sukainya. Pria itu be... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26 - End. Me+You=Ours
Transfer Flight or Transit Flight?

Part 6

202K 9.4K 73
By PriskaSavira

Warning: Typo bertebaran!

Aku melongo takjub antara kaget dan tidak percaya karena Delvin menyetujui perjodohan ini. Entah apa yang dipikirkan dia sampai menyetujui perjodohan sialan ini.

Begitupun aku, entah kenapa aku pun setuju dengan perjodohan ini. Padahal jelas-jelas Delvin adalah masa lalu yang menyakitkan buatku. Apa aku masih mengharapkan Delvin? Entahlah, dalam lubuk hatiku aku memang masih mengharapkan cinta Delvin walaupun itu jelas-jelas sangat tidak mungkin bisa terjadi.

Mama tersenyum bahagia sambil menatapku dan Delvin bergantian tentu saja masih menatap kami dengan pandangan yang sama. "Akhirnya kalian menyetujui permintaan mama dan tante Ani. Jadi sebelum kalian ke jenjang pernikahan sebaiknya kalian berkenalan terlebih dahulu ya,"

Delvin mengangguk begitu pula denganku. Gak perlu berkenalan juga sih antara aku dan Delvin karena kan aku dan dia juga sudah saling kenal waktu dulu.

Malam harinya aku bergelung dalam selimut hangat yang ada di kasurku. Aku dilanda rasa cemas sekaligus gugup tak menentu. Mama memintaku besoknya aku dan Delvin harus jalan-jalan sekaligus agar kami bisa menjadi dekat dan saling kenal.

Aku masih belum siap untuk bertemu Delvin besoknya. Dan aku yakin pasti diantara kami masih canggung untuk berkomunikasi.

Aku menghela napas panjang, berharap semua bakal baik-baik saja.

Paginya aku bersiap untuk mandi karena Delvin bakal jemput aku jam 12.00. Sebenarnya aku tidak ada nomor telepon Delvin hanya saja mama yang memberi tahuku kalau Delvin bakal jemput aku.

Setelah selesai mandi aku memakai body lotion di seluruh tubuhku lalu aku memakai baju kaos dan celana jeans. Tak lupa aku memakai sepatu sneakers.

Aku manatap penampilanku di cermin. Not bad. Cukup simple dan tidak tampak elegant. Karena aku tidak nyaman memakai dress serta heels. Karena aku sangat risih memakai pakaian seperti itu diluar jam kerja. Toh ngapain juga aku pakai dress dan heels kan aku dan Delvin tidak kencan ataupun candle light dinner.

Suara ketukan membuatku terkesiap, lantas aku membuka pintu kamarku dan di sana tampaklah Mbok Mirnah.

"Kenapa mbok?"

Mbok terenyum, "tuh di depan ada cowok cakep nyariin si Non."

Mendengar 'cowok cakep' mendadak aku kehilangan nafas. Apa Delvin sudah datang? Tiba-tiba jantungku berdebar dengan kencang. Nafasku tercekat.

Aku menggigit bibir bawahku. Aku belom siap bertemu Delvin! Gimana ini?!

Menarik napas lalu menghembuskannya dengan perlahan. Mengumpulkan sedikit keberanian untuk berhadapan dengan Delvin.

"Baik mbok, bilang bentar ya, Ferlyn mau... Eng..."

Pikir Ferlyn!

Mbok menaikkan alis sebelahnya, "memang non mau ngapain?"

"Ferlyn mau buang air kecil dulu, tolong bilang bentar sama dia ya mbok!"

Mbok mengangguk lantas pergi dari kamarku. Aku mendesah lega.

Keringat dingin bercucuran di pelipisku. Entah kenapa rasa gugup itu belum hilang. Untuk apa aku gugup?

Iya, benar. Untuk apa aku gugup?! Harusnya rasa gugup serta jantung yang berdebar dengan kencang sudah lama hilang. Kenapa rasa itu masih ada? Oh Tuhan, aku bingung dengan rasa ini. Apa benar aku masih mecintai Delvin?

Beberapa menit berdiam diri di kamar, lantas aku pun pergi ke tempat Delvin menunggu.

Disana Delvin sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Dia sangat tampan dengan jaket berbahan jeans serta sepatu santai yang senada dengan warna jaketnya.

Delvin menatapku dari atas sampai bawah. Mendadak rasa gugup yang beberapa menit lalu hilang kini rasa gugup itu datang kembali.

"Baiklah, kita langsung pergi."

Setelah itu Delvin langsung meninggalkanku keluar dan memasuki mobilnya yang terparkir di depan halaman rumahku.

Aku berdecak sebal. Ini orang sebenarnya niat gak sih perginya? Apa dia terpaksa karena ini permintaan para orang tua?

Aku tersenyum kecut. Ternyata Delvin memang tidak bisa membuka hatinya untukku.

Sepanjang jalan kami hanya diam. Tidak ada di antara kami yang membuka suara. Hanya suara radio yang terdengar dari keheningan yang terjadi.

Aku melirik ke arah Delvin. Dia tampak tenang saat menyetir dengan satu tangan. Satu tangannya lagi menopang kepalanya di antara pintu mobil. Melihat Delvin saat menyetir tampak keren dan membuatku jatuh cinta entah keberapa kalinya pada Delvin.

"Menikmati pemandangan, heh?" suara Delvin menyentakkanku ke alam sadar.

Aku meringis malu lalu menghadap ke jendela. Bodohnya aku bisa kepergok sama dia karena terlalu terpesona sama wajahnya.

Beberapa menit kemudian mobil Delvin berhenti di mall Nagoya Hill. Jadi kami ke Nagoya Hill?

"Kita disini mau nonton dan makan siang."

Seakan tahu apa yang ada dipikiranku Delvin pun menjawab pertanyaan yang ku pendam di otak.

Benar apa yang dia katakan saat dari parkiran, kami langsung menuju lantai teratas dimana bioskop berada di lantai teratas.

"Kamu mau nonton apa?" aku mengerjapkan mata saat wajah Delvin tepat berada dihadapanku.

Dari sini aku bisa melihat rahangnya yang tegas, bibir merah yang tipis, alis mata yang tebal dan hidung lancipnya yang mancung. Benar-benar makhluk sempurna.

Aku menggit bibir bawahku, kenapa di saat seperti ini aku masih sempat terpesona sama wajahnya sih?! Arghh...

"Terserah kau saja."

Lalu Delvin menjauhkan wajahnya dan mengangguk mengerti. Sembari menunggu Delvin membeli tiket nonton aku melangkahkan kakiku menuju toilet yang ada di bioskop ini. Lalu aku membersihkan wajahku dengan air keran. Entah kenapa di saat aku berdekatan dengan Delvin aku seperti orang bodoh.

Selesai membasuh muka, aku keluar dari toilet dan menuju tempat Delvin membeli tiket tersebut. Pas sekali Delvin sudah selesai mengantri tiket.

Delvin tersenyum dan lagi-lagi akusempat terpesona kembali dengan senyumnya yang ia berikan.

"Jadi, sambil menunggu film lebih baik kita makan dulu, nanti maagmu kambuh."

Nafasku tercekat, bagaimana bisa Delvin tahu kalau aku ada penyakit maag?

"Aku tahu dari mama kamu."

Aku mendengus kesal, padahal tadinya aku berharap kalau Delvin memang sangat perhatian dan tahu kalau aku punya maag. Rasanya seperti menelan pil pahit.

Kami pun berhenti di salah satu restaurant bebek. Ugh, aku tidak suka bebek! Kenapa dia membawaku kesini sih?

"Aku tahu kamu tidak suka bebek, tapi cobalah sedikit saja, bebek disini enak kok."

Sambil menunggu pesanan Delvin langsung mengacuhkanku dan memainkan gadgetnya. Huft... Ini sangat membosankan.

Delvin menatapku dai ujung matanya, lalu dia mematikan gadgetnya.

"Maaf," katanya.

Aku menaikkan alis sebelah, "untuk?"

Delvin tersenyum, "karena tadi aku mengacuhkanmu. Soalnya barusan ada email tentang kantor."

Aku hanya mengangguk. Tidak tahu harus berbasa-basi gimana lagi. Karena aku masih gugup.

"Fer, aku cuma mau bilang sesuatu sama kamu."

Aku hanya diam menunggu lanjutannya Delvin bercerita.

"...Sebenarnya aku menyetujui perjodohan ini karena aku tidak mau mengecewakan kedua orangtuaku."

Saat Delvin berkata seperti itu serasa ada ribuan paku menancap hatiku. Rasanya pasokan oksigen menipis. Ingin aku berteriak 'Aku capek dengan semua ini!'

Huaaa... tambah hancur -,- semoga kalian suka, vommentnya ditunggu ya! Oh iya intip dikit media ya!

Continue Reading

You'll Also Like

5.8K 1.1K 18
Suzy tidak tahu bagaimana caranya agar bisa meluluhkan hati seorang Leo~~ pujaan hatinya. Pria dengan nama asli Jung Taekwoon itu adalah sosok yang d...
2.5M 172K 44
[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Aira tidak mengerti mengapa tiba-tiba bocah SMA itu terus membuntutinya. Bahkan suatu ketika, dengan kurang ajarnya...
1.8M 110K 46
17+ (CERITA SUDAH DI TERBITKAN SECARA SELF PUBLISH) Alexander Robert Harrison, pria emosional dan keras kepala yang mengalami pergolakan batin ketik...
1.2M 57.7K 96
"Penyesalan memang tak akan mengubah apa pun. Aku juga sangat membenci penyesalan. Tapi, sekarang aku benar-benar sangat menyesal pernah mengenalmu...